Standar Verifikasi Legalitas SmartWood di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DARI HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (IUPHHK-HTR, IUPHHK-HKM)

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD)

STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DARI HUTAN NEGARA (IUPHHK-HA/HPH, IUPHHK- HTI/HPHTI, IUPHHK RE)

Draft Legalitas: Versi Anyer 28 September 2005

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI, IUPHHK-RE, DAN HAK PENGELOLAAN

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD, HTHR)

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA PEMEGANG IZIN DAN PEMEGANG HAK PENGELOLAAN

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT(HTR, HKm, HD)

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI, IUPHHK-RE, DAN HAK PENGELOLAAN KRITERIA DAN INDIKATOR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD, HTHR)

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, DAN HAK PENGELOLAAN

STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IUIPHHK DAN IUI LANJUTAN. Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

STANDARD UNTUK PENELUSURAN LEGALITAS KAYU (VERSI 3.2) HASIL WORKSHOP TANGGAL 15 JUNI 2006

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD, HTHR)

Sejarah Controlled Wood

RESUME HASIL SERTIFIKASI

RESUME HASIL VERIFIKASI LK

STANDARD UNTUK PENELUSURAN LEGALITAS KAYU (VERSI 3.2) HASIL WORKSHOP TANGGAL 15 JUNI 2006

RESUME HASIL SERTIFIKASI


KETERANGAN: YANG DICETAK MERAH/MIRING ADALAH USULAN TIM KECIL A1. STANDARD UNTUK SUMBER KAYU DARI HUTAN NEGARA BERBASIS UNIT MANAJEMEN (HA, HT)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL

RESUME HASIL PENILIKAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Rancangan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Disusun oleh : Tim Kerja Pengembangan dan Perumusan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu

RESUME HASIL SERTIFIKASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

LAPORAN KELANGKAAN PERUSAHAAN KONSULTASI DAN JASA SERTIFIKASI UNTUK VERIFIKASI ASAL- USUL BAHAN BAKU (VLO)

Mengekspor di tengah Perubahan Lansekap Hukum

Standar Legalitas CertiSource untuk Indonesia

RESUME HASIL VERIFIKASI IPK PT SATYA JAYA ABADI

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IPK. No. Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

RESUME HASIL VERIFIKASI

PEDOMAN PELAPORAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IPK, TERMASUK IPPKH. No. Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 38/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI

RESUME HASIL SERTIFIKASI


PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34

RESUME HASIL PENILIKAN KE-2 VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT NUSA PRIMA MANUNGGAL

RESUME HASIL VERIFIKASI

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IPK. No. Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : P.6/VI-Set/2009 TENTANG

RESUME HASIL PENILIKAN KE-1 VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT BORNEO KARUNIA MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PT INTEGRITAS PERSADA SERTIFIKASI

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK PT SAWIT LAMANDAU RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH OLEH LVLK PT INTI MULTIMA SERTIFIKASI

PT MUTUAGUNG LESTARI RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK CV AUBIL PRIMA DAYA

RESUME HASIL VERIFIKASI LK

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No dimaksud dalam huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGECEKAN DEKLARASI KESESUAIAN PEMASOK

2 Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi saat ini, maka penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal d

2. Pelaksanaan verifikasi menggunakan standar verifikasi LK sebagaimana Lampiran 2.1, 2.2, 2.3, dan 2.4.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK PT MULIA SAWIT AGRO LESTARI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH OLEH LVLK PT INTI MULTIMA SERTIFIKASI.

PT MUTUAGUNG LESTARI RESUME HASIL KEPUTUSAN AKHIR VERIFIKASI

Mencegah Kerugian Negara Di Sektor Kehutanan: Sebuah Kajian Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penatausahaan Kayu

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK PT ADAU HIJAU LESTARI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015

Catatan Pengarahan FLEGT

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

Marine Stewardship Council. Standar MSC Chain of Custody: Versi Default

RESUME HASIL VERIFIKASI LK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

RESUME HASIL AUDIT VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

RESUME HASIL VERIFIKASI

NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

PUBLIC SUMMARY (Resume Hasil Penilaian)

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK PT TIGA SETIA MANDIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK KELOMPOK TANI TELAGA RUSA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEDOMAN PELAKSANAAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA TPT

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 62/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

PT MUTUAGUNG LESTARI RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

PUBLIC SUMMARY (Resume Hasil Penilaian)

PT MUTUAGUNG LESTARI RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

3. RINGKASAN TAHAPAN. Tahapan Lokasi dan Waktu Ringkasan Catatan. Pertemuan Pembukaan Kantor PT. Anugerah Langkat Makmur 8 Oktober 2016

Transkripsi:

Tipe dokumen: Standar RA Ruang Lingkup: Indonesia Status dokumen: Rancangan konsultasi publik kesatu Versi tanggal: 21 Pebruari 2008 Periode Konsultasi: Lembaga lisensi: 30 hari Rainforest Alliance Kontak informasi: Christian Sloth Nama dokumen: Kode dokumen SW: VL 04 Email: csloth@ra.org Standar Verifikasi Legalitas SmartWood di Indonesia 2007 Dipublikasikan oleh Rainforest Alliance. Tidak ada bagian dari dokumen ini yang dilindungi oleh hak cipta penerbit dapat dicetak ulang atau diperbanyak dalam berbagai bentuk atau cara (grafik, elektronik atau mekanis, termasuk mesin fotokopi, perekam, tape perekam atau sistem pencarian informasi) tanpa izin tertulis dari penerbit. Pendahuluan Program SmartWood Rainforest Alliance (selanjutnya disebut SmartWood) telah mengadaptasi Standar generik untuk memverifikasi legalitas asal-usul (Verification of Legal Origin -VLO) yang dapat digunakan untuk menilai dan memverifikasi bahwa produsen kayu atau hasil hutan nonkayu mempunyai izin resmi tertulis untuk menebang sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku di Indonesia dan bahwa seluruh titik dalam suatu rantai suplai yang menggunakan hasil hutan menjaga sistem untuk mendokumentasikan dan mengontrol prosedur lacak balaknya. Audit terhadap standar ini dilakukan dengan memverifikasi di lapangan dimana hutan telah mendapatkan lisensi untuk dipanen, memperoleh persetujuan perencanaan dan izin, membayar pajak, royalti dan/atau pungutan penebangan yang dipersyaratkan dan menjaga sistem lacak balaknya. Standar ini tidak mengevaluasi persyaratan pemenuhan aspek legalitas secara lengkap. Standar ini diadaptasi dari Standar Generik Smartwood untuk VLO dengan memasukkan aspek hukum, peraturan, undang-undang dan surat keputusan yang berlaku di Indonesia. Dengan meningkatnya perhatian dunia baik dari sisi skala, perluasan dan dampak kerugian penebangan liar, maka dibutuhkan suatu solusi praktis bagi perusahaan untuk menunjukkan bahwa hasil hutan yang ditebang secara ilegal tidak terdapat dalam rantai suplainya. Pengujian asal-usul kayu merupakan salah satu cara untuk mewujudkan tujuan tersebut. SmartWood merasakan bahwa perusahaan yang akan melakukan verifikasi legalitas asal-usul kayu sebagai langkah awal untuk menuju pemenuhan aspek legalitas secara keseluruhan dan manajemen hutan lestari. Untuk memperkuat tujuan tersebut, SmartWood perlu menyediakan verifikasi legalitas asal-usul sebagai suatu jasa tersendiri dengan jangka waktu 3 tahun untuk suatu unit usaha dalam suatu rantai suplai tertentu. Selanjutnya, perusahaan sebaiknya secara bertahap (stepwise) mengikuti program yang mengarah pada sertifikasi, seperti SmartStep, atau standar sertifikasi kayu terkontrol (controlled wood) FSC atau sertifikasi penuh FSC. Tanggapan Publik Rancangan standa ini terbuka untuk konsultasi para pihak terkait (stakeholders) dan peninjauan kembali oleh staf selama 30 hari, setelah itu akan menjadi dasar bagi Smartwood untuk menawarkan jasa verifikasi legalitas asal-usul kayu di Indonesia. Sebelum finalisasi, SmartWood dapat melakukan uji coba lapangan dari standar ini. Standar SmartWood (SW VL-04) Hal 1 dari 10

Lembaga atau perorangan diundang untuk memberikan saran atau tanggapan terkait dengan standar ini kepada SmartWood (Kontak informasi ada di atas). Catatan untuk penggunaan standar Semua aspek dalam standar ini bersifat normatif, mencakup ruang lingkup, tanggal efektif standar, referensi, istilah dan definisi, tabel dan lampiran, hal lain yang diperlukan. Isi A Ruang Lingkup B Tanggal efektif standar C Referensi/acuan D Istilah dan definisi E Standar dan persyaratan Bagian I : Prinsip-prinsip dan kriteria untuk verifikasi legalitas asal-usul Bagian II: Standar untuk komunikasi kepada publik, pelaporan dan audit Lampiran Lampiran 1 Daftar istilah A Ruang Lingkup Standar ini dapat diterapkan untuk pedagang, produsen dan suplier hasil hutan dalam suatu rantai suplai yang dievaluasi di Indonesia. Perusahaan Manajemen Hutan (FME) dapat dievaluasi berdasarkan 4 prinsip yang disyaratkan dalam standar. Sebagai tambahan terhadap asal-usul kayu, perusahaan dalam suatu rantai suplai yang membeli, memproduksi, menangani, dan/atau menjual kayu dari sumber hutan VLO harus mempunyai sistem lacak balak yang didokumentasikan dan dikontrol di lapangan yang dapat menghubungkan bahan baku VLO dengan asal-usul hutannya. Dalam menguji adanya sistem lacak balak yang terpercaya, standar ini memasukkan kriteria dari Standar Generik SmartWood untuk Sistem Lacak Balak versi Juni 2006. Standar ini telah memasukkan kriteria dan indikator dari Standar Legalitas Indonesia (versi Bahasa Inggris 3.3) yang menyinggung verifikasi legalitas asal-usul. Kriteria dan indikator yang sesuai telah dimasukkan dalam standar. Tiga prinsip pertama dari standar VLO yang menyinggung surat izin dan persetujuan untuk menebang yang sah, dan selanjutnya prinsip yang keempat adalah tentang COC 1. B Tanggal efektif standar Standar ini akan berlaku secara efektif sesuai dengan tanggal versi terakhir disetujui. Kemudian standar akan diperbaharui setiap tahun, menggantikan versi sebelumnya yang sudah direvisi. Seluruh kegiatan yang diverifikasi disyaratkan untuk memenuhi ketentuan di tingkat nasional dan regional dalam 6 bulan setelah diperbaharui. 1 COC Chain of Custody yang digunakan dalam standar ini tidak merujuk pada standar COC FSC. Standar merujuk pada proses dan system yang digunakan untuk menelusuri kayu dari satu titik ke titk lain. Standar SmartWood (SW VL-04) Hal 2 dari 10

C Acuan Standar generik SmartWood untuk verifikasi legalitas asal-usul kayu (VL-01 Smartwood Generic Standard for Verification of Legal Origin-VLO), versi 15 Nopember 2007. COC-36 SmartWood Generic Chain of Custody Standard, 23 Juni 2006. FSC-STD-30-010 V2-0 EN Controlled Wood Standard for Forest Management Enterprises. FSC-STD-40-005 V2-0 EN Standard for Company Evaluation of Controlled Wood. Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI): Standar Verifikasi Legalitas Kayu, versi terkahir, 1 Mei 2007 (versi Bahasa Inggris). Tropical Forest Trust (TFT): Framework for Documenting Legal Wood Supply Chains in Indonesia (Draft), Mei 2007. D Istilah dan Definisi BU: Buku Ukur CW: Controlled Wood (Kayu terkontrol) DHH: Daftar Hasil Hutan DKB: Daftar Kayu Bulat FA-KB: Faktur Angkutan Kayu Bulat FA-KO Faktur Angkutan Kayu Olahan FMEs: Perusahaan Kehutanan (dapat secara individu untuk kasus hutan milik atau kelompok masyarakat) HPHTI: Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri HPH: Hak Pengusahaan Hutan HTI: Hutan Tanaman Industri IPHH: Izin Pemungutan Hasil Hutan IFMEHK: Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu 2 IPKTM: Izin Pemungutan Kayu pada Tanah Milik) KBNK: Kawasan Budidaya Non-Kehutanan LHC: Laporan Hasil Cruising LHP: Laporan Hasil Produksi PBB: Pajak Bumi dan Bangunan Petak: Satuan areal hutan PSDH: Provisi Sumber Daya Hutan PUHH: Penatausahaan Hasil Hutan RA: Rainforest Alliance RK-FMEHK: Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan 3 RKL: Rencana Karya Lima tahunan RKT: Rencana Karya Tahunan 2 Izin ini dikeluarkan untuk hutan alam (natural forest) dan hutan tanaman (plantation forest). 3 Surat Keputusan Gubernur No. 6/2007 yang menggantikan Surat Keputusan Gubernur No.6/1999 pada bulan Januari 2007 menetapkan dokumen kontrol tentang Pemanenan Hutan. Sebelumnya, Rencana Karya Pengusahaan Hutan selama 20 tahun RKPH) disyaratkan dengan kombinasi Rencana karya Lima tahunan (RKL). Pada tahun 2007 SK Gubernur mensyaratkan suatu Rencana Kerja untuk memanfaatkan kayu sebagai hasil hutan/ Rencana Manajemen Hutan (RKFMEHK) untuk menggantikan dua dokumen ini. Dokumen RKFMEHK merupakan rencana manajemen hutan untuk jangka waktu 10 tahun, dievaluasi tiap lima tahun. Standar SmartWood (SW VL-04) Hal 3 dari 10

SKAU: Surat Keterangan Asal Usul SK PKH: SK Penetapan Kawasan Hutan (Forest Area Quotation Decree) SKSKB: Surat Keterangan Sah Kayu Bulat 4 SW: Program SmartWood VLC: Verification of Legal Compliance (Verifikasi Persyaratan Legal) VLO: Verification of Legal Origin (Verifikasi Persyaratan Asal Usul) E Standar dan Persyaratan Bagian I : Prinsip dan kriteria untuk Verifikasi Legalitas Asal-usul Dalam standar ini, masing-masing prinsip legalitas asal-usul dan kriteria-kriteria yang terkait diuraikan, bersama dengan indikator generik. Seluruh indikator harus diaudit pada setiap audit verifikasi, kecuali kriteria atau indikator tertentu yang tidak sesuai/berlaku dalam suatu yuridsdiksi atau operasi yang sedang dievaluasi. Prinsip 1: Keabsahan Izin untuk Memanen Hasil Hutan Status hukum dari unit manajemen hutan harus ditegaskan dan batas-batas digambarkan dengan jelas. Perusahaan manajemen hutan harus dapat membuktikan bahwa perusahaan telah secara sah memperoleh izin legal untuk beroperasi dan menebang kayu di dalam unit manajemen hutannya. 1.1: Aktivitas-aktivitas spesifik FME harus jelas, terdokumentasi dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang diberlaku. 1.1.1: FME dapat menunjukkan keabsahan izin usahanya i) SK PKH (Surat Keputusan Penetapan Kawasan Hutan) ii) HPH dan IUPHHK-HA, untuk hutan alam; dan iii) HPHTI dan IUPHHK-HT, untuk hutan tanaman. iv) Pemilik lahan pribadi harus memiliki Sertifikat Tanah yang sah. 1.1.2: Jika secara hukum diperlukan, FME harus memiliki nomor pokok wajib pajak dan surat izin usaha yang sah untuk beroperasi dalam suatu yurisdiksi. 1.1.3: Status hukum izin usaha dan hak untuk melakukan pengelolaan hutan harus tidak terbantah di pengadilan atau tempat yang terikat secara hukum lainnya. 1.1.4: Jika status hukum dan hak bermasalah, perusahaan melakukan proses hukum untuk mengatasi masalah validitas tersebut. 1.2: FME harus memiliki hak untuk menebang dalam unit manajemen hutan. 1.2.1: FME harus memiliki izin tertulis dari pemilik sumberdaya hutan, termasuk memiliki hak sesuai dengan hukum yang berlaku. 1.2.2: Harus terdapat bukti bahwa izin, lisensi atau bentuk perizinan lainnya yang dikeluarkan menurut hukum dan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan dan pemanenan sumberdaya hutan masih berlaku. FME harus memiliki salah satu dari izin penebangan berikut ini (jika diperlukan): 4 Pada tahun 2006, Dokumen SKSHH digantikan dengan dokumen SKSKB dan Faktur (Keputusan Menteri Kehutanan No. P. 55/Menhut-II/ 2006 dan P.63/Menhut- II/2006). Standar SmartWood (SW VL-04) Hal 4 dari 10

i) Untuk manajemen hutan alam dan hutan tanaman, sebuah Rencana Karya Tahunan (RKT)/rencana kerja telah disetujui secara sah oleh pejabat yang berwenang dan ditunjukkan di lapangan serta LHC (inventarisasi hutan sebelum penebangan) dan pemetaan pohon telah disahkan oleh pihak kehutanan. ii) Apabila kayu ditebang dari lahan milik maka pemilik harus memiliki IPKTM yang masih berlaku. 1.2.3: Lisensi, perizinan atau bentuk perizinan lainnya harus dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan jika diperlukan secara hukum, diperoleh melalui suatu prosedur publik yang transparan. 1.2.4: Pada kasus kelompok masyarakat hutan yang mengelola hutan negara, FME memiliki hak untuk mengelola hutan milik negara: i) Dokumen izin usaha pengelolaan hutan berbasis masyarakat pada hutan negara. ii) Peta yang menujukkan areal pengelolaan dan batas-batasnya di lapangan. iii) Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) iv) Dokumen surat perjanjian masyarakat untuk pengelolaan hutan oleh kelompok masyarakat (termasuk kelembagaan hukum masyarakat lokal). 1.3: Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa areal manajemen hutan secara legal diklasifikasikan sesuai tata guna lahan atau aktivitas komersial. 1.3.1: Aktivitas pemanenan hutan harus sesuai dengan klasifikasi tataguna lahan yang sah untuk unit manajemen hutan. i) Tidak terjadi konflik tataguna lahan dengan penggunaan lahan lain dimana kegiatan pemanenan hasil hutan dilarang. 1.3.2: Areal pemanenan hutan harus dengan jelas ditetapkan di peta pada skala tertentu untuk memudahkan identifikasi dan tata batas tidak bertentangan dengan klasifikasi tata guna lahan dimana penebangan kayu dilarang. Prinsip 2: Otorisasi Perencanaan yang Disetujui Perusahaan kehutanan (FME) telah menerima persetujuan yang diperlukan untuk persyaratan perencanaan umum dan mendasar sebagai syarat perlu untuk dapat mengelola hutan serta mengatasi kendala-kendala dan kuota produksi dalam lingkup izin pemanenan yang disetujui. 2.1: Jika dipersyaratkan secara hukum, rencana pengelolaan hutan harus disetujui oleh pihak yang berwenang: 2.1.1: Perencanaan manajemen hutan harus disetujui oleh instansi yang berwenang. 2.1.2: Bukti kartografi yang jelas harus sesuai dengan unit manajemen hutan dalam areal pengelolaan yang direncanakan. 2.1.3: Rencana yang disahkan harus mencantumkan volume tebangan yang diizinkan. Standar SmartWood (SW VL-04) Hal 5 dari 10

2.2: Jika dipersyaratkan secara hukum, rencana kerja atau pemanenan tahunan harus disetujui oleh instansi yang berwenang: 2.2.1: Rencana kerja atau pemanenan tahunan yang disetujui harus ada. i) Rencana Karya Tahunan (RKT) telah disahkan secara formal oleh instansi yang berwenang. 2.2.2: FME harus mendokumentasikan Buku Ukur (BU) dan LHP yang disetujui. 2.2.3: Jatah tebang tahunan atau kuota produksi tahunan yang disetujui harus dengan jelas didokumentasikan di RKT. 2.2.4: Izin untuk memanen species yang masuk dalam daftar CITES harus didokumentasikan. 2.3: Jika dipersyaratkan secara hukum, Penilaian Dampak Lingkungan atau Sosial harus disiapkan. 2.3.1: Unit manajemen hutan telah mendapat sertifikat AMDAL yang disahkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, mencakup seluruh areal kerja perusahaan. Prinsip 3: Pembayaran pungutan dan pajak yang menjadi kewajiban pemegang hak Perusahaan manajemen hutan secara teratur memenuhi seluruh kewajibannya membayar pajak, pungutan dan/atau royalti untuk menjaga diberikannya hak menebang dan volume tebangan yang diizinkan.. 3.1: Seluruh pungutan, royalti, pajak dan biaya-biaya lainnya yang berlaku dan ditetapkan secara sah harus dibayar: Unit manajemen telah melunasi pembayaran retribusi pemerintah yang disyaratkan terkait dengan produksi kayu. 3.1.1: Terdapat bukti yang jelas dan tertulis bahwa FME telah membayar seluruh kewajibannya. 3.1.2: Kwitansi pembayaran royalti, pungutan dan iuran-iuran oleh perusahaan (FME) harus ada. i) Unit menajemen menunjukkan bukti pelunasan pembayaran Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). Prinsip: Lacak Balak (Chain of Custody) Sistem pengawasan lacak balak (CoC) hasil hutan yang tertulis merupakan persyaratan dasar dalam penelusuran hasil hutan dari sumber hutannya untuk memastikan bahwa telah dilakukan pemisahan antara produk yang dapat dan tidak dapat diverifikasi. Prinsip ini diaplikasikan mulai dari lokasi penebangan sampai dengan tempat penimbunan kayu (TPK) untuk perusahaan manajemen hutaan (FME) dan antar tahap penanganan/pengolahan untuk supplier, pabrikan dan pedagang. Kriteria yang ditandai dengan * hanya berlaku untuk FME. Kriteria Sistem Kualitas: C.1 Perusahaan harus menetapkan sistem pertanggungjawaban pelaksanaan CoC dan menunjuk staf untuk beberapa posisi sebagai berikut: C.1.1 Satu orang ditunjuk sebagai koordinator/ketua yang bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap kontrol sistem CoC; Standar SmartWood (SW VL-04) Hal 6 dari 10

C.1.2 Untuk tiap-tiap bagian/seksi dalam sistem kontrol CoC, ditunjuk satu orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan CoC di bagian/seksi tersebut. C.2 Perusahaan harus mengembangkan dan memperbaharui prosedur dan/atau instruksi kerja yang didokumentasikan untuk memastikan implementasi penerapan seluruh persyaratan standar CoC. C.3 Perusahaan harus mengembangkan dan menerapkan suatu prosedur untuk mengatasi hal-hal yang tidak sesuai standar (permintaan perbaikan prosedur, pengamatan) yang ditemukan oleh auditor. C.4 Perusahaan harus mengembangkan dan menerapkan suatu prosedur untuk evaluasi internal (audit) dari sistem yang diterapkan sesuai dengan persyaratan CoC dalam standar ini. C.5 Perusahaan harus mengusulkan suatu pelatihan dan menyelenggarakan pelatihan sebagai berikut: C.5.1 Seluruh staf dan pekerja harus dilatih tentang prosedur sistem CoC. C.5.2 Berita acara (daftar hadir) harus disimpan sebagai bukti pelatihan telah dilakukan. C.6 Perusahaan harus menetapkan dan mendokumentasikan VLO sebagai kategori klaim yang akan dilacak. C.7 Perusahaan harus mengembangkan dan menjaga catatan/laporan untuk mendokumentasikan jumlah produk VLO sebagai berikut: C.7.1 Produksi bahan baku; C.7.2 Pembelian bahan baku; C.7.3 Volume bahan baku yang terpakai, termasuk faktor konversi; C.7.4 Persediaan bahan baku dan produk jadi; dan, C.7.5 Produk jadi yang dijual dengan dan tanpa klaim VLO. Kriteria produksi di hutan: *C.8 Prosedur dan praktek FME harus menyediakan pengawasan yang efektif terhadap hasil hutan mulai dari pohon sampai dengan adanya perpindahan kepemilikan di hutan. i) Perpindahan kayu bulat dari dalam areal konsesi hutan ke luar areal FME harus dilengkapi dengan dokumen SKSKB, FA-KB dan DKB. *C.9 Prosedur dan praktek FME harus mengontrol risiko pencampuran produk VLO dengan produk hasil hutan non-vlo yang berasal dari luar lingkup verifikasi. *C.10 Suatu sistem harus ditetapkan untuk mengidentifikasi produk FME yang diklaim sebagai VLO (misal melalui sistem dokumentasi dan penandaan) di lokasi hutan. i) Kayu bulat mempunyai tanda fisik permanen yang berisi cukup informasi untuk melacak kembali kayu tersebut ke lokasi tebangan. ii) Unit Manajemen dapat membuktikan catatan/laporan pengangkutan kayu ke luar tempat pengumpulan kayu (dilengkapi dengan salinan SKSKB dan DHH untuk hutan alam; faktur pengangkutan untuk hutan tanaman. Standar SmartWood (SW VL-04) Hal 7 dari 10

Kriteria Pembelian dan Penerimaan: C.11 Perusahaan harus memverifikasi keabsahan suplier produk VLO. C.12 Perusahaan harus memverifikasi bahwa bahan baku yang dibeli dan diterima konsisten dengan kategori klaim VLO yang dipersyaratkan. C.13 Perusahaan harus menyimpan bahan baku VLO secara terpisah, ditempat yang aman. C.14 Perusahaan harus menggunakan suatu tanda untuk membedakan produk VLO dengan produk lain. Kriteria Pengolahan: C.15 Perusahaan harus menjaga bahan baku VLO secara fisik terpisah selama tahapan proses produksi. C.16 Perusahaan harus menggunakan suatu sistem penelusuran atau pencatatan produksi untuk mendokumentasikan produksi barang VLO. C.17 Perusahaan harus memastikan bahwa proses produksi yang dilakukan di luar pabrik, di fasilitas suplier, mengikuti prosedur CoC dan diperkuat dengan surat perjanjian yang ditanda-tangani kedua belah pihak. C.18 Seluruh bahan baku yang tidak dapat diidentifikasi sebagai VLO harus secara fisik dipisahkan dari bahan baku VLO sampai bukti status bahan baku tersebut didapatkan. Kriteria Pengiriman dan Penjualan: C.19 Perusahaan harus menyimpan produk jadi VLO ditempat terpisah dan aman. C.20 Perusahaan harus menggunakan suatu tanda khusus untuk mengidentifikasi produk jadi VLO. C.21 Perusahaan harus mencantumkan informasi status klaim produk pada faktur penjualan dan dokumen pengiriman barang, sebagai berikut: C. 21.1 Deskripsi produk VLO; C. 21.2 Jumlah/volume tiap-tiap produk; dan C. 21.3 Kode verifikasi, jika berlaku. Bagian II: Ketentuan untuk pengumuman, pelaporan dan pemeriksaan 1. Pengumuman Pengumuman oleh perusahaan terkait dengan status verifikasi dan hasil dari pencapaian prinsip-prinsip dari standar ini harus mendapat persetujuan tertulis dari SmartWood sebelum digunakan. Penggunaan label sertifikasi atau label pada produk dan yang hal lain yang terkait tidak diizinkan. Perusahaan yang diverifikasi diperbolehkan mencantumkan nomor kode verifikasi (misal SW-VLO-####) pada faktur dan produk untuk keperluan penelusuran, khususnya untuk tujuan penggunaan lacak balak lebih lanjut oleh perusahaan lain. SmartWood akan menentukan masa berlaku penggunaan nama atau logo Rainforest Alliance dan/atau SmartWood terkait dengan keperluan bisnis dan promosi off-products. Standar SmartWood (SW VL-04) Hal 8 dari 10

SmartWood akan memberikan kesempakan kepada perusahaan yang telah diaudit dan berhasil memenuhi standar untuk mempromosikan keberhasilannya dengan Pernyataan Verifikasi yang akan dikeluarkan oleh Smartwood. Pernyataan Verifikasi harus diperlakukan sama dengan sertifikasi dengan merujuk pada ruang lingkup, periode validitas dan informasi lainnya yang diperlukan. Pernyataan Verifikasi sebaiknya memasukkan beberapa informasi berikut ini: Perusahaan, penjual, atau nama perwakilan dan alamat lengkap; Tipe hasil hutan; Lokasi dan wilayah kerja suplier; Tanggal laporan verifikasi pertama; Nomor code verifikasi; dan, Masa berlaku pernyataan verifikasi. 2. Pelaporan SmartWood akan menyediakan ringkasan laporan untuk publik tentang informasi perusahaan yang diaudit dan hal tersebut dinyatakan dengan pernyataan verifikasi yang berlaku. Ringkasan informasi publik ini harus dijaga kesesuaiannya dan dipublikasikan di website SmartWood dan pernyataan verifikasi harus tersedia sesuai permintaan. Semua verifikasi legalitas harus didokumentasikan dan didukung dengan Laporan Audit Verifikasi SmartWood (Verification Audit Report) dan Pernyataan Verifikasi (Verification Statement). 3. Pemeriksaan SmartWood akan menentukan frekuensi dan ruang lingkup audit pengawasan untuk penerapan standar ini, dengan minimum pemeriksaan 6 bulan sekali. Untuk klien baru, SmartWood akan melaksanakan audit dalam waktu 3 bulan setelah diterbitkannya pernyataan verifikasi. SmartWood akan menyediakan panduan lebih lanjut mengenai frekuensi audit dan bagian mana yang perlu untuk diaudit sesuai prosedur evaluasi verifikasi SmartWood. Lampiran 1: Daftar Istilah Chain-of-Custody (CoC): CoC atau lacak balak pada industri hasil hutan berkenaan dengan jalur yang dilalui bahan baku dari hutan sampai ke konsumen termasuk secara berturut-turut tahapan proses pengolahan, perubahan bentuk dan distribusi. Berkaitan dengan tujuan dasar dari standar CoC ini, CoC merupakan sistem penelusuran dan penanganan yang digunakan mulai dari titik pembelian sampai ke titik pengiriman dan penjualan kepada perusahaan yang diaudit. Kategori Klaim: Tipe skema sertifikasi atau verifikasi yang diterapkan pada bahan baku/produk yang akan ditelusuri dengan sistem kontrol CoC. Controlled Wood: Kayu atau serat kayu tertentu yang tidak boleh berasal dari 5 kategori yang diatur dalam standar kayu yang diawasi FSC, yaitu: areal hutan dimana nilai tradisional masyarakat lokal dilanggar; bukan areal hutan yang mendapat sertifikasi FSC yang mempunyai nilai konservasi tinggi dimana ekosistemnya terancam; pohon hasil rekayasa genetik; kayu yang dipanen secara ilegal; dan Standar SmartWood (SW VL-04) Hal 9 dari 10

areal hutan alam yang dikonversi menjadi perkebunan atau penggunaan non-kehutanan. Sertifikasi CoC FSC mensyaratkan bahwa bahan baku kayu non-sertifikasi yang digunakan untuk memproduksi suatu produk dengan tujuan label FSC harus dikontrol. Verifikasi Legalitas: Verifikasi sumber bahan baku kayu untuk memenuhi persyaratan legal, dimana dapat berupa verifikasi dipanen secara legal, diperdagangkan secara legal atau izin tebang yang legal. Dipanen secara legal: Bahan baku yang dipanen mengikuti ketentuan legal untuk pemanenan kayu di unit manajemen hutan dimana pohon tumbuh; dan, Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di tingkat nasional dan lokal yang mengatur manajemen dan pemanenan sumberdaya hutan. Diperdagangkan secara legal: Kayu, atau produk kayu yang dibuat dari kayu, adalah: Diekspor dengan memenuhi ketentuan hukum Negara pengimpor yang mengatur bahwa kayu dan produk kayu, termasuk pembayaran seluruh pajak ekspor, kewajiban-kewajiban atau retribusi; dan, Diimpor dengan memenuhi ketentuan hukum Negara pengimpor yang mengatur bahwa impor kayu dan produk kayu, termasuk pembayaran seluruh pajak ekspor, kewajiban-kewajiban atau retribusi; atau tidak menyalahi aturan Negara pengekspor yang mengatur bahwa impor kayu dan produk kayu, termasuk pembayaran seluruh pajak ekspor, kewajiban-kewajiban atau retribusi Diperdagangkan sesuai dengan ketentuan Convention on International Trade in Endangered Species (CITES), jika jenis yang diperdagangkan masuk dalam daftar. Izin sah untuk memanen: Kewenangan untuk mengelola unit manajemen hutan telah terjamin: Dari pemilik lahan/hutan; dan, Berdasarkan izin, lisensi or ketentuan perizinan lainnya yang masih berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan dan pemanenan sumberdaya hutan.. Outsourcing: Proses produksi yang di sub kontrakkan atau jasa penanganan bahan baku lainnya di luar pabrik. Pemilik sumberdaya: Pemilik lahan dan pemegang hak untuk menguasai lahan dan/atau pohon dalam suatu unit manajemen hutan, hak yang secara legal diberikan menurut hukum yang berlaku. SmartStep: Pendekatan bertahap SmartWood untuk menuju proses sertifikasi FSC, didesain untuk menetapkan kegiatan manajemen hutan dengan suatu tahapan yang jelas guna mendapatkan sertifikasi FSC sementara juga mendapat manfaat berupa akses ke pasar potensial sebelum mendapat sertifikasi. Program SmartStep yang ditawarkan oleh Program SmartWood, tidak diakreditasi atau disahkan oleh FSC, sebelumnya baru-baru ini FSC mengembangkan suatu sistem pendekatan stepwise seperti SmartStep. Standar SmartWood (SW VL-04) Hal 10 dari 10