PENGARUH PEMBERIAN RANSUM BERBASIS PELEPAH DAN DAUN KELAPA SAWIT TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH 3 CAIRAN RUMEN SAPI FH JANTAN (In Vitro)

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Pengaruh Pemakaian Urea Dalam Amoniasi Kulit Buah Coklat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara in vitro

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA ENSILASE JERAMI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) TERHADAP KONSENTRASI NH 3 DAN VFA (IN VITRO)

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. ruminansia adalah ketersedian pakan yang kontiniu dan berkualitas. Saat ini

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): , Mei 2016

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

HASIL DAN PEMBAHASAN

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

PENGARUH AMPAS TEH DALAM PAKAN KONSENTRAT TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH 3 CAIRAN RUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

PENGARUH PEMBERIAN LIMBAH PEPAYA TERHADAP KANDUNGAN GLUKOSA DARAH SAPI POTONG DI DESA KANDANG MUKTI KECAMATAN LELES KABUPATEN GARUT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

SUHU FERMENTOR TERHADAP NILAI GIZI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PRODUK FERMENTASI BUNGKIL KELAPA SAWIT

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

PENGARUH METODE PENGOLAHAN KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) TERHADAP KANDUNGAN NDF, ADF, SELULOSA, HEMISELULOSA, LIGNIN DAN SILIKA SKRIPSI

PENGGUNAAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN FISIK, KIMIA, BIOLOGI DAN KOMBINASINYA TERHADAP PERFORMANS DOMBA LOKAL JANTAN

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

LUMPUR MINYAK SAWIT KERING (DRIED PALM OIL SLUDGE) SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI DALAM RANSUM RUMINANSIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum ) TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA KAMBING LOKAL

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

Pengaruh Campuran Feses Sapi Potong dan Feses Kuda Pada Proses Pengomposan Terhadap Kualitas Kompos

GINA UMUL MUTI AH NPM.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

Transkripsi:

PENGARUH PEMBERIAN RANSUM BERBASIS PELEPAH DAN DAUN KELAPA SAWIT TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH 3 CAIRAN RUMEN SAPI FH JANTAN (In Vitro) THE EFFECT GIVING RATION BASED OIL PALM FROND AND LEAVES ON VFA AND NH 3 CONCENTRATION IN RUMEN FLUID OF FH CATTLE (In Vitro) Sri Rizqi Ayu Ariantika*, Ana Rochana**, dan Budi Ayuningsih** Universitas Padjadjaran Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 Email: sririzqi31@gmail.com ABSTRAK Fermentasi bahan pakan oleh mikroba rumen merupakan salah satu karakteristik yang membedakan ternak ruminansia dengan ternak lainnya. Mikroba rumen mencerna bahan pakan menjadi produk-produk yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi serta sumber nitrogen untuk sintesis protein mikroba yaitu VFA dan NH 3. Nilai kecernaan bahan pakan di dalam rumen dapat dilihat dari konsentrasi VFA dan NH 3 yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum berbasis pelepah dan daun kelapa sawit terhadap konsentrasi VFA dan NH 3 cairan rumen Sapi FH Jantan (In Vitro). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium in vitro dan Laboratorium Teknologi Pakan Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor Jawa Barat mulai tanggal 13 November sampai dengan 2 Desember 2014. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat tiga perlakuan (P1: 60% Rumput Raja + 40% Daun Gamal; P2: 30% Rumput Raja + 70% Konsentrat; P3: 30% Pelepah dan Daun Kelapa Sawit + 70% Konsentrat) dengan enam kali ulangan. Peubah yang diamati adalah konsentrasi VFA dan NH 3 cairan rumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ransum berbasis pelepah dan daun kelapa sawit menghasilkan konsentrasi VFA (63,34 mm ) dan NH 3 (13,85 mm ) paling rendah dibandingkan dengan ransum lainnya. Kata Kunci: Pelepah dan Daun Kelapa Sawit, Lignin, VFA, NH 3. ABSTRACT Feed ingredients fermentation by rumen microbes is one of the characteristic which distinguished ruminant animal with other livestock. Rumen microbes digested the feed into product that can be utilized as an energy and as a nitrogen sources for microbial protein synthesis are VFA and NH 3. The digestibility value of feed ingredients in the rumen can be seen through the concentration of VFA and NH3 produced. This study aims to determine the effect in giving ration based oil palm frond and leaves on to VFA and NH 3 concentration in rumen fluid of Friesh Holland (FH) cattle (In Vitro). This research conducted at in vitro Laboratory and Feed Technology Laboratory of Animal Research Centre (Balitnak) Ciawi, Bogor West Java on 13 th November until 2 nd Desember 2014. This research used an experimental method with a Completely Randomized Design (CRD). There were three treatments (P1= 60% King Grass + 40% Gliricidia sepium Leaves; P2= 30% King Grass + 70% Concentrate; P3= 30% Palm Oil Fronds and Leaves + 70% Concentrate) by repeated six times. The variables observed the concentration of VFA and NH 3 in rumen fluid. The result showed that giving ration based oil palm frond and leaves produced the lowest concentration of (63,34 mm) VFA and (13,85 mm) NH 3 in the ration compared with other. Keywords: Oil palm frond and leaves, Lignin, VFA, NH 3. 1

PENDAHULUAN Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya ternak, karena pakan yang dikonsumsi berpengaruh langsung pada hidup pokok dan produksi ternak. Bagi ternak ruminansia, hijauan adalah pakan utama yang harus diberikan. Ketersediaan hijauan saat ini semakin sulit diperoleh karena semakin berkurangnya lahan tanaman pakan akibat banyaknya alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan industri, sehingga diperlukan pakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan ternak. Salah satu cara mendapatkan pakan alternatif adalah dengan memanfaatkan limbah pertanian diantaranya pelepah dan daun kelapa sawit. Produksi pelepah dan daun kelapa sawit cukup tinggi, hal ini sejalan dengan tingginya permintaan dunia akan minyak sawit (CPO) sehingga perkebunan kelapa sawit berkembang pesat di Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Luas kebun sawit di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 9,5 juta ha dengan produksi 26 juta ton minyak sawit dan tahun 2013 sudah mencapai sekitar 10 juta ha dengan produksi 27,7 juta ton minyak sawit (Ditjenbun, 2014). Perkiraan produksi kelapa sawit menghasilkan 18-25 pelepah/pohon/ tahun (Lubis, 1992). Selain itu, pelepah sawit mengandung nutrien berupa bahan kering 86,2%; protein kasar 5,8%; serat kasar 48,6%; Lemak 5,8%; BETN 36,5%; Abu 3,3%; Kalsium 0,32%; Fosfor 0,27%; TDN 29,8%; Energi 4,02 (Mj/kg) sedangkan kandungan nutrien daun sawit (tanpa lidi) yaitu bahan kering 46,18%; protein kasar 14,12%; serat kasar 21,52%; Lemak 4,37%; BETN 46,59%%; Abu 13,4%; Kalsium 0,84%; Fosfor 0,17%; Energi 4,46 (Mj/kg) (Elisabeth dan Ginting, 2003). Oleh karena itu, pelepah dan daun sawit potensial sebagai bahan pakan alternatif untuk mengatasi kekurangan hijauan. Syarat dari pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan alternatif adalah harganya murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, ketersediaannya berlimpah serta memiliki kandungan nutrien yang baik. Pelepah dan daun kelapa sawit dipanen pada umur tua sehingga dinding selnya menebal akibatnya kandungan ligninnya tinggi. Lignin mampu mengikat selulosa dan hemiselulosa dalam hijauan sehingga menghambat aktivitas mikroorganisme rumen dalam mencernakomponen serat kasar tersebut. Kandungan lignin yang tinggi dalam pelepah dan daun kelapa sawit akan sangat berpengaruh pada nilai fermentabilitas ransum di dalam rumen yaitu akan mempengaruhi konsentrasi asam lemak terbang (VFA) dan ammonia (NH 3 ). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ransum berbasis pelepah dan daun kelapa sawit terhadap konsentrasi VFA dan NH 3 cairan rumen Sapi FH Jantan (in vitro). 2

BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metoda dari Theodorou dan Brooks (1990). Materi yang digunakan adalah cairan rumen sebagai sumber inokulum yang diambil dari sapi FH (Frisian Holstein) Jantan berfistula yang dipelihara di kandang Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor Jawa Barat. Materi lainnya adalah pelepah dan daun kelapa sawit, rumput raja, daun gamal dan bahan yang digunakan dalam konsentrat adalah 14,3% onggok, 60% bungkil inti sawit, serta 26,7% dedak padi. Bahan pakan tersebut berasal dari PTPN VI (perkebunan kelapa sawit) Jambi dan dianalisa di Laboratorium proksimat Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor Jawa Barat tahun 2014. Sebanyak masing-masing 1 gram sampel dimasukkan dalam setiap botol in vitro yang telah berisi 96 ml larutan basal. Setiap botol kemudian diinukolasi dengan sumber mikroba yang berasal dari cairan rumen sapi FH (Frisian Holstein) jantan, lamanya masa inkubasi adalah 96 jam. Analisa konsentrasi VFA dilakukan dengan menggunakan Gas Liquid Chromatography (GLC, Hewlett Packard, 3700, USA) sedangkan pengukuran konsentrasi NH 3 ditentukan dengan teknik mikrodifusi Conway yang dikembangkan oleh Conway dan O'Malley (1942). Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 kali ulangan sehingga ada 18 unit percobaan. Adapun perlakuan tersebut adalah P1= 60% rumput raja + 40% daun gamal, P2= 30% rumput raja + 70% konsentrat, P3= 30% pelepah dan daun kelapa sawit + 70% konsentrat. Komposisi dan kandungan nutrien selengkapnya tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Bahan Penyusun Ransum Kandungan Zat Makanan Gross Bahan Pakan Protein Lemak SK Abu Lignin Energy (%) Kcal/kg Pelepah 2,75 1,19 57,38 3,39 17,85 a 4207,83 Onggok 3,47 0,56 24,20 10,77-3799,00 Dedak 6,21 5,49 32,42 19,36-3774,53 BIS* 15,33 14,52 21,90 4,46-3887,59 Daun sawit 5,07 2,49 47,67 5,21 13,79 b 4439,31 Daun Gamal 19,02 3,87 40,05 8,98-4435,14 Rumput Raja 8,92 1,26 35,60 11,7-4158,70 Keterangan : * BIS : Bungkil Inti Sawit Sumber : Balitnak (2014 ) a. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2012). b. Djadjanegara (1999). 3

Tabel 2. Kandungan nutrien Ransum Penelitian Protein Lemak SK Abu GE Ransum (%) kcal/kg P1 14,98 2,83 38,54 10,07 4324,56 P2 10,58 7,52 28,13 9,94 3939,72 P3 9,19 7,76 32,73 7,82 4000,75 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi VFA Asam lemak terbang (VFA) adalah hasil hidrolisis karbohidrat polisakarida oleh mikroba rumen. Polisakarida diubah menjadi monosakarida terutama glukosa selanjutnya dirombak menjadi asetat, propionat, butirat dan juga isobutirat, valerat, isovalerat, methan dan CO 2 (Sutardi, 1977). VFA berfungsi sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia dan merupakan sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba (Sutardi dkk., 1983). Konsentrasi VFA total hasil penelitian, menunjukkan rataan antara 63,34 dan 82,46 mm. Konsentrasi VFA tertinggi 82,34 mm diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 30% rumput raja + 70% konsentrat, sedangkan konsentrasi VFA terendah 63,34 mm diperoleh pada perlakuan P3 yaitu 30% pelepah dan daun kelapa sawit + 70% konsentrat. Pada keadaan normal, konsentrasi VFA total di dalam cairan rumen berkisar 70-150 mm (Bergman, 1990) sedangkan menurut Sutardi (1979) konsentrasi VFA total cairan rumen yang baik untuk pertumbuhan optimum mikroba rumen adalah 80-160 mm. Gambaran lebih jelas mengenai pengaruh berbagai perlakuan terhadap konsentrasi VFA total disajikan pada Ilustrasi 3. Ilustrasi 3. Konsentrasi VFA total 4

Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA total cairan rumen, maka dilakukan uji sidik ragam yang hasilnya tertera pada Lampiran 5. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsentrasi VFA cairan rumen. Uji lanjut digunakan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi VFA Perlakuan P3 P1 Konsentrasi VFA (mm) 63,34 a 79,09 b P2 82,45 b Keterangan : Superskrip yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0,05) antara P3 dengan P1 serta tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antara P1 dengan P2. Perlakuan P3 menghasilkan konsentrasi VFA total paling rendah di antara perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan tingginya kadar lignin dan serat kasar yang tinggi pada pelepah dan daun kelapa sawit. Kandungan serat kasar pada pelepah yaitu 57,38% (Balitnak, 2014) dan kadar ligninnya 17,85% (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2012), sedangkan serat kasar pada daun sawit yaitu 47,67% (Balitnak, 2014) dan kadar ligninnya 13,79% (Djadjanegara, 1999), mempengaruhi kecernaan karbohidrat pakan sehingga VFA yang dihasilkan rendah. Hal ini diperkuat oleh penelitian Batubara (2002) bahwa kandungan NDF daun kelapa sawit (62,75%) sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan rumput asal perkebunan (58,13%) dan daya cerna daun kelapa sawit terhadap sapi sangat nyata lebih rendah (38%) dari rumput asal perkebunan (62%), sehingga menunjukkan bahwa kualitas daun kelapa sawit termasuk kualitas biologis rendah, kemudian Winugroho dan Maryati (1999) juga menyimpulkan daun kelapa sawit mempunyai kualitas biologis rendah, karena daya cerna in-vitronya <50%. Lignin bersifat mengikat selulosa dan hemiselulosa, sehingga mikroba tidak dapat mencerna selulosa dan hemiselulosa tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutardi (1980) dan Djajanegara (1986) bahwa lignin dan selulosa sering membentuk senyawa lignoselulosa dalam dinding sel tanaman. Lignoselulosa ini merupakan suatu ikatan yang sangat kuat. Kecernaan serat pakan bukan hanya ditentukan oleh kandungan lignin, tetapi juga ditentukan 5

oleh kuatnya ikatan lignin dengan gugus karbohidrat lainnya. Kadar serat kasar yang tinggi dapat mengganggu pencernaan zat-zat yang lain, akibatnya tingkat kecernaan menjadi menurun. Konsentrasi VFA pada P3 yaitu 63,34 mm. Nilai tersebut berada di bawah kisaran normal cairan rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi (1979) bahwa konsentrasi VFA total cairan rumen yang baik untuk pertumbuhan optimum mikroba rumen adalah 80-160 mm, sedangkan menurut pendapat Bergman (1990), kisaran normal VFA total yaitu 70-150 mm. Konsentrasi VFA pada P1 dan P2 masih berada pada kisaran normal cairan rumen. Hal ini mencerminkan bahwa ransum rumput raja + daun gamal serta rumput raja + konsentrat lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen, dibandingkan ransum yang mengandung pelepah dan daun sawit. Artinya bahwa ransum yang mengandung pelepah dan daun sawit, kecernaan karbohidratnya rendah sehingga menghasilkan VFA yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Bata (1996), bahwa mudah tidaknya karbohidrat dicerna dan difermentasi dapat diindikasikan dengan tinggi rendahnya VFA yang dihasilkan, semakin tinggi VFA yang diproduksi berarti semakin mudah karbohidrat tersebut dicerna atau difermentasikan sehingga semakin fermentable pakan tersebut. Konsentrasi NH 3 Ammonia (NH 3 ) merupakan indikator kecernaan protein suatu pakan di dalam rumen. Mikroba rumen tidak mampu memanfaatkan asam amino secara langsung karena mikroba rumen terutama bakteri tidak memiliki sistem transportasi yang mampu mengangkut asam amino ke dalam tubuhnya, sehingga asam amino hasil hidrolisis protein dirombak terlebih dahulu menjadi ammonia (NH 3 ), kurang lebih 82% mikroba rumen dapat menggunakan N ammonia (Sutardi, 1977). Konsentrasi NH 3 hasil penelitian menunjukkan rataan antara 13,85 dan 24,49 mm. Konsentrasi NH 3 tertinggi 24,49 mm diperoleh pada perlakuan P1 yaitu 60% rumput raja + 40% daun gamal, sedangkan konsentrasi NH 3 terendah 13,85 mm diperoleh pada perlakuan P3 yaitu 30% pelepah dan daun kelapa sawit + 70% konsentrat. Gambaran lebih jelas mengenai pengaruh berbagai perlakuan terhadap konsentrasi NH 3 disajikan pada Ilustrasi 4. 6

Ilustrasi 4. Konsentrasi NH 3 cairan rumen Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi NH 3 cairan rumen, maka dilakukan uji sidik ragam yang hasilnya tertera pada Lampiran 6. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsentrasi NH 3 cairan rumen. Uji lanjut digunakan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH 3 Perlakuan Konsentrasi NH 3 (mm) P3 P2 13,85 a 17,39 a P1 24,49 b Keterangan : Superskrip yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsentrasi NH 3. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) antara P3 dengan P2, serta terdapat perbedaan nyata (P<0,05) antara P2 dengan P1. Perlakuan P3 menghasilkan konsentrasi NH 3 paling rendah diantara perlakuan lainnya. Rendahnya konsentrasi NH 3 tersebut disebabkan karena 3 hal yaitu tingginya kandungan serat kasar dan lignin pada pelepah serta daun kelapa sawit yang mampu menghambat aktivitas mikroba rumen, sehingga kemampuan mikroba dalam mendegradasi protein bahan pakan di dalam rumen menjadi menurun. Kandungan serat kasar pada pelepah yaitu 57,38% (Balitnak, 2014) dan kadar ligninnya 17,85% (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2012), sedangkan serat kasar pada daun sawit yaitu 47,67% (Balitnak, 2014) dan kadar ligninnya 7

13,79% (Djadjanegara, 1999). Hal ini sesuai dengan pernyataan Haryanto dan Djajanegara (1993) bahwa konsentrasi NH 3 di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis makanan yang diberikan, kelarutan nitrogen, tingkat degradasi protein, dan konsentrasi nitrogen dalam ransum. Selain kandungan serat kasar dan lignin yang tinggi, rendahnya konsentrasi NH 3 pada perlakuan P3 juga disebabkan karena kandungan protein ransum P3 (9,19 %) yang lebih rendah diantara protein ransum lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald, dkk. (1988) bahwa apabila pakan rendah kandungan proteinnya atau proteinnya tahan terhadap degradasi mikroba rumen maka konsentrasi ammonia (NH 3 ) rumen akan rendah dan pertumbuhan mikroba rumen lambat. Menurut Fajri (2008), ammonia (NH 3 ) oleh mikroba rumen digunakan sebagai sumber nitrogen dalam mensintesis protein tubuhnya, sehingga kecukupan ammonia mutlak diperlukan bagi perkembangan mikroba rumen. Peningkatan populasi mikroba rumen sangat menguntungkan bagi ternak ruminansia, selain meningkatkan kecernaan pakan dalam rumen juga akan mendapat pasokan protein mikroba yang telah mati dan mengalir ke usus. Produksi ammonia yang dapat memenuhi kebutuhan tidak akan merugikan sintesis mikroba rumen, sebaliknya jika produksi ammonia rendah akan mempengaruhi produksi sintesis mikroba rumen Konsentrasi NH 3 paling tinggi adalah perlakuan P1 pada pemberian 60% rumput raja + 40 % daun gamal yaitu 24,49 mm. Konsentrasi NH 3 yang tinggi tersebut, disebabkan karena pada P3 memiliki kandungan protein ransum paling tinggi (14,98%) diantara protein ransum lainnya, terutama berasal dari daun gamal yang mengandung protein sebesar (19,02%). Hal ini sesuai dengan pendapat Fredriksz (2008) yang menyatakan dengan semakin bertambahnya tingkat pengunaan hijauan gamal sebagai sumber nitrogen menyebabkan konsentrasi NH 3 juga meningkat, karena protein hijauan gamal didegradasi dengan sempurna oleh mikroba rumen. McDonald, dkk. (2002) menjelaskan bahwa konsentrasi NH 3 yang tinggi dapat menunjukkan proses degradasi protein pakan lebih cepat daripada proses pembentukan protein mikroba, sehingga NH 3 yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen. Berdasarkan data konsentrasi NH 3 cairan ransum pada berbagai perlakuan, diketahui bahwa konsentrasi NH 3 pada P2 dan P3 yaitu 17,39 dan 13,85 mm berada pada kisaran normal, sedangkan konsentrasi NH 3 pada P1 di atas kisaran normal yaitu 24,49 mm. Menurut McDonald, dkk. (2002) kisaran optimum NH 3 dalam rumen berkisar antara 85 300 mg/l atau 6-21 mm. 8

Konsentrasi NH 3 yang melebihi kisaran normal digunakan untuk sintesa protein mikroba melalui siklus ulang urea. Hal ini sesuai dengan pendapat Arora (1989) yang menyatakan bahwa ammonia dibebaskan di dalam rumen selama proses fermentasi dalam bentuk ion NH 4 maupun dalam bentuk tak terion sebagai NH 3. Ammonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk mensintesis protein mikroba. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengaruh pemberian ransum berbasis pelepah dan daun kelapa sawit (P3) menghasilkan tingkat konsentrasi VFA dan NH 3 paling rendah diantara perlakuan lainnya. Konsentrasi VFA perlakuan P3 berada dibawah kisaran normal yaitu 63,34 mm, sedangkan konsentrasi NH 3 berada pada kisaran normal untuk pertumbuhan mikroba yaitu 13,85 mm. Saran 1. Pemberian pelepah dan daun kelapa sawit harus dibarengi dengan konsentrat agar kandungan nutrien yang dibutuhkan ternak dapat tercukupi. 2. Pemberian rumput raja dalam ransum menghasilkan konsentrasi VFA dan NH 3 terbaik diantara perlakuan penelitian lainnya, sedangkan dalam pemanfaatan pelepah dan daun kelapa sawit harus diperhatikan batas pemberiannya dalam ransum karena adanya anti nutrisi berupa lignin yang dapat menurunkan kecernaan, dan disarankan pemberian pelepah dan daun kelapa sawit sebanyak 30% dalam ransum. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut melalui metode pengukuran kecernaan dengan metode rusitec (menyerupai in vitro) maupun dengan uji biologis ( in vivo). UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Ana Rochana,M.S., dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Budi Ayuningsih, M.Si., dosen pembimbing anggota atas semua saran dan bimbingan yang diberikan sejak penyusunan proposal penelitian hingga penulisan skripsi. Dosen penguji Dr. Ir. Iman Hernaman M.Si., Dr. Iin Susilawati, S.Pt., MP., Dr. Ir. Lovita Adriani MS., yang telah 9

memberikan masukan kepada penulis, serta Dr. Ir. RA Yeni Widiawati sebagai pembimbing penelitian di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor Jawa Barat. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Ir. Husmy Yurmiati, MS., dan seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah memberikan perhatian kepada penulis khususnya di bidang pendidikan selama masa perkuliahan. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia Srigondo, B (ed), Gajah Mada University Press. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP). 2012. Pengolahan dan Pemanfaatan Hasil Samping Industri Sawit sebagai Bahan Pakan. IAARD Press.2012 Balai Penelitian Ternak. 2014. Analisa Proksimat. BPT Ciawi Bogor Jawa Barat. Bata, M. I. Irawan, S. Rahayu dan M. Pangestu. 1996. Pengaruh Suplementasi Ampas Tahu Pada Onggok Terhadap Produk Fermentasi Rumen, Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Secara In Vitro. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan Unsoed. Purwokerto. Batubara, Leo. 2002. Potensi Biologis Daun Kelapa Sawit sebagai Pakan Basal dalam Ransum Sapi Potong. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2002. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian - Gedung Johor, Sumut. Bergman, E.N. 1990. Energy contribution of VFA from the gastrointestinal tract in various species. Physiol. Rev. 70:567-590 Conway, E. J. dan E. O Malley. 1942. Microdiffusion methods: ammonia and urea using buffered absorbents (revised methods for ranges greater than 10 µg N). Biochemistry Journal. 36: 655-661. Ditjenbun. 2014. Data lima tahun subsektor perkebunan [Internet]. [disitasi 20 November 2014]. Tersedia dari: http:// www.pertanian.go.id/infoeksek tif /bun /isi_dt5thn_bun.php. Djajanegara, A. 1983. Tinjauan ulang mengenai suplemen pada jerami padi. Kumpulan Makalah Seminar. Pemanfaatan Limbah Pertanian untuk Makanan Ternak. Lembaga Kimia Nasional dan LIPI, Bandung. Djajanegara,A,B. Sudaryanto, Winugroho, dan A.R. Axarto. 1999. Potensi produk kebun kelapa sawit untuk pengembangan usaha ternak ruminansia. Laporan APBN 1998/1999. Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Petemakan. Bogor. 10

Elisabeth, J., dan S.P. Ginting. 2003. Pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Prosiding Lokakarya Nasional : Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. P. 110-119. Fajri, Febriya. 2008. Kajian Fermentabilitas dan Kecernaan In vitrokulit Buah Kakao (Theobroma Cacao L.) yang Difermentasi dengan Aspergillus niger. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. McDonald, P., R. A. Edward and J. F. D. Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition. 4 ed. John Wiley & Sons, New York. Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon Lembang. Direktorat Jendral Peternakan-FAO, Bandung.. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Dalam: Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan, LPP. Bogor. Buku 2. Hal. 91-103.. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Sutardi, T. A. Sigit, dan T. Tohormat. 1983. Standarisasi Mutu Protein Bahan Makanan Ruminansia Berdasarkan Parameter Metabolisme oleh Mikroba Rumen. Laporan Penelitian. Direktorat Pembinaan dan Pengabdian pada Masyarakat, Dirjen DIKTI. Depdikbud. Winugroho, M. dan Maryati. 1999. Kecemaan daun kelapa sawit sebagai pakan ternak ruminansia. Laporan APBN 1998/1999. Balai Penelitian Temak, Puslitbang Petemakan. Bogor. 11