BANTUAN VENTILASI PADA KEGAWATDARURATAN

dokumen-dokumen yang mirip
REKOMENDASI RJP AHA 2015

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR )

Adult Basic Life Support

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PANDUAN PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DENGAN BHD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DEMANG SEPULAU RAYA TAHUN 2015 NOMOR 441/ARS.PP/LTD.11/B.

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

ASKEP KEGAWATAN AKIBAT TENGGELAM. By Yoani Maria V.B.Aty

Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan..

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA

RESUSITASI JANTUNG PARU. sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

RJPO. Definisi. Indikasi

Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital *

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

PKU Bagi Emergency Rescue Team (ERT) Untuk Mengatasi Kondisi Gawat Darurat Melalui Basic Life Support (BLS)

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

BASIC LIFE SUPPORT Emergency First Aid Course

PenanggulanganGawatDarurat PreHospital& Hospital *

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK

KERANGKA ACUAN PENINGKATAN KERAMPILAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT Bagi KARYAWAN PUSKESMAS KEBONSARI

Universita Sumatera Utara

KONSENSUS GUIDELINE CPR. Inter American Heart Foundation (IAHF) Resuscitation Council of Southern Africa (RCSA) Resuscitation Council of ASIA (RCA) 3

13. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Pesawat Udara SUBSTANSI MATERI

SEJARAH CPR. Bermula di Baltimore, Amerika pada tahun Teknik mulut ke mulut ditemui oleh Dr. James Elam & Peter Safar

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Henti jantung adalah keadaan saat fungsi jantung secara tiba-tiba dan

PROPOSAL

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR Nomor:000/SK/RSMH/I/2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kecelakaan Lalu Lintas Kota Yogyakarta a. Definisi Kecelakaan Lalu Lintas

Resusitasi Jantung Paru ( CPR )

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

KUESIONER PENELITIAN

Sosialisasi Dan Simulasi Bantuan Hidup Dasar(BHD) Bagi Muballigh Di Kabupaten Kebumen

Stroke: Pertolongan Pertama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INDIKASI DAN KETERAMPILAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan jumlah 7,4 miliar jiwa dari tahun Pada tahun 2012, 17,5 juta

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

MODUL BANTUAN HIDUP DASAR DAN PENANGANAN TERSEDAK

(electric shock) adalah sebuah fenomena dalam kehidupan. Secara. tubuh manusia dengan sumber tegangan yang cukup tinggi sehingga dapat

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas dan 50 juta lainnya mengalami luka-luka. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskular sebanyak 17,3 juta

BAB II LANDASAN TEORI

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32

BAB I PENDAHULUAN. serangan jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di negara

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI JANTUNG PARU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah menjadi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas : TK Panglima Angkasturi, Medan : SD Negeri , Medan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ataupun belum terdiagnosis penyakit jantung (AHA, 2014).

Emergency First Aid Course

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI BANTUAN HIDUP DASAR

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

METODE TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI AMBULANCE

a. ITD (Independence Threshold Device)

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN TENTANG PELATIHAN BANTUAN HIDUP DASAR. 1. Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau dalam bahasa Inggris disebut Basic Life

PERAN MASYARAKAT DALAM PENANGANAN HENTI JANTUNG DENGAN MELAKUKAN RESUSITASI JANTUNG PARU YANG TERJADI DI LUAR RUMAH SAKIT.

P3K Posted by faedil Dec :48

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI

NEONATUS BERESIKO TINGGI

PEDOMAN SISTEM KESELAMATAN KERJA. Penyusun : Tim Prodi Teknik Komputer Kontrol

BAB I PENDAHULUAN. lakukan untuk mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat mengalami

BANTUAN HIDUP DASAR DEWASA PADA NEAR DROWNING DI TEMPAT KEJADIAN ADULT BASIC LIFE SUPPORT ON NEAR DROWNING AT THE SCENE

Cardiac resynchronisation therapy. INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

Pusat Hiperked dan KK

Oleh : DARIEL R SELVARAJAH

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan, penumpang kapal yang terbalik dan

1. Melakukan kajian situasi

Transkripsi:

BANTUAN VENTILASI PADA KEGAWATDARURATAN Diana Christine Lalenoh Bagian Anestesiologi FK UNSRAT / RSU Prof. R.D. Kandou Simposium Kegawatdaruratan Medis & P2KB IDI Hotel Peninsula, 26 Januari 2010 Latar Belakang Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami serangan jantung (heart attack), tenggelam, tersengat arus listrik, keracunan, kecelakaan dan lain-lain. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu GOLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10 menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil. Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada 1

penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru / CPR. Pengertian BLS Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest). Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase :bantuan hidup dasar, bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama. Namun pada pembahasan kali ini lebih difokuskan pada Bantuan Hidup Dasar. Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian. Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas buatan, dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock. Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation, breathing, airway). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari kerusakan yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti selama 3-4 menit. Langkah-Langkah BLS (Sistem CAB) 1. Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada / tidak adanya nafas secara visual tanpa teknik Look Listen and Feel. 2

2. Melakukan panggilan darurat. 3. Circulation : Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada. Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban. Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik. Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari tangan yang pertama diletakkan di atas sternum, kemudian tangan yang satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada di tengah sternum. Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu penolong melakukan tiupan nafas agar tidak menekan dada. Posisi tangan Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur Chest compression Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit. Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm). 3

4. Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt chin lift. Caranya dengan meletakkan satu tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban ke belakang agar kepala menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu dengan mengangkat dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada deretan gigi Rahang Atas. 5. Breathing. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut : *) Pastikan hidung korban terpencet rapat *) Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam) *) Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin *) Berikan satu ventilasi tiap satu detik *) Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik. Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban. Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml. Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi. Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan 4

pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali. 6. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway. 7. Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak. Perbedaaan Langkah-Langkah BLS Sistem ABC dengan CAB No ABC CAB 1 Memeriksa respon pasien Memeriksa respon pasien termasuk ada/tidaknya nafas secara visual. 2 Melakukan panggilan darurat dan Melakukan panggilan darurat mengambil AED 3 Airway (Head Tilt, Chin Lift) Circulation (Kompresi dada 5

dilakukan sebanyak satu siklus 30 kompresi, sekitar 18 detik) 4 Breathing (Look, Listen, Feel, Airway (Head Tilt, Chin Lift) dilanjutkan memberi 2x ventilasi dalam-dalam) 5 Circulation (Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2)) Breathing ( memberikan ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi jantung 6 Defribilasi + nafas buatan (30 : 2)) Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah : Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation). Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik). Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan 6

ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada. Penggunaan Sistem ABC Saat ini : 1. Pada korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat. 2. Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui. Emergency Medical Service Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai satu system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung pengertian adanya komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak yang diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur dengan melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan. Alasan kenapa upaya pertolongan penderita harus dipandang sebagai satu system dapat diperjelas dengan skema di bawah ini : Injury & Dissaster Stage Pre Hospital Hospital Stage Rehabilitation 7

First Responder Ambulance Service 24 jam Emergency Room Operating Room Intensif Care Unit Ward Care Fisical Psycological Social Berdasarkan skema di atas, kualitas hidup penderita pasca cedera akan sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada periode Pre Hospital Stage bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian penderita mendapatkan bantuan yang optimal sesuai kebutuhannya maka resiko kematian dan kecacatan dapat dihindari. Bisa diilustrasikan dengan penderita yang terus mengalami perdarahan dan tidak dihentikan selama periode Pre Hospital Stage, maka akan sampai ke rumah sakit dalam kondisi gagal ginjal. Begitu cedera terjadi maka berlakulah apa yang disebut waktu emas (The Golden periode). Satu jam pertama juga sangat menentukan sehingga dikenal istilah The Golden Hour. Setiap detik sangat berharga bagi kelangsungan hidup penderita. Semakin panjang waktu terbuang tanpa bantuan pertolongan yang memadai, semakin kecil harapan hidup korban. Terdapat 3 faktor utama di Pre Hospital Stage yang berperan terhadap kualitas hidup penderita nantinya yaitu : *) Siapa penolong pertamanya *) Berapa lama ditemukannya penderita, *) kecepatan meminta bantuan pertolongan Penolong pertama seharusnya orang awam yang terlatih dengan dukungan pelayanan ambulan gawat darurat 24 jam. Ironisnya penolong pertama di wilayah Indonesia sampai saat tulisan ini dibuat adalah orang awam yang tidak terlatih dan minim pengetahuan tentang kemampuan pertolongan bagi penderita gawat darurat.. Kecepatan penderita ditemukan sulit kita prediksi tergantung banyak faktor seperti geografi, teknologi, jangkauan sarana tranport dan sebagainya. Akan tetapi kualitas 8

bantuan yang datang dan penolong pertama di tempat kejadian dapat kita modifikasi. Pada fase rumah sakit, Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang UGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain. Uraian singkat di atas kiranya cukup memberikan gambaran bahwa keberhasilan pertolongan bagi penderita dengan criteria gawat darurat yaitu penderita yang terancam nyawa dan kecacatan, akan dipengaruhi banyak factor sesuai fase dan tempat kejadian cederanya. Pertolongan harus dilakukan secara harian 24 jam (daily routine) yang terpadu dan terkordinasi dengan baik dalam satu system yang dikenal dengan Sistem Pelayanan gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Jika bencana massal terjadi dengan korban banyak, maka pelayanan gawat darurat harian otomatis ditingkatkan fungsinya menjadi pelayanan gawat darurat dalam bencana (SPGDB). Tak bisa ditawar-tawar lagi, pemerintah harus mulai memikirkan terwujudnya penerapan system pelayanan gawat darurat terpadu. Komponen penting yang harus disiapkan diantaranya : 1. Sistem komunikasi Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat disampaikan, akan memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami penderita. Pertolongan yang datang dengan segera akan meminimalkan resiko-resiko penyulit lanjutan seperti 9

syok hipovolemia akibat kehilangan darah yang berkelanjutan, hipotermia akibat terpapar lingkungan dingin dan sebagainya. Siapapun yang menemukan penderita pertama kali di lokasi harus tahu persis kemana informasi diteruskan. Problemnya adalah bagaimana masyarakat dapat dengan mudah meminta tolong, bagaimana cara membimbing dan mobilisasi sarana tranportasi (Ambulan), bagaimana kordinasi untuk mengatur rujukan, dan bagaimana komunikasi selama bencana berlangsung. 2. Pendidikan Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki kemampuan menolong yang memadai sehingga dapat dipahami jika penderita dapat langsung meninggal ditempat kejadian atau mungkin selamat sampai ke fasilitas kesehatan dengan mengalami kecacatan karena cara tranport yang salah. Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi & tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar. Karena itu orang awam yang menjadi penolong pertama harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu : *) Menguasai cara meminta bantuan pertolongan *) Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru) *) Menguasai teknik mengontrol perdarahan *) Menguasai teknik memasang balut-bidai *) Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi Golongan orang awam lain yang sering berada di tempat umum karena bertugas sebagai pelayan masyarakat seperti polisi, petugas kebakaran, tim SAR atau guru harus memiliki kemampuan tambahan lain yaitu menguasai kemampuan menanggulangi keadaan gawat darurat dalam kondisi : 10

*) Penyakit anak *) Penyakit dalam *) Penyakit saraf *) Penyakit Jiwa *) Penyakit Mata dan telinga *) Dan lainya sesuai kebutuhan sistem Penyebarluasan kemampuan sebagai penolong pertama dapat diberikan kepada masyarakat yang awam dalam bidang pertolongan medis baik secara formal maupun informal secara berkala dan berkelanjutan. Pelatihan formal di intansiintansi harus diselenggarakan dengan menggunakan kurikulum yang sama, bentuk sertifikasi yang sama dan lencana tanda lulus yang sama. Sehingga penolong akan memiliki kemampuan yang sama dan memudahkan dalam memberikan bantuan dalam keadaan sehari-hari ataupun bencana masal. 3. Tranportasi Alat tranportasi yang dimaksud adalah kendaraannya, alat-alatnya dan personalnya. Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara. Alat tranportasi penderita ke rumah sakit saat ini masih dilakukan dengan kendaraan yang bermacam-macam kendaraan tanpa kordinasi yang baik. Hanya sebagian kecil yang dilakukan dengan ambulan, itupun dengan ambulan biasa yang tidak memenuhi standar gawat darurat. Jenis-jenis ambulan untuk suatu wilayah dapat disesuaikan dengan kondisi lokal untuk pelayanan harian dan bencana. 4. Pendanaan Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena system asuransi yang kini berlaku di Indonesia. Pegawai negeri punya ASKES, pegawai swasta memiliki 11

jamsostek, masyarakat miskin mempunyai ASKESKIN. Orang berada memiliki asuransi jiwa 5. Quality Control Penilaian, perbaikan dan peningkatan system harus dilakukan secara periodic untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai tujuan. Simpulan Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian. Langkah BLS yaitu Memeriksa respon pasien termasuk ada/tidaknya nafas secara visual, Melakukan panggilan darurat, Circulation (Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus 30 kompresi, sekitar 18 detik), Airway (Head Tilt, Chin Lift), Breathing ( memberikan ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2)), Defribilasi. Skema dari EMC yaitu Injury, Pre Hospital stage, Hospital Satge, dan Rehabilitation. DAFTAR PUSTAKA Muhammad Ashar. Maret 2011. Planning cardiac emergency medical service with Mobile application in aceh rural. http://www.acehpublication.com/adic2011/adic2011-039.pdf. diakses Kamis, 20 September 2012 pukul 08:30 WIB. 12

Tirti Lasprita. 3 September 2012. Bantuan Hidup Dasar (BLS).http://www.scribd.com/doc/84871056/Bantuan-Hidup-Dasar. diakses Kamis, 20 September 2012 pukul 08:30 WIB. Pamuji santoso. Bantuan Ventilasi 13