RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS KUAMANG KUNING I KABUPATEN BUNGO

dokumen-dokumen yang mirip
Sugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

RASIONALITAS KRITERIA TEPAT DOSIS PERESEPAN COTRIMOXAZOLE PADA PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS S

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

PHARMACY, Vol 05 No 01 April 2007

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

INTISARI KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK AMOXICILLIN

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI.

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK AMOXICILLIN PADA BALITA PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR BANJARMASIN

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

6.2. Alur Penelitian Selanjutnya

ABSTRAK TINGKAT KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN KOTRIMOKSAZOL SUSPENSI KEPADA BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

STUDI RASIONALITAS PERESEPAN PADA PASIEN BRONKITIS RAWAT JALAN BERDASARKAN KETEPATAN DOSIS DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2015

DI PUSKESMAS KEDIRI II TAHUN 2013 SAMPAI DENGAN 2015

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Farmasi. Oleh: LUSI DIANA ALBERTIN S K

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK TAHUN 2013 SKRIPSI

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK ERITROMISIN PADA BALITA PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT X DEMAK TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI

Prosentase Penggunaan Amoksisilin secara Rasional untuk Swamedikasi Salesma

ABSTRAK. Zurayidah 1 ;Erna Prihandiwati 2 ;Erwin Fakhrani 3

* Dosen FK UNIMUS. 82

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul.

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI

POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SJAHRANIE

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. B. Alat Dan Bahan

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK TERDIAGNOSA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

EVALUASI KETEPATAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA GERIATRI DI RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN JAWA TENGAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

INTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit, radang tenggorokan,

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN IBU HAMIL INSTALASI RAWAT INAP DI RSUD DR.MOEWARDI TAHUN 2014

STUDI PENGGUNAAN ANTIPLATELET (CLOPIDOGREL) PADA PENGOBATAN STROKE ISKEMIK DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak dan dewasa muda. Penyakit ini mencapai lebih dari 13 juta kematian per

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT DIARE PADA PASIEN BALITA DI INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG SEMARANG TAHUN 2015 ARTIKEL.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA PROFESI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RSGMP UNSRAT MANADO

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DEWASA DI INSTALASI RAWAT JALAN BALAI BESAR KESEHATAN PARU X TAHUN 2011

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif non analitik

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAK SESUAIAN PENGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN UJI KEPEKAAN DI RUANG INTENSIF RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ARTIKEL. Oleh UMATUS SHOLIHAH NIM A090. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

INTISARI. Puskesmas 9 NopemberBanjarmasin. 1 Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin 2

INTISARI. Madaniah 1 ;Aditya Maulana PP 2 ; Maria Ulfah 3

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS KUAMANG KUNING I KABUPATEN BUNGO Sanubari Rela Tobat, M. Husni Mukhtar dan Ida Hot Duma Pakpahan Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang Email : sanubari_relatobat@stifi-padang.ac.id ABSTRACT Infections of the respiratory tract is a common disease in the community. Based on data from the Health Research 2013, incidence of Acute Respiratory Infections (ARI) in Indonesia in 2013 was 25,0 %. Antibiotics are widely prescribed to treat ARI so that the possibility of irrational drugs use is higher. The purpose of this study was to determine the rationality of antibiotics usage in Kuamang Kuning I Health Center outpatient ARI. This study was done descriptively using retrospective data in year of 2013. Inclusion criteria for this study were outpatient at the Kuamang Kuning I Health Center outpatient ARI regency period 1 January to 31 December 2013 with an outpatient card that can provide clear and complete information. Patients who met the inclusion criteria were 300 patients. Results of the quantitative analysis showed that the most widely used antibiotics were beta-lactam groups of aminopenisilin namely amoxicyclin, and the rationality of antibiotics usage based on standards of Pharmaceutical Care for Respiratory Disease are 100% appropriate indication, 96,67% is appropriate drug selection, 86% is appropriate dose, 100% is appropriate route of administration. Keywords : Acute Respiratory Infection, Antibiotics, Kuamang Kuning I Health Center. PENDAHULUAN Infeksi pada saluran nafas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat, yang merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada anak- anak dan dewasa (Depkes RI, 2005). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,0 % (Depkes RI, 2013). ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40-60 % kunjungan berobat di Puskesmas dan 15-30 % kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Depkes, 2009). Infeksi saluran nafas bagian atas meliputi influenza, rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsillitis, otitis. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) serta dampak yang ditimbulkannya membawa akibat pada tingginya komsumsi obat bebas (seperti anti influenza, obat batuk, multivitamin) dan antibiotika. Sebagian besar penyebab penyakit ini adalah virus. Pada kenyataannya antibiotika banyak diresepkan untuk mengatasi infeksi ini, sementara antibiotika ditujukan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Depkes RI, 2005). Konsekuensi yang tidak terhindarkan akibat meluasnya penggunaan senyawa antibiotika adalah timbulnya patogen yang resisten antibiotika, dan peningkatan efek samping (Goodman, Gilmann, 2008). Berdasarkan survey penggunaan antibiotika di beberapa rumah sakit dan Puskesmas, banyak dijumpai adanya penggunaan obat yang tidak rasional seperti : penggunaan dalam dosis yang kurang, cara pemakaian, waktu dan lama pemberian antibiotika yang tidak memadai (Setiabudy, et all., 1995). Penggunaan obat secara rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh kebanyakan masyarakat. (Depkes RI, 2008) Berdasarkan latar belakang diatas serta survey awal yang dilakukan peneliti yang diperoleh dari data 10 penyakit terbanyak, maka perlu dipelajari rasionalitas penggunaan obat antibiotika pada penyakit ISPA di Puskesmas sebagai evaluasi terpadu obat yang ISSN : 2087-5045 79

rasional, sehingga dapat meminimalisir dampak dari penggunaan obat yang tidak tepat demi keselamatan pasien. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kuamang Kuning I selama 3 bulan (Juni Agustus 2014) Alat Alat dalam penelitian ini berupa lembar pengumpul data untuk mencatat data dari kartu rawat jalan pasien. Bahan Bahan penelitian berupa kartu rawat jalan pasien ISPA selama tahun 2013. Populasi Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penderita ISPA periode 1 Januari 31 Desember 2013. Sampel Sampel adalah Semua subjek populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria Inklusi: Pasien ISPA rawat jalan yang mendapat terapi antibiotika dengan kartu rawat jalan yang memberikan informasi yang jelas dan lengkap. Kriteria Eksklusi: 1. Pasien ISPA yang tidak mendapat terapi antibiotika 2. Pasien yang mendapat terapi antibiotika, tetapi data pada kartu rawat jalannya tidak lengkap dan resepnya tidak dapat dikonfirmasi di apotik Definisi Operasional 1. Penggunaan obat yang rasional adalah: penggunaan antibiotika memenuhi kriteria kerasionalan dalam hal tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, dan tepat rute pemberian 2. ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah : infeksi akut yang terutama mengenai struktur pernafasan di atas laring pada pasien dan kode 1302 pada laporan bulanan data kesakitan (LB1) 3. Tepat indikasi adalah : obat yang diberikan harus sesuai dengan diagnose yang ditegakkan oleh dokter 4. Pasien anak adalah : pasien yang berusia > 0-18 tahun 5. Pasien dewasa adalah : pasien yang berusia > 18 tahun- 64 tahun 6. Pasien lanjut usia (lansia) adalah : pasien yang berusia > 64 tahun HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan kartu rawat jalan pasien ISPA di Puskesmas Kuamang Kuning I periode 1 Januari 2013 31 Desember 2013 diperoleh data seluruh pasien ISPA rawat jalan adalah 4762 pasien. Jumlah sampel minimum menurut hasil perhitungan dari rumus adalah 98 orang, tetapi dalam penelitian ini seluruh pasien yang memenuhi kriteria inklusi (sebanyak 300 pasien) digunakan sebagai sampel. Pada penelitian rasionalitas penggunaan antibiotika pada penyakit ISPA rawat jalan di Puskesmas Kuamang Kuning I ini, diperoleh: 1. Hasil analisa kuantitatif : a. Persentase pasien ISPA berdasarkan usia. Diperoleh hasil pasien ISPA usia anakanak 71,33 %, pasien ISPA dewasa 24,67 %, pasien ISPA lanjut usia 4 % b. Persentase pasien ISPA berdasarkan jenis kelamin. Analisa data menunjukkan pasien ISPA perempuan sebanyak 55,63%, dan pasien ISPA laki laki sebanyak 44,67 % c. Persentase penggunaan antibiotika tunggal dan kombinasi. Hasil analisa data menunjukkan penggunaan antibiotika tunggal sebesar 100 % d. Persentase jenis antibiotika yang digunakan. Golongan antibiotika yang paling banyak digunakan adalah antibiotika golongan betalaktam golongan amino penisilin yaitu amoksisilin (79%), diikuti oleh golongan sulfonamida ISSN : 2087-5045 80

kombinasi (sulfametoksazol kombinasi trimetoprim) yaitu kotrimoksazol (17,67%), golongan kuinolon yaitu siprofloksasin (3%), dan metronidazol (0,33%) 2. Hasil analisa kualitatif a. Tepat indikasi Penggunaan antibiotika pada penyakit ISPA di Puskesmas Kuamang Kuning I berdasarkan kriteria tepat indikasi adalah 100 %. b. Tepat pemilihan obat antibiotika Analisa kualitatif tentang rasionalitas penggunaan antibiotika pada penyakit ISPA diperoleh hasil tepat obat sebesar 96,33% dan tidak tepat obat sebesar 3,67%. c. Tepat dosis Analisa kualitatif ketepatan dosis, diperoleh data tepat dosis sebesar 86% dan tidak tepat dosis sebesar 14%. d. Tepat rute Analisa kualitatif mengenai ketepatan rute diperoleh hasil tepat rute sebesar 100 % ISPA merupakan penyakit infeksi akut yang penyebarannya sangat luas, yaitu pada bayi, anak- anak dan dewasa (Depkes RI,2005) Penyebaran infeksi tergantung dari pertahanan tubuh dan virulensi kuman yang bersangkutan. Hasil analisa menunjukkan persentase pasien ISPA anak lebih banyak daripada pasien ISPA dewasa. Hal ini disebabkan karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. (Tambayong, 2000) Analisa persentase pasien ISPA berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa ISPA lebih sering terjadi pada wanita. Dalam pengobatan terkadang diperlukan kombinasi obat untuk mengadisi daya kerja terapeutisnya. Adapun indikasi untuk menggunakan antibiotika kombinasi yaitu : pengobatan infeksi campuran, pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas, untuk memperlambat timbulnya resistensi, mendapatkan efek sinergis (Goodman, Gilmann, 2008). Dari hasil analisa data didapatkan bahwa tidak ada penggunaan antibiotika kombinasi untuk mengatasi ISPA. Hasil analisa terhadap persentase obat antibiotika yang digunakan, didapatkan bahwa antibiotika yang paling banyak digunakan adalah amoksisilin (79%), kotrimoksazol 17,67%, siprofloksasin 3 %, dan metronidazol 0,33%. Hal ini sudah sesuai karena antibiotika empiris yang direkomendasikan untuk infeksi saluran pernafasan adalah amoksisilin atau kotrimoksazol, atau kombinasi amoksisilinklavulanat (Mandall, et all., 2008). Indikasi yang tepat menentukan ketepatan pemilihan zat terapi. Indikasi yang benar didasarkan kepada diagnosa yang akurat, misalnya antibiotika hanya diberikan bila terbukti penyebab penyakit adalah bakteri. (Dirjen Yanfar, 2006) Diagnosa dapat ditegakkan melalui pemeriksaan terhadap gejala klinis, pemeriksaan secara fisik, dan hasil pemeriksaan laboratorium. Bukti infeksi dapat berupa demam, inflamasi di tempat infeksi, leukositosis, serta hasil pemeriksaan laboratorium (Depkes RI, 2005). Hasil analisa menunjukkan ketepatan indikasi sebesar 100 %. Analisa data menunjukkan bahwa pemberian antibiotika tepat karena adanya bukti infeksi berupa demam. Bukti infeksi berupa inflamasi di tempat infeksi tidak dapat dilihat karena penelitian didasarkan pada data yang telah lalu sehingga kondisi yang sesungguhnya dari pasien tidak dapat dilihat, serta leukositosis tidak dapat diketahui karena Puskesmas Kuamang Kuning I tidak memiliki sarana untuk pemeriksaan leukosit. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosa. Analisa data pada penelitian ini mengacu pada standar Pharmaceutical Care untuk Penyakit ISPA dan standar Pharmacoterapy Dipiro. Analisa ketepatan pemilihan obat menunjukkan hasil yang berbeda pada kedua standar. Berdasarkan standar Pharmaceutical Care untuk Penyakit ISPA, hasil analisa menunjukkan ketepatan pemilihan obat sebesar 96,33%. Hal ini didasarkan karena indikasi menunjukkan adanya bukti infeksi sehingga diberikan terapi antibiotika, dan antibiotika yang dipilih merupakan antibiotika lini pertama. Tidak tepat pemilihan obat antibiotika terdapat pada pasien nomor 58, 100, 103, 112, 116, 122, 124, 126,130, 136 dan 139. Pasien nomor 58 adalah penderita faringitis yang mendapatkan antibiotika saat tanda/ gejala muncul ± 3 hari, sementara terapi antibiotika pada faringitis dapat ditunda sampai dengan 9 hari sejak tanda pertama kali muncul dan tetap ISSN : 2087-5045 81

dapat mencegah komplikasi (Depkes RI, 2005). Pada pasien nomor 100, 103, 112, 116, 122, 124, 126, 130, 136, tidak tepat pemilihan obat antibiotika karena antibiotika yang digunakan adalah siprofloksasin yang merupakan antibiotika untuk pneumonia dan bronkitis. Ketidak- tepatan pemilihan obat antibiotika pada pasien nomor 139 karena antibiotika yang diberikan adalah metronidazol yang bukan antibiotika pilihan untuk ISPA. Metronidazol adalah antibiotika yang berkhasiat fungistatis dan pada dosis tinggi bekerja fungisid terhadap jamur tertentu (Tjay, 2010) Hasil analisa tepat pemilihan obat berdasarkan standar Pharmacoterapy Dipiro, didapatkan hasil tepat pemilihan obat antibiotika sebesar 1,66 % dan tidak tepat pemilihan obat antibiotika sebesar 98,34 %. Hal ini berkaitan dengan gejala demam yang menandakan adanya infeksi mikroorganisme. Demam berdurasi singkat dan tidak terdapat tanda- tanda terlokalisasi, kemungkinan berkaitan dengan infeksi virus. Oleh karena itu terapi antibiotika tidak diperlukan (Goodman, Gilman, 2008). Infeksi virus cenderung untuk berkurang pada 7-10 hari. Gejala yang menetap melebihi waktu tersebut atau gejala yang memburuk biasanya menunjukkan infeksi bakteri. (Dipiro, 2008) Analisa data menunjukkan bahwa umumnya antibiotika sudah diberikan saat gejala muncul pada hari pertama. Influenza yang sering disebut sebagai common cold (Priyanto, 2010) menurut standar Dipiro terapinya menggunakan anti virus seperti amantadin dan rimantadin (Dipiro, 2008) Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbul efek yang tidak diinginkan. Pada penggunaan antibiotika, dosis yang terlalu kecil atau kurang dari dosis terapi dapat menimbulkan bahaya resistensi (Widjajanti, 1988). Hasil analisa tepat dosis antibiotika didapat hasil tidak tepat dosis sebesar 14 %. Tidak tepat dosis berupa tidak tepat lama pemberian obat sebanyak 2,67% dan takaran antibiotika yang kurang dari standar sebanyak 11,33%. Tidak tepat lama pemberian antibiotika terdapat pada pasien dengan diagnosa faringitis dan otitis media akut. Antibiotika yang diberikan adalah untuk 3 hari. Pada standar Pharmaceutical Care untuk Penyakit ISPA Departemen Kesehatan RI, lama terapi antibiotika untuk otitis media akut adalah 5 hari (Depkes RI,2005), dan menurut standar Pharmacoterapy Dipiro lama terapi antibiotika yang diberikan untuk otitis media akut dan faringitis adalah 7-10 hari. (Dipiro, 2008) Pada pasien kategori usia anak- anak yang mendapatkan terapi kotrimoksazol sirup, perhitungan dosis dengan menggunakan standar berat badan didapatkan hasil sebanyak 12 pasien anak- anak mendapatkan takaran kotrimoksazol yang kurang. Tetapi berdasarkan penandaan yang tertulis pada etiket sirup kotrimoksazol yang tersedia di tempat penelitian, takaran kotrimoksazol pada 12 pasien tersebut sudah tepat. Kotrimoksazol sirup yang digunakan adalah kemasan 60 ml dengan komposisi : tiap sendok teh (5 ml) mengandung kotrimoksazol 240 mg. Pada etiket tertulis bahwa dosis kotrimoksazol untuk : Anak usia di bawah 6 bulan: 2x sehari ½ sendok teh. Anak usia 6 bulan hingga 6 tahun : 2x sehari 1 sendok teh. Pada penelitian ini dosis untuk 12 orang pasien anak tersebut ditetapkan sebagai tepat dosis, karena sirup kotrimoksazol yang digunakan sudah mendapatkan ijin edar dari Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Obat yang memiliki ijin edar harus memenuhi beberapa kriteria antara lain penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman. Penandaan berupa antara lain: komposisi, khasiat/kegunaan, cara pemakaian. (BPOM, 2003) Rute pemberian obat adalah jalur obat masuk ke dalam tubuh. Rute yang salah dapat berakibat obat yang diberikan tidak efektif. Jika obat diberikan tidak untuk kepentingan emergensi, obat harus diberikan secara oral (Priyanto, 2010). Antibiotika oral menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat digunakan antibiotika parenteral (Kemenkes RI, 2011). Hasil analisa tepat rute didapatkan hasil tepat 100 %. ISSN : 2087-5045 82

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rasionalitas penggunaan antibiotika pada penyakit ISPA berdasarkan analisa kualitatif yang telah dilakukan pada Puskesmas Kuamang Kuning I, berdasarkan standar Pharmaceutical Care untuk Penyakit ISPA ditemukan tepat indikasi 100 %, tepat pemilihan obat 96,33 %, tepat dosis 86 %, tepat rute 100 %. Berdasarkan standar Pharmacotherapy Dipiro ditemukan tidak tepat pemilihan obat sebesar 98,34 %. Saran Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo untuk dapat memberikan standar penggunaan antibiotika pada pengobatan berbagai penyakit khususnya pengobatan penyakit ISPA di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo DAFTAR PUSTAKA BPOM, 2003, Keputusan Badan POM Nomor HK.00.05.3.1950 tahun 2003 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, Jakarta 2005, Pharmaceutical Care untuk Infeksi Penyakit Saluran Pernafasan, Direktorat Bina Komunitas dan Klinik Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta 2008, Materi pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan, Direktorat Bina Penggunaan Obat Tradisional Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen 2009, Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Direktorat Jenderal pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Hidup, Jakarta 2013, Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)2013 dalam Laporan Nasional 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2008. Pharmacotherapy : a Pathophysiologic Approach. 6 th Edition, The McGraw-Hill Companies Inc, New York. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefaramasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/ Menkes/SK/IX/2004, Departemen Goodman& Gilmann, 2008. Dasar Farmakologi Terapi. Edisi 10, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta. Mandal, B.K., Wilkins, E.G.L., Dunbar, E.M., Mayon White, R.T., 2008. Penyakit Infeksi, Edisi ke 6, Penerbit Erlangga, Jakarta. Priyanto, 2010, Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan Keperawatan, Leskonfi, Jakarta. Setiabudy,S.G., Suyana, F.D., Purwatyastuti., 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Penerbit Ganiswara, Jakarta. Tambayong, J., 2000, Patofisiologi untuk Keperawatan, Jakarta : EGC Tjay, T.H., 2010. Obat- Obat Penting. Edisi 6, Penerbit Gramedia, Jakarta. Widjajanti, V.N., 1998. Obat-Obatan, Kanisius, Semarang. ISSN : 2087-5045 83