IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK 4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang terletak pada koordinat 6 43'26" 7 09'43" lintang selatan dan 110 27'58" 110 48'47" bujur timur. Wilayah ini sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobogan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kota Semarang. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah sepanjang 49 km dan dari utara ke selatan sepanjang 41 km. Luas wilayah Kabupaten Demak secara administratif adalah 89.74 ha, terdiri atas 14 kecamatan, 241 desa dan 6 kelurahan. Ketinggian permukaan tanah dari permukaan laut (elevasi) Kabupaten Demak terletak mulai dari 0 m sampai dengan 100 m dari permukaan laut, dengan tekstur tanahnya terdiri atas tekstur tanah halus (liat) seluas 49.07 ha dan tekstur tanah sedang (lempung) seluas 40.67 ha. Berdasarkan data BPS Kabupaten Demak (2005) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Demak tahun 2005 sebanyak 1.04 juta orang, terdiri dari 512.20 ribu lak-laki (49.42 persen) dan 524.32 ribu perempuan (50.58 persen). Sebagian besar penduduk Kabupaten Demak termasuk dalam usia produktif (15-64 tahun) sebanyak 674.34 orang (65.06 persen), 317.51 orang
57 (30.63 persen) berusaha di bawah 15 tahun dan 44.66 orang (4.31 persen) berusaha 65 tahun ke atas. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 10 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini dibedakan sebagai angkatan kerja yang terdiri dari bekerja dan mencari pekerjaan, serta bukan angkatan kerja yang terbagi atas yang bersekolah, mengurus rumahtangga dan lainnya. Tabel 4 menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Demak usia 10 tahun ke atas yang bekerja pada tahun 2005 sebanyak 456.14 ribu orang yang terdiri atas 283.57 laki-laki dan 172.57 perempuan. Sebagian besar tenaga kerja tersebut bekerja di sektor pertanian (35.71 persen), disusul sektor perdagangan (23.17 persen) dan sektor industri (21.84 persen). Relatif tingginya sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) seperti yang terlihat pada Tabel 5, menunjukkan bahwa Kabupaten Demak merupakan wilayah yang masih bersifat agraris. Tabel 4. Jumlah Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Demak Tahun 2005 Lapangan Usaha Jumlah Penduduk yang Bekerja (Orang) Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Pertanian 97 569 65 344 162 913 (35.71) 2. Industri Pengolahan 68 825 30 780 99 605 (21.84) 3. Perdagangan 50 822 54 873 105 695 (23.17) 4. Sektor Lainnya 65 954 21 967 87 921 Jumlah 283 170 172 964 Sumber : BPS Kabupaten Demak, 2005 diolah Keterangan : Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan persentase (19.27) 456 134 (100)
58 PDRB Kabupaten Demak pada periode 2003-2005 menunjukkan pertumbuhan positif yaitu dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3.63 persen. Laju pertumbuhan PDRB tertinggi adalah sektor industri pengolahan (5.89 persen) yang menunjukkan bahwa sektor ini memiliki peran yang penting di masa depan, baik dari penyerapan tenaga kerja (mengurangi pengangguran) maupun pengentasan kemiskinan. Tabel 5. Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2003-2005 (Rp Juta) Lapangan Usaha 2003 2004 2005 Rata-rata Laju Pertumbuhan 1. Pertanian 996 886.20 1 027 151.96 1 060 718.90 (43.33) (43.18) (42.93) (3.15) 2. Industri 249 598.18 260 160.52 279 777.93 Pengolahan (10.85) (10.94) (11.32) (5.89) 3. Perdagangan 468 962.88 481 847.16 500 715.22 (20.38) (20.26) (20.27) (3.33) 4. Sektor Lainnya 585 283.24 609 737.36 629 565.05 (25.44) (25.63) (25.48) (3.72) Jumlah 2 300 730.50 2 378 897.00 2 470 777.10 (3.63) Sumber : BPS Kabupaten Demak, 2005 diolah Keterangan : Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan persentase 4.2. Karakteristik Industri Kecil Kerupuk Sektor industri dibedakan menjadi industri besar dan sedang serta industri kecil dan rumahtangga. BPS mendefinisikan industri besar sebagai perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih, industri sedang dengan tenaga kerja 20 orang sampai dengan 99 orang, industri kecil dengan lima sampai dengan 19 orang pekerja dan industri rumahtangga memiliki tenaga kerja satu sampai dengan empat orang (BPS, 2005). Departemen Perindustrian (1997) mendefinisikan industri kecil adalah industri dengan investasi modal untuk mesin dan peralatan tidak lebih dari Rp 70 juta atau investasi per tenaga kerja tidak lebih dari Rp 625 ribu.
59 Berdasarkan kriteria yang digunakan BPS dan Departemen Perindustrian tersebut maka industri kerupuk di Kabupaten Demak digolongkan sebagai industri kecil dan rumahtangga. Penggolongan ini dilakukan berdasarkan data pengambilan sampel sebanyak 50 responden pengusaha kerupuk di Kabupaten Demak (Desa Ngaluran dan Desa Karangasem) menunjukkan bahwa tenaga kerja yang digunakan dalam produksi kerupuk antara 2-18 orang, baik tenaga kerja rumahtangga maupun tenaga kerja luar rumahtangga, dengan investasi yang ditanamkan pada industri kerupuk tersebut berkisar antara Rp 500 ribu sampai dengan Rp 9 juta. Tenaga kerja yang digunakan dalam industri kecil kerupuk berasal dari dalam dan luar rumahtangga baik laki-laki maupun perempuan. Tenaga kerja rumahtangga yang digunakan terdiri dari suami (pengusaha), isteri dan anak. Aktifitas produksi biasanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki, sedangkan tenaga kerja perempuan umumnya melakukan aktifitas pemotongan kerupuk dan penjemuran. Proses produksi kerupuk dilakukan secara tradisional, terdiri dari mencampur bahan baku dan mencetaknya sesuai dengan jenis kerupuk yang dihasilkan, memasak kerupuk mentah, memotong kerupuk, menjemur dan mengemas kerupuk. Umumnya jenis kerupuk yang dihasilkan di Kabupaten Demak yaitu kerupuk jengki, yau u, kedelai dan pangsit. 4.3. Karakteristik Rumahtangga Responden Responden dalam penelitian ini berada di dua sentra industri kerupuk di Kabupaten Demak, yaitu Desa Ngaluran dan Desa Karangasem. Analisis umum mengenai karakteristik rumahtangga responden menggunakan kriteria umur,
60 pendidikan, besar anggota rumahtangga, jumlah angkatan kerja dan jumlah anak yang bersekolah disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Rata-rata Rumahtangga Responden No Karakteristik Rumahtangga (RT) Jumlah 1 Umur pengusaha (tahun) 46.12 2 Pendidikan pengusaha (tahun) 6.94 3 Pengalaman usaha (tahun) 17.84 4 Total anggota rumahtangga (orang) 6.38 5 Jumlah angkatan kerja (orang) 2.62 6 Jumlah anak sekolah (orang) 3.44 Berdasarkan karakteristik rata-rata umur pengusaha (46.12 tahun) dan pengalaman usaha (17.84 tahun) tersebut dapat disimpulkan bahwa pengusaha industri kecil kerupuk termasuk dalam usia yang produktif dan memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan usaha jika dilihat dari lama pengalaman usaha yang dimilikinya. Pengalaman usaha menentukan kemampuan pengusaha dalam mengelola usaha yang dijalankannya. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan pengetahuan seseorang. Rata-rata responden telah lulus Sekolah Dasar (SD) yang ditunjukkan oleh rata-rata pendidikan pengusaha yaitu 6.94 tahun. Total anggota rumahtangga dan jumlah anak yang bersekolah yang dimiliki rumahtangga akan menentukan pengeluaran rumahtangga, yaitu konsumsi pangan, non-pangan dan pendidikan. Rata-rata rumahtangga responden memiliki anggota rumahtangga dan jumlah anak yang sekolah yang relatif kecil, yaitu rata-rata anggota rumahtangga sebesar 6.38 orang dan jumlah anak yang bersekolah sebesar 3.44 orang. Jumlah angkatan kerja yang dimiliki rumahtangga secara langsung akan mempengaruhi curahan waktu kerja rumahtangga. Keberadaannya akan
61 menentukan jumlah pendapatan yang diperoleh rumahtangga, baik berasal dari dalam usaha maupun dari luar usaha kecil kerupuk. Rata-rata angkatan kerja rumahtangga sebesar 2.62 orang. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa tidak ada responden yang seluruh modal usahanya berasal dari pinjaman. Meskipun pengusaha melakukan pinjaman modal di awal usahanya namun dengan berjalannya usaha tersebut pengusaha akan menambah modalnya dari modal sendiri. Tabel 7 menunjukkan bahwa 86 persen responden memiliki modal usaha yang berasal dari modal sendiri dan 14 persen merupakan gabungan modal sendiri dan pinjaman. Tabel 7. Sumber Modal, Asal Pinjaman dan Alasan Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk Tidak Melakukan Pinjaman ke Bank Uraian Jumlah Persentase (%) 1. Sumber Modal - Modal sendiri 43 86.00 - Modal sendiri dan pinjaman 7 14.00 - Modal pinjaman seluruhnya 0 0.00 Total 50 100.00 2. Asal Pinjaman - Bank 0 0.00 - Keluarga 5 71.43 - Perorangan 2 28.57 - Koperasi 0 0.00 - Lainnya 0 0.00 Total 7 100.00 3. Alasan tidak meminjam ke bank - Tidak punya agunan 18 36.00 - Tidak tahu prosedur peminjaman 21 42.00 - Suku bunga tinggi 7 14.00 - Prosedur sulit 1 2.00 - Tidak berminat 3 6.00 - Proposal ditolak 0 0.00 Total 50 100.00 Responden yang melakukan pinjaman menunjukkan bahwa 71.43 persen asal pinjaman diperoleh dari keluarga dan sisanya berasal dari perorangan. Sumber pinjaman dari lembaga keuangan lainnya (perbankan) tidak dilakukan
62 oleh responden, yang menunjukkan bahwa rumahtangga usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak mengalami kesulitan dalam mengakses atau memperoleh modal dari lembaga perbankan. Sedangkan alasan utama rumahtangga usaha kecil kerupuk tidak melakukan pinjaman ke bank seperti yang ditunjukkan pada Tabel.6 adalah karena tidak tahu prosedur peminjaman (42 persen), tidak punya agunan (18 persen) dan suku bunga tinggi (14 persen). Kurangnya sosialisasi dari pihak perbankan di daerah maupun keengganan dari pengusaha untuk mencari informasi (keinginan untuk serba cepat dan mudah) menjadi penyebab dari ketidaktahuan dari prosedur peminjaman di perbankan. Tidak punya agunan dan tingginya suku bunga lebih disebabkan oleh kebijakan atau ketentuan dari internal lembaga keuangan terkait (bank). Fakta ini menunjukkan bahwa industri kecil kerupuk di Kabupaten Demak mengalami kendala untuk memperoleh atau mengakses modal (kredit) dari perbankan. Walaupun mengalami permasalahan modal perbankan tersebut, rumahtangga usaha kecil kerupuk masih dapat bertahan dan mencukupi kebutuhan hidup rumahtangga, yang ditunjukkan dengan jumlah rumahtangga responden yang masih mengandalkan modal sendiri dalam usahanya (86.00 persen). Peran pemerintah (khususnya pemerintah daerah) sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah permodalan dalam usaha ini. Kendala suku bunga yang tinggi dan agunan dapat diatasi dengan pemberian pinjaman lunak oleh Pemerintah Daerah. Program tersebut tentunya didukung oleh sosialisasi yang maksimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan (tepat sasaran).