Tugas MK. Teori Belajar dan Pembelajaran DEFINISI TEORI, HIPOTESIS, MODEL, KONSTRUK, HUKUM DAN PRINSIP-PRINSIP Oleh: Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Belajar dan Perubahan Perilaku Menurut Kimble (1961:6), belajar merupakan perubahan yang bersifat relatif permanen di dalam potensi behavioral/ perilaku yang terjadi akibat dari praktik yang diperkuat. Belajar diukur berdasarkan perubahan perilaku yang dapat diamati. Perubahan bersifat sementara (relatif permanen) Tidak harus terjadi perubahan langsung setelah belajar Perubahan akan terjadi melalui latihan dan praktik terus menerus. Jenis-Jenis Belajar Pengkondisian Klasik, dimana stimulus tak bersyarat disebut penguatan (reinforcement) karena seluruh prosedur pengkondisian sangat bergantung. Manusia tidak punya kontrol atas penguatan itu, sehingga penguatan tidak bergantung pada perilaku manusia. Pengkondisian Instrumental, dimana manusia harus bertindak dengan cara tertentu sebelum perilaku diperkuat, sehingga penguatan bergantung perilaku manusia. Dalam pengkondisian intrumental, perilaku adalah instrumen penting untuk mendapatkan penguat /reinforcement. Belajar dan Survival Manusia sebagai makhluk hidup dilahirkan dengan mekanisme homeostatis dan gerak refleks untuk bertahan hidup (survival) Agar bisa survive dan bertahan hidup, manusia tidak bisa hanya mengandalkan homeostatis dan refleks, tetapi harus berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi lingkungan dilakukan melalui proses mempelajari lingkungan, sehingga dapat menyesuaikan diri. Pendekatan untuk Studi tentang Belajar Belajar hanya dapat diamati secara tidak langsung melalui perubahan perilaku, sehingga saat mengkaji belajar perlu pengamatan perilaku. Namun karena sulitnya melakukan pengamatan secara langsung, maka dilakukan metode pendekatan naturalistic observation. Terdapat 2 kekurangan observasi naturalistik, pertama situasi kelas yang komples sehingga sulit untuk diamati dan dicatat secara detail. Kedua, adanya kecenderungan untuk klasifikasi peristiwa terlalu komprehensif, sehingga klasifikasi sederhana dapat menjadi kompleks jika diteliti secara mendalam. Studi Sistematis Terhadap Belajar Pembahasan proses belajar menjadi ilmiah, sehingga diperlukan metode ilmiah untuk mempelajarinya. Ilmu pengetahuan ilmiah merupakan kombinasi padangan rasionalisme (pengetahuan dengan pikiran) dan pandangan empirisme (pengalaman indrawi). Semua teori ilmiah, diawali dan diakhiri dengan pernyataan tentang kejadian yang dapat diamati. Hubungan yang konsisten antara dua atau lebih kejadian yang dapat diamati tersebut merupakan kaidah ilmiah. Ilmu pengetahuan ilmiah juga harus memiliki fungsi sintesis (penjelasan sistematis) dan fungsi heuristik (membuka jalan ke riset selanjutnya). Eka Kurnaiwan A.P 1
Eksperimen Belajar Eksperien belajar dapat ditentukan dalam jumlah keputusan Arbitrer yang diringkas menjadi delapan keputusan: 1.Apa aspek yang akan diteliti dari proses belajar 2.Pemilihan teknik idiografis atau nomotetis 3.Pemilihan subjek (manusia atau nonmanusia) 4.Pemilihan teknik korelasi atau teknik eksperimental 5.Variabel independen mana yang harus dikaji? 6.Seberapa banyak level bebas yang akan diteliti 7.Pemilihan variabel bebas 8.Analisis dan interpretasi data Penggunaan Model Penggunaan model adalah untuk menyederhanakan proses dan menjadikannya menjadi lebih mudah dipahami. Model dipakai untuk menunjukkan bagaimana sesuatu seperti sesuatu yang lain, sedangkan teori berusaha mendeskripsikan proses yang mendasari fenomena yang kompleks. Ada dua pandangan mengenai ilmu pengetahuan Pandangan Kuhn Pandangan Popper Pandangan Kuhn Kuhn memusatkan perhatian pada sudut pandang sebagai paradigma yang menyediakan kerangka umum untuk riset empiris dan tidak sekedar teori terbatas. Paradigma merupakan cara memandang subjek dengan problem tertentu dan menunjukkan aktivitas pemecahan. Aktivitas pemecahan masalah tersebut disebut normal science (ilmu pengetahuan normal). Kelebihan, fenomena menjadi fokus paradigma, sehingga dieksplorasi menyeluruh. Kekurangan, ilmuwan tidak melihat cara lain sehingga jarang membuka paradigma baru. Pandangan Popper Popper berpendapat bahwa aktivitas ilmiah tidak berawal dari observasi empiris, namun berawal dari problem. Problem akan menentukan observasi mana yang akan dilakukan oleh peneliti, yang selanjutnya mengajukan solusi persoalan, dengan teori ilmiah sebagai usulan solusi atas problem. Teori ilmiah memiliki principle of refutability, dimana teori ilmiah harus memberikan prediksi spesifik tentang apa yang terjadi dalam situasi tertentu. Pandangan Kahn vs Pandangan Popper Epistemologi dan Teori Belajar Kuhn dan Popper memiliki pandangan yang berbeda, sehingga Robinson (1986) berusaha menyatukan perbedaan antara pandangan Kuhn dan Popper dengan memandang Kuhn mendeskripsikan apa itu ilmu pengetahuan secara historis, dan memandang Popper mendeskripsikan seperti apakah ilmu pengetahuan itu seharusnya. Epistemologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat pengetahuan. Hakikat pengetahuan yang bertahan sampai sekarang dipengaruhi pandangan Plato dan Aristoteles. Plato percaya bahwa pengetahuan adalah diwariskan (nativisme) Aristoteles mengemukakan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi dan tidak diwariskan (empirisme) Eka Kurnaiwan A.P 2
Plato (427-347 SM) Pandangan Plato banyak dipengaruhi oleh kaum pythagorean yang percaya bahwa semesta diatur oleh hubungan numerik yang mempengaruhi dunia fisik. Dunia fisik memiliki ide dan bentuk abstrak. Untuk mendapatkan informasi tentang ide tidak menggunakan indra tetapi mata pikiran. Plato berpenddapat tiap manusia memiliki jiwa yang bersifat pengetahuan murni. Untuk mendapat pengetahuan melalui perenungan mata pkiran dengan reminiscene (kenangan) Plato menyakini nativisme (pengetahuan yang diwariskan) dan rasionalisme (penalaran) Aristoteles (384-322 SM) Perbedaan dasar pemikiran Aristoteles dibanding Plato adalah sikap terhadap informasi indrawi. Aristoteles menganggap informasi indrawi adalah basis dari ilmu pengetahuan (empirisme), yang harus diungkap melalui pemikiran aktif/ penalaran (rasionalismm) Pengalaman indrawi akan menstimuli ide lain, dimana hubungan antar ide tersebut dijelaskan melalui hukum asosiasi (associationism) Rene Descartes (1596-1650) Berusaha mengkaji semua penelitian filsafat dengan sikap ragu karena ragu maka berpikir karena berpikir maka saya ada Descartes memisahkan antara pikiran dan tubuh, tubuh manusia seperti mesin/binatang, namun pikiran adalah atribut khas manusia. Pikiran bersifat bebas dan dapat menentukan tindakan tubuh. Walaupun tindakan fisik terjadi saat pikiran menyebabkan perilaku, pengalaman indrawi juga bisa menimbulkan perilaku (gerak refleks). Descartes mengajak fisiolog menggunakan metode pembedahan dan mempelajari manusia sehingga membuka jalan fisiologi dan psikologi komparatif. Thomas Hobbes (1588-1679) Menentang gagasan ide bawaan adalah sumber pengetahuan. Kesan indra adalah sumber pengetahuan (filsafat empirisme dan asosiasionisme) Perilaku manusia dikontrol oleh hasrat keinginan dan keengganan. Hobbes berpendapat, pada dasarnya manusia egois dan agresif, sehingga manusia membentuk sistem politik dan masyarakat, bukan karena berteman, tetapi untuk menghindari pertikaian masing-masing karena keinginannya sendiri. John Locke (1632-1704) George Berkeley (1685-1753) Menentang ide bawaan. Menurutnya pikiran terdiri dari ide, dan ide datang dari pengalaman John Locke berpendapat pikiran bayi saat lahir adalah tabula rasa sebuah lembaran kosong, dan pengalamanlah yang menisinya (empiris). Walaupun ide-ide berasal dari pengalaman, ide tersebut dikombinasi melalui refleksi. Locke membedakan kualitas primer dan sekunder. Kualitas primer adalah karakteristik dunia fisik, sedangkan kualitas sekunder menyebabkan pengalaman psikologis yang tidak ada padanannya di dunia fisik. Menyatakan ada yang kurang dengan dualisme pandangan Locke. Manusia hanya bisa merasakan kualitas sekunder yang akan ada ketika dipersepsi. Apa yang disebut kualitas primer, seperti bentuk dan ukuran sebenarnya hanya kualitas sekunder. Berkeley tetap dianggap penganut empiris karena pikiran berdasarkan pengalaman. Eka Kurnaiwan A.P 3
David Hume (1711-1776) Sepakat dengan Berkeley, Hume menyatakan bahwa manusia tidak bisa merasa pasti tentang lingkungan fisik. Pikiran manusia tidak lebih dari arus ide, memori, imajinasi, asosiasi dan perasaan. Hukum alam juga konstruk dari imajinasi yang berasal dari kesan dan ide perasaan, sehingga tidak satupun yang dapat diketahui dengan pasti. Pengetahuan didasarkan pada interpretasi atas pengalaman subjektif. Immanuel Kant (1724-1804) Merekonsiliasikan dua sudut pandang yang menyatakan bahwa rasionalisme hanya berkaitan dengan manupulasi konsep. Empirisme hanya membatai pengetahuan pada pengalaman indrawi dan derivikasinya. Kategori pemikiran bukan bagian dari pengalaman indrawi, sehingga merupakan innate catagories of tought (kategori pemikiran bawaan) Apa yang dialami depengaruhi oleh pengalaman indrawi yang disebabkan dunia empiris. Kant mempertahankan rasionalisme, nativisme dengan tidak mereduksinya ke pengalaman indrawi saja. John Stuart Mill (1806-1873) Menganut empiris dan asosiasionis. Menyatakan bahwa beberapa ide sederhana dikombinasikan menjadi totalitas baru yang benar-benar berbeda. Thomas Hobbes (1588-1679) Menentang gagasan ide bawaan adalah sumber pengetahuan. Kesan indra adalah sumber pengetahuan (filsafat empirisme dan asosiasionisme) Perilaku manusia dikontrol oleh hasrat keinginan dan keengganan. Hobbes berpendapat, pada dasarnya manusia egois dan agresif, sehingga manusia membentuk sistem politik dan masyarakat, bukan karena berteman, tetapi untuk menghindari pertikaian masing-masing karena keinginannya sendiri. Teori belajar juga dipengaruhi historis lain, misalnya Thomas Reid (1710-1796) yang menyatakan pemikiran memiliki kekuatan yang terdiri dari 27 fakultas pikiran, yang kebanyak bersifat bawaan. Pandangan psikologi fakultas ini merupakan campuran nativisme, rasionalisme dan empirisisme realitas seperti yang dilihat (naive realism) Menurut Franz Joseph Gall (1758-1828) menguji bentuk tengkorak dan mengembangkan diagram bagian otak, serta mempengaruhi bahwa pikiran akan bertambah kuat dengan latihan, sama seperti orot dan latihan beban. Dengan belajar akan memperkuat kemampuan penalaran Charles Darwin (1809-1882) mendukung gagasan evolusi biologis yang mengubah pemikiran tentang sifat manusia, yang kini dilihat sebagai kombinasi dari warisan biologis dan pengalaman hidup. Eka Kurnaiwan A.P 4
Perilaku manusia dikaji seperti aspek alam lainnya sehingga untuk studi tentang manusia dapat menggunakan proses asosiatif ketika berlangsung. Herman Ebbinghaus (1850-1909) mengamati proses asosiatif ketika berlangsung dan secara sistematis mempelajari kondis-kondisi yang mempengaruhi perkembangan asosiasi. Ebbinghaus menemukan hukum frekuensi, bahwa semakin sering pengalaman terjadi, semakin mudah untuk diingat dan dilakukan lagi. Voluntarisme Dipelopori oleh Wilhelm Maximillian Wundt (1832-1920) Tujuan Wundt adalah mempelajari kesadaran ketika dialami langsung dan mempelajari produk kesadaran seperti pencapaian kultural. Wundt berpendapat bahwa kesadaran langsung dapat dipelajari secara ilmiah sebagai fungsi sistematis dari stimuli lingkungan. Tujuan eksperimen adalah mempelajari pikiran manusia, dimana manusia memperhatikan selektif tentang pikiran (appersepsi) yang daat diatur sekehendaknya dalam beberapa kombinasi sitesis kreatif. Strukturalisme Dipelopori oleh Edward Titchener (1867-1927), yang dalam menganalisis elemen pikiran menggunakan alat utama introspeksi. Agar tidak salah menggunakan teknik introspeksi maka subjek eksperimental perlu dilatih. Latihan dengan cara melaporkan immediate experiment saat mempersepsi objek namun tidak melaporkan interpretasi objek tersebut. Strukturalisme mengabaikan doktrin evolusi dan psikologi terapan yang sedang populer saat itu, sehingga strukturalisme cepat ditinggalkan. Fungsionalisme Dipelopori oleh William James (1842-1910), yang menekankan pada kegunaan kesadaran dan perilaku dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan Menurut James, mempelajar psikologi secara ilmiah merupakan hal penting karena manusia adalah makhluk rasional dan irasional (emosional) Kontribusi utama fungsionalis untuk teori belajar adalah mempelajari hubungan kesadaran dengan lingkungan yang dikaitkan dengan survival. Fungsionalis juga tertarik pada psikologi terapan dan berusaha memperbaiki informasi yang dipakai untuk meningkatkan kondisi manusia. Behaviorsime Dipelopori oleh John B. Watson (1878-1958), yang menyatakan bahwa agar ilmiah, maka ilmu psikologi perlu pokok persoalan yang stabil dan dapat diukur secara reliabel. Pokok persoalan tersebut adalah perilaku/behaviour Perilaku adalah apa yang kita lihat dan karena itulah perilaku adalah apa yang dipelajari. Pandangan ini bertalian dengan naturalisme Amerika dan sebagian aliran pragmatism (Lorens, 2002:122) Behaviorsime Menurut behaviorisme, psikologi merupakan cabang eksperimen objektif murni dan ilmu alam. Tujuannya adalah prediksi dan kontrol perilaku. Watson memandang behaviorisme sebagai cara untuk menghilangkan kebodohan dan takhayul dari eksistensi manusia, sehingga membuka jalan bagi kehidupan yang lebih rasional dan bermakna. Poin utama adalah perilakulah yang seharusnya dipelajari, karena perilaku dapat dikaji secara langsung. Kjadiankejadian mental seharusnya diabaikan karena tidak bisa dikaji secara langsung. Sejak muncul teori Watson, maka semua psikolog mempelajari perilaku, termasuk psikolog kognitif juga menggunakan perilaku untuk mengukur kejadian kognitif. Eka Kurnaiwan A.P 5