BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian

dokumen-dokumen yang mirip
PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

Jarak pandang berguna untuk :

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

BAB III LANDASAN TEORI

KRITERIA PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA

PENGARUH RANCANGAN PEREDAM SILAU TERHADAP JARAK PANDANGAN (Studi Kasus Tol CIPULARANG) Ni Luh Shinta Eka Setyarini 1

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

STUDI JARAK PANDANG SEGITIGA DI SIMPANG JALAN SARIMANAH RAYA DAN JALAN PERINTIS PERUMAHAN SARIJADI ABSTRAK

ANALISIS JARAK PANDANGAN HENTI SEBAGA ELEMEN GEOMETRIK PADA BEBERAPA TIKUNGAN RUAS JALAN MATARAM-LEMBAR

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-S

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-C-S

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur dalam interval waktu

EVALUASI JARAK PANDANG PADA ALINEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL PADA TIKUNGAN JALAN LUAR KOTA (STUDI KASUS SEI RAMPAH-TEBING TINGGI)

Hukum I Newton. Hukum II Newton. Hukum III Newton. jenis gaya. 2. Menerapkan konsep dan prinsip dasar kinematika dan dinamika.

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN DAN PERMODELAN TRANSPORTASI. 1 REKAYASA TRANSPORTASI Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT

KARAKTERISTIK KENDARAAN

yang mempunyai panjang kelandaian lebih dari 250 m yang sering dilalui kendaraan berat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK.

DINAMIKA PARTIKEL KEGIATAN BELAJAR 1. Hukum I Newton. A. Gaya Mempengaruhi Gerak Benda

DAFTAR ISI KATA PENGATAR

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan

Antiremed Kelas 10 FISIKA

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kecelakaan Lalu Lintas

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

Tinggi mata pengeraudi merupakan faktor utaraa

BAB II DASAR TEORI D3 TEKNIS SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Debi Oktaviani Nofita Milla Ana Farida

BAB IV DINAMIKA PARTIKEL. A. STANDAR KOMPETENSI : 3. Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel).

ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALULINTAS ( Studi Kasus Jl. Slamet Riyadi Surakarta )

GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN

4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material

TEKNIK LALU LINTAS EKONOMI KEGIATAN PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG POL KAM KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB 1 PENDAHULUAN. akan berbelok, maka ada dua skenario atau kejadian yang dikenal sebagai understeer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I Dewa Made Alit Karyawan*, Desi Widianty*, Ida Ayu Oka Suwati Sideman*

TEKNIK LALU LINTAS PENDAHULUAN PENGANTAR TEKNIK LALU LINTAS. Materi Kuliah S1 JTSL FT UGM. Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

ALINEMEN HORISONTAL. WILLY KRISWARDHANA Jurusan Teknik Sipil FT Unej. Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember

USAHA, ENERGI & DAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB iv HUKUM NEWTON TENTANG GERAK & PENERAPANNYA

GAYA GESEK. Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perencanaan Geometrik Pengertian

BAB II STUDI PUSTAKA

Gambar 5.1. Geometrik Tinjauan Titik I Lokasi Penelitian.

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

DINAMIKA. Rudi Susanto, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V PENUTUP I FC 30 20, '1" II FC 50 17, '7" III FC 50 66, '1" IV FC 50 39, '6" V FC 50 43, '8"

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 +

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

STUDI PENYEBAB KERUSAKAN LAPISAN PERMUKAAN PERKERASAN LENTUR PADA TIKUNGAN RUAS JALAN BATU-PUJON KABUPATEN MALANG

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pilihlah jawaban yang paling benar!

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tugas I Rekayasa Lalu-Lintas Lanjut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

PREDIKSI UAS 1 FISIKA KELAS X TAHUN 2013/ Besaran-besaran berikut yang merupakan besaran pokok adalah a. Panjang, lebar,luas,volume

BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Dasar Perencanaan Geometrik Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

Hukum Newton dan Penerapannya 1

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang...

Jika resultan dari gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol

Transkripsi:

BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian Jarak pandang adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang dapat dilihat dengan jelas, diukur dari tempat kedudukan mata pengemudi. Kemampuan untuk dapat melihat ke muka dengan jelas merupakan hal yang penting untuk keselamatan dan pemakaian kendaraan yang efisien bagi pengemudi di jalan. Lintasan dan kecepatan kendaraan di jalan sangat dipengaruhi oleh kontrol pengemudi seperti : kemampuan, keterampilan, dan pengalaman pengemudi. Jarak pandangan berguna untuk : Mengindarkan terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan dan manusia akibat adanya benda yang berukuran besar, kendaraan yang sedang berhenti, pejalan kaki, hewan-hewan pada lajur jalannya Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan lebih rendah dengan mempergunakan lajur di sebelahnya Menambah effisiensi jalan tersebut, sehingga volume pelayanan dapat dicapai semaksimal mungkin Sebagai pedoman bagi pengatur lalu-lintas dalam menempatkan ramburambu lalu lintas yang diperlukan pada setiap segmen jalan. Dilihat dari kegunaannya jarak pandangan dapat dibedakan atas : Jarak yang diperlukan oleh kendaraan untuk berhenti (stoping). Jarak ini harus berlaku pada semua jalan Jarak yang diperlukan untuk melakukan penyiapan (passing) kendaraan lain, sangat diperlukan pada jalan dengan dua jalur atau tiga jalur 71

4.2. Jarak Pandang Henti (Jh) Jarak pandang henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraannya. Pada setiap panjang jalan haruslah dipenuhi paling sedikit jarak pandangan sepanjang jarak pandangan henti minimum. Jarak pandang henti minimum adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya rintangan pada lajur jalannya, ditambah jarak untuk mengerem. Jarak pandang henti minimum merupakan penjumlahan dari dua bagian jarak, yaitu : 1) Jarak PIEV / Jarak Tanggap, yaitu jarak yang ditempuh oleh kendaraan pada saat pengemudi menyadari adanya rintangan sampai dia mengambil keputusan untuk menginjak rem 2) Jarak Pengereman, yaitu jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari menginjak pedal rem sampai kendaraan itu berhenti a. Waktu Persepsi dan Reaksi Waktu persepsi adalah waktu yang diperlukan pengemudi untuk menyadari adanya halangan pada lintasannya, dan pikiran untuk mengantisipasi keadaan tersebut dengan keharusan menginjak rem. Waktu reaksi adalah waktu yang dibutuhkan oleh pengemudi untuk meghentikan kendaraannya setelah mengambil keputusan untuk menginjak rem. Kedua waktu tersebut dipengaruhi oleh PIEV (perception, intellection, emotion, and villition) dan waktu PIEV ini tergantung dari beberapa faktor : Karakteristik mental pengemudi Tipe dan kondisi jalan Warna, ukuran dan bentuk halangan Kemampuan pengemudi mengontrol kendaraan Tujuan perjalanan, dan Kecepatan kendaraan 72

Berdasarkan AASHTO 90 mengambil waktu PIEV sebesar 1,5 detik. Setelah pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pedal rem. Rata-rata pengemudi membutuhkan waktu 0,5 detik 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan dari saat dia melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, disebut sebagai waktu reaksi adalah 2,5 detik. b. Jarak waktu persepsi dan reaksi Jarak waktu persepsi dan reaksi adalah jarak perjalanan kendaraan selama waktu persepsi dan reaksi, jarak ini merupakan hasil perkalian antara kecepatan kendaraan dengan waktunya. Besarnya jarak PIEV dapat dirumuskan sebagai berikut : dimana : d1 = jarak PIEV dalam (m) V = kecepatan kendaraan dalam (m) t = waktu PIEV dalam (detik) = 2,5 detik c. Jarak Mengerem Jarak pengereman ini dipengaruhi oleh faktor ban, sistim pengereman itu sendiri, kondisi muka jalan, dan kondisi perkerasan jalan. Untuk perencanaan hanya diperhitungkan adanya gesekan antara ban dan muka jalan. Jarak mengerem ini diturunkan berdasarkan prinsip mekanika, dengan meninjau kendaraan yang sedang berjalan dengan kecepatan V seperti pada gambar 4.1. 73

Dimana : Gambar 4.1. Gaya-gaya pada kendaraan Sumber : Ir. Sigit Hardiwardoyo, Dea Perencanaan Geometrik Jalan W = berat kendaraan f = koefisien antara ban dan permukaan perkerasan jalan α = sudut jalan terhadap horisontal a = perlambatan Db = jarak horisontal selama mengerem sampai berhenti g = percepatan grafitasi u = kecepatan saat mengerem G = tangen α (% kemiringan / 100) Dengan kaedah mekanika (hukum newton), didapat : a. gaya fiksi kendaraan w x f x cos α b. gaya aksi kendaraan akibat perlambatan ( w x a ) / g c. komponen berat kendaraan w x sin α Ketiga hubungan di atas disubstitusikan ke dalam persamaan gaya (hukum Newton II), sehingga akan didapatkan persamaan sebagai berikut : ( ) Perlambatan menyebabkan kendaraan dalam kendaraan melawan gaya ke bawah, didapat persamaan kecepatan V dalam rumus : 74

Tetapi sehingga persamaan menjadi : sehingga menjadi atau menjadi ( ) tetapi bahwa tg α adalah kelandaian G (dalam %) sehingga persamaan tersebut dapat ditulis seperti : ( ) Jika g ditetapkan 9,8 m/detik dan V dalam km/jam maka persamaan dapat ditulis menjadi : Maka : ( ) Jarak mengerem, ( ) Sehingga rumus umum jarak pandangan henti untuk jalan dengan kelandaian tertentu adalah : ( )..(4.1) Untuk jalan datar : dimana : L = landai jalan dalam (%) dibagi 100...(4.2) Dengan mensubstitusikan nilai t = 2,5 detik, persamaan 4.2 bisa disederhanakan menjadi : 75

....(4.3) dimana : fp = koefisien gesekan antara ban dan perkerasan jalan dalam arah memanjang jalan (menurut Bina Marga, untuk aspal fp = 0,35 0,55) d2 = jarak mengerem (m) V = kecepatan kendaraan (km/jam) Tabel berikut ini menampilkan Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan (4.3) dengan pembulatan-pembulatan untuk berbagai V R. Tabel 4.1. Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum Sumber : TPGJAK 97 4.2. Jarak Pandang Mendahului (Jd) Jarak pandang mendahului adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat melakukan gerakan menyiap suatu kendaraan dengan sempurna dan aman berdasarkan asumsi yang diambil. Penentuan jarak pandang menyiap yang diperlukan pada jalan 2 lajur menurut AASHTO didasarkan pada jarak yang ditempuh dengan posisi kritis dari gerakan menyiap, sehingga secara teoritis diusahakan mendekati keadaan seungguhnya. Jarak pandangan menyiap standar pada jalan 2 jalur 2 arah dihitung berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas yaitu : Kendaraan yang akan disiap harus mempunyai kecepatan yang tetap Sebelum melakukan gerakan menyiap, kendaraan harus mengurangi dan mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan kecepatan yang sama 76

Apabila kendaraan sudah berada pada lajur untuk menyiap, maka pengemudi harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan menyiap dapat diteruskan atau tidak Kecepatan kendaraan yang menyiap mempunyai perbedaan sekitar 15 km/jam dengan kecepatan kendaraan yang akan disiap pada waktu melaksanakan kegiatan menyiap Pada saat kendaraan yang menyiap telah berada kembali pada laju jalannya, maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan Tinggi mata pengemudi dikur dari permukaan perkerasan menurut AAHSTO 90 = 1,06 m (3,5 ft) dan tinggi objek yaitu kendaraan yang akan disiap adalah 1,25 m (4,25 ft), sedangkan Bina Marga (antar kota) mengambil tinggi mata pengemudi sama dengan tinggi objek (halangan) yaitu 1,05 cm. Berdasarkan asumsi tersebut, jarak pandang menyiap didefinisikan sebagai penjumlahan 4 bagian jarak seperti terlihat pada gambar 4.2. Jarak pandangan menyiap standar untuk jalan 2 lajur 2 arah terdiri dari 2 tahap yaitu : Gambar 4.2. Jarak Pandang Menyiap Sumber : TPGJAK 97 77

dimana : d1 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama waktu persepsi reaksi hingga percepatan awal untuk menempati jalur berlawanan d2 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama menempati jalur berlawanan d3 = jarak antara kendaraan menyiap dan kendaraan yang berlawanan arah pada akhir gerakan menyiap d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan sebesar 2/3 waktu kendaraan menyiap menempati jalur yang berlawanan. Jarak pandangan menyiap standar dihitung dengan rumus :..(4.4) Dimana : ( )....(4.5) d1 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama waktu persepsi reaksi hingga percepatan awal untuk menempati jalur berlawanan T1 = waktu reaksi (detik), besarnya tergantung kecepatan, 2,12 + 0,026 V R m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap (diambil 10 15 km/jam) V = kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat dianggap sama dengan kecepatan rencana (km/jam) a = percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, 2,052 + 0,0036 V R...(4.6) dimana : 78

d2 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama menempati jalur berlawanan (lajur kanan) T2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan, 6,56 + 0,048 V R..(4.7) Tabel 4.2. Panjang d3 untuk Jarak Pandang Menyiap V R (km/jam) 50 65 65 80 80 95 95-110 d3 (m) 50 55 75 90 Sumber : Shirley L. Hendarsin, Perencanaan Teknik Jalan Raya.(4.8) Tabel 4.3. Panjang Jarak Pandang Mendahului berdasarkan V R Sumber : TPGJAK 97 Di dalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar ini terbatasi kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang dipergunakan dapat mempergunakan jarak pandangan menyiap minimum (d min ) : dmin = 2/3 d2 + d3 + d4..(4.9) Penyebaran Lokasi Lokasi atau daerah untuk mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30 % dari panjang total ruas jalan yang direncanakan. 79

4.3. Ketinggian Mata Pengemudi dan Halangan Jarak pandangan yang diperlukan sepanjang jalan tersebut diukur dengan ketinggian mata pengemudi ke puncak halangan / objek di jalan saat pertama kali terlihat oleh pengemudi, ketinggian tersebut diukur dari permukaan perkerasan ke mata pengemudi atau puncak objek. Berdasarkan Bina Marga (luar kota), untuk jarak pandang henti, tinggi mata adalah 105 cm dan tinggi objek 15 cm. Sedangkan untuk jarak pandang menyiap, tinggi mata 105 cm dan tinggi objek 105 cm. Ketinggian mata pengemudi dan objek mempengaruhi keperluan dalam perencanaan geometrik jalan dan keamanannya, tinggi mata pengemudi tergantung pada karakteristik kendaraan dan tinggi badan pengemudi. Pemilihan tinggi objek untuk rencana merupakan hasil pertimbangan akan kemungkinan dan penghematan biaya. Di dalam perencanaan geometrik jalan faktor karakteristik jalan turut menentukan, sementara itu perkembangan kendaraan bermotor yang sangat cepat. Hal ini menimbulkan evolusi terhadap bentuk kendaraan yang cenderung pada penurunan tinggi mata pengemudi sehingga akan berpengaruh pada perencanaan geometik jalan. 80

81

82