BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendidik yang kemudian terjadi interaksi di antara keduanya. Interaksi tersebut. didik atau siswa, dalam suatu konteks tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan generasi penerus yang diharapkan dalam suatu kehidupan

LAMPIRAN A. Alat Ukur

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB I PENDAHULUAN. dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya,

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, manusia mengalami perkembangan. Perkembangan

BAB 3. Metodologi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, didapatkan data jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 87% memeluk agama

BAB I PENDAHULUAN. Semua manusia pasti berharap dapat terlahir dengan selamat dan memiliki

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

Bab 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sosial, status sosial dan penghormatan dari orang lain, kontak sosial,

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia ini menganggap jaringan dalam tubuh sebagai benda

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan

BAB I PENDAHULUAN. kaum muslimin dari wilayah lain berangkat ke tanah suci Mekkah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Idealnya suatu keluarga terdiri atas ayah, ibu dan juga anak-anak. Tetapi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menengah, peserta didik dapat melanjutkan pendidikan ke berbagai pilihan pendidikan tinggi

A. MAKNA DAN HAKIKAT PENYEDIAAN TENAGA KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING

BAB V PENUTUP. Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan. kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini adalah perusahaan jasa di bidang transportasi. Sektor

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, semakin banyak sumber daya manusia yang memiliki potensi yang baik semakin baik pula kinerja perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang subjek yang dinamakan pegawai. Pegawai adalah aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. Pegawai mempunyai pikiran, dorongan, perasaan, keinginan, kebutuhan, status, latar belakang pendidikan, usia, dan jenis kelamin yang dibawa kedalam organisasi perusahaan. Seorang pegawai akan merasa punya kebanggaan dan kepuasan tersendiri dengan prestasi yang dicapainya. Prestasi kerja yang baik merupakan keadaan yang diinginkan dalam kehidupan kerjanya. Seorang pegawai akan memperoleh prestasi kerja yang baik bila hasil kerjanya sesuai dengan standar baik kualitas maupun kuantitas. Perkembangan kota di segala bidang tampaknya tidak hanya memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat, tetapi juga menimbulkan persaingan hidup, contohnya dalam mencari pekerjaan. Semakin tinggi standar perusahaan dalam menerima karyawan maka membuat beberapa masyarakat juga kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Saat ini syarat syarat untuk bekerja dilatarbelakangi dengan pendidikan yang dimiliki. Tidak semua masyarakat yang 1

2 memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi sehingga mereka bekerja dengan mengandalkan kemampuan yang dimiliki, seperti misalnya kemampuan untuk menciptakan sebuah lingkungan agar tetap menjadi bersih dan rapi. Pekerjaan yang dipilih oleh mereka salah satunya menjadi pegawai outsourcing. Pada zaman yang modern ini banyak perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing. Outsourcing terbagi atas dua suku kata yaitu out dan sourcing. Sourcing berarti mengalihkan kerja, tanggung jawab dan keputusan kepada orang lain. Outsourcing itu sendiri kian akrab sering didengar oleh masyarakat. Outsourcing atau dalam bahasa Indonesia berarti alih daya dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja seperti yang diatur pada pasal 64, 65 dan 66 (UU Ketenagakerjaan). Outsourcing merupakan perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja yang memuat hak dan kewajiban para pihak. Sistem Outsourcing biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal utama dari perusahaan tersebut. Dasar hukum outsourcing adalah Undang- Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yaitu Pasal 64 yang memiliki isi, "Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau buruh yang dibuat secara tertulis". (https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/view/559.pdf) Awalnya, perusahaan outsourcing menyediakan jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan dan tidak memedulikan jenjang karier. Namun saat ini, penggunaan outsourcing semakin meluas ke

3 pelbagai kegiatan perusahaan. Sistem kerja outsourcing sangat menguntungkan bagi perusahaan yang memakai perusahaan outsourcing itu. Namun sistem ini merugikan untuk pegawai outsourcing sendiri. Selain tidak ada jenjang karier, gajinya harus dipotong oleh perusahaan induk pemasoknya. Bahkan yang lebih tidak menguntungkan lagi adalah tidak semua pegawai outsourcing mengetahui berapa besar potongan gaji yang diambil oleh perusahaan outsourcing atas jasanya memberi pekerjaan di perusahaan lain itu. Perekrutan sistem tenaga kerja outsourcing sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem perekrutan pegawai pada umumnya. Perbedaannya adalah pegawai outsourcing direkrut oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, bukan oleh perusahaan yang membutuhkan jasanya secara langsung dan dari perusahaan penyedia tenaga jasa, pegawai akan dikirimkan ke perusahaan lain yang membutuhkannya yang biasa disebut dengan klien. Pegawai outsourcing yang diterima biasanya bekerja berdasarkan kontrak dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing, bukan dengan perusahaan pengguna jasa. Perjanjian kerja antara pegawai outsourcing dengan perusahaan penyedia jasa biasanya berdasarkan jangka waktu perjanjian kerjasama antara perusahaan penyedia jasa dengan perusahaan pengguna jasa (klien). Hal ini dimaksudkan apabila perusahaan pengguna jasa hendak mengakhiri kerja samanya dengan perusahaan penyedia jasa, maka pada waktu yang bersamaan, berakhir pula kontrak kerja antara pegawai dengan perusahaan pengguna jasa. Problematika mengenai outsourcing memang cukup bervariasi, misalnya pelanggaran peraturan perusahaan yang dilakukan oleh para pegawai maupun

4 adanya perselisihan antara pegawai yang satu dengan pegawai yang lainnya. Penyelesaian perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab penyedia jasa walaupun yang dilanggar oleh pegawai outsourcing adalah peraturan perusahaan pengguna jasa (klien) tetapi tetap yang berwenang menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa. Tidak ada kewenangan dari perusahaan pengguna jasa untuk melakukan penyelesaian sengketa karena antara perusahaan mereka dengan pegawai outsourcing secara hukum tidak mempunyai hubungan kerja, walaupun peraturan yang dilanggar adalah peraturan perusahaan pengguna jasa pekerja. Hal ini tercantum menurut pasal 66 ayat 2 huruf c undang - undang no.13 Tahun 2003. (http://www.scribd.com/doc/132163659/jurnal-outsourcing/) Harapan utama yang dimiliki oleh para pegawai outsourcing untuk ke depan adalah penghapusan sistem kerja outsourcing yang ditetapkan oleh pemerintah dan memeroleh hak-haknya atas tugas-tugas yang telah dijalani sekian lama, berupa pengangkatan dari status pegawai outsourcing menjadi pegawai tetap. Meskipun para pegawai outsourcing masih dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan melakukan berbagai cara tetapi tetap berpengharapan besar bahwa suatu saat kelak akan dapat mengubah tingkat penghasilan dan kesejahteraan hidup. Kesejahteraan psikologis seseorang dalam dunia kerja merupakan suatu topik yang penting dalam membentuk perilaku seseorang ataupun suatu keadaan di lingkungan kerja. Hal ini akan berdampak pada produktivitas seseorang dalam bekerja. (https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/view/559.pdf).

5 Oleh karena itu ada penghayatan dan penilaian dari masing-masing pegawai outsourcing. Penghayatan yang menghasilkan penilaian tinggi dan rendah ini berkaitan dengan hasil evaluasi individu terhadap kualitas diri dan hidupnya, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis mereka, yang biasa disebut dengan Psychological Well-Being (PWB). Psychological Well-Being adalah keadaan dimana individu melihat dan mengevaluasi kualitas diri dan hidupnya (Ryff, 1989). Untuk bisa mencapai kesejahteraan psikologis (PWB), individu mengevaluasi keenam dimensi dari PWB yaitu, kemampuan individu menerima diri apa adanya (self acceptance), memiliki tujuan hidup (purpose in life), mampu menumbuhkan serta mengembangkan potensi pribadi (personal growth), mampu mengatur dan menguasai lingkungan (environmental mastery), membina hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), dan mampu mengarahkan dirinya sendiri (autonomy). Untuk memiliki kesejahteraan psikologis, pegawai outsourcing perlu melakukan evaluasi terhadap diri mereka yang dapat dilihat dari keenam dimensi kesejahteraan psikologis. Dari hasil survey melalui wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang pegawai outsourcing Universitas X kota Bandung, didapatkan bahwa evaluasi yang dihasilkan oleh setiap pegawai outsourcing berbeda pada setiap dimensinya. Dalam dimensi self acceptance (penerimaan diri), 6 orang pegawai outsourcing (60%) mengatakan bahwa mereka dapat menerima keadaan diri mereka apa adanya saat ini, walaupun sejak bekerja sebagai pegawai outsourcing hampir setiap waktu mereka dihabiskan di tempat kerja, tetapi mereka tetap bisa

6 memiliki penghasilan dan dapat menghidupi keluarga, sehingga mereka lebih bersyukur karena masih mendapatkan pekerjaan di zaman sekarang yang sulit untuk mendapatkan kerja. Sedangkan 4 orang lainnya (40%) mengatakan bahwa mereka merasa kecewa karena bekerja sebagai pegawai outsourcing dirasakan sulit untuk memiliki jenjang karir dengan pekerjaan yang dirasakan mereka cukup monoton. Dimensi kedua adalah tujuan hidup (purpose in life), dalam dimensi ini sebanyak 8 orang pegawai outsourcing (80%) mengatakan bahwa mereka memiliki tujuan hidup ke depan. Mereka berencana untuk mendapatkan posisi yang lebih baik dari sekarang dan mereka berencana untuk melakukan kegiatan yang lain dari apa yang telah didapatkan dari bekerja sebagai pegawai outsourcing seperti mengumpulkan modal, dan ada juga yang mengambil pekerjaan serupa di luar jam kerja dengan sistem gaji per hari. Sedangkan 2 orang lainnya (20%) mengatakan bahwa mereka tidak terlalu memikirkan rencana ke depan karena kondisi yang dirasakan sekarang sudah cukup memuaskan. Dimensi yang ketiga adalah menumbuhkan dan mengembangkan potensi pribadi (personal growth). Dalam dimensi ini 6 orang pegawai outsourcing (60%) mengatakan bahwa mereka merasa senang bekerja sebagai pegawai outsourcing karena menurut mereka bekerja sebagai pegawai outsourcing terutama sebagai cleaning service ternyata bukanlah hal yang mudah sehingga mereka mendapatkan pelajaran yang baru ketika harus menyelesaikan pekerjaan yang rumit. Dengan tugas yang banyak, mereka merasa belajar bagaimana agar tugastugas harus selesai tepat waktu. Selain itu mereka senang karena dua orang

7 diantaranya dicalonkan untuk menjadi tim leader apabila mereka dapat melewati tes yang disediakan. Sedangkan 4 orang lainnya (40%) mengatakan bahwa mereka merasa tidak berkembang karena melakukan pekerjaan yang sama setiap harinya. Beberapa di antara mereka mengatakan untuk bekerja sebagai pegawai cleaning service tidak diperlukan kepandaian, melainkan dengan niat maka pekerjaan akan cepat selesai. Dimensi yang keempat adalah penguasaan lingkungan (Environmental mastery). 7 orang (70%) mengatakan bahwa mereka mampu mengontrol aturan yang rumit dan menggunakan kesempatan di sekelilingnya dengan efektif.. Misalnya saja saat mereka harus mengerjakan berbagai macam tanggung jawab di lingkungan kerja, mereka mampu untuk mengerjakannya dengan baik dan tidak melanggar aturan yang ditetapkan. Ketika mengalami kesulitan mereka juga akan bertanya ke atasan maupun teman-teman pegawai outsourcing lainnya. Sedangkan 3 orang lainnya (30%) mengatakan seringkali malas untuk mengerjakan berbagai macam tugas dan menyelesaikannya hanya sesuai dengan yang mereka ketahui saja. Mereka juga jarang bertanya kepada atasan maupun rekan kerja apabila tidak terlalu dibutuhkan. Pada dimensi kelima yaitu hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), 6 orang (60%) mengatakan mereka memiliki hubungan yang baik dengan atasan maupun dengan rekan kerja lainnya. Mereka juga saling membantu ketika rekan kerja mengalami kesulitan dan mereka mengatakan hubungan dengan atasan juga baik karena atasan mampu mengerti kesulitan yang mereka alami ketika bekerja. Sedangkan 4 orang (40%) lainnya mengatakan

8 bahwa hubungan dengan rekan kerja lainnya biasa-biasa saja hanya sebatas teman kerja. Bahkan ada yang mengatakan malas untuk membantu rekan kerja yang berhalangan hadir sehingga memilih untuk tidak menggantikannya. Dimensi yang terakhir yaitu dimensi kemandirian (autonomy), 4 orang (40%) mengatakan mereka mampu untuk menyelesaikan tugas dan tanggungjawab mereka sendiri, mereka mampu mengambil keputusan sendiri tanpa ada pertimbangan dari orang lain. Sedangkan 6 orang (60%) lainnya mengatakan bahwa mereka sering ragu ketika orang terdekat memberikan masukan sehingga akan merubah keputusan yang telah mereka buat. Ada juga yang mengatakan masih membutuhkan bantuan dan masukan dari atasan maupun rekan kerja untuk menyelesaikan tugas mereka. Setelah melihat ke enam dimensi, kesejahteraan psikologis memiliki dampak bagi kehidupan seseorang, termasuk pada pegawai outsourcing. Kebahagiaan dan kepuasan hidup dirasakan lebih besar ketika individu mengalami pengalaman membina hubungan dengan orang lain dan merasa menjadi bagian dari suatu kelompok tertentu, dapat menerima dirinya sendiri, dan memiliki makna dan tujuan dari hidup yang mereka jalani (Ryff dan Singer dalam Steger, Kashdan & Oishi, 2007). Bila dilihat dari sudut pandang kebahagiaan, salah satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan adalah bagaimana individu memandang dan memaknai peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya (Diener,1984; Heady et al, 1985; Heady & Wearing, 1989 dalam O Connor, 1993). Dikatakan pula bahwa semakin bahagia seseorang maka ia juga akan semakin merasa puas dengan hidupnya. Begitu pula pegawai outsourcing yang

9 menghayati bahwa hidupnya sejahtera akan merasa bahagia dan puas dalam kehidupannya dengan menjalani pekerjaan dan pengabdiannya sebagai pegawai, yang kemudian dapat meningkatkan motivasi serta memaksimalkan kinerja dan potensi sebagai pegawai. Penghayatan setiap orang mengenai kehidupannya pasti berbeda, begitu juga pada pegawai outsourcing yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kesejahteraan psikologis pada pegawai outsourcing di Universitas X kota Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui seperti apakah gambaran kesejahteraan psikologis pada pegawai outsourcing di Universitas X kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Penelitian ini bermaksud memeroleh gambaran kesejahteraan psikologis pada pegawai outsourcing di Universitas X kota Bandung yang tergambar melalui ke enam dimensi. 1.3.2 Tujuan Penelitian

10 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran mengenai kesejahteraan psikologis pada pegawai outsourcing di Universitas X kota Bandung, dilihat dari ke enam dimensi yaitu self-acceptance (penerimaan diri), purpose in life (tujuan hidup), personal growth (pertumbuhan pribadi), environmental mastery (penguasaan lingkungan), positive relation with others (hubungan positif dengan orang lain), dan autonomy (kemandirian). 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam perkembangan Ilmu Psikologi, khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, yang berkaitan dengan Kesejahteraan psikologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dalam topik yang serupa mengenai bagaimana gambaran kesejahteraan psikologis pegawai outsourcing. 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberikan informasi mengenai kesejahteraan psikologis pada pegawai outsourcing Universitas X kota Bandung agar dapat mengevaluasi, introspeksi dan melakukan pengembangan diri pada dimensi kesejahteraan psikologis yang masih perlu ditingkatkan. Memberikan informasi kepada pengurus outsourcing di Universitas X kota Bandung mengenai kesejahteraan psikologis pegawai outsourcing untuk

11 menjadi pertimbangan dalam upaya memberi dukungan kepada pekerjanya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis pekerja outsourcing Universitas X kota Bandung terutama pada dimensi yang masih kurang. 1.5 Kerangka Pemikiran Dalam kehidupan manusia akan mengalami tahapan-tahapan perkembangan tertentu. Di setiap tahap perkembangan setiap orang memiliki tugas tersendiri. Tahap perkembangan dimulai dari masa konsepsi, kemudian kelahiran, anak-anak, remaja, dewasa hingga akhir hayatnya. Kajian yang akan diteliti kali ini adalah pegawai outsourcing yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal, yang memiliki rentang usia antara 20-40 tahun (Santrock, 2004). Salah satu tugas perkembangan seseorang yang telah memasuki masa dewasa adalah memasuki dunia kerja dan karier. Seseorang mulai mengeksplorasi kemungkinan karier yang ada dan harus siap untuk menentukan karier yang tepat bagi dirinya. Setelah menemukan karier yang tepat, seseorang berusaha dan bekerja keras untuk membangun dan bergerak menaiki tangga karier serta meningkatkan posisi keuangan. Demikian pula pegawai outsourcing di Universitas X kota Bandung menentukan pilihan untuk bekerja sebagai pegawai outsourcing karena merasa profesi sebagai pegawai tepat bagi dirinya. Ketika memilih untuk bekerja sebagai pegawai outsourcing, mereka tentu sudah mengetahui apa saja tugas dan tanggungjawabnya serta mereka juga mengetahui hak-hak apa saja yang mereka dapatkan, seperti fasilitas. Fasilitas fasilitas yang diterima para pegawai juga sangat berpengaruh terhadap

12 kesejahteraan mereka. Fasilitas fasilitas yang didapat seperti uang transportasi, tunjangan hari raya, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (jamsostek) termasuk memengaruhi kesejahteraan psikologis bagi para pegawai. Di samping fasilitasfasilitas tersebut sangat dibutuhkan oleh pegawai pada umumnya, mereka juga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya biaya yang cukup besar dari upah yang mereka terima sehingga upah yang diterima tiap bulannya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan mereka yang lain. Di samping itu, tentu lembur juga diinginkan oleh beberapa pegawai outsourcing supaya mendapatkan penghasilan tambahan dibandingkan hanya menggantikan pegawai lain yang berhalangan hadir karena tidak mendapatkan sedikit pun upah tambahan walaupun menggantikan pekerjaan secara penuh. Sehingga dengan fasilitas dan penghasilan tambahan yang didapatkan, seharusnya pegawai outsourcing dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka. Pelbagai pengalaman positif dan negatif yang dirasakan oleh para pegawai outsourcing berpengaruh pada penghayatan terhadap kehidupannya selama menjalani peran sebagai pegawai outsourcing. Menurut Carol Ryff (1989), bagaimana seseorang memandang kualitas kehidupannya serta mengevaluasi dirinya sendiri disebut sebagai Psychological Well-Being atau kesejahteraan psikologis. Lebih lanjut Ryff mengatakan kesejahteraan psikologis menggambarkan sejauh mana individu merasa nyaman, damai, dan bahagia berdasarkan penilaian subjektif serta bagaimana seseorang memandang pencapaian atas potensi-potensi yang dimilikinya agar membuahkan pengembangan diri.

13 Seseorang dapat mengevaluasi diri dan pengalaman hidupnya melalui pendekatan multi dimensional yang terdiri atas enam dimensi. Dimensi-dimensi tersebut yaitu penerimaan diri (Self-Acceptance), relasi sosial yang positif dengan orang lain (Positive Relation with Others), kemandirian dalam berpikir dan bertindak (Autonomy), kemampuan untuk mengelola kesempatan yang disediakan lingkungan sesuai dengan kebutuhan pribadi (Environmental Mastery), memiliki tujuan hidup (Purpose in Life), dan yang terakhir adalah pertumbuhan dan perkembangan pribadi (Personal Growth). (Ryff, 1989). Kesejahteraan psikologis pegawai outsourcing juga dapat dilihat melalui keenam dimensi tersebut. Keenam dimensi itu merupakan tantangan-tantangan bagi pegawai outsourcing untuk mencapai fungsi positif dalam kehidupan. Masing-masing dimensi ini dapat memberikan pengaruh terhadap penghayatan pegawai outsourcing mengenai kualitas hidupnya. Dimensi pertama yaitu self-acceptance. Dimensi self-acceptance merupakan dimensi yang mencerminkan sejauhmana seseorang menghayati bahwa dirinya mampu melakukan penerimaan kelebihan sekaligus kekurangan dirinya, sehingga secara keseluruhan mampu menerima diri apa adanya, menerima kelebihan dan kekurangan dirinya serta memiliki perasaan positif mengenai masa lalu (Ryff dan Keyes, 2003 dalam Wells, 2010). Pegawai outsourcing telah bekerja selama bertahun-tahun dan tidak kunjung mendapatkan peningkatan jenjang karir. Pegawai outsourcing yang mampu menerima kenyataan atas keadaan-keadaan tersebut hingga saat ini dan ikhlas dalam menyikapinya karena memaknai bahwa pengabdian dirinya sebagai pegawai yang membantu di

14 perusahaan-perusahaan merupakan amal ibadah, akan tetap dapat bekerja menjalani tugas-tugasnya dengan baik dan tetap dapat menghidupi keluarga. Hal ini dapat merujuk pada nilai yang tinggi dari dimensi self-acceptance. Berdasarkan penghayatan dan penerimaan atas pengalaman-pengalaman dalam kehidupannya, pegawai outsourcing kemudian dapat menentukan tujuan hidup ke arah yang lebih baik. Kemampuan pegawai outsourcing dalam menentukan tujuan hidup dapat merujuk pada dimensi purpose in life. Dimensi purpose in life mencerminkan penghayatan seseorang akan kemampuannya, termasuk pegawai outsourcing, untuk menemukan makna dan arah bagi pengalaman hidupnya, menetapkan tujuan-tujuan dan maksud kehidupannya (Ryff & Singer, 2003 dalam Wells, 2010). Pegawai outsourcing ingin status kepegawaiannya tidak selamanya sebagai pegawai outsourcing dengan sistem kontrak. Keinginan lainnya dari pegawai outsourcing yaitu untuk mendapatkan posisi kerja yang lebih baik lagi dari sekarang. Oleh karena itu pegawai outsourcing membuat perencanaan untuk masa depan mengenai hal-hal apa saja yang akan dilakukan, terutama yang berkaitan dengan diri sendiri maupun keluarganya. Cara lainnya yaitu dengan memanfaatkan peluang-peluang yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan, misalnya melakukan upaya upaya supaya mencapai posisi kerja yang lebih baik, dan mengikuti peraturan yang ada di lingkungan kerja. Hal ini merujuk pada nilai yang tinggi pada dimensi purpose in life. Dengan adanya harapan dan tujuan yang dimiliki, akan membuat pegawai outsourcing memiliki keinginan untuk mengembangkan dirinya dengan terus

15 berusaha mengerahkan kompetensi dan kualitasnya secara optimal dalam melakukan pekerjaan sebagai pegawai. Keinginan pegawai outsourcing dalam mengembangkan diri dapat merujuk pada dimensi personal growth. Dimensi Personal Growth adalah dimensi dimana seseorang menyadari kemampuan yang dimilikinya serta mengembangkannya menjadi sumber baru (Ryff dan Singer, 2003 dalam Wells, 2010). Pegawai outsourcing yang mengevaluasi bahwa dirinya memiliki potensi dan mampu merealisasikan serta mengembangkan potensi dirinya sebagai pegawai yang profesional misalnya datang bekerja dengan tepat waktu, hormat dengan atasan, mau belajar hal hal baru, mau menerima saran dan kritik yang membantu untuk berkembang lebih baik, mengerjakan tugastugasnya dengan rapi dan bersih, siap menggantikan pegawai lain yang berhalangan hadir, dan dapat bekerjasama dengan pegawai lainnya merupakan pegawai outsourcing yang memiliki nilai tinggi pada dimensi personal growth. Dalam usahanya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, pegawai outsourcing mengerahkan kemampuannya untuk bekerja dan bertanggung jawab atas tugas-tugasnya dengan baik. Hal ini merujuk kepada dimensi environmental mastery. Dimensi Environmental Mastery merupakan penghayatan seseorang akan kemampuan dalam memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis dirinya, mampu berpartisipasi dalam aktivitas di luar diri, dan memanipulasi serta mengontrol lingkungan pekerjaan yang kompleks (Ryff dan Keyes, 2003 dalam Wells, 2010). Situasi kerja dimana pegawai outsourcing bekerja di lingkungan yang sama dengan pegawai outsourcing lainnya membuat pegawai outsourcing merasa tertantang untuk melakukan semua pekerjaan dengan

16 baik. Terkadang pegawai outsourcing juga harus bersedia melakukan pekerjaan tambahan yang sebenarnya bukan merupakan kewajibannya misalnya menggantikan pegawai tetap yang berhalangan hadir. Pegawai outsourcing yang mampu mengatasi kerumitan di dalam lingkungan kerja dengan baik menunjukkan dimensi environmental mastery dengan nilai yang tinggi. Untuk dapat mengelola pekerjaan dengan baik yang harus dijalani seharihari dengan situasi penuh tantangan, pegawai outsourcing juga membutuhkan dukungan dari orang lain terutama sesama pegawai outsourcing. Hal tersebut dapat merujuk pada dimensi positive relation with others. Dimensi positive relation with others yaitu kemampuan dalam berempati dan menyayangi orang lain dan mampu mencintai serta memiliki persahabatan yang mendalam antar rekan kerja pegawai outsourcing (Ryff dan Singer, 2003 dalam Wells, 2010). Oleh karena situasi kerja yang dihadapi serupa, sesama pegawai outsourcing dapat saling memberi dan menerima dukungan. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan semangat sesama pegawai outsourcing untuk tetap menjalani tugas-tugas dengan baik sejalan dengan perjuangan memeroleh status pegawai tetap atau jenjang karir yang lebih tinggi seperti menjadi tim leader. Maka dari itu pegawai outsourcing bekerja secara bersama-sama membantu menyelesaikan kesulitan yang dialami pegawai outsourcing lainnya. Melalui berbagai kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai outsourcing, mereka dapat semakin menjalin relasi dengan baik antar sesama pegawai outsourcing yang berada dalam satu lingkungan kerja.

17 Dimensi terakhir, yaitu autonomy, didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk bergerak atas keyakinan dan pendiriannya sendiri sekalipun harus bertentangan dengan keyakinan yang diterima oleh kebanyakan orang (Ryff dan Keyes, 2003). Dimensi autonomy ini pada kenyataannya tampak tidak selaras dengan budaya kolektif pada masayarakat Indonesia sehingga sulit pula diadaptasikan pada kehidupan pegawai outsourcing. Kesejahteraan psikologis pada pegawai outsourcing tidak selalu ditentukan oleh dimensi-dimensi dengan nilai yang tinggi. Apabila dimensi selfacceptance sebagai kunci utama dalam kesejahteraan psikologis menunjukkan nilai rendah, maka kemungkinan besar dimensi lain akan menunjukkan nilai yang rendah pula (Ryff and Singer, 2003). Hal ini ditunjukkan oleh pegawai outsourcing yang menunjukkan dimensi self-acceptance dengan nilai yang rendah menghayati bahwa dirinya merasa tidak puas dengan diri sendiri dan tidak nyaman dengan yang telah terjadi di kehidupannya di masa lalu maupun masa kimi. Akibatnya, pegawai outsourcing mengevaluasi bahwa dirinya tidak bermakna dan tidak mampu menentukan tujuan hidup dengan bersikap pasrah dan merasa tidak mampu berbuat apa-apa untuk berubah kepada keadaan yang lebih baik. Hal ini menunjukkan nilai yang rendah pada dimensi purpose in life. Dengan tujuan hidup yang tidak jelas membuat pegawai outsourcing tidak tertarik untuk mempelajari hal-hal yang baru yang dapat mengembangkan potensi dirinya sehingga melakukan pekerjaan hanya dengan seadanya. Pegawai outsourcing yang tidak menyadari potensi yang dimilikinya dan tidak dapat mengembangkan diri, serta merasa jenuh dan tidak tertarik dengan kehidupannya

18 menunjukkan dimensi personal growth dengan nilai yang rendah. Ketidakmampuan untuk menyadari potensi dan mengembangkan diri memungkinkan pegawai outsourcing merasa kesulitan dalam mengatasi situasi terutama lingkungan kerja yang dirasa tidak sesuai dengan dirinya sehingga menunjukkan nilai yang rendah pada dimensi environmental mastery. Hal ini juga dapat memunculkan kemungkinan pegawai outsourcing sulit untuk terbuka, bersikap hangat dan peduli terhadap kesejahteraan orang lain serta kurang memercayai hubungan baik dengan orang lain terutama dengan rekan kerja yang menandakan nilai rendah pada dimensi positive relation with others. Ketidakberhasilan dalam membina hubungan baik dengan pegawai outsourcing lainnya kemudian membuat pegawai outsourcing harus menghadapi keadaan-keadaan yang sulit dengan lebih mandiri karena kurangnya dukungan yang diperoleh. Apabila pegawai outsourcing pada akhirnya mengikuti tekanan sosial dalam berpikir dan bertindak serta bergantung pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan penting terkait dengan pekerjaannya, maka hal ini mengacu pada dimensi autonomy dengan nilai yang rendah. Untuk memeroleh gambaran menyeluruh tentang kesejahteraan psikologis pada pegawai pegawai outsourcing di Universitas X kota Bandung, maka akan digali data sosio-demografis dari tiap pegawai antara lain yang terdiri atas usia, jenis kelamin, status marital, dan masa kerja sebagai pegawai outsourcing. Dari segi usia, pegawai outsourcing dengan usia yang semakin tua kemungkinan besar akan mampu menerima kondisi dirinya pada saat ini, dan semakin memiliki tujuan hidup untuk memenuhi kebutuhan pribadinya masing-masing dengan cara memanfaatkan potensi dan talenta yang dimiliki. Semakin bertambah usia juga memiliki pengalaman yang

19 lebih banyak seperti cara mengatasi suatu lingkungan yang rumit dan mengetahui cara mengatasinya, lalu memiliki relasi sosial yang cukup hangat dan cukup baik dengan rekan kerja, namun tetap memiliki kemandirian untuk menentukan keputusannya sendiri. Semakin lama masa kerjanya, maka lebih kecil pula upah yang diterima karena upah yang diterima pegawai berdasarkan peraturan Upah Minimum Karyawan (UMK) yang diikutinya ketika mulai masuk bekerja. Dari jenis kelamin, pegawai outsourcing pria lebih memiliki potensi dan kelebihan yang lebih banyak daripada wanita dan mereka tentu mampu melakukan hal-hal yang cukup sulit untuk dikerjakan oleh wanita, dan untuk pegawai outsourcing pria maupun wanita akan mampu menciptakan suatu relasi yang baik dan hangat antar rekan pegawai outosurcing. Dengan status marital yang dimiliki oleh pegawai outsourcing tentu dapat membantu mereka yang memiliki status telah menikah, karena hubungan suami istri sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan.

20 1.5.1 Bagan Kerangka Pemikiran Pegawai outsourcing di Universitas X Kota Bandung Data Sosio-Demografis : - Jenis Kelamin - Usia -Status marital -Masa Kerja Sebagai Pegawai Outsourcing Kesejahteraan psikologis yang terdiri 6 dimensi : 1. Self - acceptance 2. Purpose of life 3. Personal growth 4. Environmental mystery 5. Positive relation with other 6. Autonomy Tinggi Rendah Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran 1.6 Asumsi Dengan status pegawai outsourcingdi Universitas X kota Bandung akan memengaruhi kesejahteraan psikologis pegawai outsourcing. Kesejahteraan psikologis para pegawai outsourcing di Universitas X kota Bandung akan ditentukan oleh sejauh mana self-acceptance yang dimiliki, yang selanjutnya dapat menggambarkan penghayatan tinggi-rendah pada dimensi-dimensi yang lainnya. Para pegawai outsourcing berkecenderungan memelihatkan dimensi autonomy yang rendah karena keterbatasan status dan kewenangan. Dimensi purpose in life pada pegawai outsourcing cenderung memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan dimensi yang lainnya, karena mereka akan berusaha untuk mendapatkan jenjang karir yang lebih tinggi

21 dengan membuat perencanaan untuk masa depan, memanfaatkan peluangpeluang yang ada dan mengikuti peraturan yang ada di dalam lingkungan kerja.