BAB I PENDAHULUAN PENERAPAN METODE MONTESSORI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENGURANGAN PADA PESERTA DIDIK TUNARUNGU KELAS I SDLB

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Atas studi pendahuluan yang dilaksanakan bersamaan Program Latihan

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Hani Widiyanty, 2013

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR

Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini tercantum pada undang-undanng Republik Indonesia No.20 pasal 5 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA TUNARUNGU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DIDASARKAN PADA TEORI SCHOENFELD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN MEDIA BERMAIN BINGO PECAHAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KESAMAAN NILAI PECAHAN PADA SISWA TUNARUNGU.

BAB I PENDAHULUAN. yang beralamat di Jl. Rajekwesi 59-A Perak Bojonegoro. Di SLB-B Putra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak didiknya. Aktivitas kegiatan seorang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, dunia pendidikan sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kecerdasan intelektual yang berada di bawah rata-rata dan

BAB I PENDAHULUAN. bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. TINJAUAN PUSTAKA. yang dikutip oleh Winataputra (2003: 2.3) bahwa belajar adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. bersaing dengan negara-negara maju di dunia, oleh karena itu ditiap jenjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ali Murtadho Fudholy, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

pengalaman belajar kepada para siswanya. Salah satu metode yang dapat 1

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui kegiatan interaksi dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan lembaga formal yang menyelenggarakan kegiatan

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Penjumlahan Bilangan Bulat dengan Menggunakan Media Tabel Perkalian pada Siswa Kelas IV SD Negeri Maahas

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma dunia pendidikan sekarang ini adalah memunculkan kelebihan

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran yang telah dipelajari mulai dari jenjang sekolah dasar. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I Nyoman Sumertna, 2013

HAMBATAN BELAJAR ANAK TUNARUNGU

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bahan kajian (materi) PAI (Pendidikan Agama Islam) dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa normal. Siswa SLB

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap individu telah diatur di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. motivasi belajar. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan. bahwa :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asep Zuhairi Saputra, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG MATEMATIKA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA SEMPOA PADA SISWA KELAS VD SDLB N MARGOREJO TAHUN PELAJARAN 2013/ 2014

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan dan teknologi, diperlukan adanya sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : Nama : Yusevi Nim : A

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa,

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta ) T E S I S

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karena itu seluruh warga negara Indonesia diberikan hak dan kewajiban yang sama untuk rmemperoleh pendidikan. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1, Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Bunyi Undang-Undang Dasar tersebut dapat diartikan bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama dengan tidak membedakan baik itu dari jenis kelamin, agama, status sosial ekonomi, termasuk juga anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dengan warga negara yang lainnya, seperti yang tercantum dalam Undang- Undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional bab IV pasal 5 ayat 1, menyatakan: Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkebutuhan khusus atau yang mempunyai hambatan, dan peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Anak tunarungu mendapat pendidikan khusus di lembaga informal dan formal. Pendidikan informal yang menangani anak tunarungu yaitu LSM, organisasi penyandang cacat, dan klinik-klinik anak berkebutuhan khusus. Lembaga pendidikan formal yang menangani anak tunarungu contohnya adalah home schooling, sekolah inklusi, dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Anak tunarungu seperti anak anak pada umumnya wajib mengikuti pendidikan dasar 9 tahun, dalam mengikuti pendidikan, anak tunarungu harus mempunyai dasar yang kuat 1

2 sehingga mampu mengikuti materi-materi pelajaran,seperti yang diungkapkan oleh Hainstock (1999, hlm. 2) bahwa Matematika dan perkembangan bahasa merupakan dua bidang yang integral dalam pendidikan, dimana sebuah landasan yang kuat diperlukan bagi keberhasilan belajar dimasa depan. Pendapat ini memberikan pandangan bahwa jika para peserta didik khususnya peserta didik tunarungu tidak mampu belajar matematika dan bahasa maka otomatis mereka akan kesulitan menerima mata pelajaran lainnya. Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi pendengaran (Hearing Impairment), menurut Boothroyd (dalam Bunawan dan Yuwati, 2000, hlm. 7) kehilangan pendengaran digolongkan ke dalam tingkatan ringan, sedang, berat, sangat berat dan total. Hambatan pendengaran yang anak tunarungu alami menyebabkan kemiskinan akan bahasa,karena kemiskinan bahasa tersebut mengakibatkan kesulitan dalam menerima penjelasan materi secara verbal. Secara kognitif kemampuan intelektual anak tunarungu menurut pendapat Myklebust (dalam Bunawan dan Yuwati, 2000, hlm. 10) memberikan pandangan bahwa Tidak ada perbedaan kuantitatif dalam kemampuan intelektual anak tunarungu dibandingkan orang mendengar. Namun menurut pendapat Bunawan dan Yuwati (2000, hlm. 10) dari hasil analisa yang lebih mendalam tentang hasil berbagai subtes menunjukkan bahwa : Adanya perbedaan kualitatif dalam hasil yang diperoleh anak tunarungu yaitu mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang menuntut pemahaman abstrak, jadi walaupun mereka dari segi kuantitas setara dengan orang mendengar namun dari segi kualitas mereka kurang/ inferior. Mempelajari matematika dibutuhkan kemampuan dalam pemahaman abstrak, karena terkait dengan lambang lambang bilangan dan juga simbol simbol matematika, sehingga jika peserta didik tunarungu kesulitan dalam pelajaran matematika bisa dikatakan hal yang wajar, dan tidak hanya pada peserta didik tunarungu saja, peserta didik umum yang sekolah di sekolah reguler juga banyak mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika, akan tetapi dari

3 beberapa hasil penelitian berikutnya seperti yang dilakukan Hans Furth tahun 1966, (dalam Bunawan dan Yuwati, 2000, hlm. 11) menyimpulkan bahwa anak tunarungu secara intelektual normal, dalam arti anak tunarungu sama seperti anak anak pada umumnya dalam hal intelegensi, mereka bisa mempunyai intelegensi rata-rata, dibawah rata-rata maupun diatas rata-rata. Fakta di atas memberikan gambaran bahwa peserta didik tunarungu mampu menangkap materimateri pelajaran di sekolah seperti peserta didik pada umumnya yang sekolah di sekolah reguler, salah satunya pelajaran matematika, karena pelajaran matematika penting diberikan pada peserta didik tunarungu agar mereka mampu berpikir secara abstrak dan logis dalam memecahkan masalah untuk kelangsungan hidupnya dimasa yang akan datang. Matematika sangat memegang peranan penting dalam perkembangan dunia, matematika menjadi dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya seperti misalnya ilmu sains, ekonomi, dan teknologi. Matematika adalah ilmu yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, hampir semua aktifitas berhubungan dengan perhitungan matematika, contohnya dalam kegiatan jual beli, menabung dan mengambil uang, atau naik kendaraan umum, seperti yang diungkapkan oleh Susilo bahwa Matematika bukanlah sekedar kumpulan angka, simbol, dan rumus yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata, justru sebaliknya, matematika tumbuh dan berakar dari dunia nyata. [tersedia dalam http: //www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-matematika-menurut-ahli-html]. Sementara itu di lingkungan sekolah, peserta didik sering menggunakan uang jajan mereka untuk jajan di warung sekolah ataupun menabung di kelas masingmasing. Jajan di warung sekolah maupun menabung akan memerlukan perhitungan matematika baik itu penjumlahan maupun pengurangan, untuk itu penjumlahan maupun pengurangan merupakan dasar perhitungan matematika yang harus dikuasai oleh setiap peserta didik. Pengurangan diajarkan setelah penjumlahan, jika peserta didik sudah mampu melakukan operasi hitung penjumlahan maka kemampuan tersebut bisa

4 menjadi modal dasar dalam melakukan operasi hitung pengurangan, akan tetapi pada peserta didik tunarungu kelas I SDLB Al-Ishlah Purwadadi Kabupaten Subang, dalam pelajaran matematika terutama dalam menyelesaikan operasi hitung pengurangan masih mengalami kesulitan, padahal mereka sudah mampu melakukan operasi hitung penjumlahan sampai 20, jika diberikan soal pengurangan peserta didik masih banyak melakukan kesalahan dalam menjawab soal, dari hasil tes yang berjumlah 10 soal pengurangan, peserta didik Rn mendapat nilai 50, Km mendapat nilai 50 dan Nr mendapat nilai 30, dan nilai semuanya masih di bawah KKM yaitu 66,67. Melihat hasil jawaban peserta didik, penulis mengambil kesimpulan bahwa untuk soal pengurangan kurang dari 10 peserta didik masih mampu menjawab karena dibantu dengan jari tangan, sementara jumlah jari tangan ada 10, peserta didik kesulitan jika ada soal pengurangan yang lebih dari 10, misalnya 11 3. Melihat masih banyaknya kesalahan dalam menjawab soal pengurangan, guru berusaha untuk mengatasi permasalahan dengan menggunakan media sempoa yang ada di sekolah tetapi peserta didik sering terkecoh dengan manikmanik yang jumlahnya 100, selalu melakukan kesalahan dalam menghitung, manik-manik yang telah dipisahkan sering ikut terhitung, kemudian guru berusaha untuk mengulang-ulang kembali materi yang belum dikuasai oleh peserta didik dengan memberikan latihan atau remedial, tetapi hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan pada tujuan pembelajaran, sedangkan didalam kurikulum matematika kelas I SDLB B tahun 2006 kompetensi yang harus dikuasai dalam bilangan yaitu melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20. Kemampuan melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20 ini merupakan materi dasar matematika yang harus dikuasai oleh peserta didik tunarungu sehingga nantinya dapat dengan mudah mengikuti materi-materi mata pelajaran matematika selanjutnya, karena matematika adalah pelajaran maju bersyarat, jika materi dasar pengurangan belum dapat dikuasai, maka peserta didik

5 akan kesulitan dan mengalami hambatan untuk menerima materi-materi pelajaran matematika berikutnya. Kemampuan peserta didik tersebut dapat dibandingkan dengan beberapa teori perkembangan anak, diantaranya menurut teori Piaget (dalam Suparno, 2001, hlm. 69) kesimpulannya bahwa anak usia 7 sampai 11 tahun berada pada tahap operasional konkret, dalam matematika anak sudah mampu melakukan operasi penjumlahan (+) pengurangan (-), urutan (<), dan persamaan (=). Mengingat matematika adalah mata pelajaran yang bersifat abstrak walaupun pada pelaksanaannya di Sekolah Dasar Kelas I peserta didik diajarkan benda kongkrit terlebih dahulu, tetapi peserta didik tetap didorong untuk melakukan abstraksi artinya dalam belajar berhitung baik penjumlahan maupun pengurangan walaupun menggunakan benda kongkrit tetapi tetap diajarkan lambang bilangannya. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, karena belum maksimalnya guru dalam mengajar, yang sebagian besar menggunakan metode ceramah dan drill, juga media dan cara penyampaian guru yang belum tepat sehingga peserta didik masih kesulitan dalam menyelesaikan masalah operasi hitung pengurangan, maka penulis sebagai guru kelas merasa perlu untuk melakukan perbaikan pembelajaran, untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut diperlukan suatu metode yang tepat dan efektif, dan metode yang akan digunakan oleh penulis adalah metode Montessori dengan media papan bilah pengurangan, melalui penelitian tindakan kelas pada peserta didik tunarungu kelas I SDLB Al-Ishlah Purwadadi Kabupaten Subang, alasan penulis menggunakan metode Montessori karena metode tersebut dibuat berdasarkan perkembangan anak, serta selalu menggunakan media atau alat peraga dalam memberikan materi pelajaran terutama pelajaran matematika, didukung oleh penelitian yang dilakukan Indah Wahyuningsih tahun 2011 (tersedia di: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/4715) tentang pengaruh model pendidikan Montessori terhadap hasil belajar matematika siswa, dengan

6 hasil bahwa model pendidikan Montessori berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. B. Sasaran Tindakan Sasaran pada penelitian tindakan kelas ini adalah peserta didik tunarungu kelas 1 SDLB di SLB Al-Ishlah Purwadadi Kabupaten Subang, peserta didik tunarungu disini adalah tunarungu murni yang tidak mempunyai kelainan ganda, jumlah peserta didiknya ada 3 orang, satu orang laki-laki berinisial Nr berusia tujuh tahun, dan dua orang perempuan berinisial Rn dan Km berusia delapan tahun. Nr mempunyai prestasi kurang baik karena anaknya agak malas dalam belajar, sedangkan Rn dan Km kemampuannya hampir sama dan cukup mampu mengikuti pelajaran. Kemampuan artikulasi ketiganya masih rendah, karena belum terlatih dengan baik sehingga sulit menerima informasi secara verbal tetapi sudah mampu membaca kata-kata sederhana seperti mama, mata, meja, buku, baju, dan bola. C. Rumusan Masalah Menurut Arikunto (2009, hlm. 36) Rumusan masalah dalam penelitian tindakan adalah beberapa pertanyaan yang akan terjawab setelah tindakan selesai dilakukan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah Apakah Penerapan Metode Montessori dapat Meningkatkan Kemampuan Operasi Hitung Pengurangan Peserta Didik Tunarungu Kelas 1 SDLB?. secara rinci rumusan tersebut dibagi dalam 4 pertanyaan, sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran operasi hitung pengurangan dengan menerapkan metode Montessori? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran operasi hitung pengurangan dengan menerapkan metode Montessori?

7 3. Bagaimana bentuk penilaian pembelajaran operasi hitung pengurangan dengan menerapkan metode Montessori? 4. Bagaimana peningkatan kemampuan peserta didik tunarungu dalam operasi hitung pengurangan dengan menerapkan metode Montessori? D. Hipotesis Tindakan Secara umum hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu pertanyaan penelitian sedangkan menurut Asrori (2007, hlm. 64) Hipotesis tindakan adalah suatu prakiraan yang bakal terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Jika dalam penelitian tindakan kelas oleh guru maka hipotesis tindakan dapat diartikan sebagai suatu prakiraan yang bakal terjadi dalam proses dan hasil pembelajaran jika suatu tindakan dilakukan. Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis tindakan, yaitu : Metode Montessori dapat Meningkatkan Kemampuan Operasi Hitung Pengurangan pada Peserta Didik Tunarungu Kelas I SDLB. E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Pada dasarnya penelitian tindakan kelas ini memiliki beberapa tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus : a. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui data konkrit penerapan metode montessori dalam meningkatkan kemampuan operasi hitung pengurangan peserta didik tunarungu kelas 1 SDLB. b. Tujuan khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran operasi hitung pengurangan dengan menerapkan metode montessori. 2) Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran operasi hitung pengurangan dengan menerapkan metode montessori.

8 3) Untuk mengetahui penilaian pembelajaran operasi hitung pengurangan dengan menerapkan metode montessori. 4) Untuk mengetahui peningkatan kemampuan operasi hitung pengurangan peserta didik tunarungu dengan menerapkan metode montessori. 2. Kegunaan Penelitian a. Bagi peserta didik 1) Pembelajaran dengan metode montessori dapat meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar matematika terutama dalam operasi hitung pengurangan. 2) Menciptakan suasana belajar yang aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan bagi peserta didik. 3) Melatih peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan b. Bagi Guru dengan pengurangan. 1) Memperbaiki proses pembelajaran sebelumnya. 2) Sebagai bahan referensi bagi guru lain yang mempunyai permasalahan yang sama. 3) Melatih kreatifitas guru dalam mengajar di kelas sehingga jika ada masalah yang ditemukan dapat segera mempunyai solusinya. 4) Membiasakan guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas terhadap masalah-masalah yang dihadapi di kelas. 5) Meningkatkan kualitas guru sebagai tenaga pendidik sehingga menjadi guru yang profesional. c. Bagi sekolah 1) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. 2) Memberikan sumbangsih pemikiran dan informasi untuk kemajuan pendidikan di sekolah khususnya SLB Al-Ishlah Purwadadi Kabupaten Subang.

9 3) Peningkatan hasil belajar peserta didik dapat menjadi tolak ukur keberhasilan sekolah.