dokumen-dokumen yang mirip


PROYINSI PAFUABARAT 2015



INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2008 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2008


BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA BARAT ~~ ~---

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau


BERITA RESMI STATISTIK

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017


BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

p://papuabarat.bps.go.id

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG


terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. 1) Angka Kematian Bayi waktu satu tahun per kelahiran hidup.

2015 Berdasarkan Hasil Susenas Maret Analisis Pola Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Provinsi Papua Barat Maret 2015

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser

KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. waktu satu tahun per kelahiran hidup.

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

PENDAHULUAN Latar Belakang

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI GORONTALO FEBRUARI 2017

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

DAFTAR ISI. BAB IV Analisis isu-isu srategis Permasalahan Pembangunan Isu Strategis... 77

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,31 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

Bonus Demografi Menjelaskan Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN

ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013


RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012


Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

STATISTIK GENDER 2011


KATA PENGANTAR. iii. Alfatah Sibua, S.Ag, M.Hum. Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

Profile Perempuan Indonesia

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012

jayapurakota.bps.go.id

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

STRUKTUR DATA BPS DAN PROSEDUR MENDAPATKAN DATA DI BPS Hady Suryono 8 Maret 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2017 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,84 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 3,80 PERSEN

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DI INDONESIA 2013

BERITA RESMI STATISTIK

Cover dalam.

BERITA RESMI STATISTIK. Keadaan Ketenagakerjaan NTB Agustus Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 3,32 persen

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009

BERITA RESMI STATISTIK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015


KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2015

KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

Transkripsi:

http://papuabarat.bps.go.id

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2014 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2014 ISSN : 2089-1652 No. Publikasi/Publication Number : 91522.1512 512 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.91 1 Ukuran Buku/Book Size : 16,5 cm x 21 cm Jumlah Halaman/Total Pages : xix x + 77 halaman (96 halaman) Naskah/Manuscript : Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Papua Barat Gambar Kulit/Cover Design : Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik http tp://papuabarat.bps.go.id at.b ps. BPS Provinsi Papua Barat Diterbitkan Oleh/Published by : Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat

http://papuabarat.bps.go.id

KATA PENGANTAR KEPALA BPS PROVINSI PAPUA BARAT Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat 2014 merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Provinsi Papua Barat. Publikasi ini merupakan terbitan kelima yang menyajikan tingkat perkembangan kesejahteraan rakyat Provinsi Papua Barat. Perubahan taraf kesejahteraan dikaji menurut berbagai bidang yaitu kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, pola dan taraf konsumsi, perumahan, serta indikator sosial lainnya. Semua indikator kesejahteraan an rakyat bersumber dari hasil pengolahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Survei ini telah dilaksanakan di Provinsi Papua Barat sejak tahun 2006. Indikator ketenagakerjaan enagaker bersumber dari data hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Kepada semua pihak yang secara aktif memberikan sumbangsih hingga terbitnya publikasi ini, kami sampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya. Akhirnya, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan publikasi serupa di masa mendatang. http://papuabarat.bps.go.id tp:/ papua abarat.b ps. Manokwari, September 2015 Kepala BPS Provinsi Papua Barat Drs. Simon Sapary, M.Sc i

http://papuabarat.bps.go.id

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR TABEL LAMPIRAN xi KETERANGAN KODE WILAYAH x TINJAUAN UMUM xiii I. KEPENDUDUKAN 1 Gambaran Umum Penduduk 1 Struktur Umur Penduduk 2 ar_ II. KESEHATAN AN 5 Angka Harapan ua Hidup 6 Morbiditas 7 a_ Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehatan 8 Imunisasi dan ASI 9 III. tp PENDIDIKAN 13 http://p ://papuabarat.bps.go.id a ps Angka Partisipasi Sekolah (APS) 14 Angka Partisipasi Murni (APM) 16 Harapan Lama Sekolah Dan Rata Rata Lama Sekolah 19 Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan 20 IV. KETENAGAKERJAAN 23 iii

Struktur Penduduk Usia Kerja Agustus 2014 23 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka 25 TPT Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan 26 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha 28 Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan 30 Penduduk Bekerja Menurut Jam Kerja 30 V. TARAF DAN POLA KONSUMSI 33 Perembangan Kemiskinan di Papua Barat, 2006-2015 33 Perkembangan Tingkat Kesejahteraan 36 Perkembangan Distribusi Pendapatan 37 Konsumsi Rumah Tangga 49 VI. PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN 43 Air Minum Layak 45 Sanitasi Layak ab 47 Penerangan ua 50 VII. SOSIAL LAINNYA 53 Program Penanggulangan Kemiskinan 53 Teknologi Komunikasi dan Informasi 59 http://patp: /papuabarat.bps.go.id pu abara bps. hla LAMPIRAN-LAMPIRAN 60 iv

DA F TAR TA BE L Tabel 1.1 Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Ketergantungan di Provinsi Papua Barat Tahun 2011 2014 3 Tabel 2.1 Cakupan Layanan Imunisasi Pada Bayi Berumur 12 23 Bulan di Provinsi Papua Barat Tahun 2013 _ 12 Tabel 4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan n Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua Barat, Tahun 2011-2014 25 Tabel 4.2 Tingkat Pengangguran guran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2012-2014 2014 27 Tabel 4.3 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Papua Barat, Tahun 2009-2014 29 Tabel 4.4 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2012-2014 30 http://papuabarat.bps.go.id pap pua aba t.bps.go Tabel 4.5 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Jam Kerja di Provinsi Papua Barat, Tahun 2012-2014 31 Tabel 5.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, 2006 2015 34 Tabel 5.2 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2010 2014 36 v

Tabel 5.3 Ukuran Tingkat Pemerataan Pendapatan di Provinsi Papua Barat Menurut Bank Dunia dan Koefisien Gini, Tahun 2007 2014 39 Tabel 5.4 Pola Konsumsi Makanan dan Non Makanan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat, Tahun 2012 2014 40 http://papuabarat.bps.go.id vi

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Persebaran Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 2 Gambar 2.1 Angka Harapan Hidup Menurut ut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 6 Gambar 2.2 Penolong Kelahiran Balita di Papua Barat Tahun 2009 2014 8 Gambar 2.3 Cakupan Layanan anan Imunisasi Pada Bayi Usia 12 2323 Bulan di Provinsi Papua Barat Tahun 2011 2014 10 Gambar 2.4 Persentase Bayi 0 6 Bulan yang Mendapat ASI dan ASI Ekslusif di Papua Barat Tahun 2011 2014 11 Gambar 2.5 Gambar 3.1 Persentase Bayi 1 5 Bulan yang Mendapat ASI dan ASI Ekslusif di Papua Barat Tahun 2011 2014 12 http://papuabarat.bps.go.id pap puaba arat.bps.go Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 7 24 Tahun di Provinsi Papua Barat, Tahun 2006 2014 14 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 7 24 Tahun Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Papua Barat, Tahun 2014 16 Angka Partisipasi Murni Menurut Jenjang Pendidikan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2007 2014 17 vii

Gambar 3.4 Gambar 3.5 Angka Partisipasi Murni di Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Kelamin Tahun 2014 18 Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah di Provinsi Papua Barat Tahun 2006 2014 19 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 4.1 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 6.1 Gambar 6.2 Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 20 Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Penduduk 10 Tahun atau Lebih Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 21 Struktur Penduduk Usia Kerja di Provinsi Papua Barat Agustus Tahun 2014 24 Sebaran Penduduk Miskin di Papua Barat Tahun 2013 35 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 37 Persentase Kompoisi Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 41 Persentase Rumah Tangga Menurut Status Kepemilikan Rumah di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 44 http://papuabarat.bps.go.id tp:// pap abara t.bps Kondisi Perumahan Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2011 2014 45 Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Air Minum Layak Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2009 2014 46 viii

Gambar 6.4 Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Air Minum Layak Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2014 47 Persentase Rumah Tangga Menurut Akses terhadap Sanitasi yang Layak Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2006 2014 48 Gambar 6.6 Gambar 6.7 Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Sanitasi Layak Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2014 49 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan Utama Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2014 50 Persentase Rumah Tangga yang Membeli/ Menerima Beras Miskin di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 54 Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga pada Kelompok 20% Pengeluaran eluaran Terendah yang Membeli/Menerima Beras Miskin di Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 56 Gambar 7.3 Rata-rata Harga Beras Miskin Per Kg Manurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 57 Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga Penerima BSM SD dan SMP di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 58 http://papuabarat.bps.go.id /pa pua arat.bps. ix

KETERANGAN KODE WILAYAH 9100. Provinsi Papua Barat 9101. Kabupaten Fakfak 9102. Kabupaten Kaimana 9103. Kabupaten Teluk Wondama 9104. Kabupaten Telul Bintuni 9105. Kabupaten Manokwari 9106. Kabupaten Sorong Selatan 9107. Kabupaten Sorong 9108. Kabupaten Raja Ampat 9109. Kabupaten Tambrauw 9110. Kabupaten Maybrat http: tp:// p://papuabarat.bps.go.id/pappuaabaarat ps.g 9111. Kabupaten Manokwari Selatan 9112. Kabupaten Pegunungan Arfak 9171. Kota Sorong x

DAFTAR TABEL LAMPIRAN I (1) I (2) Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2000, 2010 dan 2014 62 Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2011 2014 14 63 II (1) Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat Tahun 2011 2014 64 II (2) Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan Kabupaten/Kota ta di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 65 II (3) Angka Kesakitan Penduduk di Provinsi Papua Barat, Tahun 2011 2014 66 III (1) Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Berumur 25 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat, Tahun 2010 2014 _ 67 III (2) Harapan Lama Lama Sekolah Penduduk Berumur 7 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat, Tahun 2010 2014 _ 68 http tp: p://papuabarat.bps.go.id /pa pua aba bps.g III (3) Angka Partisipasi Sekolah di Provinsi Papua Barat, 2013 2014 69 III (4) Angka Partisipasi Murni di Provinsi Papua Barat, 2013 2014 70 V (1) Perkembangan Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun 2012 dan 2013 71 V (2) Garis Kemiskinan di Papua Barat Tahun 2010 2015 72 xi

V (3) Indeks Kedalaman (P1) dan Indeks Keparahan (P2) Kemiskinan di Papua Barat Tahun 2007 2015 73 V (4) Kemampuan Daya Beli Masyarakat di Papua Barat, Tahun 2010 2014 74 VI (1) Persentase Rumah Tangga Menurut Kondisi Perumahan di Papua Barat, Tahun 2013 2014 75 VI (2) Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Air Minum Layak dan Sanitasi Layak Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat, Tahun 2013 2014 76 VI (3) Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Penerangan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2013 2014 77 VII (1) Prsentase Rumah Tangga a yang Mempunyai Alat Komunikasi Informasi dan Teknologi ogi di Provinsi Papua Barat Tahun 2013 2014 78 VII (2) Persentase Penduduk yang Mengakses Intenet di Provinsi Papua Barat at Tahun 2014 79 http://papuabarapuababa rat.bps.go.id.id xii

Tinjauan Umum Ruang Lingkup Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat (Inkesra) Provinsi Papua Barat 2014 menyajikan gambaran mengenai perkembangan kesejahteraan rakyat di Provinsi Papua Barat tahun 2014. Dimensi kesejahteraan rakyat sangat luas dan kompleks. Karena itu, taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat diukur melalui dimensi tertentu. Dalam publikasi ini, kesejahteraan rakyat diamati melalui berbagai aspek spesifik yaitu kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, kerjaan, pengeluaran konsumsi rumah tangga, perumahan dan aspek sosial lainnya. Permasalahan kesejahteraan ejahteraa rakyat diukur baik dengan menggunakan indikator tunggal maupun indikator komposit Perkembangan tingkat kesejahteraan rakyat di Provinsi Papua Barat hingga 2014 secara ringkas sebagai berikut: http://papuabarat.bps.go.i papua abara t.bps.go.id Di bidang kependudukan: Penduduk Provinsi Papua Barat pada tahun 2014 diproyeksikan menjadi 849.809 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk selama tahun 2010 sampai xiii

dengan 2014 sebesar 2,82 persen per tahun. Sebaran penduduk Papua Barat tidak merata dengan kepadatan penduduk pada tahun 2014 sebesar 8 Jiwa/ Km 2. Dependency ratio, yaitu perbandingan penduduk usia tidak produktif (kurang dari 15 tahun dan lebih dari 64 tahun) dan penduduk usia produktif (15 64 tahun), masih cukup besar yaitu 50,49. id 64 id64 Di bidang kesehatan: Angka Harapan Hidup (AHH) H) Provinsi Papua Barat tahun 2014 sebesar 65,14 tahun. Angka kesakitan penduduk naik dari 11,38 persen pada tahun 2013 menjadi 11,38 persen pada tahun 2014. Sebagian besar penolong kelahiran dari balita adalah tenaga kesehatan. Komposisi penolong kelahiran balita pada tahun 2014 adalah 69,64 persen oleh tenaga kesehatan dan 26,72 persen oleh bukan tenaga kesehatan. Persentase bayi 12 23 bulan yang telah mendapat imunisasi dasar (BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B) selama tahun 2011 sampai dengan 2014 meningkat. http://papuabarat.bps.go.id pap arat..id Pemberian ASI dan ASI eksklusif pada bayi 0 6 bulan pada periode tahun 2011 2014 cenderung turun. Semakin bertambah usia bayi semakin kecil persentase pemberian ASi dan ASI eksklusif. xiv

Di bidang pendidikan: Angka partisipasi sekolah (APS) tahun 2014 untuk APS 7 12 tahun sebesar 96,65 persen; APS 13 15 tahun sebesar 96,28 persen; APS 16 18 tahun sebesar 79,87 persen dan APS 19 24 tahun sebeesar 29,66 persen. Angka partisipasi murni tahun 2014 untuk APM SD sebesar 92,76 persen; APM SMP sebesar 68,18 persen; APM SMA sebesar 62,29 persen dan APM PT sebesar 24,19 persen. Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk Papua Barat tahun 2013 sebagian besar masih rendah. Penduduk 15 tahun atau lebih yang belum tamat SD sebesar 11,98 persen sementara mereka yang menamatkan perguruan tinggi hanya 13,28 persen. Di bidang ketenagakerjaan: ak e a uae Jumlah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) berdasarkan hasil Sakernas 2014 diestimasi mencapai 583.374 jiwa. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pada tahun 2014 sebesar 66,30 persen, lebih tinggi daripada TPAK tahun 2013 yaitu sebesar 66,41 persen. http:// p://pap/paapuabarat.bps.go.id rab arat.b ps..id Tingkat pengangguran terbuka (TPT) tahun 2014 sebesar 5,02 persen, lebih tinggi daripada TPT tahun 2013 yaitu sebesar 4,62 persen. Mayoritas penduduk yang bekerja pada tahun 2014 terserap di sektor pertanian. Penduduk Papua Barat yang xv

bekerja di sektor pertanian sebesar 45,28 persen, di sektor industri 20,82 persen dan di sektor jasa sebesar 33,90 persen. Secara umum telihat bahwa pekerja di Papua Barat lebih dominan bekerja di sektor informal. Persentase pekerja di sektor informal mencapai 61,59 persen pada tahun 2014 Taraf dan Pola Konsumsi Jumlah dan persentase penduduk miskin di Papua Barat Maret tahun 2015 sebesar 225.360 jiwa atau sebesar 25,82 persen, Rata-rata pengeluaran penduduk Papua Barat meningkat dari 876.253 rupiah per kapita per bulan pada tahun 2013 menjadi 906.477 rupiah per kapita per bulan pada tahun 2014. Indeks gini ratio sebesar 0,42 yang bermakna ada ketimpangan pendapatan tetapi masih dalam status ketimpangan rendah. Tingkat kemerataan menurut Bank Dunia mencatat 16,13 persen pengeluaran penduduk berasal dari kelompok rumah tangga dengan 40 persen pengeluaran terbawah dan 48,93 persen disumbang oleh kelompok rumah tangga dengan 20 persen pengeluaran teratas. http: p://pap /papuabarat.bps.go.id a at.bps.go. Di bidang perumahan Persentase rumah tangga yang tinggal di rumah sendiri pada tahun 2014 sebesar 70,88 persen sedikit lebih rendah daripada tahun 2013 yaitu sebesar 72,46 persen. xvi

Sebesar 66,87 persen rumah tangga di Papua Barat pada tahun 2014 telah mengakses air minum layak, sedikit lebig rendah dari tahun 2013 yaitu sebesar 67,32 persen. Persentase rumah tangga dengan akses terhadap sanitasi layak pada tahun 2014 sebesar 61,85 persen, lebih tinggi daripada tahun 2013 yaitu sebesar 51,83 persen. Sosial Lainnya Akses penduduk terhadap program beras miskin di Papua Barat tahun 2014 sebagai berikut: Sebesar 58,01 persen di antara rumah tangga pada kelompok 20 persen pengeluaran terbawahmembeli/menerima mbeli/men beras miskin. Sebaliknya, ada 14,97 persen rumah tangga pada kelompok 20% pengeluaran teratas juga menerima/ membeli beras miskin. Penduduk Papua Barat yang menggunakan telepon selular (handphone) pada tahun 2014 mencapai 75,53 persen meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 68,27 persen. Seiring dengan pesatnya pengguna telepon selular, penduduk Papua Barat yang mengakses internet pada tahun 2014 sebesar 13,30 persen meningkat dari tahun 2013 yang mencapai 11,11 persen. http://papuabarat.bps.go.id /pa pua ar at.b ps.g xvii

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2014 dbpu K e p e n d u d u k a n eath K e s e h a t a n Pbae ard Kuae P e n d i d i k a n K e t e n a g a k e r j a a n rapa T a r a f d a n P o l a K o n s u m s i R u m a h T a n g g a P e r u m a h a n d a n L i n g k u n g a n tp http://papuabarat.bps.go rap pu ab ar at.b bps go.id S o s i a l L a i n n y a

Bab 1 Kependudukan Isu kependudukan di tingkat nasional adalah penyiapan langkah-langkah strategis pemerintah menghadapi the window of opportunity dari bonus demografi 2020 2030. Bonus demografi adalah keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh menurunnya Rasio Ketergantungan sebagai hasil penurunan fertilitas jangka panjang (Wongboonsin, dkk. 2003). Bonus Demografi terjadi karena penurunan kelahiran yang dalam jangka a panjang menurunkan proporsi penduduk muda sehingga investasi untuk pemenuhan kebutuhannya berkurang dan sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga (John Ross, 2004). Gambaran pa Umum Penduduk attm tpa http://papuabarat.bps.go.id tp pap aba at.b ps. hpen Penduduk Provinsi Papua Barat pada tahun 2014 diproyeksikan sebesar 849.809 jiwa (BPS Provinsi Papua Barat, 2015). Lebih banyak penduduk laki-laki daripada perempuan dengan rasio jenis kelamin 111 laki-laki berbanding 100 perempuan. Penduduk Provinsi Papua Barat tersebar tidak merata. Berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2014, lebih 1

KOTA SORONG MANOKWARI SORONG FAKFAK TELUK BINTUNI KAIMANA RAJA AMPAT SORONG SELATAN MAYBRAT TELUK WONDAMA PEGUNUNGAN ARFAK MANOKWARI SELATAN TAMBRAW seperempat penduduk Provinsi i Papua Barat tinggal di Kota Sorong dan 19 persen penduduk tinggal di Kabupaten Manokwari. Penduduk yang lain tersebar tidak merata di sebelas kabupaten lainnya dengan persentase kurang dari 10 persen (Gambar 1.1). 1). Sebaran penduduk yang tidak merata tersebut berdampak pada kepadatan penduduk yang juga tidak merata. Kota Sorong dengan luas wilayah hanya 0,68 persen dari luas Papua Barat dihuni oleh 26,42 persen penduduk Papua Barat dengan kepadatan 333 penduduk per Km 2. Sebaliknya, Kabupaten Teluk Bintuni dengan luas 21,48 persen dari luas Papua Barat dihuni oleh 6,99 persen penduduk Papua Barat dengan kepadatan hanya tiga jiwa per Km 2. Kabupaten Tambrauw paling jarang penduduk. Struktur Umur Penduduk 26,42 18,63 9,50 8,72 6,99 6,34 5,47 5,07 4,42 Gambar 1.1 3,51 dadm dm 3,33 Persebaran Penduduk d Menurut 2,57 Kabupaten/Kota a non K di Provinsi 1,63 Papua ga gb Barat Tahun 2014 Ps.a goe.ga s.gu http://papuabarat.bps tp:/ /pap puab at.b ps.g s.go.id.id ad Perubahan struktur umur penduduk akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Menurut Adioutomo (2011), pengaruh struktur penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai 2

berikut: a. Suplai tenaga kerja yang besar meningkatkan pendapatan per kapita apabila mendapat kesempatan kerja yang produktip b. Peranan perempuan yang juga memasuki pasar kerja, membantu peningkatan pendapatan c. Tabungan masyarakat yang diinvestasikan sikan secara produktip d. Modal manusia yang besar apabila ada investasi untuk itu. Dampak keberhasilan pengendalian n penduduk tercermin dari perubahan struktur umur penduduk yang terlihat dari berkurangnya proporsi penduduk usia tidak produktif khususnya 0 14 tahun. Di sisi lain, proporsi penduduk usia produktif bertambah. Akibatnya, angka beban ketergantungan penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif berkurang. Tabel 1.1 Struktur u pp Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Ketergantungan di Provinsi Papua Barat Tahun 2011 2014 apr app /pr /pa pak Tahun 0-14 15-64 65 + http: p://papuabarat.bps.go.id Tpa /pa pap tap p aba at.bps.go Rasio Ketergantungan (1) (2) (3) (4) (5) 2011 32,68 65,47 1,84 52,74 2012 32,28 65,84 1,88 51,89 2013 31,88 66,18 1,93 51,09 2014 31,55 66,45 2,00 50,49 Sumber: BPS (2013), Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 2035 3

Tingginya proporsi penduduk 0 14 tahun mengakibatkan tingginya angka beban ketergantungan (dependency ratio). Tabel 1.1 memperlihatkan angka beban ketergantungan di Provinsi Papua Barat pada tahun 2014 sebesar 50,49. Artinya, di antara 100 penduduk usia produktif berumur 15 64 tahun, menanggung 50 penduduk yang tidak produktif. Hingga tahun 2014, penduduk usia tidak produktif masih didominasi oleh kelompok anak-anak (0 14 tahun). Konsekuensinya adalah pendapatan dari penduduk usia produktif terserap pada pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan anak-anak. ak. Dengan demikian, masih dibutuhkan pembangunan nan sarana pendidikan khususnya untuk pendidikan dasar dan menengah juga dibutuhkan pembangunan sarana kesehatan. http://papuabarat.bpat.bbps.go.id 4

Bab 2 Kesehatan Mulai 1 Januari 2014, Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan Program Jaminan n Kesehatan Nasional sebagai amanat UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Sebelumya, dalam UU No. 36 Tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional). http://papuabarat.bps.go.id tp:/ /pap pua arat.bps Sebelum program jaminan kesehatan nasional bergulir, Pemerintah RI telah menjalankan program jaminan kesehatan masyarakat atau Jamkesmas. Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan hampir miskin. Tujuan Jamkesmas adalah meningkatkan akses terhadap masyarakat miskin dan hampir miskin agar dapat memperoleh pelayanan kesehatan. Dengan 5

demikian, sebelum tahun 2014, pemerintah memberikan jaminan kesehatan terbatas pada penduduk miskin atau hampir miskin. Sejauhmana program jaminan kesehatan mempengaruhi derajat kesehatan di Papua Barat dapat dilihat dari beberapa indikator berikut: Angka Harapan Hidup Angka harapan hidup (AHH) Provinsi Papua Barat selama tahun 2010 hingga tahun 2014 meningkat (Lampiran II.1). AHH pada tahun 2010 mencapai 64,59 tahun meningkat menjadi 65,14 tahun pada tahun 2014. AHH tahun 2014 ditargetkan mencapai 72 tahun. AHH (Tahun) 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 http://p tp:/ //papuaba /pap abarat.bps.go.id at.b bps.go 9100 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 71 Kabupaten/Kota* Gambar 2.1 Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 6

Ada perbedaan harapan hidup antar kabupaten/kota di Papua Barat. Pada tahun 2014, harapan hidup paling lama di Kota Sorong yang mencapai 72,80 tahun. AHH Kota Sorong tertinggi yaitu 69,02 tahun dan AHH terendah Kabupaten Teluk Wondama yaitu 58,36 tahun. Mulai tahun 2014, penghitungan AHH mengalami pembaharuan dari metode sebelumnya. Perubahan metode penghitungan AHH terkait dengan perubahan metode proyeksi penduduk yang semula menggunakan metode estimasi (geometrik) berubah menjadi metode e component-cohort. Selain itu, adanya asumsi TFR nasional nal sebesar 2,1 di tahun 2025 turut mempengaruhi penghitungan angka harapan hidup baik di tingkat nasional, nal, provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Dengan adanya perubahan ini, maka penghitungan AHH tahun sebelumnya juga direvisi. Data selengkapnya disajikan an pada Lampiran II(1). Morbiditas Indikator lain untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat adalah ah angka kesakitan atau morbiditas. Angka ini menunjukkan persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan yang mengakibatkan gangguan terhadap aktivitas sehari-hari seperti bekerja, sekolah atau mengerjakan pekerjaan rumah. http tp:/ p://papuabara /pa arat.bps.go.id Secara umum, angka kesakitan penduduk Papua Barat menurun. Penurunan angka kesakitan selama periode tahun 2011 sampai dengan 2014 di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Lampiran II (3). Angka kesakitan pada tahun 2014 sebesar 11,78 persen. Penurunan angka kesakitan 7

tersebut berbanding terbalik dengan peningkatan angka harapan hidup. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan derajat kesehatan di masyarakat. Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehatan Penurunan angka kesakitan dan peningkatan angka harapan hidup tidak terlepas dari upaya pencegahan (preventif) dan kuratif (pengobatan) baik yang dilakukan oleh masing-masing individu maupun diinisiasi oleh pemerintah. Beberapa upaya preventif tersebut antara lain: peningkatan peran tenaga kesehatan dalam proses persalinan, peningkatan peran ibu dalam pemberian ASI eksklusif dan pemberian imunisasi. 100% 80% 60% 40% 20% 0% 39,57 54,78 25,94 32,69 71,50 63,10 24,00 30,53 26,72 71,02 66,42 69,64 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tenaga Kesehatan Tenaga Non Kesehatan Tenaga Paramedis Lain http://pa /papuabarat.b puabar arat. at.bp bps.go.id.id Gambar 2.2 Penolong Kelahiran Balita di Papua Barat Tahun 2009 2014 Peningkatan peran tenaga kesehatan dalam proses persalinan bertujuan untuk mengurangi kasus kematian bayi. Dengan menurunkan jumlah kasus kematian bayi dapat meningkatkan lama harapan hidup. 8

Gambar 2.2 memperlihatkan persentase balita (0 59 bulan) menurut penolong kelahiran pada tahun 2009 hingga tahun 2014. Pesentase penolong kelahiran oleh tenaga kesehatan selama periode tersebut tampak fluktuatif tetapi menunjukkan tren yang meningkat. Meskipun begitu, persentase pertolongan kelahiran oleh tenaga non kesehatan masih cukup besar. Pada tahun 2014, persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di Provinsi Papua Barat sebesar 69,74 persen dan 26,72 persen persalinan an ditolong oleh tenaga non medis (kesehatan). Persentase penolong kelahiran oleh tenaga kesehatan tertinggi di Kota Sorong dan terendah di Kabupaten Tambrauw. Hal ini sepola dengan disparitas angka harapan hidup di kabupaten/kota di Papua Barat di mana angka harapan hidup tertinggi dan terendah di dua wilayah tersebut. Hanya tiga dari 10 persalinan di Kabupaten Tambrauw ditolong oleh tenaga kesehatan sementara di Kota Sorong persentasenya 2,8 kali lebih tinggi. Imunisasi s i dan aa ASI Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi yang berfungsi melindungi dan hme mencegah dari penyakit agar anak tetap sehat. pan paa http:/ p://papuabarat.bps.go.id puaba arat.b bps. Kementerian Kesehatan menetapkan bahwa imunisasi yang wajib diberikan kepada bayi berumur satu tahun adalah BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. Waktu pemberiannya sudah ditetapkan secara bertahap. Imunisasi BCG diberikan satu kali pada anak usia 0-2 bulan. Demikian juga untuk imunisasi Polio dan Hepatitis B untuk pertama kali. Imunisasi 9

Gh Gambar 2.3 Cakupan Layanan Imunisasi Pada Bayi Usia 12 23 Bulan di Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2014 Cakupan Imunisasi (%) 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014 Sumber: BPS, Susenas 2011 2014 2014 2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014 BCG DPT Polio Campak Hepatitis B DPT dan Polio diberikan secara bersamaan dan berulang pada usia 2, 3, atau 4 bulan dan pengulangannya 4 bulan kemudian sebanyak 3 kali. Imunisasi campak diberikan sebanyak 2 kali. Pertama, pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih, dan kedua diberikan pada usia 5-7 tahun. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada usia 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. http://papuabarat.bps.go.id pap arat. bps.go.id Gambar 2.3 menunjukkan cakupan layanan imunisasi pada anak berumur 12 23 bulan selama tahun 2011 2014. Susenas 2011 2014 mencatat cakupan imunisasi bayi 12 23 bulan menunjukkan peningkatan. Selain imunisasi, upaya meningkatkan ketahanan tubuh bayi adalah dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI pada anak balita merupakan pola asuh yang sangat 10

dianjurkan. Bila kondisi kesehatan ibu setelah melahirkan baik, menyusui merupakan cara memberi makan yang paling ideal untuk 4-6 bulan pertama sejak dilahirkan tanpa memberikan makanan tambahan, karena ASI dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Bayi memperoleh ASI ekslusif apabila dalam enam bulan hanya diberikan ASI tanpa makanan tambahan. ASI ekslusif diyakini merupakan asupan terbaik bagi bayi yang tidak dapat digantikan oleh susu formula manapun. Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan (http://www.f-buzz.com/2008/05/21/kelebihan- z.com/20 air-susu-ibu-asi-dan-manfaat-menyusui/). 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 0 30,00 20,00 10,00 0,00 93,83 ASI 43,36 ASI Eksklusif 92,66 ASI 45,27 ASI Eksklusif 92,58 ASI 51,96 ASI Eksklusif 86,97 http://papuabarat.bps.go.id tp: /pap aba at.b bps. ASI 2011 2012 2013 2014 45,76 Gambar 2.4 Persentase Balita 0 6 Bulan yang Mendapat ASI dan ASI Ekslusif di Papua Barat Tahun 2011 2014 ASI Eksklusif 11

Gambar 2.4 menunjukkan pemberian ASI dan ASI eksklusif kepada bayi berumur 0 6 bulan di Provinsi Papua Barat pada tahun 2011 2014. Secara umum, pemberian ASI menunjukkan penurunan tetapi pemberian ASI ekslusif menunjukkan peningkatan. Persentase bayi yang diberi ASI dan ASI eksklusif berkurang seiring pertambahan umur. Pada usia 4 bulan ke bawah, lebih dari 80 persen bayi diberi ASI. Di sisi lain, pemberian ASI eksklusif berkurang drastis. Pada umur satu bulan ke bawah selisih antara persentase bayi yang diberi ASI dan ASI eksklusi sekitar 10 persen tetapi pada usia setelah itu, selisihnya bisa lebih dari 20 persen. Kampanye pemberian ASI eksklusif sebaiknya terus dilakukan. Jika tidak, persentase bayi diberi ASI eksklusif akan terus berkurang. Persen 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 http://papuabarat 2p /pa papua puab abarat. at.bps. s.go.id 0,00 1 2 3 4 5 Umur Bayi (Bulan) ASI ASI Eksklusif Gambar 2.5 Persentase Balita 1 5 Bulan yang Mendapat ASI dan ASI Ekslusif di Papua Barat Tahun 2014 12

Bab 3 Pendidikan Provinsi Papua Barat telah memasuki pembangunan lima tahun kedua, yaitu periode tahun 2011 2015. g20 Target dan sasaran misi pembangunan pada a masa ini ditekankan pada upaya mencapai kemandirian n wilayah. Salah satu upaya mencapai kemandirian tersebut melalui akses, layanan, dan kualitas pendidikan. Ada tiga agenda penting dalam rangka mewujudkan kemandirian wilayah melalui akses, layanan, dan kualitas pendidikan. Pertama, mengejar kenaikan angka melek huruf sebesar 1% setiap tahunnya sehingga 100% penduduk papua melek huruf. Kedua, pembangunan sekolah berpola asrama yang didukung program kemitraan pada minimal 15 distrik setiap tahunnya. Ketiga, setiap tahunnya dilakukan pembinaan tenaga pengajar di Papua Barat sebesar 20% dari htotal pengajar dan kemudian diberikan stimulus dana ataupun rekrutmen baru untuk disebarkan kedalam kampungkampung terisolir secara merata dan bertahap (RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2012 2016). http://papuabarat.bps.go.id papua aba at.bps.go. Pembahasan pada Bab 3 ini difokuskan pada capaian pembangunan pada sektor pendidikan di Provinsi Papua Barat. Beberapa indikator pendidikan digunakan untuk 13

mengukur kinerja pembangunan pendidikan di Provinsi Papua Barat seperti angka partisipasi sekolah, rata-rata lama sekolah, dan tingkat pendidikan yang ditamatkan. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Angka partisipasi sekolah mengukur persentase penduduk usia sekolah yang masih bersekolah. Indikator ini mencerminkan pemerataan akses pendidikan dasar. Berdasarkan Gambar 3.1, diperoleh bahwa pada tahun 2014 sebanyak 95,65 persen penduduk usia 7 12 tahun berstatus masih sekolah. APS untuk penduduk usia 16 18 tahun dan 19 24 tahun juga menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Gambar 3.1 Angka Partisipasi i s i Sekolah Penduduk 7 24 Tahun di Provinsi Papua a Barat, Tahun 2006 2014 bab baa 100,00 90,94 abu 93,38 93,35 94,43 94,38 95,56 95,58 96,65 80,00 88,58 88,55 88,59 90,25 88,59 91,65 92,81 96,28 79,87 56,00 57,61 58,15 57,95 60,12 65,40 72,04 67,18 40,00 11,53 13,13 14,70 12,72 14,66 18,31 19,90 24,00 29,66 http://papuabb aa 93,17 0 88,38 60,00 20,00 Angka Partisipasi Sekolah (%) httptpp://papu puabarat.bps.go.id ara aar at.b 0,00 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun 7-12 13-15 16-18 19-24 Sumber: BPS, Susenas 2006 2014 14

Perbedaan APS penduduk usia 7 12 tahun antar kabupaten/ kota di Provinsi Papua Barat tidak berbeda nyata baik pada tahun 2011 maupun tahun 2012. Hal ini disebabkan jumlah sekolah dasar telah tersebar hampir merata di semua kabupaten/kota buah dari Program Wajib Belajar 6 Tahun yang dicanangkan sejak tahun 1984. Jumlah desa di Provinsi Papua Barat yang telah dilengkapi sekolah dasar hingga tahun 2014 sebanyak 835 desa dari 1.567 desa (BPS, Pendataan Potensi Desa 2014). Seperti APS 7 12 tahun, capaian APS 13 15 o15 tahun antar kabupaten/kota juga tidak berbeda. Program wajib belajar 6 tahun ditingkatkan menjadi 9 tahun pada tahun 1994. Sejak saat itu hingga tahun 2014, 233 desa telah dibangun gedung sekolah SMP di hampir semua distrik. Perbedaan APS tampak ak nyata untuk penduduk usia 16 18 tahun dan 19 24 tahun. Lampiran III (2) menyajikan data APS menurut kabupaten/kota pada tahun 2013 dan 2014. Perbedaan APS pada kedua kelompok usia ini sangat dipengaruhi jumlah SMA/SMK dan Perguruan Tinggi. Masih mengacu pada hasil data Podes 2014, jumlah desa di Provinsi Papua Barat yang mempunyai SMA sebanyak 102 desa. Fasilitas pendidikan SMA/SMK/PT tersebut banyak terpusat di Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari. Jumlah SMU di Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama, dan Kabupaten Tambrauw hanya ada satu unit. Selain terdapat perbedaan antar kabupaten/kota, APS juga berbeda menurut jenis kelamin. Gambar 3.2 memperlihatkan bahwa pada kelompok umur 7 12 tahun, hampir tidak ada perbedaan partisipasi sekolah. Tetapi, pada kelompok umur 16 18 tahun, perbedaan partisipasi sekolah antara anak laki- http tp://papuabarat.bps.go.id pap aba t.bps.go 15

Gambar 3.2 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 7 24 Tahun Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Papua Barat, Tahun 2014 97,02 96,27 96,48 96,07 laki dan perempuan tampak nyata. Keterbatasan jumlah SMA dan PT berdampak pada partisipasi sekolah penduduk unsia 16 24 tahun khususnya pada kaum perempuan. Angka pp Partisipasi Murni (APM) 80,51 79,06.3 33,32 25,62 7-12 13-15 b16-18 19-24 Laki-laki -lakiatperempuan atper Sumber: BPS, Susenas 2014 nttg tpp http://papuabarat.bp tp pap pua ara bps ps.go.id Berbeda dengan APS, angka partisipasi murni (APM) mengukur partisipasi sekolah dari penduduk usia sekolah sesuai dengan jenjang pendidikannya. Sebagai contoh, APM SD mengukur partisipasi sekolah penduduk usia 7 12 tahun yang masih bersekolah SD/sederajat, APM SMP mengukur partisipasi sekolah penduduk usia 13 15 tahun yang masih bersekolah SMP/sederajat, dan seterusnya. APM menurut jenjang pendidikan di Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 16

Gambar 3.3 Angka Partisipasi Murni Menurut Jenjang Pendidikan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2007-2014 100,00 89,97 90,71 91,25 91,91 88,28 88,97 89,94 92,76 90,00 80,00 68,18 70,00 57,66 59,76 60,99 60,00 52,32 48,92 49,03 49,65 50,00 62,29 54,20 40,00 44,80 46,61 47,88 43,55 43,93 46,46 24,19 30,00 20,10 13,86 15,75 20,00 7,36 6,06 6,25 7,36 10,00 0,00 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 SD SMP SMA PT t.bsm Sumber: BPS, Susenas 2007 2014 2014 at APM (%) hingga 2014 dapat at diamati pada Gambar 3.3. Sekilas tampak bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah APM. Dikaitkan an dengan target Pendidikan Untuk Semua-PUS (Education for All-EFA) di mana pada tahun 2015, semua anak mempunyai akses dan menyelesaikan pendidikan yang bermutu. Target nasional PUS adalah 100 persen APM pada pendidikan dasar dan menengah. Untuk capaian APM SD, Provinsi Papua Barat optimis dapat mencapai target nasional PUS tersebut hingga tahun 2015 tetapi tidak untuk APM SMP dan SMA. Target nasional PUS untuk APM SMP dan SMA akan tercapai jika dalam tiga tahun dari sekarang terjadi penambahan gedung sekolah SMP dan SMA dan fasilitasnya serta penambahan guru yang tersebar hingga ke daerah terisolir sekalipun. http://papuabarat.bps.go.id tp: /papuabara t.b bps.go.id 17

Dengan demikian, peningkatan capaian APM SMP/sederajat dan SMA/sederajat menjadi isu strategis pembangunan pendidikan di Papua Barat. Lampiran III (3) memperlihatkan capaian APM di tingkat kabupaten/kota untuk semua jenjang pendidikan. capaian APM SMP/sederajat masih rendah dan terdapat perbedaan capaian antar wilayah yang cukup tinggi. Kabupaten Teluk Wondama merupakan kabupaten dengan capaian aian APM SMP/ terendah yaitu 54,17 persen. Sebaliknya, Kabupaten Fakfak merupakan wilayah dengan APM SMP tertinggi yaitu lebih dari 75,78 persen. Gambar 3.4 selanjutnya menunjukkan ukkan perbedaan APM antara anak laki-laki dan perempuan di jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Perbedaan yang cukup nyata pada APM SMP dan SMA di mana perempuan lebih rendah daripada laki-laki. APM (%) 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 t40 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 92,98 92,53 67,58 68,80 63,92 60,24 http://papuabarat.bps.go.id tp: papu pua abara t.bps 26,64 21,49 SD SMP SMA PT Laki-laki Perempuan Gambar 3.4 Angka Partisipasi Murni di Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Kelamin Tahun 2014 18

Harapan Lama Sekolah Dan Rata Rata Lama Sekolah Harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah merupakan dua indikator yang dijadikan sebagai komponen untuk mengukur pembangunan manusia metode baru dari aspek pendidikan. Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. Rata-rata lama sekolah (RLS) menunjukkan rata-rata waktu yang dihabiskan oleh penduduk berumur 25 tahun atau lebih untuk bersekolah. Gambar 3.5 menunjukkan bahwa, harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah tahun 2010 sampai dengan 2014 meningkat. Meski demikian, dapat dikatakan kesenjangan nual pus pui pup Gambar 3.5 Harapan a Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah di Provinsi ua i Papua Barat Tahun 2010-2014 11,10 11,45 11,67 11,87 11,21 papua http://pa apuabarat.bps.go.id ipu abara 6,77 6,82 6,87 6,91 6,96 2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014 HLS RLS 19

Tahun 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 71 HLS Gambar 3.6 Harapan Lama Sekolah dan pa Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/kota di Provinsi bs bi Papua Barat Tahun 2014 antara harapan lama sekolah dan realisasi rata-rata lama sekolah masih cukup senjang. Idealnya, harapan lama sekolah tidak berselisih jauh dengan rata-rata lama sekolah. HLS dan RLS di tingkat kabupaten/kota cukup bervariasi. Gambar 3.6 menyajikan data HLS dan RLS di tingkat kabupaten/kota. Tampak bahwa, dari semua kabupaten/kota hanya Kota Sorong yang gap antara HLS dan RLS sekolah paling sedikit. Sebaliknya, gap HLS dan RLS terbesar di Kabupaten Tambrauw. http://papuabarat.bps tp:// pap abara t.b ịb bps ps.go.i o.id RLS bpr.bs Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan merupakan salah satu indikator output penyelenggaraan pendidikan. Gambar 3.6 memberikan gambaran tentang pencapaian pendidikan penduduk usia 15 tahun ke atas pada tahun 20

40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 Tdk Punya SD SMP SMA PT Ijazah/STTB tertinggi yg dimiliki: Laki-laki Perempuan Gambar 3.7 Tingkat Pendidikan Tertinggi ebpr pstotal g Yang Ditamatkan Penduduk 15 Tahun atau bpr bpt Lebih Menurut Jenjang.ba Pendidikan dan Jenis t.a t.bt bu Kelamin di Provinsi Papua Barat Tahun 2014 2014. Gambar 3.7 tersebut mengindikasikan beberapa isu pendidikan sebagai berikut: a. Sebesar esar 11,98 persen penduduk berumur 15 tahun ke atas tidak memiliki ijazah SD. Hal ini mencerminkan, kualitas SDM dari aspek pendidikan di Papua Barat masih tergolong rendah. Hanya 13,28 Persen penduduk 15 tahun ke atas yang lulus dari perguruan tinggi. http://papuabarat.bps tp: /papuaba at. iat t.b bps ebp ps.go.id b. Ada kesenjangan penerimaan manfaat layanan pendidikan di antara laki-laki dan perempuan. Persentase perempuan tanpa ijazah lebih tinggi daripada laki-laki. Sebaliknya, persentase laki-laki dengan ijazah SMA dan PT lebih tinggi daripada perempuan. 21

http://papuabarat.bps.go.id 22

Bab 4 Ketenagakerjaan Isu jendela kesempatan atau window w of opportunity saat memasuki fase bonus demografi tidak akan banyak bermanfaat bagi percepatan pembangunan apabila lapangan pekerjaan yang ada tidak mampu mpu menyerap ledakan angkatan kerja. Oleh karena itu, pengamatan kondisi ketenagakerjaan dari waktu ke waktu penting dilakukan untuk dapat dijadikan dasar perencanaan pembangunan ketenagakerjaan di masa yang akan datang. Bab 4 ini menyajikan beberapa indikator kunci ketenagakerjaan. akerjaan. Struktur Penduduk ad Usia Kerja Agustus 2014 Estimasi jumlah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) di Provinsi Papua Barat berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2014 sebanyak 583.374 jiwa. Penduduk usia kerja yang termasuk angkatan kerja sebesar 68,30 persen, naik sedikit dari tahun sebelumnya yaitu 66,41 persen. Penduduk angkatan kerja yang bekerja sebesar 94,98 persen. Dengan kata lain, sekitar 5,02 persen penduduk angkatan kerja pada tahun 2014 termasuk sebagai kelompok pengangguran terbuka. Dibanding tahun 2013, pengangguran terbuka naik (Gambar 4.1). /pn pau pad http: p:// ://papuabarat.bps.go.id /pa pua arat.b bps.go. 23

Gambar 4.1 Struktur Penduduk Usia Kerja di Provinsi Papua Barat Agustus Tahun 2014 Penduduk Usia Kerja (15 +) 583.374 Angkatan Kerja: 398.424 Bekerja: 378.436 Pengangguran: 19.988 ttppeng o.i Bukan Angkatan Kerja: 184.950 Sekolah: 76.625 Mengurus Rumah Tangga: 91.374 http://pap ://papuabarat.bps.go.id pu aba ps.g Lainnya: 16.951 24

Tabel 4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah perbandingan jumlah penduduk usia kerja yang bekerja dan pengangguran dengan jumlah penduduk usia kerja. TPAK selama tahun 2014 naik dibandingkan dengan TPAK tahun 2013. Selain itu, penduduk usia kerja yang masuk dalam pasar kerja sedikit berkurang. Hal ini ditunjukkan dengan sedikit tambahan penduduk angkatan kerja yang tidak terserap oleh dunia kerja. Jika dibandingkan antara perkotaan dan perdesaan, TPAK perdesaan lebih besar dibandingkan n TPAK perkotaan. Salah satu penyebabnya adalah akses pendidikan di pedesaan lebih sulit daripada di perkotaan. Akibatnya, penduduk usia sekolah di perdesaan lebih banyak tergolong sebagai penduduk angkatan kerja. Sebaliknya, di perkotaan banyak yang termasuk bukan angkatan kerja. Selain itu, banyak angkatan kerja di perdesaan tergolong sebagai pekerja meskipun dengan status s pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar. ipap //pt Tingkat Partisipasi a Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Tpi di Provinsi Papua Barat, Tahun 2011 2014 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka Daerah (Agustus) (Agustus) 2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) http://papuabarat.bps.go.id tp:/ /pa pap ipa pua abara t.bps.go Perkotaan 72,31 64,61 62,25 62,71 18,64 10,28 10,32 8,23 Perdesaan 67,21 68,20 68,26 70,57 5,08 3,55 2,31 3,86 Total 70,78 67,12 66,41 68,30 8,94 5,49 4,62 5,02 Sumber: BPS, Sakernas 2011 2014 25

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menggambarkan banyaknya angkatan kerja yang menganggur. Mereka yang tergolong pengangguran yaitu penduduk usia kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari kerja atau mempersiapkan suatu usaha, dan mereka yang sementara belum mulai kerja walau sudah mendapat pekerjaan dan mereka yang tidak mencari kerja karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Semakin banyak angkatan kerja yang berstatus pengangguran, maka semakin tinggi TPT. TPT di Provinsi Papua Barat untuk kondisi Agustus 2014 sebesar 5,02 persen, lebih rendah dibandingkan dengan TPT tahun sebelumnya yaitu sebesar sar 4,62 persen. Tingkat pengangguran di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. TPT Menurut Tingkat Pendidikan ad Tertinggi Yang Ditamatkan Pabe bad Dilihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan angkatan kerja, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar TPT. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa TPT dari angkatan kerja dengan pendidikan SMP ke bawah lebih rendah daripada TPT dari angkatan kerja dengan tingkat pendidikan minimal SMA. Puncak TPT tertinggi pada kelompok pendidikan perguruan tinggi. Pada tahun sebelumnya, puncak TPT berada pada kelompok angkatan kerja berpendidikan SMA. Angkatan kerja dengan tingkat pendidikan rendah jauh lebih mudah terserap dalam lapangan pekerjaan daripada mereka yang berpendidikan tinggi. http tp:/ p://papu /pa puabarat.bps.go.id a bps. Lebih ekstrim lagi jika TPT per tingkat pendidikan dibandingkan antara wilayah perdesaan dan perkotaan. 26

Tabel 4.2 Tingkat Pengangguran n g g a Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2012-2014 t1 2 p4 1 Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan htg tt1 tt2 ttp2 ttp0 tp0 Sumber: BPS, Sakernas 2012 2014 Perkotaan Perdesaan Kota + Desa 2012 2013 ap2014 2012 2013 2014 2012 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Tdk Sekolah/Blm Tamat SD 14,27 9,02 0,40 0,96 0,56 0,83 2,59 1,38 0,79 Tamat SD/Sederajat 7,89 3,75 1,74 1,23 1,64 1,18 2,33 1,94 1,27 Tamat SLTP/Sederajat 7,82 7,70 7,76 2,60 1,62 2,36 4,24 3,54 3,69 Tamat SLTA/Sederajat 12,51 14,20 10,94 8,32 4,14 7,44 10,06 8,23 8,76 Tamat Perguruan Tinggi 6,80 8,20 12,68 6,17 4,81 12,93 6,46 6,42 12,82 Total 10,28 10,32 8,97 3,55 2,31 4,01 5,49 4,62 5,28 hgh htt ghttp:/ ah tp://pa papu apua uabarat.bps.go. arat.go.id 27

Semakin jelas bahwa daya serap lapangan pekerjaan terhadap angkatan kerja di perkotaan tidak sekuat di perdesaan. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha Gambaran ketenagakerjaan berdasarkan sektor/lapangan usaha dari tahun 2009 2014 menjelaskan an terjadinya pergeseran struktur lapangan pekerjaan di Papua Barat. Sektor pertanian semakin menurun karena semakin ditinggalkan angkatan kerja yang lebih memilih sektor Industri (manufacture) dan Jasa-jasa (services). es). Persentase angkatan kerja yang bekerja pada kedua sektor terakhir semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ciri-ciri terjadinya urbanisasi ketika sektor industri dan jasa semakin diminati para pencari kerja. Selama pertanian n terus menjadi sektor yang subsisten dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah dibandingkan sektor lain maka pertanian akan semakin ditinggalkan. Mereka yang memasuki sektor pertanian adalah mereka yang tidak punya kesempatan masuk ke sektor industri dan jasajasa dan kalah bersaing dengan pencari kerja lain yang lebih berkualitas. Namun perlu diperhatikan juga bahwa mayoritas penduduk yang bekerja terserap di sektor pertanian. Meski sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian Papua Barat hanya seperlima dibandingkan sumbangan sektor Industri, namun pengembangan sektor pertanian perlu diarahkan agar dapat menopang pembangunan di Provinsi Papua Barat. Sebagai kasus, petani di Distrik Manimeri Kabupaten Teluk Bintuni mengalami kesulitan memasarkan beras hasil panen raya (Wawancara dengan salah satu responden Susenas, 2014). http:// p://papuabarat.bps.go.id/pa pua arat.b bps.g.go.id 28

Tabel 4.3 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Papua Barat, Tahun 2009-2014 Lapangan Usaha Daerah Pertanian Industri Jasa (1) (2) (3) (4) Perkotaan Perdesaan Kota + Desa 2009 11,95 17,95 70,10 2010 9,52 19,93 70,55 2011 9,60 16,80 73,60 2012 2,89 16,57 80,53 2013 11,45 16,20 72,35 2014 8,59 36,16 55,25 2009 70,43 9,64 19,94 2010 70,93 7,98 21,09 2011 61,70 9,00 29,30 2012 64,77 10,54 24,69 2013 62,56 8,04 29,40 2014 57,92 15,53 26,55 http://papuabara pap arat.bps.go.id.go 2009 55,68 11,73 32,59 2010 54,04 11,27 34,69 2011 48,50 11,00 40,50 2012 47,63 12,21 40,16 2013 48,71 10,25 41,04 2014 45,28 20,82 33,90 Sumber: BPS, Sakernas 2009 2014 29

Tabel 4.4 Status Pekerjaan Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Salah satu pengelompokkan status pekerjaan utama adalah dengan mengelompokkan pekerja ke dalam sektor informal atau fomal. Pekeja di sektor informal adalah penduduk yang bekerja dengan status pekerjaan sebagai berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar atau pekerja keluarga, pekerja bebas, atau pekerja keluarga. Pekerja di sektor formal adalah penduduk yang bekerja dengan status sebagai berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar atau buruh/karyawan/pegawai. Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2012-2014 2 2 0 1 Perkotaan Perdesaan Kota + Desa 2012 2013 2014 2012 2013 2014 2012 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Formal 74,12 60,08 60,47 7ua30,18 30,13 30,81 42,35 38,25 38,41 Informal 25,88 39,92 39,53 69,82 69,87 69,19 57,65 61,75 61,59 Sumber: BPS, Sakernas as 2012 2014 p 22 apsn bp- bp2 Secara umum telihat bahwa pekerja di Papua Barat lebih dominan bekerja di sektor informal. Persentase pekerja di sektor informal mencapai 61,59 persen pada tahun 2014 (Tabel 4.4). Persentase pekerja formal di perkotaan dua kali lebih besar dibandingkan di perdesaan. http tp://papuabarat.bps.go.id pap aba arat.b bps ps. aps Penduduk Bekerja Menurut Jam Kerja Meskipun TPT pada tahun 2014 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2013, namun dari sisi tingkat setengah 30

Tabel 4.5 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Jam Kerja di Provinsi Papua Barat, Tahun 2012-2014 Jam Kerja Daerah Tempat < 15 jam < 35 jam Tinggal 2012 2013 2014 2012 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Perkotaan 4,01 8,52 2,61 21,8 24,76 20,21 Perdesaan 6,76 9,05 5,18 39,47 48,83 39,69 Perkotaan + o. 6,01 8,91 4,52 34,64 42,3 34,69 Perdesaan Sumber: BPS, Sakernas 2012 2014 pengangguran mengalami peningkatan. Setengah pengangguran didefinisikan sebagai penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal yaitu 35 jam seminggu. Informasi setengah pengangguran ini disajikan pada Tabel 4.5 pada kolom (5) sampai dengan kolom (7) yang menyajikan setengah pengangguran pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Tampak bahwa penurunan setengah pengangguran terjadi baik di perkotaan maupun di perdesaan. http://papuabarat.bps.go.id pap aba arat ps. 31