BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Elis Hanifah, 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian di negara yang sedang berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan budaya. Salah satu yang populer diantaranya, berasal dari bidang fashion

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemasaran barang dan jasa. Dalam merebut pangsa pasar, kemampuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

sehingga mempunyai ciri-ciri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN. banyak pengetahuan yang dimiliki oleh stakeholder dari sebuah perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB 1 PENDAHULUAN. (UMi), Usaha Kecil (UK), Usaha Menengah (UM) dan Usaha Besar (UB) berdasarkan ketiga alat ukur ini berbeda di setiap negara.

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PENGUSAHA AIR MINUM ISI ULANG

Statistik KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. UMKM(Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah unit usaha produktif yang

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur yang bertumpu pada sektor industri. Salah satunya industri kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan UMKM di Indonesia dari tahun telah. Tabel 1.1. Jumlah Unit UMKM dan Industri Besar

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, arus globalisasi liberalisasi perdagangan internasional merupakan fenomena yang melanda di hampir setiap negara. Hal ini memiliki peranan penting bagi pembangunan negara-negara berkembang, yang berdampak pada semakin ketatnya persaingan di sektor industri. Di Indonesia, persaingan produk industri saat ini cukup kompetitif, hal ini ditandai dengan semakin menjamurnya bisnis-bisnis baru. Tidak hanya bersaing dengan produk industri lokal tetapi juga harus dihadapkan dengan persaingan produk industri luar negeri. Persaingan tersebut dimulai pada saat adanya perjanjian perdagangan bebas dengan dibentuknya AFTA (Asea Free Trade Agreement) dan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area). Dengan semakin luasnya persaingan, Indonesia semakin terdorong untuk bertahan agar mampu bersaing dengan produk negara lain.sehingga untuk mengembangkan sektor industri agar mampu bersaing di arena yang semakin kompetitif, maka Indonesia harus berdaya saing tinggi. (Tambunan, 2004) Menurut Long dalam Tambunan (2009: 91) daya saing suatu negara setidaknya dapat dilihat dari kontribusi UMKM terhadap ekspor, terkait dengan kemampuan dari kelompok usaha itu untuk internasionalisasi. Daya saing global yang rendah dari UMKM secara umum di Negara Sedang Berkembang (NSB) dapat menjadi suatu hambatan yang serius bagi kelompok usaha tersebut bukan saja untuk bisa menembus pasar global, tetapi juga untuk bisa memenangi persaingan dengan barang-barang impor di pasar domestik. Nurjanah (2011: 55) mengatakan bahwa: Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Menurut IMD World Competitiveness Yearbook,daya saing dapat diukur dari kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, infrastruktur.

APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) melakukan suatu studi mengenai daya saing global dari UMKM di 13 negara/ekonomi anggota APEC termasuk Indonesia pada tahun 2006. Di studi tersebut, daya saing diukur melalui indeks skor antara 1 (daya saing terendah) dan 10 (paling kompetitif), dari indeks skor itu dikembangkan berdasarkan sejumlah faktor yang termasuk tipe teknologi yang digunakan, metode produksi yang diadopsi, dan tipe produk yang dibuat dengan melihat pada kandungan teknologinya (yakni rendah/tradisional, menengah, tinggi/maju). Hasilnya menunjukkan bahwa UMKM Indonesia berdaya saing rendah di bawah 4. Selain itu, menurut hasil studi ini, Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan pendanaan paling rendah untuk pengembangan teknologi, yakni di bawah 3,5 dalam indeks skala 10. Hal ini harus ditanggapi serius karena bukan lagi suatu rahasia bahwa pengembangan teknologi merupakan suatu faktor determinan yang sangat penting bagi peningkatan daya saing global (Tambunan, 2009: 91-92). Hasil studi yang dilakukan APEC dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut: Gambar 1.1 Daya Saing UMKM di Sejumlah Negara/Ekonomi APEC Sumber: Tambunan (2009: 92)

Rendahnya daya saing global dari UMKM Indonesia seperti yang ditunjukkan di gambar 1.1, menurut Tambunan (2009: 92) ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal tersebut diantaranya: 1. Kualitas dari kebanyakan barang-barang buatan UMKM lebih rendah daripada barang-barang impor atau buatan usaha besar karena banyak hal, termasuk rendahnya teknologi yang digunakan oleh UMKM dan buruknya kualitas SDM-nya, termasuk dalam manajemen dan pemasaran; 2. Kebijakan-kebijakan ekonomi makro di Indonesia, termasuk regulasiregulasi perdagangan, tanpa disengaja lebih menguntungkan barang-barang impor daripada UMKM, yang pada gilirannya mengurangi rangsangan bagi UMKM untuk meningkatkan kualitas dari produk sehingga mengurangi daya saingnya. Sedangkan menurut catatan Institute for Management Development/IMD (Outlook Ekonomi Indonesia Bank Indonesia, 2008), rendahnya kondisi daya saing Indonesia, disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian nasional dalam 4 (empat) hal pokok, yaitu: 1. Buruknya kinerja perekonomian nasional yang tercermin dalam kinerjanya di perdagangan internasional, investasi, ketenagakerjaan, dan stabilitas harga. 2. Buruknya efisiensi kelembagaan pemerintah dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan kebijakan fiskal, pengembangan berbagai peraturan dan perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya koordinasi akibat kerangka institusi public yang masih banyak tumpang tindih, dan kompleksitas struktur sosialnya. 3. Lemahnya efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara bertanggung jawab yang tercermin dari tingkat produktivitasnya yang rendah, pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum professional. 4. Keterbatasan di dalam infrastruktur, baik infrastruktur fisik, teknologi, dan infrastruktur dasar yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan kesehatan. Namun disisi lain, UMKM sektor industri di Indonesia merupakan sektor yang berperan penting sebagai sektor penyerap tenaga kerja yang mampu menopang keberlangsungan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari

kontribusinya terhadap pemenuhan lapangan usaha yang menyerap cukup tinggi pada tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Kontribusi Sektor PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2012 (persen) No. Lapangan Usaha 2010 2011 2012 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 15,29 14,70 14,44 2 Pertambangan dan Penggalian 11,16 11,85 11,78 3 Industri Pengolahan 24,80 24,33 23,94 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,76 0,77 0,79 5 Konstruksi 10,25 10,16 10,45 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,69 13,80 13,90 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,57 6,62 6,66 8 Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 7,24 7,21 7,26 9 Jasa-Jasa 10,24 10,56 10,78 PDB 100,00 100,00 100,00 Sumber: bps.go.id Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa perkembangan di setiap lapangan usaha pada setiap tahunnya terjadi fluktuasi dan berperan penting dalam memberikan kontribusi pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Industri Pengolahan merupakan sektor yang paling besar dalam memberikan kontribusi pada PDB jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya yaitu dengan rata-rata sekitar 24,80 persen. Salah satu industri pengolahan di Jawa Barat yang perlu mendapatkan perhatian adalah industri pengolahan kulit hewan di Kabupaten Garut. Industri pengolahan ini merupakan industri yang memiliki keterkaitan yang sangat erat antar sub-sektor industrinya baik secara horizontal (variasi produk) maupun vertikal (inovasi produk). Sebagaimana industri pengolahan lainnya, industri ini umumnya memiliki karakter padat modal dan padat karya, sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui perannya dalam menyerap tenaga kerja dan kontribusi PDB, maka pengembangan industri ini dirasa perlu mendapatkan perhatian khusus. Di bawah ini dapat dilihat tabel yang menunjukkan komoditi-komoditi yang

No. Komoditi dihasilkan dan jumlah penyerapan tenaga kerja serta jumlah investasi di Kabupaten Garut: Tabel 1.2 Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, dan Nilai Investasi Potensi Industri Tahun 2012 kabupaten Garut Formal Jumlah Unit Usaha Tenaga Kerja Investasi (000Rp) Non Formal Jumlah Formal Non Formal Jumlah Formal Non Formal Jumlah 1 2 3 Pakaian Jadi dari Tekstil Kerajinan Barang Kulit dsj. Pakaian Jadi dari Kulit 6 269 275 58 1.075 1.133 87.875 3.216.033 3.303.908 69 250 319 399 1.615 2.014 948.008 2.118.547 3.060.555 75 342 417 821 2.132 2.953 404.000 1.710.000 2.114.000 4 Batik 14 14 275 275 420.000 420.000 5 Sutera Alam 6 6 123 123 850.000 850.000 6 Bulu Mata Palsu 1 1 2.600 2.600 3.000.000 3.000.000 7 Barang dari Karet Untuk Keperluan Indstri 4 4 57 57 925.000 925.000 8 Alas Kaki 12 12 60 60 120.000 120.000 9 10 Barang Jadi Tekstil Barang Jadi dari Rajutan 1 1 19 19 22.600 22.600 77 77 484 484 1.713.000 1.713.000 Jumlah 176 950 1.126 4.352 5.366 9.718 6.651.483 8.877.580 15.529.063 Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kab. Garut Pada tabel 1.2 dapat kita lihat bahwa sektor industri di Kabupaten Garut cukup berkembang, adapun komoditi barang jadi dari dari kulit berbentuk usaha formal sebanyak 75 industri sedangkan usaha nonformal sebanyak 342 industri sehingga totalnya 417 industri. Dengan sejumlah usaha tersebut, industri pakaian jadi dari kulit

berhasil menyerap tenaga kerja dengan total 2.953 karyawan dan total nilai investasi yang cukup besar yakni sebesar Rp. 2.114.000.000. Salah satu usaha industri kecil yang terdapat di kabupaten Garut adalah usaha industri kerajinan dari kulit hewan yang berada di Desa Sukaregang Kabupaten Garut. Di Kecamatan Sukaregang ini, dari satu bahan dasar kulit hewan tersebut dapat menghasilkan berbagai komoditas sepertisepatu, tas, topi, sabuk, jaket, dompet, bahkan pakaian jadi khusunya jaket dan hasil kerajinan lainnya. Industri jaket kulit yang berada di Kabupaten Garut ini umumnya berada di dua Kecamatan yakni Kecamatan Garut Kota dan Sukaregang. Di Garut Kota sendiri terdapat dua desa tempat usaha berlangsung yaitu Desa Kota Wetan dan Sukamentri sedangkan di Kecamatan Sukaregang terdapat 6 desa, yaitu: Desa Suci, Karangmulya, Lebak Jaya, Lebak Agung, Lengkong Jaya dan Suci Kaler. Industri pakaian jadi dari kulit ini sedikit banyak telah menunjang kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Selain mampu menyerap tenaga kerja, keberadaan sentra tersebut mampu menarik para pelancong dari berbagai Kota. Pada kesempatan kali ini, peneliti akan melakukan penelitian pada industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut. Menurut ketua Dinas Perindustrian, Pedagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Garut menyebutkan bahwa: Industri jaket kulit di Sukaregang Garut merupakan industri yang sangat berkontribusi terhadap pendapatan daerah, dimana pasarnya dapat menjangkau mancanegara. Selain itu daya serap tenaga kerja tinggi mampu mengurangi pengangguran di Kabupaten Garut khususnya di Kecamatan Sukaregang sendiri. Seiring berkembangnya teknologi dan industri-industri yang bergerak pada jenis usaha yang sama semakin bermunculan, serta semakin naiknya biaya produksi, jaket kulit di Sukaregang ini mengalami penurunan permintaan konsumen sehingga hasil penjualan pun mengalami penurunan. Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti yang dikumpulkan sebanyak 35 sampel industri jaket kulit Sukaregang, berikut hasil penjualan selama 3 tahun terakhir sebagai berikut :

Tabel 1.3 Pertumbuhan Hasil Penjualan Rata-Rata Perbulan Industri JaketKulit Sukaregang 2010-2012 Hasil Penjualan Rata- Tahun Pertumbuhan Rata Perbulan (Rupiah) 2010 164.472.619-2011 159.811.904,8-2,8% 2012 138.784.223-13,1% Sumber: Lampiran 004 Berdasarkan tabel 1.3, terlihat bahwa rata-rata hasil penjualan jaket kulit mengalami kondisi yang semakin menurun. Pada tahun 2010, rata-rata hasil penjualan jaket kulit mencapai Rp. 164.472.619 dan mengalami penurunan 2,8 persen pada tahun 2011 menjadi Rp. 159.811.904,8. Rata-rata hasil penjualan pada tahun 2012 mengalami penurunan kembali menjadi Rp. 138.784.223 atau sebesar -13,1 persen. Rendahnya hasil penjualan rata-rata yang semakin menurun tersebut diperkuat dengan data pangsa pasar yang sebagian besar dapat dikategorikan rendah. Hasil data tersebut diperoleh dari hasil pra penelitian dengan menggunakan sampel sebanyak 35 pengusaha.adapun data tersebut dapat dilihat pada tabel 1.4 dibawah ini : Tabel 1.4 Sebaran Pangsa Pasar Industri Jaket Kulit Sukaregang Tahun 2012 Pangsa Pasar (%) Frekuensi Persen (%) Kategori 4,50 6 17,14 Sangat Tinggi 3,59 4,49 1 2,86 Tinggi 2,68 3,58 1 2,86 Sedang 1,77 2,67 2 5,71 Rendah 1,76 25 71,43 Sangat Rendah Jumlah 35 100 Sumber: lampiran 004

Dari tabel 1.4 dapat diilustrasikan dengan gambar 1.2 di bawah ini : 71% 17% 6% 3% 3% 4,50 (6 orang) 3,59 4,49 (1 orang) 2,68 3,58 (1 orang) 1,77 2,67 (2 orang) 1,76 (25 orang) Gambar 1.2 Pangsa Pasar Industri Jaket Kulit Sukaregang Sumber: lampiran 004 Berdasarkan tabel 1.4 dan gambar 1.2 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pengusaha jaket kulit Sukaregang memiliki pangsa pasar yang rendah yaitu dibawah 1,76 persen sebanyak 25 orang atau 71,14 persen. Pengusaha yang memiliki pangsa pasar sangat tinggi yaitu diatas 4, 50 persen hanya dimiliki oleh 6 orang atau 17 persen. Pengusaha yang memiliki pangsa pasar tinggi dan sedang yaitu diatas diantara 3,59 4, 49 dan 2,68 3,58 persen memiliki kesamaan jumlah yaitu hanya 1 orang atau masing-masing 2,86 persen. Sisanya, pengusaha yang memiliki pangsa pasar rendah yaitu diantara 1,77 2, 67 persen dimiliki oleh 2 orang atau 5,71 persen. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan bersama bapak Deni selaku staf UPT. Penyamakan Kulit Kabupaten Garut, menyebutkan bahwa : Kondisi pertumbuhan rata-rata hasil penjualan yang menurun ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya kenaikan harga faktor produksi, yaitu naiknya harga kulit hewan seperti kulit sapi, kambing dan domba sebagai bahan baku, tidak hanya itu, naiknya harga bahan obat-obat dan bahan pelengkap lainnya yang merangkak naik. Hal itu membuat para pengusaha jaket kulit Sukaregang dihadapkan pada pilihan yang sulit, yaitu apakah harga perunit akan dinaikkan dengan konsekuensi jumlah permintaan menurun atau dengan menggunakan kulit hewan dan bahan-bahan lain dengan

kualitas rendah harganya pun lebih rendah dari sebelumnya dengan konsekuensi kepuasan pelanggan yang menurun pula. Masih menurut penuturan Pak Denibahwa masuknya produk-produk jaket kulit baik dari luar Garut maupun dari luar negeri seperti dari China dan Magetan yang semakin gencar kurang dapat diimbangi dengan strategi-strategi.hal ini perlu diperhatikan oleh para pengusaha jaket kulit Sukaregang, strategi-strategi dapat dilakukan dengan membuat inovasi-inovasi baru agar jaket kulit Sukaregang masih memiliki nilai diferensiasi, sehingga masih memiliki tempat di hati masyarakat.pesaing baru yang berasal dari dalam negeri berasal dari Magetan, saat ini di Magetan memang sedang berada mengalami perkembangan industri pakaian jadi dari kulit, pemasarannya bisa mencapai ke berbagai pulau bahkan daerah pasar jaket kulit Sukaregang. Tidak hanya dari dalam negeri, pesaing juga datang dari luar negeri yaitu China, dengan menawarkan harga yang relatif lebih terjangkau. Meskipun demikian, keberadaan industri jaket kulit Sukaregang tetap harus dipertahankan mengingat jaket kulit Sukaregang menjadi buah tangan yang khas bagi para wisatawan Garut, baik domestik maupun mancanegara. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri jaket kulit harus tetap didorong sehingga memiliki daya saing yang kuat. Aulifah (2012: 4), mengatakan bahwa : Perdagangan bebas merupakan salah satu tantangan besar bagi IKM. Untuk itu, IKM perlu melakukan peningkatan daya saing produknya agar tidak tersisihkan oleh produk asing. Namun, sampai saat ini IKM Indonesia masih dinilai memiliki daya saing yang rendah. Menurut Porter dalam Wiyadi (2009: 77) mengatakan bahwa : Persoalan daya saing industri senantiasa terkait dengan strategi bersaing yang berorientasi kepada harga rendah dan pembedaan produk.daya saing industri ialah kemampuansuatu industri untuk memperoleh keunggulan kompetitif dengan mendasarkan pada kondisi faktor; kondisi permintaan; strategi perusahaan dan struktur persaingan; serta industri pendukung dan industri terkait.

Dari pernyataan-pernyataan diatas, penulis pun menduga bahwasanya ada beberapa faktor yang mempengaruhi meningkatnya daya saing pengusaha industri jaket kulit Sukaregang diantaranya adalah kondisi faktor produksi, kondisi permintaan, strategi perusahaan, dan industri pendukung. Kondisi faktor produksi yang baik dan lancar akan mendukung lancarnyausaha jaket kulit. SDM yang profesional dan ahli dibidangnya, SDA dengan stok persediaanselalu dijamin ketersediaannya serta harga yang realistis, permodalan dan teknologi yang mendukung lancarnya produksi akan menjadi aset yang berharga bagi indutri jaket kulit serta infrastruktur yang memadai dapat menunjang keberhasilan proses produksi dan distribusi. Selain itu kondisi permintaan yang stabil dan berkelanjutan dapat berpengaruh terhadap eksistensi suatu usaha. Disamping itu strategi dan struktur organisasi yang matang serta ketika industri terkait dan industri pendukung dapat saling mendukung dan kondisi persaingan yang sehat akan sangat berpengaruh terhadap daya saing industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut. Oleh karena itu, berbagai usaha dalam meningkatkan daya saing industri kecil sangat diperlukan, khususnya bagi industri produk kulit Sukaregang Kabupaten Garut, maka hal ini tidak lepas dari kerjasama antara produsen, pemerintah dan masyarakat. Melihat permasalahan yang dikemukakan di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut. Adapun judul penelitian yang diambil adalah: Analisis Daya Saing Industri Jaket Kulit Sukaregang Kabupaten Garut. 1.2. Rumusan Masalah Sebagaimana yang telah penulis uraikan dalam latar belakang masalah diatas, maka lingkup permasalahan dalam penelitian ini, dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap daya saing industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut? 2. Bagaimana pengaruh kondisi permintaan terhadap daya saing industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut? 3. Bagaimana pengaruh strategi perusahaan terhadap daya saing industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut? 4. Bagaimana pengaruh industri pendukung terhadap daya saing industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan penulis untuk mengetahui dan mempelajari: 1. Untuk mengetahui pengaruh faktor produksi terhadap daya saing industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut. 2. Untuk mengetahui pengaruh kondisi permintaan terhadap daya saing industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut. 3. Untuk mengetahui pengaruh strategi perusahaan terhadap daya saing industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut. 4. Untuk mengetahui pengaruh industri pendukung terhadap daya saing industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang akan dilakukan antara lain: 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu ekonomi mikro terkait dengan daya saing industri. 2. Kegunaan Praktis 1) Dapat memberikan informasi tambahan dan gambaran tentang kondisi faktor-faktor produksi, kondisi permintaan, strategi perusahaan, industri pendukung, dan pengaruhnya terhadap daya saing pada industri jaket kulit Sukaregang Kabupaten Garut.

2) Bagi pelaku usaha dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi berbagai pihak untuk kemajuan, keberhasilan usahanya dan meningkatkan daya saingnya. 3) Dapat memberikan informasi, sumber pengetahuan, dan bahan kepustakaan atau bahan penelitian bagi penelitian-peneltian berikutnya.