Bulu mata. Generalisasi= Jumlah pola dikenali dengan benar x 100% Jumlah total pola

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Generalisasi =

Hardisk 80 GB Perangkat lunak Window XP Profesional MATLAB 7.0.1

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Ilustrasi pencarian titik pusat dan jari-jari pupil. Segmentasi

EVALUASI PENGARUH FUNGSI AKTIFASI DAN PARAMETER KEMIRINGANNYA TERHADAP UNJUKKERJA PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA

TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA

Karakteristik Spesifikasi

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

Kelas. Kelas. p q r s t u v w x y Level Transformasi.

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BANYAKNYA JUMLAH KELAS POLA YANG DIKENALI DAN TINGKAT KERUMITAN POLANYA

i. Perangkat Keras Prosesor Intel Pentium(R) Dual-Core CPU 2.20 GHz

Generalisasi rata-rata (%)

IMPLEMENTASI PENTERJEMAH KODE ISYARAT TANGAN MENGGUNAKAN ANALISIS DETEKSI TEPI PADA ARM 11 OK6410B

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT PENGENALAN POLA DENGAN TINGKAT VARIASI POLA : STUDI KASUS PENGENALAN POLA KARAKTER HURUF DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN)

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

Gambar 15 Contoh pembagian citra di dalam sistem segmentasi.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

PENGENALAN CITRA WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT DAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACK-PROPAGATION

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Pengenalan Aksara Lampung Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

BAB III METODE PENELITIAN

PENGENALAN IRIS MATA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK DENGAN EKSTRAKSI CIRI LOG-GABOR FILTER NINA MARIA PRIYATINA

BAB II LANDASAN TEORI

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan

IDENTIFIKASI TANDA-TANGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERAMBATAN-BALIK (BACKPROPAGATION)

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Prosesor : Intel Core i5-6198du (4 CPUs), ~2.

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

ALGORITMA BACKPROPAGATION PADA JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN POLA WAYANG KULIT

DETEKSI JENIS KAYU CITRA FURNITURE UKIRAN JEPARA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan deteksi penyakit pada daun rose dengan menggunakan metode ANN.

Iwan Suhardi, Studi Pengklasifikasian Citra Berdasarkan Ciri Citra dengan Jaringan Syaraf Tiruan

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Percobaan 1 Percobaan 2

Pengenalan Tanda Tangan Menggunakan Algoritme VFI5 Melalui Praproses Wavelet

PENGENALAN POLA ALPHABET TULISAN TANGAN SECARA ON-LINE DENGAN JST-BP

DOKUMENTASI ULANG NASKAH BRAILLE MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Contoh data Shorea hasil kodefikasi

IMPLEMENTASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS(PCA) DAN IMPROVED BACKPROPAGATION

IDENTIFIKASI IRIS MATA MENGGUNAKAN TAPIS GABOR WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ)

BAB I PENDAHULUAN. mengenali dan membedakan ciri khas yang dimiliki suatu objek (Hidayatno,

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Akurasi. Perangkat Lunak: Sistem operasi: Windows Vista Home Premium Aplikasi pemrograman: Matlab 7.0

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION

ANALISIS LEARNING RATES PADA ALGORITMA BACKPROPAGATION UNTUK KLASIFIKASI PENYAKIT DIABETES

PERBANDINGAN ANTARA METODE KOHONEN NEURAL NETWORK DAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION PADA SISTEM PENGENALAN TULISAN TANGAN SECARA REAL TIME

SEMINAR TUGAS AKHIR M. RIZKY FAUNDRA NRP DOSEN PEMBIMBING: Drs. Daryono Budi Utomo, M.Si

BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN

3. METODE PENELITIAN

PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ABSTRAK

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM PENDETEKSI WAJAH MANUSIA PADA CITRA DIGITAL (PROPOSAL SKRIPSI) diajukan oleh. NamaMhs NIM: XX.YY.ZZZ. Kepada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 merupakan desain penelitian yang akan digunakan pada

DAFTAR ISI. Halaman Judul. Lembar Pengesahan Pembimbing. Lembar Pengesahan Penguji. Halaman Persembahan. Halaman Motto. Kata Pengantar.

PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL PROPAGASI BALIK

KLASIFIKASI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN NAÏVE BAYES-CLASSIFIER

BAB 3 METODOLOGI. seseorang. Hal inilah yang mendorong adanya perkembangan teknologi

KLASIFIKASI POLA SIDIK JARI MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK ANALISA KARAKTERISTIK SESEORANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERAMALAN HARGA SAHAM PERUSAHAAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DAN AKAIKE INFORMATION CRITERION

dan 3. Jumlah partisi vertikal (m) dari kiri ke kanan beturut-turut adalah 1, 2, 3, 4, dan 5. akurasi =.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar (Expert System), Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network), Visi

PENGENALAN IRIS MATA DENGAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVAL VERSI 5 MENGGUNAKAN EKSTRAKSI CIRI LOG-GABOR WAVELET MUHAMMAD ZAKI

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

ALGORITMA BACKPROPAGATION PADA JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN POLA WAYANG KULIT

PERANCANGAN ALGORITMA BELAJAR JARINGAN SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO)

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk pengenalan ekspresi wajah diantara metode Non Negative Matrix

BAB III PERANCANGAN SISTEM

UJM 3 (1) (2014) UNNES Journal of Mathematics.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fold Cross Validation, metode Convolutional neural network dari deep learning

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

Identifikasi Gender Berdasarkan Citra Wajah Menggunakan Deteksi Tepi dan Backpropagation

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian:

SEGMENTASI HURUF TULISAN TANGAN BERSAMBUNG DENGAN VALIDASI JARINGAN SYARAF TIRUAN. Evelyn Evangelista ( )

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

Transkripsi:

Generalisasi Hasil penelitian ini diukur menggunakan nilai konvergen dan generalisasi. Nilai konvergen adalah tingkat kecepatan jaringan untuk mempelajari pola input yang dinyatakan dalam satuan iterasi atau waktu komputasi (Cahyaningtias 2007). Dalam penelitian ini, nilai generalisasi digunakan untuk menghitung kinerja syaraf tiruan backpropagation untuk melakukan pengenalan pola iris mata. Nilai generalisasi dapat dihitung dengan persamaan (Cahyaningtias 2007): Generalisasi= Jumlah pola dikenali dengan benar x 100% Jumlah total pola Lingkungan Pengembangan Sistem Perangkat keras yang digunakan adalah personal computer dengan prosesor Intel Celeron 1.7 GHz dan RAM 512 MB. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem operasi Microsoft Windows XP Professional dan aplikasi pemrograman Matlab 7.0 dengan wavelet toolbox dan neural network toolbox, dan iricode.zip yang diunduh dari http://www.csse.uwa.edu.au/~pk/studentproject s/libor/sourcecode.html untuk proses normalisasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Segmentasi dan Normalisasi Citra mata pada penelitian ini akan mengalami praproses sebelum dilakukan pengenalan pola. Citra mata disegmentasi untuk lokalisasi daerah collarette pada iris dan kemudian dinormalisasi dari koordinat kartesian ke koordinat polar. Hasil segmentasi dan normalisasi dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil segmentasi berupa titik koordinat dan jari-jari pupil serta daerah pada iris. Pada proses segmentasi, hasil sangat dipengaruhi oleh ketepatan pemberian nilai threshold untuk menentukan kandidat wilayah pupil pada citra mata. Intensitas kecerahan pada citra tidak sama, sehingga citra yang memiliki intensitas cahaya kurang akan mendapatkan nilai threshold yang lebih rendah sedangkan citra yang memiliki intensitas tinggi akan mendapatkan nilai threshold yang lebih tinggi, pencarian nilai threshold didapat berdasarkan jumlah persentase daerah gelap setelah dilakukan pemberian nilai threshold awal. Tahapan proses segmentasi terdiri dari: thresholding (Gambar 6b), pemilihan wilayah pupil (Gambar 6c), dan pencarian koordinat dan jari-jari wilayah pupil (Gambar 6d). Pada proses thresholding masalah yang terjadi tidak hanya karena intensitas cahaya pada citra, tetapi juga karena bulu mata dan kelopak mata. Bulu mata yang terlalu panjang dan tebal sampai menutupi pupil mengakibatkan hasil threshold menjadi kurang baik, sehingga ketika pemilihan wilayah untuk daerah pupil bulu mata ikut menjadi wilayah pupil. Bulu mata yang terlalu tebal akan menyebabkan kesalahan pada pemilihan wilayah pupil. Hasil dari thresholding adalah template citra mata yang terdiri dari beberapa wilayah atau objek. Objek adalah wilayah yang bernilai 1 sedangkan pemisah antara objek bernilai 0. Wilayah pupil didapat dari objek terluas dari template citra. Setelah itu, template citra hanya terdiri dari satu objek yang diharapkan yaitu pupil. (a) (c) Bulu mata (e) (b) (d) (f) Gambar 6 Proses segementasi (a) citra mata sebelum segmentasi, (b) hasil thresholding, (c) pemilihan wilayah pupil, (d) hasil segmentasi, hasil normalisasi sebelum (e) dan sesudah (f) deteksi noise. Pencarian koordinat pupil dilakukan dengan pengecekan antara persimpangan garis vertikal dengan garis horizontal. Pencarian akan terus berlangsung hingga menemukan kondisi ideal di daerah tengah pupil ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 7 x 0 dan y 0 adalah garis vertikal dan horizontal, sedangkan x 1, x 2, y 1, dan y 2 adalah batas wilayah pupil. Persimpangan antara garis vertikal dan horizontal adalah koordinat pupil yaitu (x 0, y 0 ), sedangkan diameter pupil didapat dari selisih antara y 2 dan y 1 atau x 2 dan x 1. Selisih yang terpanjang 6

dianggap sebagai diameter pupil. Jari-jari pupil didapat dari diameter pupil dibagi dua. Gambar 7 Ilustrasi pencarian koordinat pupil Kelopak mata merupakan noise untuk proses pengenalan iris ini. Akan tetapi pada penelitian ini, kelopak mata tidak dideteksi sebagai noise sehingga kelopak mata yang menghalangi iris atau menghalangi pupil akan ikut pada proses normalisasi. Contoh hasil segmentasi yang tidak tepat terdapat pada Gambar 8. Penyebab kesalahan tersebut dikarenakan bulu mata yang menutupi pupil sehingga ketika proses pemilihan wilayah sebagian bulu mata masuk menjadi wilayah pupil akhirnya terjadi kesalahan pada proses pencarian koordinat dan jari-jari pupil. Gambar 8 Hasil segmentasi yang tidak tepat. Hasil segmentasi yang berupa koordinat dan jari-jari pupil dan daerah collarette pada iris akan menjadi masukan untuk proses selanjutnya yaitu normalisasi citra. Proses normalisasi ini bertujuan memetakan kembali daerah collarette dari koordinat kartesian ke dalam koordinat polar dan juga menyamakan dimensi citra hasil normalisasi ke dalam dimensi yang sama yaitu 20 240 piksel. Data citra yang telah dinormalisasi akan mengalami proses transformasi wavelet dengan Haar sebagai induk wavelet. Data akan didekomposisi sampai dengan level empat. Detail dimensi citra hasil dekomposisi tiap level dapat dilihat pada Tabel 2. Kinerja jaringan syaraf tiruan pada percobaan ini akan dinilai berdasarkan tiap level dekomposisi. Setiap level dekomposisi akan dikombinasikan sejumlah hidden neuron terhadap laju pelatihan dan momentum. Secara lengkap seluruh hasil percobaan dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 2 Level Dekomposisi Level 0 (citra asli) Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Pengenalan Iris Mata Detail dimensi citra tiap level dekomposisi Dimensi Citra 20x240 piksel 10x120 piksel 5x60 piksel 3x30 piksel 2x15 piksel Setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi tertentu, dilakukan normalisasi data. Normalisasi data sangat penting untuk proses jaringan syaraf tiruan yang bertujuan agar nilai data masukan sebanding dengan nilai keluaran. Pada Matlab digunakan fungsi premnmx, fungsi ini bertujuan untuk menormalisasikan data pada range antara -1 dan 1 sehingga nilai masukan tidak kurang dari -1 dan tidak lebih dari 1. Masukan pada jaringan syaraf tiruan berupa data yang telah dinormalisasi. Ada dua tipe data masukan yaitu data latih dan data uji. Data latih dan data uji terdiri dari lima tipe yang dihasilkan dari proses transformasi empat level dekomposisi wavelet dan satu tipe sebelum proses dekomposisi wavelet. Setiap level merupakan representasi dari setiap tipe data latih dan data uji. Normalisasi pada data latih akan menghasilkan data latih yang telah dinormalisasi dan nilai minimum dan maksimum pada setiap peubah atau piksel pada data latih. Nilai minimum dan maksimum hasil dari normalisasi data latih akan digunakan untuk normalisasi pada data uji. Pada matlab fungsi yang digunakan adalah tramnmx. Fungsi tramnmx digunakan setelah menggunakan fungsi premnmx yang bertujuan untuk normalisasi pada data yang baru atau data uji. Pelatihan menggunakan berbagai kombinasi dengan parameter-parameter yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada pelatihan menggunakan target yang telah ditentukan untuk merepresentasikan kelas-kelas pada data latih yang menjadi masukan pada lapisan masukan pada model jaringan syaraf tiruan. Pengujian dilakukan pada model jaringan syaraf tiruan yang telah dibangun pada proses pelatihan. Data uji akan menjadi masukan pada model jaringan syaraf tiruan yang telah mengalami proses pelatihan dengan data latih. Hasilnya adalah berupa keluaran yang mendekati nilai dari kelas tertentu. Sistem akan 7

memilih kelas mana pada data uji yang diujikan berdasarkan kedekatannya terhadap target yang telah didefinisikan. Hasil pelatihan terbaik pada masing-masing level dekomposisi wavelet dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil pelatihan terbaik terdapat pada dekomposisi wavelet level 2 dengan toleransi kesalahan sebesar 0.0001 yang merupakan minimum toleransi kesalahan. Hasil generalisasi terbaik pada penelitian ini terdapat pada tabel nomor 9 dengan kombinasi hidden neuron berjumlah 90 α 0.05 µ 0.5 dengan akurasi data uji sebesar 94.58%. Fungsi aktivasi sigmoid biner (logsig) merupakan fungsi yang memiliki range antara 0 dan 1 ini sebanding dengan masukan dan keluaran pada jaringan syaraf tiruan dimana range masukan antara -1 dan 1. Nilai masukan yang masuk pada lapisan masukan akan mengeluarkan keluaran pada lapisan tersembunyi dengan nilai antara 0 dan 1 dikarenakan pada lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner. Begitu pula dengan keluarannya yang merupakan rentang nilai antara 0 dan 1 dengan fungsi aktivasi sigmoid biner. Masukan dan keluaran pada model jaringan syaraf tiruan yang sebanding akan mempercepat proses pelatihan. Jumlah hidden neuron sangat mempengaruhi kinerja jaringan syaraf tiruan. Pada hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin banyak jumlah hidden neuron akan menghasilkan model jaringan syaraf tiruan yang baik. Penentuan jumlah iterasi dilihat dari struktur pelatihan jaringan. Jika jumlah hidden neuron banyak, maka iterasi pada pelatihan tidak banyak sehingga memori yang digunakan personal computer (PC) tidak terlalu besar. Semakin banyak jumlah hidden nueron, semakin banyak komputasi sehingga semakin besar memori PC yang digunakan dan akan semakin lama waktu yang ditempuh untuk mencapai minimum toleransi kesalahan. Tabel 3 Hasil pelatihan terbaik dari masing-masing level dekomposisi wavelet No α µ Akurasi Data Uji (%) Toleransi Kesalahan Waktu (s) Hidden neuron Iterasi Level Keterangan 1 0.10 0.70 86.67 1.00 10-4 355.69 90 353 0 goal 2 0.05 0.70 86.67 1.00 10-4 443.29 70 528 0 goal 3 0.50 0.90 87.91 1.00 10-4 251.62 70 313 0 goal 4 0.01 0.70 88.75 1.00 10-4 159.57 70 524 1 goal 5 0.50 0.90 90.00 1.00 10-4 215.97 90 628 1 goal 6 0.50 0.50 91.25 1.00 10-4 308.91 90 723 1 goal 7 0.50 0.70 93.75 1.00 10-4 133.73 90 709 2 goal 8 0.10 0.70 93.33 1.00 10-4 285.79 70 808 2 goal 9 0.05 0.50 94.58 1.00 10-4 182.87 90 1000 2 goal 10 0.50 0.90 92.50 2.90 10-4 126.40 70 1000 3 iterasi 11 0.50 0.70 92.08 2.49 10-4 120.17 90 1000 3 iterasi 12 0.10 0.90 91.25 9.00 10-4 100.52 70 1000 3 goal 13 0.05 0.90 67.92 1.44 10-3 106.08 70 1000 4 iterasi 14 0.10 0.90 71.67 1.69 10-3 110.61 70 1000 4 iterasi 15 0.50 0.90 72.50 3.52 10-3 100.06 70 918 4 gradient Hasil pelatihan terendah pada masingmasing level dekomposisi wavelet dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil akurasi terendah terdapat pada Tabel 4 nomor 13, 14, dan 15 yang terdapat pada level dekomposisi terendah yaitu level empat, nilai akurasi sebesar 0 % untuk seluruh data dengan α 0.1 dan µ 0.7 dengan jumlah hidden neuron sebanyak 10 atau dengan α 0.5 dan µ 0.5 dengan jumlah hidden neuron sebanyak 50. 8

Pada setiap level dekomposisi wavelet kecuali level empat nilai akurasi terendah terjadi ketika hidden neuron berjumlah 10, sedangkan pada level empat hasil terendah merata disetiap jumlah hidden neuron yang diujikan. Berdasarkan berbagai percobaan yang telah dilakukan, ternyata jumlah hidden neuron sangat mempengaruhi nilai akurasi pada jaringan syaraf tiruan pada setiap level dekomposisi wavelet. Waktu rata-rata komputasi tercepat terdapat pada dekomposisi wavelet level 4 yaitu 1.34 menit dikarenakan jumlah neruon masukan berkurang akibat dekomposisi wavelet di mana ukuran citra menjadi 2 15, artinya terdapat 30 neuron masukan pada model jaringan syaraf tiruan tersebut. Jumlah neuron masukan yang sedikit akan mengurangi proses komputasi yang terjadi pada PC sehingga waktu komputasi pun akan semakin cepat, tetapi hasil generasilasi menjadi rendah, karena banyaknya penyusutan informasi yang menyebaban proses pelatihan pada jaringan menjadi terganggu ini dibuktikan terhentinya proses pelatihan dikarenakan gradient telah mencapai target, artinya sudah mencapai nilai minimum toleransi kesalahan. Tabel 4 Hasil pelatihan terendah dari masing-masing level dekomposisi wavelet No α µ Akurasi Data uji (%) Toleransi Kesalahan Waktu (s) Hidden neuron Iterasi Level Keterangan 1 0.01 0.70 0.00 1.60 10-1 382.90 10 1000 0 iterasi 2 0.50 0.70 8.30 10-3 5.22 10-2 379.99 10 1000 0 iterasi 3 0.01 0.50 1.67 10-2 8.00 10-2 381.98 10 1000 0 iterasi 4 0.05 0.90 23.75 1.15 10-2 407.55 10 1000 1 iterasi 5 0.50 0.90 33.33 1.02 10-2 191.07 10 1000 1 iterasi 6 0.05 0.50 31.67 1.09 10-2 244.10 10 1000 1 iterasi 7 0.50 0.90 5.00 1.60 10-2 114.53 10 1000 2 iterasi 8 0.01 0.90 29.17 1.14 10-2 158.94 10 1000 2 iterasi 9 0.10 0.90 32.92 1.07 10-2 113.34 10 1000 2 iterasi 10 0.50 0.90 2.92 1.66 10-2 73.28 10 1000 3 iterasi 11 0.01 0.70 2.08 1.62 10-2 68.09 10 1000 3 iterasi 12 0.05 0.50 28.33 1.21 10-2 71.83 10 1000 3 iterasi 13 0.10 0.70 0.00 1.66 10-2 29.24 10 405 4 gradient 14 0.10 0.50 0.00 1.66 10-2 35.23 30 399 4 gradient 15 0.50 0.50 0.00 1.66 10-2 67.22 50 322 4 gradient K-Fold Cross Validation Parameter optimal yang didapat pada percobaan tiap level dekomposisi wavelet akan digunakan untuk percobaan k-fold cross validation dengan k = 5 yang menghasilkan lima buah subset (1 5). Setiap subset terdiri atas 120 data dengan setiap kelas diwakili dua data. Lima subset tersebut digunakan dalam tahap pelatihan dan pengujian. Grup percobaan berjumlah 5 dengan 5 kali percobaan. Pada percobaan pertama akan digunakan subset satu sampai subset empat sebagai data latih dan subset lima sebagai data uji. Percobaan kedua akan ditukur subset lima menjadi data latih dan subset empat menjadi data uji, dan begitu seterusnya hingga lima kali percobaan. Pada percobaan ini tiap level dekomposisi wavelet menggunakan parameter-parameter optimal yang telah didapat pada percobaan sebelumnya. Seluruh hasil percobaan dengan k- fold cross validation dapat dilihat pada Lampiran 4. Percobaan pada level dekomposisi 0 tingkat akurasi rata-rata untuk data latih sebesar 99.54% dan data uji sebesar 87.50%. Percobaan pada level dekomposisi 1 tingkat akurasi rata-rata untuk data latih sebesar 9

99.75% dan data uji sebesar 90.83%. Percobaan pada level dekomposisi 2 tingkat akurasi ratarata untuk data latih sebesar 99.75% dan data uji sebesar 94.83%. Percobaan pada level dekomposisi 3 tingkat akurasi rata-rata untuk data latih sebesar 97.79% dan data uji sebesar 92.67%. Percobaan pada level dekomposisi 4 tingkat akurasi rata-rata untuk data latih sebesar 90.33% dan data uji sebesar 77.16%. Grafik akurasi rata-rata tiap level dekomposisi wavelet untuk 5-fold cross validation dapat dilihat pada Gambar 9. Generalisasi (%) 100 95 90 85 80 75 70 0 1 2 3 4 data latih data uji Gambar 9 Grafik akurasi rata-rata dengan 5- fold cross validation. Perbandingan Generalisasi Berdasarkan percobaan dengan k-fold cross validation nilai generalisasi tertinggi terdapat pada dekomposisi wavelet level 2. Pada dekomposisi wavelet level 2 nilai generalisasi rata-rata untuk data uji sebesar 94.83%, dan data latih sebesar 99.75%. Semakin tinggi dekomposisi wavelet level mengalami penurunan generalasisi secara umum karena pada tiap level proses dekomposisi wavelet terdapat informasi yang berkurang, semakin tinggi level maka akan semakin banyak informasi yang berkurang, tapi pada dekomposisi wavelet level 0 hingga level 2 meningkat seiring meningkatnya level dekomposisi wavelet. Penilaian model jaringan syaraf tiruan yang efektif dan efisien dapat diuji dengan uji-t berpasangan dimana setiap level dekomposisi wavelet dianggap sebagai perlakuan yang berbeda dan setiap percobaan pada k-fold cross validation sebagai data hasil dari perlakuan pada setiap level dekomposisi wevelet. Terdapat 5 perlakuan yang diujikan, berarti terdapat 10 kombinasi pasangan untuk pengujian uji-t berpasangan. Hasil pengujian uji-t berpasangan untuk seluruh kombinasi dapat dilihat pada Gambar 9. Garis lurus yang menghubungkan antara level dekomposisi wavelet satu dengan yang lain menandakan antara dekomposisi wavelet level tertentu memperoleh hasil hipotesis H 0 diterima dan yang tidak terdapat garis lurus menandakan hipotesis H 0 ditolak. Berdasarkan pengujian dengan uji-t berpasangan dari 10 kombinasi terdapat 2 kombinasi yang dinyatakan hipotesis H 0 diterima. Hipotesis H 0 artinya perbedaan antara dua pengamatan adalah 0. Hipotesis H 0 diterima artinya bahwa pada percobaan tersebut antara kedua perlakuan tidak menghasilkan perbedaan hasil akurasi yang signifikan dengan tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan hipotesis H 0 ditolak berarti antara kedua perlakuan tersebut menghasilkan perbedaan hasil akurasi yang signifikan dengan tingkat kepercayaan 95%. Gambar 10 Hasil uji-t berpasangan. Level 2 memiliki akurasi tertinggi sehingga yang akan dilihat adalah perbedaan perlakuan antara level 2 dengan level yang lain dan memperoleh hasil hipotesis H 0 diterima, yaitu pada dekomposisi wavelet level 2 dengan dekomposisi wavelet level 3. Jadi, perlakuan antara dekomposisi wavelet level 2 dengan dekomposisi wavelet 3 tidak memiliki perbedaan hasil akurasi yang signifikan. Ratarata waktu pelatihan pada dekomposisi wavelet level 2 sebesar 165.52 detik dan rata-rata waktu pelatihan dekomposisi wavelet level 3 sebesar 126.09 detik. Berdasarkan waktu pelatihannya dekomposisi wavelet level 3 lebih cepat sehingga generalisasi yang efektif dan efisien terdapat pada dekomposisi wavelet level 3. Perbandingan Konvergensi Konvergensi jaringan syaraf tiruan diukur dengan satuan iterasi dan atau waktu komputasi. Grafik perbandingan rata-rata jumlah iterasi terhadap setiap level dekomposisi pada seluruh percobaaan jaringan syaraf tiruan terdapat pada Gambar 10. Iterasi 4 0 1 3 2 1000 950 900 850 800 750 700 650 600 550 500 0 1 2 3 4 Gambar 11 Grafik perbandingan jumlah iterasi. 10

Berdasarkan grafik pada Gambar 11, peningkatan level dekomposisi menyebabkan meningkat iterasi. Peningkatan ini disebabkan karena informasi pada data berkurang setelah mengalami dekomposisi wavelet sehingga konvergensi menuju suatu nilai minimum toleransi kesalahan meningkatkan jumlah iterasi yang harus dilakukan. Waktu Pelatihan (s) 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 0 1 2 3 4 Gambar 12 Grafik Perbandingan waktu komputasi. Grafik perbandingan waktu rata-rata komputasi pada seluruh percobaaan jaringan syaraf tiruan pada setiap level dekomposisi wavelet terdapat pada Gambar 12. Waktu komputasi menurun seiring dengan meningkatnya level dekomposisi wavelet. Jumlah neuron masukan akan berkurang seiring dengan berkurangannya ukuran citra dikarenakan proses dekomposisi wavelet. Level dekomposisi yang semakin kecil menyebabkan dimensi citra mengecil sehingga masukan pada jaringan syaraf tiruan semakin sedikit dan proses komputasi pun menjadi lebih cepat. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dari percobaan yang dilakukan pada penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. pada proses segementasi menggunakan teknik thresholding, dihasilkan segementasi yang baik dengan nilai threshold tergantung pada intensitas kecerahan pada citra serta noise yang berada disekitar iris dan pupil. 2. generalisasi yang efektif dan efisien terdapat pada dekomposisi wavelet level 3 dengan akurasi pada data uji sebesar 92.67% dengan waktu pelatihan selama 126.09 detik. 3. kombinasi laju pembelajaran dengan momentum yang tepat akan menghasilkan model jaringan syaraf tiruan yang efektif. 4. peningkatan jumlah hidden neuron akan meningkatkan kinerja jaringan syaraf tiruan. Saran Saran-saran bagi penelitian lebih lanjut antara lain: 1. penggunaan deteksi Canny dan Circle Hough transform untuk proses segmentasi iris mata. 2. implementasi sistem pengenalan secara online. DAFTAR PUSTAKA Acharya T, Ray AK. 2007. Image Processing Principles and Aplication. New Jersey: Wiley. Cahyaningtias T. 2007. Pengenalan Wajah dengan Praproses Transformasi Wavelet [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Daugman J. 2002. How Iris Recognition Works. Proceedings of 2002 International Conference on Image Processing; Rochester, New York, 22-25 Sep 2002. vol 1 hlm I-1-I-36. Fausett L. 1994. Fundamental of Neural Network Architectures, Algorithms and Aplication. New Jersey: Prentice Hall. Kohavi R. 1995. A study of cross-validation and bootstrap for accuracy estimation and model selection. Proceedings of the 14th International Joint Conference on Artificial Intelligence; Quebec, 20-25 Agu 1995. hlm 1137-1143. Masek L. 2003. Recognition Iris Patterns for Biometric Identification [Thesis]. Australia: The School Computer Science and Software Engineering, The University of Western Australia. Oktabroni I. 2008. Pengenalan Sidik Jari Menggunakan Resilient Back propagation Neural Network dengan Praproses Transformasi Wavelet [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Porwik P, Lisowska, A. 2004. The Haar- Wavelet Transform in Digital Image Processing: Its Status and Achievements. Machine Graphics and Vision 13:79-98. Shah S, Ros A. 2006. Generating Synthetic Irises By Feature Agglomeration. IEEE International Conference on Image Processing; Atlanta, 8-11 Okt 2006. hlm 317-320. 11