I. PENDAHULUAN. Unsur P merupakan unsur hara makro utama bagi tanaman selain N dan K. Unsur

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Perkembangan pertanian di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Selain

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fospor (P) merupakan salah satu unsur hara esensial makro selain N dan K yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

I. PENDAHULUAN. tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

TINJAUAN PUSTAKA. Fosfor yang ada di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat

I. PENDAHULUAN. Saat ini kelangkaan pupuk menjadi suatu masalah di Indonesia. Harga pupuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa populasi mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. P tersedia adalah P tanah yang dapat larut dalam air dan asam sitrat. Bentuk P

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. yang terjadi hampir sepanjang tahun. Keadaan hidro-topografi berupa genangan

I. PENDAHULUAN. yang termasuk ke dalam kelompok legum merambat (cover crop). Legum pakan

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang

kimia KTSP & K-13 KESETIMBANGAN KIMIA 1 K e l a s A. Reaksi Kimia Reversible dan Irreversible Tujuan Pembelajaran

PENDAHULUAN. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi. Bab17. Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

I. PENDAHULUAN. Nitrogen (N) dan Fosfor (P) merupakan unsur hara makro utama yang diperlukan

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

ph SEDERHANA ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah

SMP kelas 7 - KIMIA BAB 3. ASAM, BASA, DAN GARAMLatihan Soal 3.1

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

I. PENDAHULUAN. organik disamping pupuk anorganik (Rubiyo dkk., 2003). Pupuk organik tersebut

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan kondisi fisik dan kimia tanah akibat kebakaran akan berakibat

kimia KESETIMBANGAN KIMIA 2 Tujuan Pembelajaran

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Prarancangan Pabrik Diamil Phthalat dari Amil Alkohol dan Phtalic Anhidrid dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

PENGARUH DOSIS DAN UKURAN BUTIR PUPUK FOSFAT SUPER YANG DIASIDULASI LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor penentu produksi. Selama ini untuk mendukung

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

BAB I PENDAHULUAN. ternak, dan untuk keperluan industri (Harmida, 2010). produksi kedelai pada lahan masam di luar Jawa (Sumarno, 2005).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

PETA KONSEP. Larutan Penyangga. Larutan Penyangga Basa. Larutan Penyangga Asam. Asam konjugasi. Basa lemah. Asam lemah. Basa konjugasi.

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak

Kesetimbangan Kimia KIM 2 A. PENDAHULUAN B. REAKSI KESETIMBANGAN. α = KESETIMBANGAN KIMIA. materi78.co.nr. setimbang

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit kathur (Capsicum frutescens) merupakan komoditas rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

I. PENDAHULUAN. obat, sehingga keberadaan tanaman ini menjadi lebih diminati. Tanaman sirih

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

PENDAHULUAN. hingga mencapai luasan 110 ribu Ha. Pengurangan itu terlihat dari perbandingan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-An am ayat 99:

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

ASAM, BASA DAN GARAM

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

KIMIA LARUTAN LARUTAN ELEKTROLIT ASAM DAN BASA

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Unsur P merupakan unsur hara makro utama bagi tanaman selain N dan K. Unsur P berperan penting pada proses fotosintesis, metabolisme karbohidrat, dan proses transfer energi dalam tubuh tanaman. Permasalahan utama dari unsur P ini adalah ketersediaannya yang rendah sampai sangat rendah di tanah, karena adanya fiksasi oleh anasir penjerap P seperti Al 3+, Fe 2+, dan Mn 2+ (Handayani dan Ernita, 2008). Rendahnya ketersediaan P juga disebabkan sifat batuan fosfat alam yang lambat tersedia (slow release) (Hartatik dan Idris, 2008). Karena itu dalam budidaya tanaman modern atau intensif diperlukan pasokan hara P melalui pupuk P. Batuan fosfat alam (BFA) merupakan bahan penambah unsur P dalam tanah. BFA sebenarnya dapat diaplikasikan langsung ke dalam tanah sebagai pupuk alam maupun secara tidak langsung, yaitu melalui pengolahan di pabrik menjadi pupuk buatan. Ketersediaan P dari pupuk alam sangat lambat karena kelarutan P dari batuan fosfat umumnya rendah (Yusuf, 2011). Fosfat alam mudah larut pada kondisi masam, oleh karena itu sangat sesuai apabila digunakan sebagai sumber pupuk P pada lahan kering masam (Sutriadi dkk., 2008). Pupuk buatan yang diproduksi oleh pabrik dapat dengan cepat menyediakan unsur hara P karena

2 diproduksi melalui proses asidulasi sebelumnya, sehingga unsur P pupuk buatan cepat larut dalam air. Agar BFA dapat digunakan sebagai pupuk, batuan fosfat alam perlu diolah terlebih dahulu menjadi pupuk yang unsur P-nya larut dalam air dengan persentase yang tinggi. Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan pupuk fosfat adalah batuan fosfat yang sebenarnya cukup banyak terdapat di Indonesia, tetapi batuan fosfat yang terdapat di Indonesia mempunyai kandungan P 2 O 5 yang kurang memenuhi kriteria sebagai bahan baku pembuatan pupuk fosfat industri (Moersidi, 1999 dalam Budi dan Purbasari, 2009), sehingga industri pupuk di Indonesia masih mengimpor bahan baku batuan fosfat yang harganya relatif mahal. Pupuk fosfat buatan pabrik dibuat menggunakan bahan baku batuan fosfat (Ca 3 (PO 4 ) 2 ) melalui proses asidulasi (Husein dkk., 1998). Asidulasi merupakan proses penambahan reagent (pelarut) asam kuat yang mengandung ion H + dengan kepekatan tinggi yang dapat menggantikan ion Ca 2+ yang mengikat unsur P pada batuan fosfat, sehingga unsur P terbebas dan larut dalam air. Asam lemah tidak digunakan dalam proses asidulasi batuan fosfat karena diduga tidak memiliki kepekatan ion H + yang dapat mendesak ion Ca 2+ untuk melepaskan unsur fosfat yang terikat kuat dalam batuan fosfat. Pelarut asam kuat yang umum digunakan oleh pabrik dalam proses asidulasi adalah asam sulfat (H 2 SO 4 ) dan atau asam fosfat (H 3 PO 4 ). Harga pupuk P buatan berkelarutan P tinggi ini tergolong mahal karena melibatkan pengeluaran biaya dan energi produksi yang tinggi, terutama untuk mengimpor BFA dan pengadaan bahan pelarut asam yang memiliki nilai

3 ekonomis tinggi dalam proses asidulasi pembuatan pupuk tersebut (Fenster dan Leon, 1979 dalam Mutanubun dkk., 1988), sehingga petani seringkali tidak mampu membeli pupuk P buatan pabrik tersebut. Untuk mengatasi hal itu, maka dibutuhkan solusi agar petani tetap dapat membeli pupuk dengan harga terjangkau dan memiliki kualitas yang sama dengan pupuk P buatan pabrik. Solusi ini dapat dicapai melalui pembuatan pupuk P dengan menggunakan bahan-bahan alternatif seperti penggunaan BFA yang tersedia secara lokal dan penggunaan larutan asam alternative yaitu dengan mendayagunakan limbah cair industri sawit. Melalui penggunaan BFA lokal dan penggunaan limbah cair industri sawit sebagai pelarut asam dalam penelitian ini, diharapkan dapat menekan biaya produksi pembuatan pupuk P dari bahan baku batuan fosfat alam. 1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kelarutan P dari BFA oleh berbagai jenis reagent meningkat hingga mencapai maksimal setelah konstanta kesetimbangan reaksi tercapai? 2. Apakah kelarutan P dari BFAyang diasidulasi dengan limbah cair industri sawit tidak berbeda dengan asam asetat (asam lemah), tetapi lebih rendah dibandingkan dengan asam klorida dan asam sulfat (asam kuat)? 3. Apakah kelarutan P dari batuan fosfat asal Selagai Lingga lebih tinggi dibandingkan dengan batuan fosfat asal Sukabumi? 4. Apakah terjadi interaksi antara jenis batuan fosfat, jenis reagent asidulan, dan lama inkubasi (perendaman) dalam pelarutan P dari batuan fosfat?

4 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh asidulasi batuan fosfat dari dua lokasi berbeda dengan kandungan P 2 O 5 total yang berbeda, dengan menggunakan reagent (pelarut) limbah cair industri sawit dan reagent asam konvensional seperti asam asetat (CH 3 COOH), asam klorida (HCl), dan asam sulfat (H 2 SO 4 ), serta lama inkubasi terhadap kelarutan P dari batuan fosfat. 1.4. Kerangka Pemikiran Secara umum limbah cair industri sawit merupakan bahan organik, memiliki ph < 4,2, dan mengandung mikroorganisme yang dapat menguraikan senyawa organik dalam limbah cair tersebut (Togatorop, 2009), serta mengandung unsur hara P (Manik, 2000) sehingga dapat meningkatkan kandungan P dalam tanah. Penambahan bahan organik juga akan mempercepat dan meningkatkan kelarutan batuan fosfat (Noor, 2008). Limbah cair industri sawit yang digunakan dalam penelitian memiliki ph 3,5. Rendahnya ph pada limbah cair industri sawit sebagian besar disebabkan oleh produksi asam-asam organik yang dihasilkan dari penguraian (dekomposisi) limbah cair sawit oleh mikroorganisme (Ginting, 2007). Asam-asam organik tersebut akan bereaksi dengan ion Ca 2+ dari BFA membentuk khelat organik yang stabil sehingga P dari BFA dapat larut (Santi dan Goenadi, 2008). Asam-asam organik ini bersifat sebagai asam lemah. ph asam lemah limbah cair industri sawit ini tidak akan sama rendahnya dengan ph asam kuat seperti asam klorida (ph 0,2) dan asam sulfat (ph 0) selama inkubasi.

5 Pada proses pelarutan batuan fosfat oleh limbah cair sawit dihasilkan pula asam fosfat (H 3 PO 4 ) yang merupakan asam kuat (Takeuchi, 2008). Seiring dengan berjalannya waktu inkubasi, maka kandungan asam fosfat hasil dari pelarutan BFA akan terus meningkat. Meningkatnya kandungan asam fosfat tersebut diduga akan mengakibatkan ph limbah cair akan terus menurun selama inkubasi (perendaman) sehingga kelarutan P terjadi dan akan berlangsung secara gradual setara dengan ph reagent asam lemah seperti asetat (CH 3 COOH). Oleh karena itu, kemampuan pelarutan P dari batuan fosfat oleh limbah cair industri sawit dapat diperbandingkan (comparable) dengan potensi pelarutan oleh pelarut asam konvensional seperti asam asetat (CH 3 COOH), asam klorida (HCl), dan asam sulfat (H 2 SO 4 ). Pada proses kelarutan P dari BFA oleh reagent (pelarut), terjadi reaksi kesetimbangan. Kesetimbangan adalah proses ketika reaksi bergerak ke depan dan reaksi terjadi pada laju yang sama tetapi pada arah yang berlawanan, dengan konsentrasi dari setiap zat tetap. Banyak reaksi kimia tidak sampai berakhir, dan mencapai suatu titik ketika konsentrasi zat pereaksi dan produk tidak lagi berubah dengan berubahnya waktu. Molekul-molekul telah berubah dari pereaksi menjadi produk dan dari produk menjadi preaksi, tetapi tanpa perubahan konsentrasinya (Satrio, 2011). Lebih lengkap, Satrio (2011) menjelaskan pernyataan dari hukum aksi massa (law of mass action), yang menyatakan bahwa pada reaksi reversibel (bolak-balik, dua arah) yang mencapai keadaan kesetimbangan pada perbandingan konsentrasi reaktan dan produk memiliki nilai tertentu (konstan), disebut konstanta kesetimbangan (Ksp). Untuk mempelajari kecenderungan arah reaksi, digunakan besaran Qs, yaitu hasil perkalian konsentrasi awal produk dibagi hasil

6 perkalian konsentrasi awal reaktan yang masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya. Apabila Qs > Ksp maka larutan telah jenuh dan kemampuan pelarutan P akan menurun (Ratna, 2009). Selain tingkat kemasaman dan waktu inkubasi, kandungan P 2 O 5 dalam batuan fosfat juga berpengaruh terhadap laju kelarutan P dari batuan fosfat tersebut. Kawulusan (2007) menyatakan bahwa tingginya kelarutan P juga dipengaruhi oleh kandungan P total dari batuan fosfat itu sendiri. Batuan fosfat yang digunakan dalam penelitian ini adalah batuan fosfat alam (BFA) asal Sukabumi (Jawa Barat) yang memiliki kandungan P 2 O 5 sebesar 14,24% dan batuan fosfat alam (BFA) asal Selagai Lingga (Lampung Tengah) yang memiliki kandungan P 2 O 5 sebesar 25,63%. Oleh karena itu, BFA Selagai Lingga akan lebih banyak memiliki P terlarut dibandingkan dengan BFA Sukabumi. 1.5. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dirancang hipotesis sebagai berikut: 1. Kelarutan P dari BFA yang diasudilasikan dengan reagent pelarut asam dan limbah cair industri sawit meningkat dari saat perendaman dan mencapai kelarutan maksimal setelah konstanta kesetimbangan reaksi tercapai. 2. Kelarutan P dari batuan fosfat yang diasidulasi dengan limbah cair industri sawit tidak berbeda dengan kelarutan P dari batuan fosfat yang diasidulasi dengan reagent asam asetat (asam lemah), tetapi lebih rendah dibandingkan dengan asam klorida dan asam sulfat (asam kuat).

7 3. Kelarutan P dari batuan fosfat asal Selagai Lingga (Lampung Tengah) lebih tinggi dibandingkan dengan batuan fosfat asal Sukabumi (Jawa Barat). 4. Terdapat interaksi antara jenis batuan fosfat, jenis reagent asidulan, dan lama inkubasi (perendaman) dalam pelarutan P dari batuan fosfat.