BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

PUNTIRAN. A. pengertian

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Torsi. Pertemuan - 7

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

ANALISIS TORSI PADA TAMPANG PERSEGI PANJANG DAN APLIKASI PADA KOMPONEN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN ELEMEN GRID

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL

Tegangan Dalam Balok

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser

KONTRIBUSI BALOK ANAK TERHADAP KEKAKUAN STRUKTUR PADA BALOK DENGAN PEMODELAN GRID

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

III. TEGANGAN DALAM BALOK

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

FISIKA XI SMA 3

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II STUDI PUSTAKA

Pertemuan IV II. Torsi

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN

Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan Momen Lentur

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

menahan gaya yang bekerja. Beton ditujukan untuk menahan tekan dan baja

BAB II STUDI LITERATUR

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan

BAB III LANDASAN TEORI

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m.

BAB III LANDASAN TEORI

MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG I LENTUR PADA PENAMPANG 4 PERSEGI. Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS

STRUKTUR CANGKANG I. PENDAHULULUAN

TEGANGAN DAN REGANGAN GESER. Tegangan Normal : Intensitas gaya yang bekerja dalam arah yang tegak lurus permukaan bahan

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB DINAMIKA ROTASI DAN KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

II. LENTURAN. Gambar 2.1. Pembebanan Lentur

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :


BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

C. Momen Inersia dan Tenaga Kinetik Rotasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang biasanya dari struktur cangkang terbagi tiga, yaitu : a) Permukaan Rotasional, yaitu bentuk permukaan yang berasal dari

BAB II METODE ELEMEN HINGGA PADA STRUKTUR. 2.1 Jenis - Jenis Struktur pada Bangunan Teknik Sipil

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

MAKALAH PRESENTASI DEFORMASI LENTUR BALOK. Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mekanika Bahan Yang Dibina Oleh Bapak Tri Kuncoro ST.MT

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

DAFfAR NOTASI. = Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi ( batang. = Luas dari tulangan geser dalam suatu jarak s. atau luas dari tulangan

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. Dinding ( wall ) adalah suatu struktur padat yang membatasi dan melindungi

KONSEP DAN METODE PERENCANAAN

II. KAJIAN PUSTAKA. gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

tegangan tekan disebelah atas dan tegangan tarik di bagian bawah, yang harus ditahan oleh balok.

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Torsi Erwin (2009) berpendapat bahwa torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus apabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu jika seseorang memutar obeng, maka tangannya memberikan torsi ke obeng. Gambar 2.1 Arah kerja torsi sesuai kaidah tangan kanan dan panah lengkung Demikian pula halnya dengan komponen struktur suatu bangunan. Jika diperhatikan lebih seksama, sebenarnya balok-balok pada bangunan mengalami torsi akibat beban-beban pada pelat. Demikian pula halnya dengan kolom. Namun torsi pada kolom kebanyakan diakibatkan oleh gaya-gaya yang arahnya horizontal seperti gaya angin ataupun gempa. Berikut ini beberapa ilustrasi yang memperlihatkan adanya torsi yang terjadi pada balok dan kolom. Torsi timbul karena adanya gaya-gaya yang membentuk kopel yang cenderung memuntir batang terhadap sumbu longitudinalnya. Seperti diketahui 6

dari statika, momen kopel merupakan hasil kali dari gaya dan jarak tegak lurus antara garis kerja gaya. Satuan untuk momen pada USCS adalah (lb-ft) dan (lbin), sedangkan untuk satuan SI adalah (N.m). Untuk mudahnya, momen kopel sering dinyatakan dengan vektor dalam bentuk panah berkepala ganda. Panah ini berarah tegak lurus bidang yang mengandung kopel, sehingga dalam hal ini kedua panah sejajar dengan sumbu batang. Arah momen ditunjukkan dengan kaidah tangan kanan untuk vektor momen yaitu dengan menggunakan tangan kanan, empat jari selain jempol dilipat untuk menunjukkan momen sehingga jempol akan menunjuk arah vektor. Representasi momen yang lain adalah dengan menggunakan panah lengkung yang mempunyai arah torsi. Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen puntir atau momen torsi. Batang yang menyalurkan daya melalui rotasi disebut poris atau as (shaft). Dalam tugas akhir ini, shaft yang akan dibahas secara khusus adalah shaft yang dalam bidang teknik struktur bangunan banyak dijumpai yaitu pada balok dan kolom struktur beton bertulang. 2.2. Elastisitas Elastisitas ialah sifat suatu bahan apabila gaya luar mengakibatkan perubahan bentuk (deformation) tidak melebihi batas tertentu, maka perubahan bentuk akan hilang setelah gaya dilepas. Hampir semua bahan teknik memiliki sifat elastisitas ini (Erwin,2009). Dalam pembahasan torsi dalam tugas akhir ini, bahan-bahan akan dianggap bersifat elastis sempurna yaitu benda akan kembali seperti semula secara utuh setelah gaya yang bekerja padanya dilepas. 7

2.3. Tegangan Tegangan didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap satuan luas bahan. Untuk menjelaskan ini, maka akan ditinjau sebuah benda yang dalam keadaan setimbang seperti terlihat pada Gambar 2.2. Akibat kerja gaya luar, dan, maka akan terjadi gaya dalam di antara benda. Untuk mempelajari besar gaya ini pada titik sembarang O, maka benda diandaikan dibagi menjadi dua bagian A dan B oleh penampang mm yang melalui titik O (Erwin,2009). Gambar 2.2. Benda Tampang Sembarang yang Dibebani Oleh Gaya-gaya Luar Kemudian tinjaulah salah satu bagian ini, misalnya A. Bagian ini dapat dinyatakan dalam keadaan setimbang akibat gaya luar, dan, dan gaya dalam terbagi di sepanjang penampang mm yang merupakan kerja 8

bahan. Oleh karena intensitas distribusi ini, tegangan dapat diperoleh dengan membagi gaya tarik total P dengan luas potongan penampang A. Untuk memperoleh besar gaya yang bekerja pada luasan kecil δa, misalnya dari potongan penampang mm pada titik O, dapat diamati bahwa gaya yang bekerja pada elemen luas ini diakibatkan oleh kerja bahan bagian B terhadap bagian A yang dapat diubah menjadi sebuah resultante δp. Apabila tekanan diberikan pada luas elemen δa, harga batas δp/ δa akan menghasilkan besar tegangan yang bekerja pada potongan penampang mm pada titik O dan arah batas resultante δp adalah arah tegangan. Umumnya arah tegangan ini miring terhadap luas δa tempat gaya bekerja sehingga dapat diuraikan menjadi dua komponen tegangan yaitu tegangan normal yang tegak lurus terhadap luas dan tegangan geser yang bekerja pada bidang luas δa. Tegangan normal dinotasikan dengan huruf dan tegangan geser dengan huruf. Untuk menunjukkan arah bidang dimana tegangan tersebut bekerja, digunakan subscript terhadap huruf-huruf ini. Tegangan normal menggunakan sebuah subscript yang menunjukkan arah tegangan yang sejajar terhadap sumbu koordinat tersebut, sedangkan tegangan geser menggunakan dua buah subscript dimana huruf pertama menunjukkan arah normal terhadap bidang yang ditinjau dan huruf kedua menunjukkan arah komponen tegangan. Gambar 2.3 menunjukkan arah komponen-komponen tegangan yang bekerja pada suatu elemen kubus kecil pada titik O pada Gambar 2.3. 9

Gambar 2.3. Komponen-komponen Tegangan yang Bekerja pada Kubus Kecil Untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada keenam sisi elemen ini diperlukan tiga simbol untuk tegangan normal dan simbol untuk tegangan geser. Dengan meninjau kesetimbangan elemen secara sederhana, maka jumlah simbol tegangan geser dapat dikurangi menjadi tiga. Gambar 2.4. Potongan Melintang Kubus yang Melalui Titik P 10

Apabila momen gaya yang bekerja pada elemen terhadap garis yang melalui titik tengah C dan sejajar sumbu x, maka hanya tegangan permukaan yang diperlihatkan pada Gambar 2.4. yang perlu ditinjau. Gaya benda, seperti berat elemen, dapat diabaikan karena semakin kecil ukuran elemen, maka gaya benda yang bekerja padanya berkurang sebesar ukuran linier pangkat tiga. Sedangkan gaya permukaan berkurang sebesar ukuran linear kuadrat. Oleh karena itu, untuk elemen yang sangat kecil, besar gaya benda sangat kecil jika dibandingkan dengan gaya permukaan sehingga dapat dihilangkan ketika menghitung momen. Dengan cara yang sama, orde momen akibat ketidak-merataan distribusi gaya normal lebih tinggi dibandingkan dengan orde momen akibat gaya geser dan menjadi nol dalam limit. Juga gaya pada masing-masing sisi dapat ditinjau sebagai luas sisi kali tegangan di tengah. Jika ukuran elemen kecil pada Gambar 2.4. adalah dx, dy, dz, maka momen gaya terhadap P, maka persamaan kesetimbangan elemen ini adalah : (2.1) didapatkan : Dua persamaan lain dapat diperoleh dengan cara yang sama sehingga (2.2) Dengan demikian enam besaran cukup untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat bidang melalui sebuah titik. Besaran-besaran ini disebut komponen tegangan pada suatu titik. 11

Jika kubus pada Gambar 2.3. diberikan suatu komponen gaya per satuan volume sebesar X, Y, Z pada masing-masing sumbu x, y, dan z maka gambar komponen tegangan dalam Gambar 2.3. akan menjadi seperti pada Gambar 2.5. di bawah ini. Gambar 2.5. Komponen-komponen Tegangan yang bekerja pada kubus kecil dimana Gaya Luar per Satuan Volume yang Bekerja Sesudah dibagi dengan, maka akan didapatkan persamaan kesetimbangan yaitu: 12

Persamaan (2.3) ini harus dipenuhi di semua titik di seluruh volume benda. Tegangan berubah di seluruh volume benda, dan apabila sampai pada permukaan, tegangan-tegangan ini harus sedemikian rupa sehingga setimbang dengan gaya luar yang bekerja pada permukaan benda (Timoshenko, S., 1958). 2.4. Regangan Erwin (2009) menyatakan bahwa regangan didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya. Karena merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan demikian, regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung pada sistem satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil karena batang yang terbuat dari bahan struktural hanya mengalami perubahan panjang yang kecil apabila dibebani. Dalam membahas perubahan bentuk benda elastis, selalu dianggap bahwa benda terkekang sepenuhnya sehingga tidak bisa bergerak sebagai benda kaku sehingga tidak mungkin ada perpindahan partikel benda tanpa perubahan bentuk benda tersebut. Pada pembahasan ini yang ditinjau hanya perubahan bentuk yang kecil yang biasa terjadi pada struktur teknik. Perpindahan kecil partikel yang berubah bentuk ini diuraikan ke dalam komponen u, v, w berturut-turut sejajar dengan sumbu koordinat. Besar komponen ini dianggap sangat kecil dan bervariasi di seluruh volume benda. 13

Gambar 2.6. Elemen Kecil Berdimensi dx dy dz Tinjau elemen kecil dx dy dz dari sebuah benda elastis seperti terlihat pada Gambar 2.6. Apabila benda mengalami perubahan bentuk dan u, v, w merupakan komponen perpindahan titik P, perpindahan titik di dekatnya, A, dalam arah x pada sumbu x adalah orde pertama dalam dx, yaitu u + (δu/δx) dx akibat pertambahan fungsi u sebesar (δu/δx) dx sesuai dengan pertambahan panjang elemen PA akibat perubahan bentuk adalah (δu/δx) dx. Sedangkan satuan perpanjangan (unit elongation) pada titik P dalam arah x adalah (δu/δx). Dengan cara yang sama, maka diperoleh satuan perpanjangan dalam arah y dan z adalah (δv/δy) dan (δw/δz). Gambar 2.7. Perpindahan Titik P, A, dan B 14

Sekarang tinjaulah pelentingan sudut antara elemen PA dan PB dalam Gambar 2.7. Apabila u dan v adalah perpindahan titik P dalam arah x dan y, perpindahan titik A dalam arah y dan titik B dalam arah x berturut-turut adalah v + (δv/δx) dx dan u + (δu/δy) dy. Akibat perpindahan ini, maka P A merupakan arah baru elemen PA yang letaknya miring terhadap arah awal dengan sudut kecil yang ditunjukkan pada gambar, yaitu sama dengan (δv/δx). Dengan cara yang sama arah P B miring terhadap PB dengan sudut kecil (δu/δy). Dari sini dapat dilihat bahwa sudut awal APB yaitu sudut antara kedua elemen PA dan PB berkurang sebesar (δv/δx) + (δu/δy). Sudut ini adalah regangan geser (shearing strain) antara bidang xz dan yz. Regangan geser antara bidang xy dan xz dan yx dan yz dapat diperoleh dengan cara yang sama. Selanjutnya kita menggunakan huruf untuk satuan perpanjangan dan huruf y untuk regangan geser. Untuk menunjukkan arah regangan digunakan subscript yang sama terhadap huruf ini sama seperti untuk komponen tegangan. Kemudian diperoleh dari pembahasan di atas beberapa besaran berikut: (2.4) Keenam besaran ini disebut sebagai komponen regangan geser (Timoshenko, S., 1958). 15

2.5. Hukum Hooke Hubungan linear antara komponen tegangan dan komponen regangan umumnya dikenal sebagai hukum Hooke. Satuan perpanjangan elemen hingga batas proporsional diberikan oleh: (2.5) dimana E adalah modulus elastisitas dalam tarik (modulus of elasticity in tension). Bahan yang digunakan di dalam struktur biasanya memiliki modulus yang sangat besar dibandingkan dengan tegangan izin, dan besar perpanjangannya sangat kecil. Perpanjangan elemen dalam arah x ini akan diikuti dengan pengecilan pada komponen melintang yaitu (2.6) dimana adalah suatu konstanta yang disebut dengan ratio Poisson (Poisson s Ratio). Untuk sebagian besar bahan, ratio poisson dapat diambil sama dengan 0,25. Untuk struktur baja biasanya diambil sama dengan 0,3. Apabila elemen di atas mengalami kerja tegangan normal secara serempak, terbagi rata di sepanjang sisinya, komponen resultante regangan dapat diperoleh dari persamaan (2.5) dan (2.6) yaitu: [ ( )] [ ] (2.7) [ ( )] Pada persamaan (2.7), hubungan antara perpanjangan dan tegangan sepenuhnya didefinisikan oleh konstanta fisik yaitu E dan. Konstanta yang sama 16

dapat juga digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara regangan geser dan tegangan geser (Timoshenko, S., 1958). b b a o c o c d Gambar 2.8. Perubahan Bentuk Segi Empat Parallelogram Tinjaulah kasus khusus yaitu perubahan bentuk segi empat paralellogram dimana,, dan. Potonglah sebuah elemen abcd dengan bidang yang sejajar dengan sumbu x dan terletak 45 terhadap sumbu y dan z (Gambar 2.8). Dengan menjumlah gaya sepanjang dan tegak lurus bc, bahwa tegangan normal pada sisi elemen ini nol dan tegangan geser pada sisi ini adalah: ( ) (2.8) Kondisi tegangan seperti itu disebut geser murni (pure shear). Pertambahan panjang elemen tegak Ob sama dengan berkurangnya panjang elemen mendatar Oa dan Oc, dan dengan mengabaikan besaran kecil dari orde 17

kedua, kita bisa menyimpulkan bahwa panjang elemen ab dan bc tidak berubah selama terjadinya perubahan bentuk. Sudut antara sisi ab dan bc berubah dan besar regangan geser yang bersangkutan bisa diperoleh dari segitiga Obc. Sesudah perubahan bentuk akan didapatkan: ( ) Untuk yang kecil, dan ( ), maka : ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Maka diperoleh : Sedangkan jika nilai-nilai,, dan disubstitusikan ke dalam persamaan (2.7) maka akan diperoleh : [ ] [ ] Maka diperoleh hubungan antara regangan dengan regangan geser : (2.9) Hubungan antara regangan dan tegangan geser didefinisikan oleh konstanta E dan v yaitu: (2.10) 18

Jika digunakan notasi : (2.11) Maka persamaan (2.10) akan menjadi : (2.12) dimana konstanta G didefinisikan oleh persamaan (2.11), dan disebut modulus elastisitas dalam geser (modulus of elasticity in shear) atau modulus kekakuan (modulus of rigidity). Apabila tegangan geser bekerja ke semua sisi elemen, seperti terlihat pada Gambar 2.4, pelentingan sudut antara dua sisi yang berpotongan hanya tergantung kepada komponen tegangan geser yang bersangkutan dan diperoleh (Timoshenko, S., 1958). : 2.6. Analogi Membran Elastis oleh Prandtl (Soap Film Analogy) Untuk pembahasan analogi membran ini, potonglah suatu bukaan pada potongan melintang dari elemen yang mengalami torsi untuk diselidiki. Anggaplah bukaan ini ditutupi oleh sejenis membran elastis yang homogen, seperti selaput sabun, dan kerjakan suatu tekanan pada salah satu sisi membran. 19

y D A dx B dy C O x z O S P S x Gambar 2.9. Analogi Selaput Sabun (Soap Film Analogy) Kemudian tinjaulah suatu elemen membran elastis ABCD dengan dimensi dx dy seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9. Dengan menggunakan z sebagai besaran perpindahan lateral dari membran elastis, p adalah tekanan lateral dalam gaya per satuan luas, dan S sebagai tegangan inisial dalam gaya per satuan panjang, maka gaya vertical murni yang diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi AD dan BC dari membran (dengan mengasumsikan perpindahan yang terjadi adalah sangat kecil sehingga nilai sin α tan α ) berturut-turut adalah : ( ) ( ) ( ) 20

Dengan cara yang sama akan diperoleh gaya vertikal murni yang diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi AB dan DC berturut-turut adalah ( ) Jika keempat gaya vertikal di atas dijumlahkan maka akan diperoleh persamaan membran untuk elemen dx dy adalah sebagai berikut ( ) ( ) ( ) ( ) (2.13) Persamaan (2.13) ini dikenal sebagai persamaan Analogi Membran Prandtl. Persamaan ini kemudian akan digunakan untuk menyelesaikan persamaan torsi untuk tampang persegi (Erwin, 2009).. 21

2.7. Analisis Torsi Pada Tampang Sembarang (Metode Semi-Invers Saint- Venant) x P P β T z y Gambar 2.10. Elemen Torsi dengan Tampang Sembarang Anggap suatu bahan yang mengalami torsi dengan suatu potongan melintang seragam dari tampang sembarang seperti terlihat pada Gambar 2.10 Tegangan yang didistribusikan pada ujung-ujung yaitu dan akan menghasilkan torsi sebesar T. Pada umumnya, semua distribusi tegangan pada ujung potongan akan menghasilkan torsi. Menurut Saint-Venant, distribusi tegangan pada potongan yang cukup jauh dari ujung bergantung hanya pada besar momen torsi dan tidak tergantung pada distribusi tegangan pada ujungnya. Oleh karena itu, untuk suatu elemen torsi panjang, distribusi tegangan pada ujung tidak akan mempengaruhi distribusi pada bagian makro dari elemen torsi. Metode Saint-Venant dimulai dengan suatu perkiraan komponen perpindahan akibat torsi. Perkiraan ini didasarkan pada perubahan geometri yang terjadi pada elemen torsi yang terdeformasi. Saint-Venant mengasumsikan tiap elemen torsi lurus dengan tampang tetap selalu memiliki suatu sumbu putar yang tegak lurus terhadap potongan melintangnya yang bertindak sebagai poros kaku pada pusatnya. Dalam hal ini, poros diambil sejajar dengan sumbu z. 22

Tinjau suatu titik P dengan koordinat (x, y, z) dari pusat O sebelum mengalami deformasi. Setelah mengalami deformasi akibat torsi, P bergerak ke P, P akan berpindah sejauh w sejajar sumbu z karena warping (distorsi ke arah luar bidang) dari potongan melintang dan berpindah sejauh u dan v sejajar sumbu x dan sumbu y karena rotasi dasar potongan melintang di mana P berada dengan sudut puntir sebesar β terhadap poros. Sedangkan sudut puntir β ini bervariasi menurut jarak z dari poros. Dapat dituliskan bahwa dβ/dz sebagai suatu laju puntiran. Maka pada jarak z dari pusat O, sudut puntir adalah sebesar β =. Gambar 2.11. Potongan Melintang Suatu Elemen Torsi Dengan mengacu pada Gambar 2.11., diperoleh : [ ] [ ] dan 23

[ ] [ ] Untuk perpindahan yang sangat kecil, akan diperoleh nilai-nilai sin β = β dan cos β = 1, maka : Sedangkan untuk komponen w diambil : Dimana adalah fungsi warping. Setelah komponen perpindahan ini diperoleh, maka kita akan mensubstitusikan nilai-nilai u, v, dan w ke dalam persamaan (2.4) dan diperoleh: [ ] [ ] [ ] * + * + Tinjau kembali persamaan (2.3). Untuk komponen yang mengalami torsi murni,,,,,,, sehingga dari persamaan (2.3) didapatkan : 24

Persamaan (2.15.a) dan (2.15.b) menunjukkan bahwa dan tidak tergantung pada z dam komponen tegangan harus memenuhi persamaan (2.15.c). Oleh karena itu, diambil persamaan tegangan geser ini menjadi : menjadi : Kemudian kedua persamaan diatas disubstitusikan ke persamaan (2.15.c) ( ) ( ) Hasil dari ruas kiri persamaan ini juga memberikan nilai nol, hal ini menunjukkan bahwa persamaan (2.16) yang diambil memenuhi persamaan (2.15.c). Tinjau kembali persamaan (2.14). jika masing-masing dan didiferensiasi parsial-kan terhadap y dan x, maka diperoleh : * + * + 25

* + (2.17.a) * + (2.17.b) Jika persamaan (2.17.a) dengan (2.17.b), maka akan diperoleh : (2.18) Substitusikan hubungan antara regangan geser dengan tegangan geser pada persamaan (2.4) ke dalam persamaan (2.18), maka akan diperoleh: ( ) ( ) (2.19) Maka didapatkan suatu persamaan yang kemudian akan kita kenal sebagai persamaan torsi : ( ) ( ) (2.20) Persamaan (2.20) akan digunakan untuk menurunkan fungsi torsi dengan bantuan persamaan analogi membran Prandtl yang telah diturunkan sebelumnya. Karena permukaan elemen torsi ini bebas dari gaya lateral, maka resultan dari gaya geser τ pada potongan melintang dari elemen torsi pada keliling potongan ini harus berarah tegak lurus terhadap garis normalnya. Kedua komponen tegangan geser dan yang bekerja pada potongan melintang dengan sisi-sisi dx, dy, dan dx dapat dinyatakan dengan : 26

y S R x O dx s dy α ds α y R S dy y O x Gambar 2.12 Potongan Melintang Elemen Torsi Dengan mengacu pada Gambar 2.12 (2.21) Karena komponen tegangan geser pada arah n sesuai gambar pada keliling elemen harus bernilai nol, maka proyeksi dan dalam arah normal adalah : (2.22) 27

Maka didapat : Dari penyelesaian ini menunjukkan bahwa nilai konstan di sepanjang keliling S. Karena tegangan merupakan turunan partial dari, maka nilai kontan ini dapat dianggap nol. Distribusi dan pada potongan melintang yang dibahas harus memenuhi ketiga persamaan berikut (Erwin, 2009).: (2.23.a) (2.23.b) ( ) ( ) (2.23.c) 2.8. Hubungan Momen Torsi dengan Fungsi Torsi Dengan menyelesaikan persamaan 2.23.c, maka akan diperoleh hubungan antara momen torsi dengan fungsi torsi. Ambillah salah satu komponen integral dari persamaan (2.23.c). Karena fungsi tegangan tidak bervariasi dalam arah y untuk sebuah garis setebal dy seperti tampak pada Gambar 2.12. Turunan parsial dapat digantikan dengan suatu turunan total sehingga diperoleh : * + Mengingat nilai pada tepi-tepi elemen, maka diperoleh : 28

Langkah yang sama dilakukan untuk komponen lain dari integral pada persamaan (2.23.c) sehingga diperoleh : Dengan menjumlahkan kedua komponen ini, maka diperoleh hubungan antara momen torsi dengan fungsi torsi yaitu (Erwin, 2009). : * + (2.24) 2.9. Torsi pada Tampang Lingkaran Gambar 2.13 Tampang Lingkaran Selama Diberi Puntir Tetap Pada gambar 2.13 ukuran dari permukaan tampang lingkaran selama diberi puntir tetap. Diameter dan panjangnya juga tidak berubah dengan catatan bahwa sudut puntirnya kecil. Cakram seperti Gambar 2.13.b akan mengikuti arah regangan. Ada putaran pada bagian bawah tampang terhadap bagian atas tampang membentuk sudut, dimana adalah besar putaran dari potongan mn terhadap ujung. Elemen persegi abcd dari pinggir cakram seperti pada Gambar 2.13.b., panjang sisinya tetap sama namun sudut pada pertemuan sisi dengan sisinya yang berubah. Elemen ini bisa 29

disebut dalam keadaan geser murni dan besar dari regangan gesernya didapat dari segitiga kecil cac : Karena c c membentuk lengkungan kecil dengan jari-jari d/2 sesuai dengan perbedaan dalam sudut putaran dari dua tampang yang berdekatan, maka c c = (d/2) dan diperoleh Untuk balok yang berputar karena torsi pada ujungnya, sudut puntirnya sebanding dengan panjang bentang dan besar tetap. Besarnya sudut puntir persatuan panjang balok dinotasikan sebagai θ. Lalu, dari persamaan (2.25) didapatkan : Tegangan geser yang bekerja pada sisi-sisi elemen dan menghasilkan geser pada arah tersebut. Besar tegangan gesernya didapat dari persamaan (2.12) yaitu : Karena d/2 = r, maka dihasilkan : Timoshenko (1958) menyatakan bahwa kesetimbangan bagian dari balok diantara bagian bawah dan potongan mn pada Gambar 2.13.a dapat disimpulkan bahwa tegangan geser yang tersebar pada tampang sama dengan nilai kopel dan 30

berlawanan dengan momen torsi Gambar 2.13.c gaya gesernya yaitu. Untuk tiap elemen pada luasan da pada. Momen terhadap gaya tersebut adalah. Maka momen torsinya yaitu Dimana Momen inersia polar dari tampang lingkaran dengan, maka: Jika v merupakan sudut puntir maka : Substitusikan persamaan (2.30) ke persamaan (2.28), sehingga : 2.10. Torsi pada Tampang Segi Empat 31

Johannes, T. (2014) mengatakan bahwa secara umum, khusus tampang segi empat, persamaan inersia torsinya yaitu : α Dimana, α = koefisien untuk mencari J a = tinggi penampang b = lebar penampang Untuk mencari tegangan geser akibat torsi pada tampang segi empat, dapat dihitung dengan rumus : τ τ τ Dimana, β Keterangan,, β, X = koefisien untuk mencari tegangan geser a = tinggi penampang b = lebar penampang τ = tegangan geser maksimum akibat torsi τ = tegangan geser pada sisi terpendek 32

Gambar 2.14. Diagram Tegangan Torsi pada Tampang Segi Empat Tabel 2.1. koefisien α, β, X berdasarkan perbandingan a/b a/b α β X 1 0,141 4.81 1.000 1.5 0,196 4.33 0.853 2 0,229 4.06 0.796 2.5 0,249 3.88 0.768 3 0,263 3.74 0.753 4 0,281 3.55 0.745 5 0,291 3.43 0.744 6 0,299 3.35 0.743 8 0,307 3.26 0.743 10 0,312 3.20 0.743-0,333 3.00 0.743 2.11. Tulangan Torsi pada Beton Bertulang Batang beton bertulang yang menerima gaya torsi besar akan runtuh secara mendadak jika tidak diberikan tulangan torsi. Penambahan tulangan torsi tidak mengubah besar torsi yang akan menyebabkan retak tarik diagonal, melainkan mencegah batang tersebut terpisah. Oleh karena itu, tulangan torsi ini akan mampu menahan momen torsi yang cukup besar tanpa runtuh. Pengujian 33

menunjukkan bahwa tulangan longitudinal dan sengkang tertutup (atau spiral) perlu dipasang untuk menahan sejumlah retak tarik diagonal yang terjadi pada seluruh permukaan dari batang yang menerima gaya torsi cukup besar (Jack C. McCormac, 2004). 2.12. Momen Torsi yang Harus Ditinjau dalam Desain Beton Bertulang Jack C. McCormac (2004) menyatakana bahwa momen torsi dikenal sebagai torsi keseimbangan dan torsi kompatibilitas. Berikut penjelasannya : Torsi keseimbangan. Untuk struktur statis tertentu, hanya ada satu alur di mana momen torsi dapat dipindahkan ke tumpuan. Jenis momen torsi ini disebut torsi keseimbangan atau torsi statis tertentu dan tidak dapat direduksi oleh redistribusi gaya dalam atau oleh rotasi batang. Torsi kompatibilitas. Momen torsi pada bagian tertentu dari struktur statis tak tentu dapat direduksi cukup besar jika bagian struktur tersebut retak akibat torsi dan berotasi. Hasilnya adalah redistribusi gaya dalam struktur. Dalam beberapa bagian dari struktur yang ditinjau memuntir untuk mempertahankan deformasi dari kompatibilitas struktur. 2.13. Tegangan Torsi pada Beton Bertulang Tegangan torsi ditambahkan pada tegangan geser pada satu sisi dari balok dan dikurangkan dari tegangan geser pada sisi lainnya seperti terlihat pada Gambar 2.15. 34

Gambar 2.15. Tegangan Torsi dan Geser dalam Balok Berongga Tegangan torsi mendekati pusat balok pejal sangat rendah. Oleh karenanya, balok berongga diasumsikan mempunyai kekuatan torsi yang hampir sama seperti balok pejal dengan dimensi luar yang sama (Jack C. McCormac, 2004). Dalam penampang pejal, tegangan geser akibat torsi terkonsentrasi pada tube luar dari batang, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.16(a), sedangkan tegangan geser akibat tersebar sepanjang lebar penampang solid, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.16(b). Akibatnya, kedua jenis tegangan geser akibat geser dan torsi dikombinasikan dengan rumus akar pangkat dua yang ditunjukkan dalam subbab berikutnya. Gambar 2.16. Tegangan Torsi dan Geser dalam Balok Pejal 35

Setelah retak, ketahanan beton terhadap torsi diasumsikan untuk diabaikan. Retak torsi cenderung membentuk spiral di sekeliling batang membentuk sudut sekitar 45 dengan sumbu longitudinal batang. Torsi diasumsikan ditahan oleh rangka batang ruang efektif yang terletak di luar tube dari batang beton. Rangka ini diperlihatkan pada Gambar 2.17. Tulangan longitudinal di sudut batang dan sengkang transversal tertutup bekerja sebagai batang tarik dalam rangka tersebut, sedangkan beton diagonal di antara sengkang yang bekerja sebagai batang tekan. Beton yang retak masih mampu memikul tegangan tekan (Jack C. McCormac, 2004). Gambar 2.17. Rangka Batang Ruang Fiktif 2.14. Tulangan Torsi yang Disyaratkan Peraturan SNI-03-2847-2002 Perencanaan tulangan beton bertulang terhadap torsi didasarkan pada analogi tube dinding tipis dengan rangka batang ruang di mana beton bagian dalam atau inti diabaikan. Setelah torsi menyebabkan batang retak, ketahanannya terhadap torsi hampir seluruhnya diberikan oleh sengkang tertutup dan tulangan longitudinal yang terletak dekat permukaan batang. Setelah terjadi retak, beton diasumsikan mempunyai kekuatan torsi yang dapat diabaikan (Jack C. McCormac, 2004).. 36

Dalam SNI-03-2847-2002 subbab 13.6.1.a dinyatakan bahwa pengaruh torsi dapat diabaikan untuk batang non-pratekan jika : ( ) Dimana = luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton = keliling luar penampang beton 2.15. Kekuatan Momen Torsi pada Beton Bertulang Dimensi elemen yang menerima geser dan torsi dibatasi oleh aturan SNI sehingga retak yang tak terlihat tereduksi dan untuk mencegah kehancuran pada permukaan beton yang disebabkan tegangan tekan miring. Hal ini dicapai dengan persamaan berikut, di mana bagian kiri menggambarkan tegangan geser karena geser dan torsi. Jumlah kedua tegangan ini dalam elemen tertentu tidak boleh lebih dari tegangan yang akan menyebabkan retak geser. Dalam rumus ini, (Persamaan 46 SNI 03 2847-2002). Untuk penampang pejal yaitu : ( ) ( ) ( ) Dimana = gaya geser terfaktor pada penampang = lebar badan balok = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal, tapi tidak perlu kurang dari 0,8h untuk penampang bulat dan elemen prategang 37

= momen puntir terfaktor pada penampang = keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar = luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi terluar = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton Kuat leleh rencana untuk tulangan puntir non-prategang tidak boleh melebihi 400 Mpa. 2.16. Perencanaan Tulangan Torsi Peraturan SNI-03-2847-2002 mensyaratkan bahwa luas sengkang yang digunakan untuk menahan torsi dapat dihitung dengan persamaan berikut: Dimana = luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser = Peraturan SNI-03-2847-2002 mensyaratkan bahwa luas tulangan longitudinal yang digunakan untuk menahan torsi dapat dihitung dengan persamaan berikut: Dimana ( ) = kuat leleh tulangan torsi longitudinal 2.17. Retak pada Balok Beton Bertulang Dua teori yang sangat berbeda digunakan untuk menjelaskan kekuatan dari beton bertulang dalam menahan torsi. Teori yang pertama berdasarkan pada teori skew bending oleh Lessig yang dikembangkan kembali oleh Hsu yang mana merupakan dasar bagi peraturan perencanaan torsi pada ACI 1971-1989. Teori ini berasumsi bahwa sebagian gaya geser dan torsi ditahan oleh beton dan sebagian 38

lagi ditahan oleh tulangan. Pola keruntuhannya diasumsikan menghasilkan pembengkokan pada permukaan yang miring dari retakan yang menyebar ke tiga dari empat sisi balok seperti pada Gambar 2.18 dan 2.19 (James G. Macgregor, 1997). Gambar 2.18. Pola Retak Akibat Torsi Murni Menurut ACI tentang peraturan distribusi penulangan pada balok dan pelat satu arah yang berdasarkan persamaan Gergely- Lutz yaitu : Dimana w = lebar retak dengan satuan 0,001 in = faktor kedalaman; harga rata-rata = 1,20 = ketebalan penutup ke lapis tulangan yang pertama(in) = tegangan maksimum (ksi) dalam baja pada saat tingkat beban layan dengan 0,6 untuk dipergunakan jika tidak ada perhitungan yang tersedia A = luas tarik penampang efektif ( ) 39

Gambar 2.19. Teori Skew Bending 2.18. Metode Elemen Hingga Yerri Susatio (2004) menyatakan bahwa metode elemen hingga adalah metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan teknik dan problem matematis dari suatu gejala fisis. Tipe masalah teknis dan matematis fisis yang dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok analisa struktur dan kelompok masalah-masalah non struktur. Tipe-tipe permasalahan struktur seperti : 1. Analisa tegangan, meliputi analisa truss dan frame serta masalah-masalah yang berhubungan dengan tegangan-tegangan yang terkonsentrasi 2. Buckling 3. Analisa getaran Secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan metode elemen hingga dirumuskan sebagai berikut: 1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi 2. Pemilihan fungsi pemindah/fungsi interpolasi 40

3. Mencari hubungan strain/displacement dan stress/strain 4. Dapatkan matrik kekakuan dari elemen yang dibuat 5. Gunakan persamaan kesetimbangan {F}=[k]{d} 6. Selesaikan persamaan pada langkah 5, dengan menghitung harga yang belum diketahui 7. Hitung strain dan stress dari tiap elemen 8. Interpretasikan kembali hasil-hasil perhitungan yang diperoleh 2.19. Peranan ANSYS dalam Bidang Engineering Muhammad Daud Pinem (2013) menyatakan bahwa ANSYS adalah salah satu perangkat lunak berbasiskan metode elemen hingga yang dipakai untuk menganalisa masalah-masalah rekayasa (engineering). ANSYS dapat berjalan di platform Windows dan Linux. Elemen-elemen yang bisa dieksekusi dengan ANSYS dalam bidang struktural yaitu : a) Link Elemen link secara umum dapat dipakai di beberapa jenis permasalahan struktur yang dimodelkan seperti garis. Salah satunya yaitu batang dan pegas. b) Beam Elemen beam dapat menyelesaikan permasalahan struktur yang dimodelkan seperti balok. Elemen ini dapat menerima tarik, tekan, dan tekuk. c) Solid Elemen solid digunakan untuk permodelan tiga dimensi struktur pejal. Elemen ini memiliki plastisitas, susut, rangkak, kekakuan, defleksi dan regangan. 41

d) Pipe Elemen pipe ini memiliki karakter tekuk, tekan, torsi, dan tekuk. e) Shell Elemen shell dapat mencari translasi dan rotasi ke semua arah. Elemen ini berbentuk seperti lapisan-lapisan sehingga cocok untuk menganalisis komposit. 42