BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP

6.1 Peruntukkan Kawasan

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

KUESIONER KENYAMANAN PENGGUNA

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Besar Kunjungan Wisatawan di Kota Yogyakarta JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

PENATAAN FISIK JALAN TERHADAP KEAMANAN AKTIVITAS PEDESTRIAN

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis dari ruang lingkup pembahasan yaitu setting fisik, aktivitas

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN

KAJIAN POLA PERGERAKAN DAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN WISATA CANDI BOROBUDUR TUGAS AKHIR

PENATAAN ULANG TROTOAR TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI (Studi Kasus Penggal Jalan Babarsari, Sleman, Yogyakarta)

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/16/2016

Pemanfaatan Pedestrian Ways di Koridor Komersial di Koridor Jalan Pemuda Kota Magelang

ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB 6 : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENILAIAN FASILITAS PEDESTRIAN DI KAWASAN PERKOTAAN (KASUS: JALAN MALIOBORO JALAN MARGO MULYO, YOGYAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

Transkripsi:

204 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Perumusan kesimpulan dibuat dengan tetap mengacu kepada pertanyaan penelitian yang ada untuk dapat memperoleh relefansi pembahasan secara menyeluruh, sehingga dapat dirumuskan beberapa rekomendasi untuk dapat menyelesaikan permasalahan kawasan. Berikut adalah kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis dan pembahasan penelitian Berikut adalah kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis dan pembahasan penelitian : 1. Bagaimana kesesuaian potensi kawasan sebagai bangkitan dan tarikan mobilitas terhadap lokasi halte? Potensi kawasan yang menjadi destinasi kawasan pengguna halte Trans Jogja adalah kawasan dengan guna lahan sebagai permukiman, sekolah, pasar, perkantoran, pertokoan, tempat wisata bersejarah di pusat kota, rumah sakit, dan terminal. Terdapat beberapa letak halte yang kurang sesuai dalam perletakannya dalam menjangkau penggunanya, diantaranya: - Lokus 1, halte Condongcatur halte RS JIH Pada halte RS JIH jalur pejalan kaki terdefinisi dengan baik ke dalam Rumah Sakit. Tetapi dari mobilitas pengguna halte yang mengarah ke kawasan sekitar jalur pedestrian tidak terdefinisi dengan baik. Pengguna halte di RS JIH berasal dari kawasan sekitarnya yaitu

205 permukiman sekitar dan beberapa dari RS Condong Catur yang aksesibilitasnya kurang baik sebagian mobilitasnya menggunakan moda transportasi yang aksesnya harus berlawanan arah lalu lintas untuk mencapai halte. - Lokus 2, halte Sudirman halte Diponegoro Letak halte Diponegoro yang cukup jauh untuk mobilitas berjalan dengan keadaan membawa beban dari pasar Kranggan. Pasar Kranggan dan aktivitas pendukungnya yang merupakan potensi utama, kondisi ruang jalur pejalan kaki yang terbagi dengan PKL dan parkir sepeda motor juga mengurangi kenyamanan berjalan menuju ke halte atau sebaliknya. - Lokus 3, halte A Yani halte Senopati Pada lokus 3 keterhubungan halte cukup baik, penempatan halte terhadap potensi kawasan cukup baik sehingga tidak ada permasalahan pada lokus 3 - Lokus 4, halte Tegal Turi halte Tegal Gendu Pada halte Tegal Turi yang menjadi potensi utama selain permukiman adalah Jogja Fish Market, Guna lahan ini tidak berfungsi dengan baik, tidak ada aktivitas atau kegiatan di Jogja Fish Market sehingga potensi kawasan yang seharusnya dapat terakses dengan baik oleh Trans Jogja tetapi tidak dapat di optimalkan karena Jogja Fish Market tidak beroperasi, sehingga mobilitas pengguna halte Trans Jogja sebagian besar berasal dari permukiman di kawasan Tegal Turi.

206 Pada halte Tegal Gendu yang berada di Kotagede letak halte adalah di lingkar luar kawasan Kotagede, cukup jauh untuk menjangkau pasar legi dan potensi kawasan di sekitarnya yaitu kurang lebih satu kilo meter. Jalur pejalan kaki terdefinisi cukup baik tetapi tidak terlindungi dan teratapi untuk berjalan kurang lebih satu kilo meter ke potensi kawasan. 2. Bagaimana kondisi eksisiting aksesibilitas pada potensi kawasan dan arahan aksesibilitas jalur (pejalan kaki) penghubung antara halte Trans Jogja dengan titik bangkitan dan tarikan? Hubungan jalur pejalan kaki secara keseluruhan dapat disimpulkan melalui aspek aksesibilitas pejalan kaki adalah sebagai berikut: - Lokus 1, halte Condongcatur halte RS JIH a. Konektivitas (Connectivity) Konektivitas di lokus 1 hampir seluruhnya tidak terdefinisi dengan baik tidak ada pedestrian untuk pejalan kaki, aksesibilitas dari halte ke potensi kawasan didominasi oleh moda transportasi pribadi dan umum, berdasarkan pengamatan tidak banyak pengguna halte yang berjalan kaki untuk mencapai tujuannya. Di terminal Condong Catur moda umum tersedia cukup lengkap seperti Becak, Taksi, dan Ojek. Untuk di halte RS JIH moda umum yang tersedia Becak dan Ojek. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan halte Condong Catur dan RS JIH berdasarkan pengamatan dan pengukuran yaitu antara 500 850 meter menuju ke destinasi potensi kawasan, tidak termasuk jarak nyaman untuk berjalan kaki.

207 c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Convenience atau kemudahan pencapaian di lokus 1 adalah jenis signage untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Accessibility for all, kemudahan pencapaian secara keseluruhan pada lokus satu untuk pejalan kaki dengan penilaian buruk karena jalur sebagian besar tidak aksesibel dan terdefinisi untuk pejalan kaki sedangkan kemudahan akses untuk moda transportasi. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan penghubung secara keseluruhan tidak menarik, tidak ada street furniture yang menjadi elemen attractiveness pada lokus 1, Daya tarik aktivitas sepanjang jalur penghubung kurang menarik, berdasarkan pengamatan fungsi aktivitas di sepanjang jalur radius 600 meter dari halte adalah fungsi komersial dan kegiatan perdagangan dan jasa. Karena tidak ada jalur pedestrian maka keterlindungan teduhan dan teratapi untuk pejalan kaki secara keseluruhan tidak ada. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Pada jalur dengan vitalitas kegiatan tinggi tidak didukung dengan penerangan yang cukup pada malam hari sehingga tidak ada aktivitas berjalan kaki pada malam hari, kemudian vitalitas kawasan dengan intensitas kecil semakin tidak didukung dengan penerangan. Pengguna halte yang akan berjalan kaki akan menjumpai banyak conflict dan crossing dengan moda transportasi, pedagang kaki lima non permanen.

208 - Lokus 2, halte Sudirman halte Diponegoro a. Konektivitas (Connectivity) Connectivity atau konektivitas di kawasan halte Sudirman dan Diponegoro seluruhnya terdefinisi sebagai pedestrian ways dan terkoneksi dengan baik, Lebar pedestrian -/+ 2 meter cukup untuk 2 orang berjalan berlawanan arah, ruang pejalan kaki ke kawasan sekitarnya terhubung dengan baik. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan Halte Sudirman 2 Halte sudirman 3 dan Halte Diponegoro berdasarkan pengamatan dan pengukuran di google map yaitu antara 175 650 meter menuju ke destinasi potensi kawasan, sudah termasuk dalam standart nyaman orang berjalan. c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Convenience atau kemudahan pencapaian di kawasan Halte Sudirman 2 Halte Sudirman 3 dan Halte Diponegoro yaitu Signage adalah jenis untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Untuk difabel, meskipun sebagian besar jalur sudah terdapat guiding block tetapi masih banyak jalur pejalan kaki yang terputus tanpa ramp dengan perbedaan ketinggian yang cukup tinggi.

209 d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan penghubung secara keseluruhan cukup menarik, Street furniture yang menjadi elemen attractiveness pada lokus 2 adalah beberapa tempat sampah, bangku di halte umum. Aspek keterlindungan tratapi dan teduhan pada koridor ini tidak seluruhnya terlindungi, sebagian hanya terlindungi dari sinar matahari atau kanopi di pertokoan. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Crossing terdapat pada jalur pejalan kaki yang bersimpangan dengan jalan kendaraan bermotor tanpa penanda atau perbedaan warna di jalur pejalan kaki, pada zebra cross juga tidak terdapat lampu isyarat untuk menyebrang jalan. Conflict yang terjadi pada penggal ruang pejalan kaki di depan pasar kranggan dan sisi selatan jalan pasar kranggan, conflict dengan kendaraan bermotor yang beraktivitas di pasar kranggan yang memarkir kendaraannya di ruang pejalan kaki. Vitalitas kegiatan dengan intensitas tinggi terdapat pada ruang pejalan kaki Jalan Diponegoro, karena keberadaan pasar Kranggan maka sejumlah pendukung aktivitas berada pada penggal jalan Diponegoro. - Lokus 3, halte A Yani halte Senopati a. Konektivitas (Connectivity) Connectivity atau konektivitas di kawasan halte Ahmad Yani dan Senopati seluruhnya terdefinisi sebagai pedestrian ways dan terkoneksi dengan baik, Lebar pedestrian -/+ 4 meter ditambah dengan jalur tambahan untuk kelengkapan

210 elemen jalan street furniture, ruang pejalan kaki ke kawasan sekitarnya yaitu Jalan Trikora, jalan KH A Dahlan, jalan Pabringan (samping pasar Beringharjo), jalan Sriwedari, jalan Reksobayan. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan Halte Sudirman Ahmad Yani Halte Senopati 1 dan Halte Senopati 2 berdasarkan pengamatan dan pengukuran di google map yaitu antara 160 625 meter menuju ke destinasi potensi kawasan c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Convenience atau kemudahan pencapaian di kawasan Halte Ahmad Yani Halte Senopati 1 dan Halte Senopati 2 adalah signage untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Accessibility for all, kemudahan pencapaian secara keseluruhan pada lokus 3 untuk pejalan kaki cukup baik karena jalur sebagian besar aksesibel dan terdefinisi untuk pejalan kaki. Untuk difabel aksesibilitas sebagian besar terkoneksi dengan baik, sebagian besar jalur sudah terdapat guiding block. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan dan aktivitas penghubung secara keseluruhan cukup menarik, Street furniture yang menjadi elemen attractiveness pada lokus 3 adalah beberapa tempat sampah, bangku, bollard, beberapa elemen cagar budaya seperti sclupture batik di nol area.

211 Keterlindungan teratapi dan teduhan pada koridor ini cukup baik meskipun tidak seluruhnya terlindungi pada saat hujan, sebagian besar di seluruh koridor jalan hanya terlindungi dari sinar matahari. Yang menjadi elemen teduhan di sebagian ruang pejalan kaki adalah pohon dengan tajuk yang cukup lebar di hampir semua ruang jalan. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Crossing terdapat pada jalur pejalan kaki yang bersimpangan dengan jalan kendaraan bermotor tanpa penanda atau perbedaan warna di jalur pejalan kaki, pada zebra cross tidak terdapat lampu isyarat untuk menyeberang jalan. Conflict yang terjadi pada penggal ruang pejalan kaki di beberapa persimpangan jalan, conflict dengan kendaraan bermotor yang beraktivitas di pasar beringharjo yang memarkir kendaraannya hingga memenuhi ruang jalan di Jalan Sriwedari. Vitalitas kegiatan dengan intensitas tinggi terdapat pada sebagian besar ruang pejalan kaki di lokus 3 karena keberadaan fungsi bangunan dan beberapa pendukung aktivitas yang menjadi destinasi pariwisata. - Lokus 4, halte Tegal Turi halte Tegal Gendu a. Konektivitas (Connectivity) Connectivity atau konektivitas di kawasan halte Tegal Turi dan Tegal Gendu sebagian besar terdefinisi sebagai pedestrian ways tetapi belum terkoneksi dengan baik, Lebar pedestrian 1 2 meter belum seluruhnya menerus untuk jalur pejalan kaki, masih terdapat penggal pedestrian yang terputus, material rusak dll. Pada halte Tegal Turi tidak seluruhnya jalur pejalan kaki tidak terhubung,

212 sedangkan untuk halte Tegal Gendu pedestrian sudah terdefinisi dengan baik tetapi masih terputus akibat fungsi lahan komersial atau pesimpangan jalan. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan Halte Tegal Turi dan Tegal Gendu berdasarkan pengamatan dan pengukuran di google map yaitu antara 140 740 meter menuju ke destinasi potensi kawasan. c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Signage di lokus keempat sama dengan lokus sebelumnya yaitu jenis signage untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Accessibility for all, kemudahan pencapaian secara keseluruhan jalur sebagian besar aksesibel dan terdefinisi untuk pejalan kaki tetapi tidak ada fasilitas untuk difabel yaitu guiding block dan tidak ada ramp pada saat jalur pejalan kaki terputus. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan penghubung secara keseluruhan pada ruang jalan halte Tegal Turi kurang menarik karena kondisi pedestrian yang tidak menerus dan material yang rusak di sebagian jalur 1 dan 5. Halte Tegal Gendu secara keseluruhan cukup menarik karena material pedestrian yang cukup baik dan menerus tetapi tidak untuk difabel. Pada ruang jalan halte Tegal Turi sebagian besar terlindungi oleh pohon dengan tajuk yang cukup lebar, tetapi tidak memberi keterlindungan terhadap

213 hujan, Pada ruang jalan Tegal Gendu sebagian besar jalur tidak terlindungi dari keterlindungan teduhan dan teratapi, pohon pohon di sepanjang jalur pejalan kaki tidak bertajuk lebar sehingga cukup panas aktivitas berjalan pada siang hari. Untuk ruang pejalan kaki ke arah permukiman di sekitar halte sebagian besar tidak ada fasilitas untuk keterlindungan teduhan dan teratapi. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Crossing terdapat pada jalur pejalan kaki yang bersimpangan dengan jalan kendaraan bermotor tanpa penanda atau perbedaan warna di jalur pejalan kaki, pada zebra cross lampu isyarat untuk menyeberang jalan tidak berfungsi dengan baik. Conflict yang terjadi pada penggal ruang pejalan kaki di beberapa persimpangan jalan, dan jalur pejalan kaki yang tidak terdefinisi pada beberapa jalur. Pada jalur dengan vitalitas kegiatan rendah, tidak ada penerangan yang cukup pada malam hari sehingga tidak ada aktivitas berjalan kaki pada malam hari. 6.2 Arahan dan Rekomendasi Hasil dari kesimpulan yang sangat penting dari penelitian ini adalah aksesibilitas pengguna halte Trans Jogja ke potensi kawasan kurang didukung aspek - aspek aksesibilitas yang baik di beberapa lokasi penelitian, jika dilihat dari mobilitas penduduk kemauan dan aktivitas untuk berjalan kaki sudah baik tetapi beberapa faktor kenyamanan belum diberikan di ruang pejalan kaki.

214 Penyusunan arahan dan rekomendasi akan disusun berdasarkan permasalahan dan dikelompokan menjadi tipologi desain sesusai dengan aspek kenyamanan aksesibilitas yang sudah dibahas pada analisis dan pembahasan: a. Konektivitas (Connectivity) Mengkoneksikan semua jaringan jalan, membuat padat jaringan jalan dan lorong pada kawasan karena jalan jalan yang pendek dan relatif sempit diangggap nyaman oleh pejalan kaki, pejalan kaki semakin banyak berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Semakin rapat jaringan jalan semakin sedikit jalan memutar untuk mencapai tujuan. Untuk dapat mengkoneksikan jaringan jalan terutama untuk pejalan kaki maka harus mendefinisikan jalur pejalan kaki, terdapat perbedaan ketinggian, material yang nyaman untuk berjalan kaki. b. Pencapaian jarak (Proximity) Menciptakan wilayah yang rapat untuk memperpendek jarak perjalanan, mengurangi persebaran pembangunan guna lahan baru dengan mengutamakan pembangunan di kawasan yang berada di sekitar fungsi bangunan yang sudah ada sebelumnya, semakin rapat guna lahan semakin pendek jarak untuk mencapainya. c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Signage atau petunjuk akan semakin memudahkan dalam pencapaian ke halte Trans Jogja, penempatan signage di letakkan di tempat yang mudah dibaca oleh pejalan kaki atau signage untuk moda transportasi umum. Menciptakan lingkungan yang mendukung untuk aktivitas berjalan kaki, tidak hanya aktivitas berjalan kaki saja tetapi seluruh aktivitas pencapaian dari potensi kawasan ke halte Trans Jogja atau sebaliknya, aktivitas lainya adalah difabel dan bersepeda,

215 menyediakan jalur untuk difabel dengan stadarisasinya dan jalur untuk sepeda di beberapa ruang jalan. Shift and transit adalah salah satu aktivitas untuk mencapai halte selain berjalan kaki, dengan menyediakan tempat parkir yang cukup pengguna moda transportasi pribadi mobil dan sepeda motor akan memarkir kendaraanya dan berjalan ke halte Trans Jogja, moda transportasi umum juga disediakan tempat parkir yang teratur, mulai dari becak, ojek, taksi, angkutan kota. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Jaringan jalur pejalan kaki harus menyediakan akses langsung ke semua tujuan yang menjadi potensi kawasan seperti sekolah, rumah sakit, perkantoran, pertokoan, pasar dan moda transportasi umum. Kelengkapan ini akan membuat kemenarikan pada ruang jalur pejalan kaki dan membuat aktivitas berjalan kaki bertambah, meragamkan aktivitas yang biasa dilakukan di permukiman, perkantoran, pertokoan, tempat wisata dilakukan dalam satu wilayah akan menciptakan kawasan labih baik. Menyediakan beragam jenis vegetasi hijau atau tanaman di ruang terbuka dan dapat di akses pejalan kaki, fungsi bangunan yang memberi sebagian aktivitasnya pada ruang pajalan kaki, keberagaman street furniture, vegetasi hijau dan penataan PKL akan membuat aktivitas berjalan kaki semakin tinggi. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Ruang pejalan kaki yang baik harus melindungi harus melindungi pejalan kaki dari kendaraan bermotor, untuk melidungai dari kendaraan bermotor makan jalur pejalan kaki di beri perbedaan ketinggian untuk meminimalkan conflict

216 dengan kendaraan bermotor. Jalur pejalan kaki harus bebas hambatan, menerus, teduh dan terang. Jalur pejalan kaki yang harus terputus dengan crossing kendaaraan bermotor harus diberi alat bantu seperti lampu isyarat untuk menyabrang jalan pada jalan yang intensitan kendaraannya tinggi, perbedaaan warna, zebra cross, polisi tidur untuk jalan dengan intensitas kendaraan rendah. Memberikan ramp pada saat jalur pejalan kaki terputus untuk kemudahan difabel.

TIPOLOGI ARAHAN DAN REKOMENDASI ASPEK AKSESIBILITAS UNTUK PEJALAN KAKI No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 1. Konektivitas (Conectivity) Jalur pejalan kaki tidak terdefinisi Jalur pejalan kaki terputus Memperjelas jalur pedestrian melalui walkway, sidewalk, crossing area. Memperjelas melalui perbedaan material, ketinggian dan warna Kemenerusan jalur pejalan kaki, Jalur pejalan kaki sebaiknya tidak terputus 2. Kemudahan Pencapaian jarak ( Proximity) Jarak dari potensi kawasan ke halte Trans Jogja Penyediaan jalur baru yang lebih pendek. Memindah letak halte Trans Jogja untuk memperpendek jarak jangkauan ke destinasi kawasan

No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Usulan desain signage BRT, 3. Kemudahan Tidak adanya signage walkway, lampu isyarat pencapaian BRT Ketentuan desain signage board: (Convenience) - Tanda tanda yang dipasang harus mudah untuk dibaca, untuk Jalur pejalan kaki itu pemilihan jenis huruf, spasi, (Signage) terputus jumlah kata, bahan, warna terskala terhadap ketinggian dan jarak pandang orang berjalan. - Iluminasi serta cara memasang, jarak pandang, sudut pandang diletakkan ditempat yang tidak terhalang oleh pohon atau signage lain. - Untuk kejelasan signage menggunakan huruf putih dengan warna latar hijau serta tanda panah di sebelah kiri untuk menunjukan arah Ilustrasi Disain signage seperti gambar disamping bisa diletakkan di persimpangan jalan untuk informasi arah layanan shelter. Desain lampu isyarat tambahan dan penanda suara diletakkan di tempat penyebrangan jalan.

No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 3. Kemudahan pencapaian (Convenience) (Difabel) Jalur tidak aksesibel untuk difabel Kemenerusan dan kejelasan tekstur guiding block Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang utilitas, rambu rambu dan benda pelengkap jalan yang menghalang. Permukaan pedestrian harus stabil, kuat dan tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin dan penempatan (guiding block) yang dapat diakses bagi penyandang cacat. Peletakan ramp Ramp didesain pada jalur pejalan kaki untuk kemenerusan bagi defabel, ramp diletakkan ketika pedestrian harus terhenti dengan crossing, atau pada perbedaan ketinggian untuk crossing kendaraan. Sudut kemiringan ramp maksimal 15 derajat

No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 3. Kemudahan pencapaian (Convenience) Lebar pedestrian way yang tidak sesuai dan kondisi material yang buruk. Bagi Umum & difable: lebar pedestrian way min 1.5m. Pelebaran dimensi pejalan kaki Dimensi pedestrian ditambahkan lebarnya apabila pada ruang jalan tersebut ada aktivitas lain yang mengganggu ruang pejalan kaki, misalnya sebagian ruang pedestrian untuk penataan PKL atau peletakan halte Trans Jogja. Pelebaran dimensi pejalan kaki Eksisting Pejalan kaki Pelebaran dimensi pejalan kaki Eksisting Pejalan kaki Perbaikan Material Perbaikan yang dilakukan adalah material yang rusak, berlubang, ramp yang terputus, atau jalur pedestrian yang tidak rata Letak halte terhadap ruang pejalan kaki Jalur pejalan kaki tidak terputus oleh peletakan halte Trans Jogja

No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi 4. Kemenarikan Jalur Tidak adanya street Pengadaan street furniture (Attractivness) furniture (bench, tempat sampah,dll) Ilustrasi Vitalitas kawasan tidak menarik Penataan anktivitas dan penataan PKL

No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 4. Kemenarikan Jalur (Attractivness) Tidak ada/minim keterlindungan Keterlindungan dengan pohon peneduh dan pergola. Memberikan keterlindungan seperti pohon dengan tajuk yang cukup lebar di sepanjang jalur pejalan kaki dan pergola di titik tertentu atau tidak di sepanjang jalur.

No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 5. Keselamatan (Safety) Crossing dan tidak ada pengaturan Penyediaan zebra cross, dan perbedaan level, warna, material Fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki menggunakan area dengan perbedaan warna untuk penyeberangan di jalan raya/zebra cross. Penyediaan fasilitas pelican crossing untuk membantu pejalan kaki menyeberang jalan. Fasilitas ini disediakan pada titik crossing dengan arus kendaraan yang ckup padat.

No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 5. Keselamatan (Safety) Conflict dengan kendaraan lain Terdapat konflik antara pejalan kaki dan moda transportasi lainnya seperti sepeda, motor, dan mobil berimbas terhadap tingkat keselamatan pejalan kaki. Penyediaan barrier (Bollard) Penggunaan bollard sebagai barrier untuk mencegah terjadinya konflik dengan kendaraan. Barrier juga dapat menggunakan perkerasan atau vegetasi hijau.

No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 6. Keamanan (Security) Tidak ada atau kurangnya penerangan sepanjang jalur pedestrian Titik lampu yang ditambahkan adalah untuk pejalan kaki sehingga lampu dengan skala pejalan kaki di sepanjang jalur pejalan kaki guna meningkatkan keamanan.

PENERAPAN TIPOLOGI ARAHAN DAN REKOMENDASI PADA LOKASI PENELITIAN

227 - Lokus 1, halte Condongcatur halte RS JIH Rekomendasi dan arahan pada lokasi pertama adalah memberikan jalur pedestrian way pada radius 400 meter dari halte Trans Jogja, mendefinisikan aspek aksesibilitas utamanya seperti jalur pejalan kaki dengan perbedaan ketinggian dan material yang nyaman untuk mobilitas berjalan kaki, guiding block dan ramp untuk difabel, signage/petunjuk arah ke halte, jalur pejalan kaki tidak terputus dan memberikan perbedaan warna di tempat tempat crossing dengan kendaraan bermotor, keterlindungan berupa pohon dengan tajuk yang cukup lebar, penerangan dengan skala manusia untuk kenyamanan aktivitas berjalan kaki. Arahan untuk moda transportasi umum dan pribadi yaitu dengan menyediakan space yang cukup untuk parkir, selanjutnya moda umum/pribadi yang berasal dari permukiman/potensi kawasan diparkir kemudian berjalan menuju ke halte Trans Jogja begitu juga sebaliknya. - Lokus 2, halte Sudirman halte Diponegoro Rekomendasi dan arahan pada lokasi kedua adalah kemenerusan jalur pejalan kaki yang terputus, yaitu dengan memberi ramp dan step, ramp untuk difabel dan step atau anak tangga untuk pedestrian yang terputus dengan perbedaan ketinggian yang cukup tinggi. Signage/petunjuk arah ke halte di desain untuk memudahkan mobilitas menemukan halte. Guiding block di sepanjang jalur untuk difabel. Arahan berikutnya adalah menata parkir kendaraan roda dua dan pkl agar tidak menganggu space pejalan kaki. Menambahkan titik lampu untuk penerangan di beberapa ruas jalur pejalan kaki, dan memberi street furniture seperti bangku, tempat sampah.

228 - Lokus 3, halte A Yani halte Senopati Rekomendasi dan arahan pada lokasi ketiga adalah meneruskan jalur pedestrian yang terputus di area jalan sekunder, memberi perbedaan warna dan lampu isyarat pada tempat tempat crossing dengan intensitas kendaraan yang cukup tinggi. - Lokus 4, halte Tegal Turi halte Tegal Gendu Rekomendasi dan arahan pada lokasi keempat adalah meneruskan jalur pedestrian yang terputus, melengkapi aspek difabel seperti ramp dan guiding block, memperbaiki material jalur pejalan kaki yang rusak, Signage/petunjuk arah ke halte di desain untuk memudahkan mobilitas menemukan halte. Untuk keterlindungan jalur di sepanjang jalur diarahkan dengan penanaman pohon dengan tajuk yang cukup lebar, kanopi di beberapa penggal jalur pejalan kaki. Memindahkan letak halte Tegal Gendu mendekati potensial kawasan, yaitu kawasan Kotagede, dan letak halte dipindah ke tempat yang tidak menggaggu space pejalan kaki.