PERENCANAAN PRODUKSI HUTAN ALAM YANG LESTARI MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan paradigma pengelolaan hutan. Davis,dkk. (2001)

METODOLOGI PENILAIAN TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

PSAK NO. 32 AKUNTANSI KEHUTANAN

METODOLOGI PENELITIAN

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (KULIAH 1)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN KONSEPTUAL MODEL PERTUMBUHAN DAN HASIL TEGAKAN HUTAN SITI LATIFAH. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Rohman* Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta. Abstract. Pendahuluan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI

Baharinawati W.Hastanti 2

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

BAB III METODE PENELITIAN

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN A. Dasar Manajemen Hutan working plan perhitungan dan pengaturan hasil Manajemen Hutan

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Multisistem.

SILABUS KRITERIA PENILAIAN U KE- YANG DIHARAPKAN. NILAI (%) Mampu menjelaskan jenis dan karakteristik hutan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

B. BIDANG PEMANFAATAN

BIAYA PENYUSUTAN. Biaya penyusutan: penurunan nilai modal suatu alat / mesin akibat perubahan umurnya

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

PRODUKSI DAN PEREDARAN KAYU: STUDY KASUS DI SUMATRA SELATAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang : Mengingat :

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG (TR)

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DENGAN SWAKELOLA DI INDONESIA


Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

IV. HASIL EVALUASI SISTEM SILVIKULTUR DI HUTAN RAWA GAMBUT BERDASARKAN KAJIAN LAPANGAN DAN WAWANCARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII TEKNIK INVENTARISASI

Peran PUP dalam Perencanaan Pengaturan Hasil untuk Mendukung Kelestarian Hutan

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. potensi kayu dan prasarana pemanenan kayu dari hutan tergolong memadai

MAKALAH PENGATAR PAJAK. Diajukan Untuk Mmenuhi Tugas Pengantar Pajak

PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI TANA TORAJA

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Kehutanan Sumatera, Aek Nauli

PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. IKH termuat di dalam Akte Pendirian Perseroan. Akte ini telah disahkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan pemanenan hasil hutan

Ekonomi Kehutanan (ESL 325)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. baik dari segi karakteristik biologi maupun biogeografi (Petocs, 1987; Muller,

ABSTRAK. Suryanto 1, Dodik Ridho Nurrochmat 2, Herry Priyono 3, Ayi Suyana 4 dan Ahmad Budiaman 5. Daftar Isi: -1- Abstrak 1.

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Medan 2)

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.343/MENHUT-II/2004 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2004

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB XI ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2002 T E N T A N G USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN DAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

Transkripsi:

PERENCANAAN PRODUKSI HUTAN ALAM YANG LESTARI MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pengertian Hutan Alam Produksi Dalam pengusahaan hutan produksi perlu ditetapkan kesatuan tempat diberlakukannya pengaturan hasil tertentu guna menjamin terselenggaranya prinsip kelestarian hasil. Kesatuan areal hutan yang diusahakan dengan fungsi ini dinamakan kesatuan kelestarian. Dari kesatuan ini diharapkan diperoleh besarnya hasil yang relatif sama setiap tahunnya. Komponen pengaturan kegiatan harus didasarkan pada spesifikasi dan dinamika sumberdaya hutan yang ada pada unit yang bersangkutan. Pengaturan hasil misalnya harus didasarkan pada informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan hutan, dan dinyatakan dalam bentuk harvest scheduling, tidak hanya sekedar Annual Allowable Cut (AAC) dan jatah produksi tebangan (JPT). Pusat-pusat tebang harus ditentukan dengan mengingat karakteristik ekosistem dan penguasaan teritorial. Hasil yang diharapkan adalah jaminan atas kelestarian sumberdaya, disamping kelestarian hasil. Kegiatan pemanenan kayu merupakan sutatu kegiatan produksi, dimana kayu bulat (log) sebagai hasilnya. Sebagai kegiatan produksi fungsi perencanaan produksi (pemanenan kayu) memegang peranan yang sangat penting dalam rangka pencapaian tujuan usaha. Terlebih di bidang kehutanan, tujuan usaha tersebut tidak semata-mata memaksimalkan keuntungan finansial, melainkan juga harus melestarikan hasil dan lingkungannya. Pemanenan kayu diartikan sebagai proses kegiatan pemindahan hasil hutan berupa kayu dari hutan atau tempat tumbuhnya menuju pasar atau tempattempat pemanfaatannya, sehingga kayu tersebut berguna bagi kehidupan manusia. Dengan demikian pada hakekatnya pemanenan kayu adalah suatu proses produksi, dimana kayu bulat (log) merupakan produknya. Untuk menjamin agar suatu proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka diperlukan suatu perencanaan yang baik. Perencanaan secara umum dapat diartikan sebagai perancangan keterklibatan semua faktor produksi (input) untuk mecapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif pada suatu kurun waktu tertantu. Di dalam kegiatan pemanenan kayu, faktor produksi (input produksi) yang terlibat meliputi : a. Hutan beserta isinya. b. Manusia/organisasi, pengelola. c. Peralatan d. Dana. Adapun tujuan kegiatan pemanenan kayu adalah : 1. Memperoduksi kayu secara lestari, baik lestari sumberdaya hutannya maupun lestari lingkungan hutannya. 2. Mendapatkan nilai tambah, yang meliputi : 2004 Digitized by USU digital library

a. Keuntungan finansial bagi perusahaan agar eksistensi usahanya terjamin. b. Membuka kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. c. Menumbuhkembangkan perekonomian loka, regional dan nasional. 3. Menyediakan Kayu bulat bagi masyarakat (industri perkayuan maupun individu). Dengan demikian perrencanaan pemanenan kayu dapat diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi, peralatan dan dana untuk memproduksi kayu secara lestari bagi masyarakat yang membutuhkannya dan mendapatkan nilai tambah baik bagi perusahaan maupun bagi masyarakat local (sekitar hutan), regional dan nasional, pada suatu kurun waktu tertentu. RENCANA PRODUKSI DALAM PENGUSAHAAN HUTAN ALAM PRODUKSI Salah satu fungsi perencanaan pemanenan kayu adalah menentukan tingkat produksi kayu yang lestari, baik lestari sumberdaya hutannya maupun lestari pengusahaannya. Untuk kelestarian sumberdaya hutnnya, maka kayu yang dipungut harus tidak melebihi produktivitas (riap hutan yang dipanen. Sedangkan untuk menjamin agar pengusahaan hutan dapat lestari, maka perlu diupayakan agar jumlah kayu yang dihasilkan minimal sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Untuk itu perlu ditatapkan jumlah produksi kayu yang maksimal dapat dihasilkan dengan mempertimbangkan kelestarian usahanya. Pada hutan tanaman yang menganut system silvikultur tebang habis dengan permudaan buatan (THPB), maka seluruh kayu pada areal/petak yang direncanakan untuk dipanen merupakan kayu yang potensial untuk dipungut. Sedangkan pada hutan alam yang menganut system silvikultur tebang pilih tanam Indonesia (TPTI), banyaknya kayu komersial (yang dapat dimanfaatkan) dengan diamete tertentu merupakan kayu yang potensial untuk dipungut. Selain itu berdasarkan ketentuan yang ada, perlu ditinggalkan pohon-pohon induk. Sesuai dengan sifat perencanaan pemanenan sebagai blue print dari kegiatan pemanenan kayu, maka produksi kayu tahunan yang direncanakan meliputi areal tabangan yang telah ditetapkan berdasarkan arahan forest management plan. Pada kondisi demikian, maka pertimbangan untuk menentukan jatah tebangan mengikuti arahan rencana yang lebih global sebelumnya (RKPH, RPKH atau RKL). Pada areal yang telah ditetapkan tersebut perlu diketahui, potnsi hutan melalui kegiatan inventarisasi. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, intensitas sampling inventarisasi adalah 100 %, dimana seluruh jenis pada seluruh tingkat pertumbuhan pohon diinventarisir. Berdasarkan data-data yang diperoleh selanjutnya dapat dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Menghitung volume dan jumlah batang per hektar areal yang direncanakn dipanen kayunya, berdasarkan data inventarisasi yang ada. b. Berdasarkan ketentuan limit diameter pohon yang boleh ditebang, menentukan pohon-pohon potensial yang akan dipungut. c. Menentukan pohon inti. d. Memproyeksikan pembagian batang, sesuai dengan peruntukkannya. e. Perkiraan volume kayu yang dapat dikeluarkan. Selain pendugaan produksi berguna untuk mengetahui tingkat produksi yang lestari dan menguntuingkan, sangat berguna untuk menentukan jumlah : a. Sarana produksi (truk, chain saw dan traktor). b. Prasarana (bangunan kantor, base camp, jalan dan sebagainya). c. Tenaga kerja. 2004 Digitized by USU digital library 2

JATAH PRODUKSI MAKSIMAL Tingkat produksi maksimal tahunan yang dapat dipungut adalah tingkat prroduksi yang tidak melampaui produktivitas (riap) hutannya. Banyak metode yang telah dikembangkan para ahli untuk penentuan tingkat produksi tersebut, baik untuk hutan tanaman maupun hutan alam. Mengingat di Indonesia ini masih mengandalkan tebangan dari hutan alam, maka dalam makalah ini hanya akan menjelaskan metode perhitungan tingkat produksi pada hutan alam dengan menggunakan system silvikultur TPTI. Sehubungan dengan ketentuan pada tebang pilih tanam Indonesia (TPTI), tingkat produksi (etat tebangan) yang diperbolehkan dibedakan berdasarkan luas dan volume. ETAT LUAS Luas hutan yang diperkenankan untuk ditebang setiap tahun (L) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : TA TB NP L = 35 tahun Keterangan : L = Luas areal yang dapat ditebang TA = Total areal produksi (konsesi) (ha) TB = Luas areal tidak berhutan (ha) NP = Luas areal non produksi (ha) 35 tahun adalah siklus tebang Mengingat bahwa tidak seluruh kondisi areal di hutan alam itu seragam, maka areal berhutan yang potensial dipanen seyogyanya perlu dibedakan dalam strata kepadatan kayunya, misalnya sebagai hutan lebat, hutan sedang dan jarang. Atau dengan metode yang lebih kompleks dengan merisalah kualitas tempat tumbuh (site index). ETAT VOLUME Etat volume tebangan per tahun yang diperkenankan (V) dihitung dengan formula sebagai berikut : V = L x P x 0,8 x 0,7 Keterangan : V = Volume kayu yang dapat ditebang per tahun (m3/th) L = Luas areal yang dapat ditebang per tahu (ha) P = Potensi kayu sesuai limit diameter yang diperkenankan ditebang pada masing-masing fungsi hutan (m3/th) 0,8 = faktor kesalahan estimasi 0,7 = faktor pemanenan 2004 Digitized by USU digital library 3

Rotasi tebangan sebesar 35 tahun ialah untuk hutan perbukitan, dengan ketentuan diameter yang diperkenankan ditebang : a. Diameter 50 cm ke atas, untuk hutan produksi tetap b. Diameter 60 cm ke ats, untuk hutan produksi terbatas. TINGKAT PRODUKSI MINIMAL Di dalam suatu pengusahaan hutan, maka tingkat produksi minimal yang menguntungkan perlu ditetapkan. Memproduksi berarti menghasilkan sesuatu. Untuk itu diperlukan biaya produksi. Di lain pihak, dengan adanya produksi akan diperoleh pendapatan yang tentunya harus menguntungkan. Untuk dapat memperoleh keuntungan tersebut, maka pendapatan harus mampu melebihi biaya produksi. Biaya produksi akan terdiri dari biaya tetap dan biaya variable. Per satuan unit produksi, biaya tetap akan dipengaruhi oleh tingkat produksi. Sedangkan biaya variable akat tetap per satuan unitnya. Mengingat karakteristik biaya-biaya tersebut, maka semakin banyak produksi baiay tetap per satuan unit akan menurun. Demikian sebaliknya, semakin besar tingkt produksi biaya variable akan semakin besar pula. Seperti diketahui bahwa komponen biaya tetap terdiri dari : 1. Depresiasi (penyusutan) Terdapat beberapa metode perhitungan biaya penyusutan antara lain metode garis lurus (straight line), sum of digit, double declining balance dan persentase. Dari metode-metode tersebut, metode garis lurus merupakan metode yang paling sederhana dan mudah perhitungannya, yaitu dengan rumus : M R D = L Dimana : D = penyusutan (depresiasi) dalam satuan moneter per unit waktu M = invenstasi dalam satuan moneter R nilai sisa (rongsokan) investasi dalam satuan moneter L = lamanya investasi tertanam dalam satuan waktu. 2. Bunga Modal Dengan menggunakan metode perhitungan penyusutan garis lurus serta mengabaikan pengaruh nilai waktu luang, bunga modal dapat dihitung dengan metode average annual investment. Dimana rumusnya adalah sebagai berikut : ( M R)( L + 1) B = + R i L 2 Dimana : B = bunga modal per tahun i = tingkat bunga yang ditetapkan M = invenstasi dalam satuan moneter R nilai sisa (rongsokan) investasi dalam satuan moneter L = lamanya investasi tertanam dalam satuan waktu. 3. Gaji karyawan tetap 4. Pengeluaran-pengeluaran langsung yang tetap lainnya seperti biaya RKT, dan sebagainya. Sedangkan biaya-biaya variable terdiri dari biaya-biaya langsung yang sifatnya berubah-ubah dengan perubahan tingkat produksi, seperti : 2004 Digitized by USU digital library 4

1. Biaya perbaikan dan pemeliharaan 2. Biaya bahan bakar minyak, oli, gemuk dan lain-lain 3. Upah-upah buruh borongan dan lain sebaginya. Atas keterlibatan dana (biaya-biaya) tersebut, perlu diupayakan memperoleh pendapatan yang melebihi atau korbanan-korbanan tersebut, minimal sama. Kondisi pulang pokok (break even point/bep). Kondisi tersebut secara matematis dapat dilakukan sebagai berikut : Pendapatan = Biaya Produksi NxH = F+NxV N=F/(H-V) Dimana : N = tingkat produksi minimal yang harus dilampaui per satuan waktu produksi F = Biaya tetap (Rp/unit produksi) V = Biaya variable (Rp/unit produksi) H = Harga jual produk (Rp/unit produksi) PRINSIP KELESTARIAN HASIL HUTAN ALAM PRODUKSI Dalam pengusahaan hutan produksi perlu ditetapkan kesatuan tempat diberlakukannya pengaturan hasil tertentu guna menjamin terselenggaranya prinsip kelestarian hasil. Kesatuan areal hutan yang diusaghakan dengan fungsi ini dinamakan kesatuan kelestarian. Dari kesatuan ini diharapkan diperoleh besarnya hasil yang relatif sama setaip tahun. Dengan demikian maka perhitungan besarnya AAC, yaitu jatah tebangan tahunan yang dapat memberikan jaminan kelestarian hasil haruslah berdasarkan kepada keadaan potensi hutan yang ada. Proinsip kelestarian hasil dalm pengusahaan hutan mensyaratkan diperolehnya hasil yang sediktinya sama besar untuk setiap satuan waktu dari kesatuan tertentu yang diusahakan, sehingga secara operasional prisnsip ini dapat diartikan sebagai diperolehnya hasil yang sama setiap tahun dari setiap kesatuan yang diusahakan. KESIMPULAN 1. Pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia dikelola oleh HPH. Perencanaan pemanenan pada HPH merupakan bagian dari perencanaan manajemen hutan yang erat kaitannya dengan perencanaan manajemen system silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia. 2. Perencanaan pemanenan kayu penting dilakukan, karena akan menentukan tingkat produksi kayu lestari, baik lestari sumberdaya hutannya maupun lestari pengusahaannya. 3. Pengaturan hasil hutan alam produksi dalam bentuk AAC (Annual Allowable Cut) merupakan jatah produksi tahunan makasimum yang dibenarkan agar kelestarian hasil tercapai. 4. Komponen pengaturan kegiatan belum berdasarkan pada spesifikasi dan dinamika sumberdaya hutan yang ada pada unit yang bersangkutan. Padahal pusat-pusat tebangan harus ditentukan, mengingat karakteristik ekosistem dan penguasaan territorial, sehingga diharapkan adanya jaminan kelestarian sumberdaya, disaamping kelestarian hasil. 2004 Digitized by USU digital library 5

DAFTAR PUSTAKA Bramasto, N. 1995. Perencanan Pemanenan Kayu. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor. Davis, L.S. and K.N. John. 1987 Forest Management. Third Edition. McGraw-Hill Book Company. New York. Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Wackerman, A.E. 1949. Harvesting Timber Crops. Mc Graw Hill Book Company, Inc. New York. 2004 Digitized by USU digital library 6