BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

dokumen-dokumen yang mirip
Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN

MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEORI EKONOMI 2 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

SATUAN ACARA PENGAJARAN ( SAP )

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang

PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan

PEREKONOMIAN TERBUKA

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODEL IS DARI PASAR BARANG DAN MODEL LM DARI PASAR UANG. Chapter Ten 1

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

III. KERANGKA TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB II PENDAPATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

Pembahasan Soal UTS PTE Makro 2016/2017

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM

Tugas Ekonomi Pengantar 2 (Drs. Ari Sudarman, M.Ec.) Makroekonomi (N. Gregory Mankiw) Priciples of Economics (Asian Edition) (N.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

Kebijakan Moneter dan Fiskal

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL. Minggu 3

Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya

Keseimbangan di Pasar Uang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mankiw, 2006: 145). Ini tidak berarti bahwa harga harga berbagai macam

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA

1. Pengertian dan fungsi ekonomi, 2. MAKRO. 3. MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi

SEBUAH TEORI MAKROEKONOMI PEREKONOMIAN TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI B. PENDAPATAN NASIONAL C. CARA MENGHITUNG GNP D. SEKTOR-SEKTOR GNP E. UNSUR GNP F.

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

GDP = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan berjalannya waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output

BAB II TELAAH PUSTAKA. memainkan peranan penting dalam perdagangan internasional, karena nilai. dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

Transkripsi:

27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang disebut dengan PDB (Product Domestic Brutto). Product Domestic Brutto diartikan sebagai nilai barangbarang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara selama satu tahun tertentu (Mankiew, 2006). Perhitungan besarnya pendapatan nasional dapat dilakukan dengan 3 pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Pendekatan produksi, perhitungan pendapatan nasional dengan menjumlahkan nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian (sektor pertanian; pertambangan; industri, listrik, gas dan air minum; bangunan; pengangkutan, perdagangan, keuangan, sewa rumah; pemerintah dan pertahanan; jasa-jasa lain). Pendekatan pendapatan, perhitungan pendapatan nasional dengan menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa ke dalam perekonomian. Pendekatan pengeluaran, Perhitungan pendapatan nasional dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran para pelaku ekonomi atas barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan dalam perekonomian. 2.2. Model IS-LM Sederhana 11

28 Model IS-LM dirancang untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka pendek ketika tingkat harga adalah tetap dan melihat bagaimana perubahan tingkat harga mempengaruhi keseimbangan dalam model IS-LM. Model IS-LM juga menjelaskan perekonomian dalam jangka panjang ketika tingkat disesuaikan untuk menjamin bahwa perekonomian berproduksi pada tingkat alamiah. 2.2.1. Model IS (Mankiw, 2006) Pendapatan nasional mengalami kenaikan atau penurunan menurut Teori Keynes tergantung kepada total permintaan agregat. Model permintaan agregat dibentuk dari variabel-variabel C, I, G, X M dengan bentuk perekonomian terbuka sebagai berikut: Y = AD = C + I + G + NX (2.1) dimana C = C(Y - T). Fungsi konsumsi dinyatakan dalam bentuk C = C (Y-T), yang berarti C merupakan variabel endogen yang dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapatan nasional dan pajak yang dikeluarkan (dispossible income). Semakin besar pendapatan yang diterima maka pengeluaran konsumsi akan semakin tinggi, sehingga hubungannya positif terhadap pertumbuhan pendapatan nasional. Sedangkan pajak yang dibayarkan memiliki hubungan negative terhadap pengeluaran konsumsi. Jika pajak yang dibayarkan semakin tinggi maka pengeluaran konsumsi akan semakin menurun dan akhirnya akan menurunkan pendapatan nasional. I = I(r,Y) (2.2) Pengertian investasi dalam teori ekonomi makro lebih banyak kepada investasi fisik, misalnya dalam bentuk barang modal (pabrik dan peralatan), bangunan dan persediaan

29 barang (inventory). Investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari capital/modal barang barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Agar tidak terjadi kerancuan dengan kenyataan sehari-hari, perhitungan investasi harus konsisten dengan perhitungan pendapatan nasional. Yang dimasukkan dalam perhitungan investasi adalah barang modal, bangunan/konstruksi, maupun persediaan barang jadi yang masih baru. Fungsi investasi dinyatakan dalam bentuk I = I(r,Y), yang berarti besar kecil investasi dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat bunga yang berlaku (r) dan juga pendapatan nasional (Y). Jika tingkat bunga mengalami kenaikan maka investasi akan menurun dan sebaliknya, sehingga hubungannya dinyatakan bersifat negatif, sedangkan terhadap pendapatan nasional, apabila pendapatan nasional mengalami kenaikan maka permintaan investasi juga akan meningkat dan sebaliknya, sehingga hubungannya dinyatakan positif. Tingkat Bunga (r) Investasi (I) NX = NX(e, r, Y) (2.3) Gambar 2.1 Fungsi Investasi Selisih dari kegiatan ekspor terhadap impor menghasilkan net ekspor, yang berarti neraca perdagangan bersifat surplus. Bagi perekonomian negara yang terbuka adanya arus

30 modal dan barang internasional, maka pengeluaran domestic tidak harus sama dengan output barang dan jasa yang dihasilkan. Karena jika terdapat selisih pendapatan atas pengeluaran konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah akan menghasilkan net ekspor positif ( Y > C + I + G ), karena: Y = C + I + G + NX Y C G = I + NX Y C G = S S = I + NX S I = NX (2.4) dimana S = tabungan. Jika S I positif dan S > I, maka negara meminjamkan kelebihan dananya pada pihak asing, tetapi bila S I negative dan S < I negara memiliki kekurangan dana dan untuk mendanai investasi dilakukan dengan meminjam dana dari luar negeri. Neraca perdagangan suatu negara dipengaruhi oleh nilai kurs (e), tingkat bunga (r) dan juga pendapatan nasional (Y). Pengaruh nilai tukar mata uang diantara negara yang menjalin hubungan ekonomi luar negeri (e) adalah Jika harga barang dan jasa di luar negeri lebih murah (nilai kurs riil tinggi ) dibanding dalam negeri maka neraca perdagangan akan bersifat negatif, karena mendorong impor yang lebih besar, dan itu artinya pendapatan nasional akan menurun dan mendorong terjadinya depresiasi nilai tukar mata uang terhadap mata uang negara yang berhubungan. Sebaliknya bila nilai kurs riil rendah maka harga barang di dalam negeri akan lebih murah dibanding luar negeri dan akan mendorong meningkatnya net ekspor dan berkurang impor, sehingga pendapatan nasional mengalami

31 peningkatan. Sehingga dapat dikatakan hubungan antara nilai kurs riil terhadap neraca perdagangan bersifat negatif. Arus barang dan modal internasional menggambarkan bahwa neraca perdagangan adalah sama dengan arus modal keluar netto, atau tabungan sama dengan investasi. Dalam perekonomian terbuka, meminjam dan memberi pinjaman dipengaruhi tingkat bunga (r). Apabila tingkat bunga dunia (r*) di atas tingkat bunga domestik (r), maka investasi keluar netto akan naik sehingga tabungan domestik menurun dan akibatnya neraca perdagangan akan negatif (defisit) sehingga pendapatan nasional menurun. Sehingga: Y = C(Y-T) + I(r,Y) + G + NX (e, r, Y) (2.5) Dari persamaan (2.5) ditunjukkan variabel yang mempengarhi Y yaitu, T, G, r dan e sehingga model IS dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut Y = Y(G, T, r, e) (2.6) dimana Y = pendapatan nasional, C = pengeluaran konsumsi,i = pengeluaran investasi, T = penerimaan pajak, r = tingkat bunga, G = pengeluaran pemerintah, NX = X M = net export, jika X > M (surplus neraca perdagangan), X = pengeluaran export dan M = import. Apabila terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah ( G) maka permintaan output (pendapatan nasional) mengalami peningkatan sebesar multiplier effect atas komponen pengeluaran pemerintah tersebut. Peningkatan pajak berefek negatif terhadap perekonomian, karena menurunnya dispossible income akan mengurangi konsumsi, sehingga permintaan output mengalami penurunan sebesar multiplier pajak atas penerimaan pajak tersebut.

32 Semakin tinggi tingkat bunga ke dalam perekonomian berarti akan mengganggu investasi, sehingga investasi berefek negatif atas tingkat bunga. Jika investasi turun maka output juga akan menurun atau berkurang. Perubahan nilai kurs terhadap pertumbuhan output terlihat besar pengaruhnya bagi perekonomian yang bersifat terbuka. Apabila kurs mata uang negara tersebut cenderung menguat maka efek negatifnya terhadap kegiatan export, sehingga sangat mungkin terjadi penurunan pada pendapatan nasional. Dan sebaliknya jika kurs melemah maka sangat dimungkinkan neraca perdagangan akan menigkat, sehingga terjadi pertumbuhan pendapatan nasional karena didorong bertambahnya permintaan output dari pasar luar negeri. 2.2.2. Model LM Model LM menjelaskan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar uang, dan untuk memahami pemahaman model LM adalah dengan melihat teori tingkat bunga atau teori preferensi likuiditas (theory of liquidity preference). Teori ini menyatakan bahwa tingkat bunga disesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang. Permintaan terhadap keseimbangan uang riil yang ditegaskan oleh teori preferensi menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah satu determinant dari berapa banyak uang yang ingin dipegang, karena tingkat bunga merupakan opportunity cost dari memegang uang. Ketika tingkat bunga naik, orang hanya ingin memegang uang lebih sedikit. Perubahan pendapatan nasional (Y) terhadap keseimbangan uang riil adalah positif terhadap permintaan uang dalam perekonomian, yaitu ketika pendapatan tinggi,

33 pengeluaran tinggi sehingga permintaan uang lebih besar. Karenanya pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan tingkat bunga juga lebih tinggi. Sehingga dapat ditulis bahwa fungsi dari jumlah uang yang diminta (M/P) ditentukan tingkat bunga dan pendapatan, yaitu: M / P = L (r, Y) (2.7) P = L M ( r, Y ) (2.8) r = r(m/p, Y) (2.9) Apabila jumlah uang beredar mengalami peningkatan akibat tingginya permintaan barang dan jasa yang diikuti dengan permintaan uang, menurut teori kuantitas uang Fisher, maka akan terjadi penurunan tingkat bunga nominal karena terbukanya peluang inflasi. Hubungan antara tingkat harga terhadap tingkat bunga adalah bersifat positif, artinya apabila terjadi inflasi ke dalam perekonomian maka kebijakan moneter yang dilakukan adalah dengan menaikkan tingkat bunga. Kenaikan pendapatan nasional yang diikuti dengan meningkatnya permintaan output harus dicegah pengaruhnya terhadap kenaikan jumlah uang beredar, karena kenaikan permintaan menimbulkan ancaman inflasi dengan cara menaikkan tingkat bunga agar perekonomian stabil. 2.3. Kebijakan Fiskal Kebijakan ekonomi makro akan selalu diperlukan untuk mencegah dan menghilangkan gejala ekonomi makro yang tidak diinginkan seperti tingkat inflasi yang tinggi, pengangguran, neraca pembayaran yang defisit. Kebijakan fiskal merupakan

34 kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian dengan menggunakan instrument variabel pajak (tax), transfer pemerintah atau dengan pengeluaran pemerintah. (Reksoprayitno: 2000). Kedua kebijakan ekonomi makro tersebut dapat bersifat ekspansi maupun kontraksi. Ketika perekonomian menghadapi peningkatan pengangguran dan kapasitas produksi nasional bersifat unemployment dilakukan kebijakan yang bersifat ekspansi (mis: defisit neraca pembayaran), sedangkan kebijakan kontraksi digunakan apabila perekonomian dalam keadaan over employment yaitu permintaan agregatif melebihi kapasitas produksi nasional (mis: inflasi yang tinggi). Tujuan dari kedua kebijakan ekonomi makro tersebut baik ekspansi maupun kontraksi adalah untuk meningkatkan pendapatan nasional dan menurunkan tingkat pengangguran serta tingkat inflasi dan memperkecil defisit neraca pembayaran luar negeri. Perubahan dalam belanja pemerintah akan mempengaruhi perekonomian. Jika belanja pemerintah naik sebesar G (Government expenditure) akan mendorong adanya kenaikan pendapatan nasional sebesar = KG x G (Direct Stimulus). Bertambahnya pendapatan, akibat kebijakan fiskal yang ekspansif menyebabkan permintaan uang juga meningkat, sehingga mendorong kenaikan tingkat bunga (r). Sebaliknya kebijakan fiskal yang bersifat kontraksi dengan menaikkan pajak akan menurunkan pendapatan nasional, karena pajak (tax) bersifat indirect stimulus. Dengan menurunnnya pendapatan nasional (Y) maka terjadi penurunan permintaan uang, akibatnya tingkat bunga (r) turun. Dalam kebijakan fiskal ini lebih efektif menurunkan pengeluaran (G) dibandingkan dengan menaikkan pajak (Tax). 2.4. Kebijakan Moneter

35 Kebijakan moneter merupakan kebijakan pemerintah yang dilakukan otoritas moneter (Bank Sentral) untuk mempengaruhi perekonomian dengan cara penambahan atau pengurangan jumlah uang beredar (M1) yang biasa disebut dengan penawaran uang (Reksoprayitno: 2000). Kebijakan moneter yang bersifat ekspansi dengan cara menambah jumlah uang beredar (M), bertujuan untuk menambah jumlah pendapatan nasional (Y), pada tingkat yang diharapkan. Kenaikan pendapatan pada tingkat keseimbangan penawaran riil akan diikuti dengan adanya peningkatan permintaan uang dan mendorong terjadinya kenaikan tingkat bunga. Sehingga hubungan antara peningkatan pertambahan jumlah uang beredar terhadap tingkat bunga adalah positif. Sebailiknya kebijakan moneter yang bersifat kontraksi dengan mengurangi jumlah uang beredar pada tingkat harga yang fleksibel akan menurunkan pendapatan nasional sehingga inflasi dan tingkat bunga juga akan menurun. 2.5. Interaksi Kebijakan Fiskal dan Moneter Ketika menganalisis setiap perubahan dalam kebijakan moneter atau fiskal maka perlu disadari bahwa kebijakan dalam suatu kebijakan akan mempengaruhi kebijakan lainnya. Artinya ada saling ketergantungan atas sebuah kebijakan terhadap dampak kebijakan ekonomi yang dihasilkan. Hasil interaksi atas kebijakan fiskal dan moneter dapat terdiri dari: 1. Kebijakan fiskal dengan menaikkan pajak

36 Apabila pemerintah menjalankan kebijakan fiskalnya dengan menaikkan pajak maka ada 3 kemungkinan yang akan berlaku yaitu: a. Otoritas moneter mempertahankan jumlah uang beredar pada tingkat konstan, maka akan mengakibatkan pendapatan nasional akan turun, karena kenaikan pajak akan mengurangi pengeluaran konsumen, sehingga tingkat bunga juga akan turun karena ada kecenderungan mengurangi permintaan uang (kurva IS bergeser ke kiri dari IS1 ke IS2 sedangkan kurva LM tetap akibatnya Y1 turun menjadi Y21 dan tingkat bunga turun dari r1 ke r2, Gambar 2.2). b. Otoritas moneter mempertahankan tingkat bunga konstan dengan mengurangi jumlah uang beredar, sehingga pendapatan nasional akibatnya juga turun lebih besar dibandingkan cara no (a), karena kenaikan pajak (Gambar 2.2). c. Otoritas moneter mencegah akibat kenaikan pajak pada menurunnnya pendapatan nasional (pendapatan nasional berada pada tingkat tetap) dengan meningkatkan jumlah uang beredar, akibatnya tingkat bunga turun cukup besar. Refleksi dari kebijakan fiskal dan moneter tersebut ke dalam perekonomian dengan tingkat pendapatan nasional yang tetap adalah adanya penurunan konsumsi akibat kenaikan pajak, sedangkan ekspansi moneter dengan tingkat bunga yang turun mendorong investasi (kurva IS bergeser ke kiri dari IS1 ke IS2 dan kurva LM bergeser ke kanan dari LM1 ke LM2, akibatnya Y tetap dan tingkat bunga turun dari r1 ke r2, (Gambar 2.3). Tingkat bunga (r) IS1 LM2

37 IS2 LM1 r 1 r 2 0 Y2 2 Y2 1 Y1 Pendapatan (Y) Gambar 2.2. Peningkatan Pajak, Cateris Paribus Tingkat bunga (r) LM1 LM2 r 1 r 2 IS1 IS2 0 Y Pendapatan (Y) Gambar 2.3. Peningkatan Jumlah Uang Beredar, Cateris Paribus 2. Kebijakan fiskal dengan menaikkan pengeluaran pemerintah Kebijakan menaikkan pengeluaran akan mendorong meningkatnya output. Nasional atau pendapatan nasional bertambah, dan akan meningkatkan permintaan uang. Jika otoritas moneter mempertahankan jumlah uang beredar pada tingkat konstan maka tingkat bunga akan naik (kurva IS bergeser dari IS2 ke IS1 dan kurva LM tetap LM1 sedangkan Y bertambah dari Y21 ke Y1 tetapi tingkat bunga naik dari r2 ke r1, Gambar 2.2). Kebijakan menaikkan pengeluaran untuk meningkatkan pendapatan

38 nasional pada tingkat bunga yang tetap dapat direspon otoritas moneter dengan menambah jumlah uang beredar, sehingga sebanding dengan permintaan uang akibat peningkatan pendapatan nasional yang bertambah (kurva IS bergeser ke kanan dari IS2 ke IS1, sedangkan kurva LM bergeser ke kanan dari LM2 ke LM1 dengan tingkat bunga sebesar r1, Gambar 2.2). 2.6. Penelitian Terdahulu Turnovsky (2000), meneliti tentang hubungan antara kebijakan fiskal dan output di Amerika Serikat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLS. Penelitiannya menemukan bahwa kebijakan fiskal tidak memiliki dampak terhadap keseimbangan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Tingkat pertumbuhan yang lambat memberikan kenyataan bahwa kebijakan fiskal hanya berpengaruh pada jangka pendek pada masa transisi. Kenaikan variabel instrumen fiskal dalam jumlah yang relatif besar tidak terlalu berpengaruh besar terhadap output. Dalam penelitiannya memperlihatkan, kenaikan investasi pemerintah dari 0.08 ke 0.14 dari output akan menaikkan tingkat pendapatan dalam jangka panjang sebesar 40% saja. Sedangkan kenaikan pajak atas pendapatan modal dari 0,28 ke 0,40 hanya akan menurunkan output dalam jangka panjang sebesar 16%. Hafer, Haslag dan Jones (2002), meneliti tentang hubungan antara kebijakan moneter, jumlah uang beredar, dan output di Amerika Serikat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode OLS, dengan menggunakan data tahun 1961-1982 dan 1961-2000. Penelitian ini terdiri dari tiga kajian. Yang pertama yaitu melihat hubungan antara kebijakan moneter dan output dengan mengestimasi persamaan output gap dimana

39 tingkat pembiayaan bank sentral menjadi instrument kebijkan moneter. Yang kedua yaitu Congressional Budget Office (CBO) terhadap output gap, dan yang ketiga mengestimasi pengaruh jumlah uang beredar (M0,M1,M2) dengan mempengaruhi tingkat bunga terhadap output. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara tingkat pembiayaan bank sentral terhadap output kurun waktu tahun 1961-1982. Namun tercatat tidak signifikan pada data tahun 1982 hingga tahun 2000. Penelitian ini juga menemukan hubungan yang signifikan antara lag jumlah uang beredar riil dan output gap pada tahun 1961-1982. Namun juga tidak signifikan pada tahun 1982-2000. Albatel (2003), meneliti tentang hubungan antara kebijakan pemerintah (kebijakan moneter dan kebijakan fiskal) dan output di Arab Saudi. Metodologi yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode Kointegrasi dan Error Correction Model dengan menggunakan data tahun 1964-1998. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat hubungan kointegrasi antara kebijakan pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter), liberalisasi perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah ternyata memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi di Arab Saudi. Variabel pengeluaran pemerintah (kebijakan fiskal) dan jumlah uang beredar (kebijakan moneter) memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil statistik mendukung adanya pemikiran bahwa aktivitas pemerintah berupa investasi akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan perkapita. Termasuk kebijakan fiskal dan moneter memiliki efek permanen terhadap output riil. Semenjak kenaikan harga minyak tahun 1973, Arab Saudi terus meningkatkan pengeluarannya. Namun fluktuasi harga minyak menyebabkan pemerintah harus meningkatkan defisit anggaran dan mengurangi pengeluaran untuk aktivitasnya.

40 Hagen dan Mundshenk (2003), meneliti tentang koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di EMU (Economic and Monetary Union di Eropah). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada jangka panjang kebijakan moneter dapat mencapai kestabilan harga tanpa bertentangan dengan kebijakan fiskal. Bank Sentral dapat menetapkan tingkat inflasi tanpa mempengaruhi output terhadap individu dan keseluruhan masyarakat. Namun pada jangka pendek, ada konflik potensial antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Bila Bank Sentral hendak mencapai kestabilan harga, maka kebijakan fiskal pemerintah harus bisa menekan permintaan aggregate, dan meningkatkan output. Dalam jangka pendek, kebijakan tersebut cenderung berbiaya tinggi, sehingga resiko inflasi tinggi sulit ditekan. Keseimbangan diperlukan dengan mempengaruhi permintaan aggregate oleh Bank Sentral dan Pemerintah mempengaruhi melalui aggregate supply. Giavazzi (2003), meneliti tentang koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di Brazil. Hasil studinya memperlihatkan bahwa resiko kredit dapat menjadi pusat mekanisme dimana bank sentral yang menargetkan inflasi dapat kehilangan kendali atas inflasi itu sendiri. Dengan kata lain terjadi perpindahan dominasi moneter ke dominasi fiskal. Ketidak teraturan kebijakan fiskal dapat menyebabkan efektivitas kebijakan moneter menjadi berkurang. Misalnya kebijakan peningkatan tingkat bunga malah menyebabkan inflasi tidak menurun. Perekonomian Brazil jatuh pada tingkat keseimbangan yang buruk ketika kebijakan fiskal mengurangi efektivitas kebijakan moneter (terjadi crowding out). Namun dalam jangka panjang, kebijakan fiskal ini dapat mengembalikan kondisi kembali normal, terjadi kestabilan EMBI spread, kestabilan nilai tukar, inflasi, dan hutang pemerintah, dan pertumbuhan ekonomi.

41 Arestis dan Sawyer (2002), melihat bagaimana tingkat bunga sebagai instrumen utama kebijakan moneter mempengaruhi sektor riil. Penelitian ini menggunakan metode VAR dan OLS dengan menggunakan data tahun 2001-2005, dengan studi kasus di Angeloni salah satu wilayah dalam zona Euro. Sektor riil disini diukur dengan GDP. permintaan aggregate, nilai tukar, dan investasi. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa tingkat bunga berpengaruh signifikan terhadap sekto riil. Kenaikan 1% tingkat bunga akan menurunkan 0,2-0,35 % GDP dan menurunkan 0,2-0,4 % tingkat inflasi. Nasir,Muhammad,dkk (2010), meneliti tentang koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di Pakistan. Penelitian ini menggunakan metode VAR, dengan variabel Pajak, Pengeluaran pemerintah, tingkat bunga. Inflasi dan jumlah uang beredar dari thn 1975-2006 (31 thn). Lemahnya koordinasi dalam kebijakan fiskal dan moneter menimbulkan shock gangguan pada kebijakan lainnya dalam jangka panjang, berupa tingginya pengangguran akibat rendahnya permintaan output, dan tingginya angka inflasi akibat respon kebijakan moneter pada fiskal. 2.7. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian Penerimaan pajak, konsumsi pemerintah dan kurs secara langsung mempengaruhi PDB, sebaliknya indeks harga konsumen dan jumlah uang beredar dalam arti sempit secara langsung mempengaruhi suku bunga pasar uang. Sedangkan suku bunga pasar uang dan PDB saling mempengaruhi. Kerangka pemikiran ini ditunjukkan pada Gambar 2.4.

42 (Penerimaan Pajak-Konsumsi Pemerintah) PDB Kurs/Nilai Tukar Indeks Harga Konsumen (IHK) Jumlah Uang Beredar Dalam Arti Sempit (M1) Suku Bunga Pasar Uang

43 Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan dari beberapa kajian empiris yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Selisih antara penerimaan pajak dengan konsumsi pemerintah berpengaruh positif terhadap PDB. 2. Kurs atau nilai tukar berpengaruh positif terhadap PDB. 3. Indeks harga konsumen berpengaruh positif terhadap suku bunga pasar uang. 4. Jumlah uang beredar dalam arti sempit berpengaruh negatif terhadap suku bunga pasar uang. 5. Suku bunga pasar uang berpengaruh negatif terhadap PDB, sebaliknya PDB berpengaruh positif terhadap suku bunga pasar uang.