BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL

BAB II KAJIAN TEORI. Pupuk organik merupakan bahan yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan,

II. TINJAUAN PUSTAKA

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lestari Alamku, Produktif Lahanku

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Perikanan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

Niken Wijayanti, Winardi Dwi Nugraha, Syafrudin Jurusan Teknik Lingkungan,Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

PENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

PRODUKSI DAN KUALITAS KOMPOS DARI TERNAK SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN LIMBAH ORGANIK PASAR. St. Chadijah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh. Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

PENGOMPOSAN K1UDGE HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak

TINJAUAN PUSTAKA II.

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PENAMBAHAN AKTIVATOR BMF BIOFAD TERHADAP KUALITAS PUPUK ORGANIK

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

Pengaruh Tingkat Konsentrasi dan Lamanya Inkubasi EM4 Terhadap Kualitas Organoleptik Pupuk Bokashi

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

JENIS DAN DOSIS AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU MAKROALGA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang tidak baik bagi manusia. Tumpukan sampah. tersebut jika dibiarkan dapat menimbulkan pencemaran, penyakit serta

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambatan nitrogen secara hayati yang non simbiotik dilakukan oleh jasad mikro

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah bahan atau material berlebih yang dihasilkan dari suatu proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Macam macam mikroba pada biogas

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

I. PENDAHULUAN. Sterculiceae dari genus Theobroma, berasal dari Amazone dan daerah-daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Kompos Pelepah Daun Salak. (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora dan Salundik,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

TINJAUAN LITERATUR. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar. Kadar air, ph, C-Organik, Bahan Organik, N total. Berikut data hasil analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis selama 1 minggu di Lab PG Tolangohula Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode ex-post facto dan dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk menggambarkan kualitas fisik dan kimia dari bokashi pelepah pisang (Musa sp). Proses pembuatan bokashi ini berlangsung secara semi anaerob karena pada saat proses pembuatan memerlukan adanya sedikit oksigen (udara). Bokashi yang dibuat terdiri dari 3 kali ulangan. Pengukuran suhu dan ph dari bokashi dilakukan setiap hari sekali, begitu juga dengan pembalikan tumpukan bokashi. Bokashi yang telah matang dapat diamati dari perubahan warna, bau (aroma) dan tekstur. Untuk pengamatan kualitas fisik bokashi dilakukan pengamatan langsung oleh panelis ahli (Dosen) dan observer (mahasiswa), sedangkan untuk kualitas kimia (unsur hara NPK dan Nisbah C/N) dilakukan uji di Lab PG Tolangohula Gorontalo. Berdasarkan hasil pengamatan selama 21 hari suhu awal (0 hari) dari tumpukan bokashi untuk semua ulangan rata-rata 27 0 C. Hasil pengukuran suhu selama proses pembuatan bokashi dapat dilihat pada gambar 1. 23

24 Suhu 45 40 35 30 25 20 15 10 5 Rata-Rata - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516 1718192021 Hari Gambar 1. Rata Rata Perubahan Suhu Dari gambar 1 menunjukan bahwa dalam 3 minggu proses pembuatan bokashi terjadi perubahan suhu secara bertahap. Suhu tertinggi yang dapat dicapai adalah 40 0 C yaitu pada hari ke-2 dan ke-3 setelah itu suhu menurun terus dan mulai stabil pada hari ke-19. Dalam proses dekomposisi bahan organik, suhu merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui proses dekomposisi berjalan dengan baik. Selain suhu kondisi ph juga dikontrol setiap hari. ph bokashi selama proses pembuatan bokashi sampai pada saat bokashi matang ph mengalami perubahan. Untuk hasil pengukuran ph selama proses pembuatan bokashi dapat dilihat pada gambar 2.

25 ph 9 8 7 6 5 4 3 2 1-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Rata-rata Hari Gambar 2. Rata Rata Perubahan ph Dari hasil pengukuran ph diatas terlihat adanya perubahan ph dari awal sampai akhir pengomposan. Pada awal proses ph bokashi berada pada kondisi basa (8), kemudian menurun dan meningkat dan menuju ke arah nilai ph netral yang dicapai pada ke-18 sampai 21. Pada fase pematangan bokashi bahan organik telah selesai diuraikan dan terjadi reduksi aktifitas mikroorganisme sehingga ph dan suhu bokashi stabil. Selain terjadi perubahan suhu dan ph terjadi pula penyusutan berat pada bokashi. Adapun hasil pengukuran berat bokashi sebelum dikomposkan beratnya rata-rata 2 kg setelah dikomposkan beratnya menjadi 1,3 kg. Jadi terjadi penyusutan berat bokashi sebesar 35 % dari berat awal bokashi.

26 4.1.1. Hasil Penelitian 4.1.1.1 Kualitas Fisik a. Warna Selama proses pengomposan, perubahan warna dari bokashi menjadi parameter penting dalam menentukan kualitas fisik dari bokashi. Untuk perubahan warna bokashi dapat diamati secara langsung selama proses pembuatan bokashi berlangsung. Untuk perubahan warna bokashi dapat dilhat pada tabel 3. Tabel 3. Warna Bokashi Lamanya Proses Warna Pengomposan 1-7 Coklat muda (Warna bahan dasar) 8-13 Coklat tua 14-21 Coklat kehitaman (Menyerupai warna tanah) Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perubahan warna pada bokashi tejadi pada minggu ke-2 yang ditandai dengan perubahan warna bahan dari warna aslinya (coklat muda) kearah coklat tua dan akhirnya menjadi coklat kehitaman setelah proses pengomposan selama 3 minggu. b. Tekstur Tekstur bokashi juga merupakan parameter yang sangat penting untuk menentukan tingkat kematangan bokashi. Untuk perubahan tekstur bokashi selama proses pembuatan bokashi dapat dilihat pada tabel 4.

27 Tabel 4. Tekstur Bokashi Lamanya Prroses Tekstur Pengomposan 1-7 Keras 8-13 Agak lunak 14-21 Lunak Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada minggu ke-2 telah terjadi perubahan tekstur dari bokashi yang awalnya tekstur keras kemudian menjadi lunak dan sudah menyerupai tekstur tanah sebab ketika diremas bokashi mengalami perubahan bentuk sangat jelas dan sudah tidak dikenali lagi bahan dasar (pelepah pisang). c. Bau (Aroma) Selain warna dan tekstur, bau (Aroma) juga merupakan parameter yanng sangat penting untuk menentukan kualitas fisik dari bokashi. Bokashi yang berbau tidak sedap menandakan bahwa kualitas bokashi tersebut tidak baik, sedangkan bokashi yang berbau tanah manandakan bahwa bokashi tersebut kualitasnya baik dan benar-benar matang. Perubahan bau bokashi dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Bau (Aroma) Bokashi Lamanya Proses Bau (Aroma) Pengomposan 1-7 Bau bahan dasar 8-13 Bau bahan dasar mulai menghilang 14-21 Berbau seperti tanah

28 Dari tabel 5 terlihat bahwa pada awal proses pembuatan bokashi masih berbau bahan dasar. Setelah itu terjadi tahap pematangan yang ditandai oleh hilangnya bau bahan dasar yang akhirnya baunya menyerupai bau tanah. 4.1.1.2.Kualitas Kimia Kandungan unsur hara dari bokashi sangat penting untuk menentukan kualitas dari bokashi. Kandungan unsur hara sebelum dan setelah pembuatan bokashi sangat berbeda. Adapun hasil analisis kandungan unsur hara pelepah pisang (Musa sp) dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Analisis Unsur Hara Pelepah Pisang dan Bokashi Pelepah Pisang No Jenis Unsur Kadar Unsur Hara Hara Pelepah pisang Bokashi Pelepah Pisang 1 C (%) 21,85 20,27 2 N (%) 0,28 0,94 3 K2O (%) 3,30 1,81 4 P2O5(%) 0,98 1,45 5 C/N 78 21 Sumber : Report of analysis PT.PG. Tolangohula Gorontalo Dari tabel 6 menunjukan adanya peningkatan unsur hara bokashi yang dikomposkan selama 3 minggu terutama unsur hara N dan P, sedangkan untuk unsur hara K mengalami penurunan begitu juga untuk Rasio C /N mengalami penurunan. Rasio C/N merupakan perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) dalam suatu bahan. Ratio C/N yang dihasilkan masih lebih tinggi dari ratio C/N tanah (10-12).

29 4.2. Pembahasan Bokashi merupakan pupuk organik hasil fermentasi bahan organik oleh sejumlah mikroorganisme dalam lingkungan yang hangat, basah, dan berudara yang hasil akhirnya berupa humus. Menurut SNI 19-7030-2004 kriteria pupuk bokashi yang baik yaitu berwarna coklat kehitaman, berstruktur remah, berbau seperti tanah. Berdasarkan hasil penelitian selama 3 minggu, maka bokashi yang dihasilkan memilki kualitas yang baik. Dilihat dari kualitas fisiknya bokashi ini telah memenuhi kriteria persyaratan kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004 (Lampiran 4). Pada penelitian ini dihasilkan bokashi yang warnanya coklat kehitaman, berbau seperti tanah dan meenyerupai tekstur yang agak lunak seperti tekstur tanah dan mempunyai suhu 25 dan ph yang netral (7). Sesuai dengan pendapat Anang (2010) bahwa tanda fisik bokashi yang sudah matang adalah berwarna gelap (coklat kehitaman), teksturnya remah dan tidak terlihat lagi bentuk asalnya, sedangkan menurut pendapat Widyarini (2008) bahwa kompos yang telah matang ditandai oleh warna yang gelap, tidak berbau busuk, struktur remah dan tidak dihinggapi lalat. Berdasarkan pengamatan selama proses pengomposan pelepah tanaman pisang (Musa Sp) menunjukan bahwa kematangan kompos mulai terlihat pada minggu ke-2 yang ditandai dengan perubahan warna menjadi coklat tua kemudian menjadi coklat kehitaman (Lampiran 2). Pada awal proses terdapat bau bahan dasar (Pelepah pisang), kemudian bau bahan dasar mulai menghilang dan terjadi perubahan bau yang menyerupai bau tanah begitu juga untuk tekstur pada awal proses pengomposan teksturnya masih keras kemudian diakhir proses

30 pengomposan teksturnya menjadi lunak seperti tekstur tanah dan sudah tidak dikenali lagi bahan dasarnya (Lampiran 5). Perubahan fisik pada bokashi terjadi seiring dengan perubahan parameter lain selama proses pengomposan. Perubahan warna, tekstur dan bau pada bokashi disebabkan oleh materi yang dikandungnya sudah menyerupai materi tanah dan berwarna coklat kehitaman yang terbentuk akibat penguraian bahan organik yang terjadi secara alami oleh mikroorganisme yang hidup didalam bahan bokashi. Menurut SNI 19-7030-2004 kompos yang baik dan siap digunakan harus memenuhi standar warna kehitaman dan berbau tanah. Selain parameter tersebut suhu dan ph juga menjadi parameter untuk menentukan tingkat kemtangan dari bokashi. Pada awal proses pengomposan suhu bahan bokashi sama dengan suhu lingkungan (27 0 C). Setelah itu terjadi peningkatan suhu yang menunjukan adanya aktifitas mikroorganisme dalam memanfaatkan substrat. Tahap terakhir pada proses pengomposan mengalami fase pendinginan atan pematangan yang ditandai dengan penurunan suhu. Penurunan suhu pada bokashi sejalan dengan penurunan ph. Penurunan ph mengindikasikan adanya peran bakteri pembentuk asam dan fungi yang menghasilkan panas akibat dekomposisi bahan organik kompleks menjadi asam organik sederhana. Pada fase pematangan kompos, bahan organik telah selesai diuraikan dan terjadi reduksi aktifitas mikroorganisme sehingga ph stabil. Selain terjadi perubahan fisik, suhu dan ph diakhir proses pengomposan terjadi pula penyusutan berat pada bokashi. Penyusutan berat juga merupakan parameter untuk menentukan tingkat kematangan dari bokashi. Menurut Isroi

31 (2008) bahwa selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan berat bokashi seiring dengan kematangan bokashi. Penyusutan berat dapat mencapai 30-40 % dari berat awal bahan. Penyusutan berat pada bokashi disebabkan oleh adanya pembebasan unsur hara dari senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang berguna bagi tanaman. Sedangkan menurut Nurulita (2003) penyusutan dapat terjadi karena adanya proses dekomposisi. Proses dekomposisi merupakan akibat dari aktifitas mikroba dengan proses secara aerobik dan anaerobik melalui beberapa tahap. Pada tahap pertama terjadi proses secara aerob, pada tahap kedua terjadi proses secara anaerobik, karena O2 telah habis. Pada tahap ketiga, mikroorganisme pembentuk gas methana akan memakan CO2, hidrogen, dan asam organik untuk membentuk gas methana dan produk lain. Pada tahap ini mikroorganisme bekerja lambat tapi efisien menggunakan semua material yang ada. Berdasarkan hasil analisis unsur hara di PG.Tolangohula Gorontalo diperoleh kandungan kadar hara N dan P bahan yang dikomposkan mengalami peningkatan dibandingkan sebelum pengomposan, tetapi untuk kadar hara K dan rasio C/N mengalami penurunan. Peningkatan kandungan nitrogen (N) merupakan akibat terjadinya penguraian protein menjadi asam amino selama pengomposan dengan bantuan kegiatan mikroorganisme heterotropik seperti bakteri, fungi dan actinomycetes. Asam amino kemudian mengalami amonifikasi menghasilkan amonium yang selanjutnya direduksi menjadi nitrat. Peningkatan kadar N menunjukan adanya aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan dalam bokashi. Unsur nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat berperan bagi

32 pertumbuhan tanaman. Perilaku nitrogen didalam tanah sulit diperkirakan karena transformasinya sangat kompleks. Suplai unsur N melalui pemupukan lebih diutamakan untuk tanaman karena N merupakan unsur yang paling banyak hilang dari lahan setelah panen. Sementara peningkatan kandungan fosfor (P) setelah pengomposan disebabkan terjadinya mineralisasi fosfor (Pattnaik, 2010 dalam Anjangsari 2010). Ketika bahan organik dirombak oleh mikroorganisme, maka sebagian dari fosfor akan diubah menjadi bentuk P terlarut yang selanjutnaya akan dibebaskan oleh mikroorganisme (Suthar, 2008 dalam Anjangsari 2010). Unsur fosfor (P) merupakan zat yang penting, tetapi selalu berada dalam keadaan kurang didalam tanah, unsur P sangat penting sebagai sumber energi. Hasil pengukuran kadar unsur hara K mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena adanya aktifitas mikroorganisme yang memanfaatkan kalium untuk kegiatan metabolismenya sehingga keberadaan kalium dalam pupuk bokashi berkurang. Sementara kalium berfungsi dalam pembentukan protein dan karbohidrat, selain itu unsur ini juga berperan penting dalam pembentukan antibodi tanaman untuk melawan penyakit. Menurut pendapat Hidayati (2010) kalium tidak terdapat dalam protein, kalium bukan elemen langsung dalam pembentukan bahan organik, kalium hanya berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium digunakan oleh mikroorganisme dalam bahan sebagai katalisator. Sedangkan penurunan rasio C/N bokashi selama proses pengomposan disebabkan oleh karena terjadinya proses dekomposisi bahan organik oleh jasad mikro, sebab bahan organik merupakan sumber energi dan unsur hara bagi jasad

33 hidup dalam proses asimilasi dan pembentukan selnya. Lebih lanjut dinyatakan, dalam proses dekomposisi, bahan organik akan dirombak menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana sampai akhirnya senyawa tersebut tidak dapat didekomposisikan lagi. Hasil akhir pelapukan meyebabkan kandungan C-organik dan rasio C/N menurun sedangkan N meningkat. Berdasarkan hasil analisis kadar hara NPK dan ratio C/N di P.G. Tolangohula Gorontalo ( Tabel 6) kandungan hara NPK telah memenuhi persyaratan SNI 19-7030-2004 (Lampiran 4 ). Meskipun kadar hara K mengalami penurunan diakhir proses tetapi kadar K masih termasuk dalam rentang yang disyaratkan oleh SNI 19-7030-2004. Sementara untuk perbandingan ratio C/N yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi standar pupuk organik menurut permen No.2/pert/HK/2/2006 (Lampiran 3).