BAB I PENDAHULUAN. Poppy Arsaninghyang (12/332158/SV/874)

dokumen-dokumen yang mirip
BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi?

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

BAB I PENDAHULUAN. manusia di buktikan dengan terdokumentasinya dalam Al-Qur an, salah satunya

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN

BAB II METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN FISIK LAHAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2016

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kejadian Bencana Alam di Asia Tahun (Anggraini, 2007)

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Definisi dan Jenis Bencana

BAB I PENDAHULUAN I-1

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Imron Bashori*, Prakosa Rachwibowo*, Dian Agus Widiarso (corresponding

METODE. Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. Simbol yang baik untuk memperlihatkan persebaran pada peta adalah a. grafis d. lingkaran b. titik e. warna c. batang

BAB III TINJAUAN WILAYAH

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi penutup lahan

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

ACARA IV POLA PENGALIRAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Geomorphology is the study which describes landforms and the

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan, serta penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU RI 24/2007 pasal 1 butir 1). Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNP B) Tahun 2013, Provinsi Jawa Tengah mendapat ancaman bencana seperti Banjir, Gempa Bumi, Tsunami, Kebakaran Permukiman, Kekeringan, Cuaca Ekstrem, Tanah Longsor, Gunung Api, Abrasi, Kebakaran Lahan dan Hutan, Gagal Teknologi, Konflik Sosial, Epidemi dan Wabah Penyakit. Kabupaten Purworejo termasuk kategori wilayah yang mempunyai tingkat rawan bencana paling tinggi Indonesia berada di wilayah tropis sehingga memiliki dua musim yanitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim tersebut di Kabupaten Purworejo seiring dilanda tanah longsor, banjir, dan kekeringan. Tanah longsor dan banjir terjadi saat musim penghujan Menurut data historis tahun 2012 dari Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo, Kekeringan mendominasi terjadi pada 5 (lima) kecamatan dari 16 kecamatan di Kabupaten Purworejo. Kekeringan lahan lebih memperhatikan pada penggunaan lahan yang biasa terjadi sehingga dapat dianalisis dengan parameter lain. Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan, yang diartikan berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi (Aldrich, 1981). Masyarakat Indonesia pada umumnya menggunakan lahan di setiap aktivitas sehari-hari sehingga banyak terjadi perubahan penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah suatu lahan yang berada diatas permukaan bumi yang aktivitasnya sudah ada campur tangan manusia sehingga tidak alami lagi. Contohnya ada sawah, tegalan, kebun, dan permukiman. Penggunaan lahan inilah yang akan dianalisis untuk dijadikan salah satu parameter dari peta akhir. 1

Seiring dengan perkembangan teknologi, pengumpulan data secara spasial dapat dilakukan menggunakan teknik penginderaan jauh dan sisitem informasi geografis. Teknik penginderaan jauh adalah teknik yang mempelajari perolehan informasi tentang objek di permukaan bumi dari suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek tersebut. Contohnya seperti citra satelit, foto udara,dan peta RBI. Teknik sistem informasi geografis adalah teknik yang dapat mengolah dan menyimpan data berupa informasi geografis untuk menganalisa keadaan kenampakan di permukaan bumi yang memiliki koordinat geografis. Contohnya ada software arcgis. Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara menumpang susunkan (overlay) beberapa parameter-paramater kekeringan lahan yang sudah diberikan pengharkatan. Metode ini memudahkan untuk mendapatkan klasifikasi peta berupa pengkelasan. Aplikasi ini sangat membutuhkan parameter-parameter untuk wilayah kekeringan lahan diharapkan dapat mengatasi bahkan mengurangi masalah bencana kekeringan di Kabupaten Purworejo. Parameter tersebut meliputi kemiringan lereng, drainase, permeabilitas, bentuk lahan, tektur tanah dan penggunaan lahan. Hasil peta akhir dapat diketahui sebaran daerah yang mengalami kekeringan lahan rendah, sedang, maupun tinggi. Wilayah yang kekeringan lahan rendah biasanya mempunyai kemiringan lereng yang relatif datar sedangkan kekeringan lahan tinggi berada di topografi curam. Bentuk lahan yang sering mengalami kekeringan lahan adalah vulkanik tetapi di Kabupaten Purworejo tidak ditemukan jenis bentuk lahan ini. Hasil yang berupa peta dapat berguna untuk diinformasikan kepada masyarakat yang terdampak pada area kekeringan lahan. Masyarakat di daerah kekeringan lahan harus disosialisasikan mengenai aplikasi ini agar tanggap darurat jika sudah memasuki musim kemarau sehingga tidak akan menimbulkan suatu masalah. Kesiapsiagaan ini sangat perlu agar tidak ada kerugian di dalam masyarakat. 2

1.2 PERUMUSAN MASALAH Kabupaten Purworejo memiliki kondisi geografis yang bervariasi seperti kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan yang menyebabkan memiliki potensi rawan kekeringan berbeda sehingga dari muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja yang membangun basis data parameter terjadinya kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo? 2. Apakah metode tumpangsusun (overlay) akan digunakan dalam pemetaan spasial kekeringan lahan Kabupaten Purworejo? 3. Bagaimana sebaran spasial yang mengalami kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan uraian dari permasalahan diatas, dirumuskan tujuan dari penelitian sebagai berikut: 1. Membangun basis data parameter terjadinya kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo. 2. Menggunakan metode tumpangsusun (overlay) akan lebih mudah memetakan sebaran spasial kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo. 3. Mengetahui sebaran spasial wilayah kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo 1.4 MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan uraian tujuan dari penelitian diatas, dirumuskan manfaat penelitian dapat memberikan informasi mengenai sebaran spasial wilayah kekeringan lahan di Kabupaten Purworejo dan memberikan pertimbangan kepada pemerintah Kabupaten Purworejo untuk dapat mensosialisasikan kepada masyarakat yang tinggal di daerah kekeringan lahan untuk tanggap terhadap bencana yang akan datang 3

1. 5 TINJAUAN PUSTAKA 1. 5. 1 SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Definisi yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database (Indrawati,2013). Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini. Manfaat Sistem Informasi Geografi (SIG) : a. Memudahkan melihat fenomena kebumian dengan perspektif lebih baik. b. Mampu mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, dan penayangan data spasial digital bahkan integrasi data yang beragam, mulai dari citra satelit, foto udara, peta bahkan data statistik. c. Menyongsong pembangunan di masa mendatang semakin penting. Informasi yang dihasilkan SIG merupakan informasi keruangan dan kewilayahan untuk inventarisasi data keruangan yang berkaitan dengan sumber daya alam. Gambar 1.1 Komponen Sistem Informasi Geografi Sumber : Indrawati, 2013 4

1. 5. 2 ARCGIS ArcGIS adalah paket perangkat lunak yang terdiri dari produk perangkat lunak sistem informasi geografis (SIG) yang diproduksi oleh Esri. ArcGIS meliputi perangkat lunak berbasis Windows. Dekstop ArcGis terdiri dari 4 modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, dan Arc Toolbox dan model bolder (Prahasta, 2002) Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk mendesain secara kartografis. Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur managemen file file, jika dalam Windows fungsinya sama dengan explor. Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunkan untuk menampilkan geogle earth. Model Boolder digunakan untuk membuat model boolder / diagram alur. Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools tools tambahan. Gambar 1.2 ArcGIS 10.1 (http://www.esri.com/software/arcgis/arcgis-fordesktop/features) 5

1. 5. 3 TUMPANG SUSUN (OVERLAY) Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut. Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay yaitu 1. Intersect Themes Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema atau layer input atau masukan dengan atribut dari tema atau overlay untuk menghasilkan output dengan atribut yang memiliki data atribut dari kedua theme. 2. Union Themes Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan poligon dari tema overlay untuk menghasilkan output yang mengandung tingkatan atau kelas atribut. 3. Clip Themes Clip yaitu proses menggabungkan data namun dalam wilayah yang kecil, misalnya berdasarkan wilayah administrasi desa atau kecamatan Suatu wilayah besar diambil sebagian wilayah dan atributnya berdasarkan batas administrasi yang kecil, sehingga layer yang akan dihasilkan yaitu layer dengan luas yang kecil beserta atributnya Gambar 1. 3 Gambar 1. 4 Gambar 1. 5 Union Themes Intersect Themes Clip Themes Sumber : Indrawati, 2013 6

1. 5. 4 DEFINISI KEKERINGAN Menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kekeringan dikategorikan ke dalam bencana alam. Secara umum kekeringan didefinisikan sebagai keadaan dimana suplai air berada di bawah kebutuhan air bagi makhluk hidup an lingkungan dalam periode tertentu. Secara spesifik, Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan. Ada beberapa tipe kekeringan serta penyebabnya (Wisnuboto, 1998) yaitu : a. Kekeringan Meteorologis merupakan kekeringan yang semata-mata terjadi akibat watak iklim wilayah, dalam hal ini di suatu wilayah pada saat tertentu terjadi. Kekurangan (defisit air) karena hujan lebih kecil dari pada evapotranspirasinya (penguapan). Wilayah tersebut biasanya selalu kekeringan air pada musim kemarau. b. Kekeringan Hidrologis merupakan gejala-gejala menurunnya cadangan air (debit) sebagai waduk dan danau serta menurunnya permukaan air tanah sebagai dampak dari kekeringan jenis ini, disebabkan oleh meteorologis, wilayah-wilayah yang kawasan hutannya rusak. c. Kekeringan Pertanian. Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam lengas (lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan ait bagi tanaman pada suatu periode tertentu.kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya kekeringan meteorologis. Tiga dari 2 (dua) f aktor yang mempengaruhi kekeringan menurut Wisnusubroto (1998) di dalam penelitian ini yaitu : 7

a. Jenis tanaman yang diusahakan Setiap jenis tanaman memiliki jumlah kebutuhan air berbeda-beda. Tanaman akan mengalami kekeringan jika jenis tanaman yang ditanam memiliki tingkat kebutuhan air yang tidak sesuai dengan agihan hujan yang ada, meskipun dalam jumlah keseluruhannya cukup. b. Tanah Besar kecilnya kemampuan tanah untuk menyimpan air menentukan peluang terjadinya kekeringan. Karena itu parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kekeringan adalah jenis tanah serta solum tanah. Tanah yang memiliki kemampuan menyimpan air rendah, akan lebih cepat mengalami kekeringan dibandingkan tanah yang memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi. Selain faktor-faktor tersebut, faktor topografi, dan geologi juga berpengaruh pada intensitas kekeringan. 1. 5. 5 DEFINISI LAHAN Lahan adalah suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses alami tersusun dari material tertentu dimanapun itu terjadi setiap lahan dicirikan atas relief, material, sruktur dan proses geomorfologi. 1. 5. 6 PARAMETER FISIK LAHAN 1. 5. 6. 1 TEKSTUR TANAH Tekstur tanah adalah perbandingan relatif fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun massa tanah. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah. Material lepas biasanya diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan sebarannya. Kebanyakan sistem mendasarkan pada ukuran partikel atau butirannya. 8

Gambar 1. 6 Segitiga Tekstur Tanah Sumber : Todd,1980 Tabel 1.1 Berbagai jenis material batuan beserta ukuran partikel Material Ukuran partikel (mm) Lempung < 0,004 Lanau 0,004-0,062 Pasir amat halus 0,062-0,125 Pasir halus 0,125-0,25 Pasir sedang 0,25-0,5 Pasir kasar 0,5-1 Pasir amat kasar 1-2 Kerikil amat halus 2-4 Kerikil halus 4-8 Kerikil sedang 8-16 Kerikil kasar 16-32 Kerikil amat kasar 32-64 Sumber : Todd,1980 9

1. 5. 6. 2 PERMEABILITAS Permeabilitas adalah kemampuan batuan atau tanah untuk melakukan pencairan. Menurut Morris dan Johnson pada tabel berikut ditunjukkan nilai permeabilitas dari berbagai jenis batuan : Tabel 1.2 Nilai permeabilitas dari berbagai jenis batuan Material Permeabilitas (m/hari) Kerikil kasar 150 Kerikil sedang 270 Kerikil halus 450 Pasir kasar 45 Pasir sedang 12 Pasir halus 2,5 Lanau 0,08 Lempung 0,0002 Batu pasir halus 0,2 Batu pasir sedang 3,1 Batu gamping 0,94 Pasir gumuk 20 Gambut 5,7 Sekis 0,2 Batusabak 0,00008 Tuff 0,2 Basal 0,01 Gabro lapuk 0,2 Granit lapuk 1,4 Sumber : Purnama, 2010 1. 5. 6. 3 PENGGUNAAN LAHAN Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan adalah semua jenis penggunaan atas lahan oleh manusia, mencakup penggunaan untuk pertanian hingga lapangan olahraga, rumah mukim, hingga rumah makan, rumah sakit hingga kuburan (Lindgren, 1985). 10

Bentuk Penggunaan Lahan menurut klasifikasi Darmoyuwono (1964) diantaranya : 1. Lahan permukiman dijabarkan menjadi permukiman dan lahan nonpertanian, meliputi permukiman perkotaan, permukiman pedesaan, permukiman pedesaan bercampur kebun dan tanaman keras, dan lahan non-pertanian lain. 2. Kebun ditanami sayuran, buah-buahan kecil dan bunga. Kelas ini sangat umum dan terdapat di beberapa pedesaan wilayah Indonesia, biasanya sayuran, buah-buahan kecil seperti tomat, mentimun, dan lainnya merupakan tanaman campuran (tumpang sari) seperti halnya di pertanian lahan kering. 3. Tanaman keras, antara lain tanaman kelapa, rambutan, tanaman pohon lainnya. 4. Lahan untuk tanaman semusim, antara lain padi, jagung, ketela pohon, tanaman perdagangan. 5. Lahan padang rumput yang dikelola, seperti lapangan olah raga. 6. Tanaman padang rumput yang tidak dikelola untuk penggembalaan. 7. Lahan hutan, dikelaskan hutan lebat, hutan terbuka, pohon jarang merupakan sabana tropis, hutan belukar, hutan rawa, hutan sudah dibuka atau dibakar, hutan industri, hutan ladang. 8. Bentuk-bentuk tubuh perairan, adalah rawa air tawar, rawa pasang surut, kolam ikan, sungai, danau, laut. 9. Lahan tidak produktif, seperti lahan kosong, lahan berbatu, lahan berpasir, lahan berbukit (perbukitan), dan gunung (pegunugan). 11

Tabel 1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan menurut SNI 7645:2010 Daerah bervegetasi Daerah tidak bervegetasi A. Daerah pertanian: sawah irigasi, sawah tadah hujan, Sawah lebak, sawah pasang surut, polder perkebunan, Perkebunan Tanaman Campuran campuran, A. Lahan terbuka: Lahan terbuka pada kaldera, Lahar dan lava, Hamparan pasir pantai, Beting pantai, Gumuk pasir, Gosong sungai B. Daerah Bukan Pertanian: B. Permukiman dan lahan bukan Hutan lahan kering, Hutan pertanian: Lahan terbangun, Permukiman, lahan basah, Belukar, Semak, Bangunan Industri, Jaringan jalan, Sabana, Padang alang-alang, Jaringan Jalan kereta api, Jaringan listrik Rumput rawa tegangan tinggi, Bandar Udara, domestik/internasional, Lahan tidak terbangun, Pertambangan, Tempat penimbunan sampah/deposit C. Perairan: Danau, Waduk, Tambak ikan, Tambak garam,rawa, Sungai, Anjir pelayaran, Saluran irigasi, Terumbu karang, Gosong pantai/dangkalan Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2010. 1. 5. 6. 4 BENTUK LAHAN Bentuk lahan merupakan bentukan pada permukaan bumi sebagai hasil dari perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses-proses geomorfologi yang beroperasi di permukaan bumi. Tujuan klasifikasi Bentuklahan untuk menyederhanakan bentanglahan di permukaan bumi yang kompleks menjadi unitunit sederhana yang mempunyai kesamaan dalam sifat dan perwatakannya. Sifat dan perwatakan tersebut mencakup 4 aspek yaitu 1. Morfologi: morfografi (kesan topografik: daratan, perbukitan, pegunungan); dan morfometri (ekspresi topografik: kemiringan lereng, bentuk lereng tunggal maupun majemuk, panjang lereng, bentuk lembah) 12

2. Struktur geomorfologis 3. Proses geomorfologi 4. Material penyusun (litologi) Permukaan lahan banyak mempunyai keanekaragaman dalam : kesan topografi, batuan/struktur, dan proses yang terdapat pada bentuk lahan tersbut dengan adanya keanekaan ini memberikan sifat dan watak yang beraneka pula oleh karena itu dalam penelitian geomorfologis perlu dilakukan pengelompokan agar sifat dan watak setiap kelompok dapat dibedakan secara jelas/nyata. Kelompok tersebut dinamakan bentuk lahan. Adanya pengelompokan ini selanjutnya akan mempermudah dalam pemanfaatan lahan atas dasar sifat-sifatnya. Penelitian geomorfologis sangat diperlukan penyajian dalam bentuk peta. Ada beberapa aspek geomorfologi penting dalam penyajian peta tersebut, yaitu: 1. Morfologi, yang meliputi aspek : a. Morfometri : yaitu aspek-aspek kuantitatif dari suatu daerah, Seperti : kemiringan lereng, ketinggian, beda tinggi, kekerasan medan, bentuk lembah, tingkat pengikisan dan pola aliran. b. Morfografi : yaitu aspek-aspek yang bersifat pemerian suatu daerah antara lain: teras sungai, beting pantai, kipas alluvial dan plato. 2. Morfogenesa, yang meliputi aspek : a. Morfo-Struktur aktif : merupakan proses dinamik endogen atau tektonisme, lipatan dan patahan ( sesar ) b. Morfo-Struktur pasif : merupakan litologi, baik tipe dan struktur batuan dalam kaitanya dengan pelapukan dan erosi. c. Morfo dinamik : merupakan proses dinamik exogen dalam kaitanya dengan aktifitas angina, air dan es, gerak masa batuan dan Vulkanisme. 3. Morfokronologi : yaitu umur relative dan umur absolute berbagai bentuk lahan yang ada. 13

4. Morfoarangement: yaitu susunan keruangan dan hubungan antar berbagai macam bentuk lahan dan proses yang berkaitan (Santosa,2012) Menurut Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentulahan berdasarkan genesisnya menjadi 10 (sepuluh) macam bentuklahan asal proses, yaitu: 1. Bentuklahan asal proses volkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan lava, kawah, dan kaldera yang disimbolkan pada peta dengan warna merah. 2. Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal structural yang disimbolkan pada peta dengan warna ungu. 3. Bentuklahan asal fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini yang disimbolkan pada peta dengan warna biru tua. 4. Bentuklahan asal proses solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan contoh-contoh bentuklahan ini yang disimbolkan pada peta dengan warna orange. 5. Bentuklahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak yang disimbolkan pada peta dengan warna coklat. 14

6. Bentuklahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal yang disimbolkan pada peta dengan warna kuning. 7. Bentuklahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan estuary yang disimbolkan pada peta dengan warna hijau. 8. Bentuklahan asal glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung dan morine, disimbolkan pada peta dengan warna putih. 9. Bentuklahan asal organik (O), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini adalah mangrove dan terumbu karang yang disimbolkan pada peta dengan warna hitam. 10. Bentuklahan asal antropogenik (A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan hasil proses antropogenik yang disimbolkan pada peta dengan warna biru tosca. 15

Gambar 1.7 Orde III Bentuk Lahan Sumber : Santosa, 2012 1. 5. 6. 5 KEMIRINGAN LERENG Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan (slope). Lereng merupakan salah satu unsur vital dalam interpretasi morfologi, karena dengan kemiringan lereng atau dengan jenis, akan berpengaruh pada bentuklahan suatu daerah, misalnya: Susunan bentuklahan yang terletak pada lereng atas sampai lereng bawah terdiri atas bentuklahan proses vulkan yaitu berupa kepundan, kerucut vulkan, kaki vulkan, lereng vulkan, dataran kaki vulkan, dataran fluvio vulkan. Bentuk Lereng tergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Lereng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi, dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu lahan kritis. Interpretasi morfologi terutama interpretasi bentuk lereng bertujuan untuk mengetahui beda tinggi suatu daerah dengan daerah sekitar atau untuk mendapatkan kesan topografi. Penelitian dalam geomorfologi dan geologi, kesan topografi merupakan kunci interpretasi karena topogrfi merupakan cerminan dari litologi, strukur, dan proses geomorfologi yang bekerja. Bentuk dari lereng dapat dibedakan menjadi 3 yaitu 16

1. Bentuk lereng cembung biasanya terdapat pada daerah-daerah yang disusun oleh material - material batuan yang relatif keras atau sisa-sisa gawir sesar atau bidang longsoran (mass wasting) yang telah tererosi pada bagian atasnya. 2. Bentuk lereng lurus, biasanya terjadi pada daerah-daerah lereng vulkanik yang disusun oleh material-material vulkanik halus atau bidang longsoran (landslide). 3. Bentuk lereng cekung biasanya terjadi pada daerah-daerah yang disusun oleh material-material batuan atau bidang longsoran (Haryono dan Widayani, 2004) Tabel 1.4 Pembagian kelas kemiringan lereng Klas Kemiringan Tunggal Majemuk I 0 3 % Datar Datar II 3 8 % Landai Berombak III 8 15 % Miring Bergelombang VI 15 40 % Curam Berbukit V > 40 % Terjal Bergunung Sumber : Van Zuidam Conselado ( 1979 ) 1. 5. 6. 6 DRAINASE Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Drainase secara umum merupakan tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sebagai fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Menurut letak bangunannya, drainase dibagi menjadi drainase permukaan tanah ( surface drainage), yaitu suatu sistem pembuangan air untuk menyalurkan air dipermukaan tanah untuk mencegah adanya genangan dan drainase bawah permukaan tanah (surface drainage) yaitu suatu sistem 17

pembuangan untuk mengalirkan kelebihan air di bawah tanah untuk jenis tanaman tertentu drainase juga bermanfaat untuk mengurangi ketinggian muka air tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Haryono dan Widayani, 2004) 1. 6 PENELITIAN SEBELUMNYA Frida Hudaeni Zahara (2010) dalam penelitian Studi Kerawanan Kekeringan Di Kabupaten Kulon Progo mengkaji cara identifikasi indeks rawan kekeringan menggunakan metode pendekatan meteorologi dan geomorfologi. Analisis tersebut menggunakan metode skoring diantara indeks kekeringan meteorologi dan indeks kekeringan geomorfologi. Hasilnya bahwa parameter meteorologi (indeks kekeringan dan tipe oldeman) dan parameter geomorfologi (infiltrasi tanah dan lereng) berpengaruh kekeringan dengan tiga klasifikasi yaitu tidak rawan kekeringan, rawan kekeringan dan sangat rawan kekeringan. Kartika Purwantiningtyas (2013) dalam penelitian Pemanfaatan Citra Penginderaan Juah dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Potensi Kekeringan Di Kabupaten Gunung Kidul mengkaji dengan membandingkan citra penginderaan jauh menggunakan beberapa parameter antara lain peta indeks vegetasi NDVI, peta curah hujan, peta jenis tanah, peta penggunaan lahan, dan peta kemiringan lereng. Hasilnya citra penginderaan jauh mampu meyadap informasi mengenai parameter yang diperoleh ketelitian sebesar 80% Raina Rahmawati (2014) dalam penelitian Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Agihan Potensi Kekeringan Di Kabupaten Purworejo mengkaji tranformasi indeks kebasahan Landsat 8 yang hasilnya semakin tinggi nilai pixel hasil tranformasi semakin tinggi pada tingkat kebasahan tapi potensi kekeringan kecil. Sistem Informasi Geografi juga memudahkan dalam metode overlay menggunakan parameter antara lain curah hujan, penggunaan lahan, kemiringan lereng, kedalaman air tanah dan infiltrasi 18

1.7 KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian mengenai Peta Kekeringan Lahan dilakukan di Kabupaten Purworejo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan sebaran spasial wilayah yang mengalami kekeringan lahan. Kekeringan lahan kerap terjadi ketika musim kemarau datang. Teknik pembuatan dilakukan dengan menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi. Data input yang dilakukan dengan orientasi data peta ke instansi BAPPEDA Kabupaten Purworejo meliputi Peta Kemiringan Lereng, Peta Drainase, Peta Permeabilitas, Peta Bentuk Lahan, Peta Tektur Tanah dan Peta Penggunaan Lahan. Proses selanjutnya setiap parameter tersebut diberikan pengharkatan. Pengharkatan pada setiap parameter berbeda-beda. Setelah itu, dilakukan metode tumpang susun (overlay) untuk semua parameter kemudian diberikan skoring untuk menghasilkan tiga klasifikasi selanjutnya mapping agar lebih menarik sesuai dengan kaidah kartografis dilakukan layouting. Data output akan menghasilkan Peta Kekeringan Lahan 19

1.8 BATASAN ISTILAH 1. Kekeringan adalah berkurangnya curah hujan yang cukup besar dan berlangsung lama yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman dan hewan pada suatu daerah dan akan menyebabkan berkurangnya cadangan air untuk keperluan hidup sehari-hari maupun kehidupan tanaman (Van Te Chow,1964). 2. Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer, 1990). 3. Sistem Informasi Geografi adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate,memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasiyang bereferensi geografi (ESRI, 1990). 4. Kemiringan Lereng adalah sudut rerata antara bidang datar di permukaan bumi terhadap suatu garis atau bidang miring yang ditarik dari titik terendah sampai titik tertinggi di permukaan bumi suatu bentuk lahan, yang merupakan satu kesatuan (Santoso, 2002) 5. Penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Wulandari 2010). 6. Bentuk lahan adalah morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan permukaan bumi. (Tegar, 2013) 7. Tekstur tanah adalah perbandingan relatif fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun masaa tanah (Todd,1980) 8. Permeabilitas adalah kemampuan batuan atau tanah untuk melakukan pencairan (Todd,1980) 20