BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN

KEBUTUHAN HUTAN KOTA BERDASARKAN EMISI KARBONDI- OKSIDA DI KOTA PRABUMULIH PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

Iklim Perubahan iklim

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

BAB V SUMBER DAYA ALAM

MATERI DAN METODE. Prosedur

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

APLIKASI SIG DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN KECUKUPAN DAN PREDIKSI LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT CO2 DI KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

III. BAHAN DAN METODE

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

METODOLOGI. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005)

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

Tugas Akhir. Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo. Dimas Fikry Syah Putra NRP

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

III. BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

2.7.6 Faktor Pembatas BAB III METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat Bahan Lokasi Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

III. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Pengertian Sistem Informasi Geografis

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

PENDAHULUAN Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh ini dilaksanakan di Kota Pematangsiantar, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2009. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Peta Administrasi 2) Peta Tata Guna Lahan 3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar 4) Peta Rupa Bumi Wilayah Indonesia 5) Citra Landsat 7 ETM +, Path/Row : 128/058, Tahun 2007 6) Peta Digital RTRW Tahun 2008 Peralatan yang digunakan adalah : 1) Komputer yang dilengkapi dengan Sistem Informasi Geografi (perangkat keras dan lunak, termasuk software Arc View versi 3.3 dan software ERDAS Imagine versi 9.1) 2) Kamera Digital Samsung ES 17 3) Global Positioning System (GPS) Garmin 76 CSx 4) Tally sheet 5) Alat tulis 3.3 Tahapan Penelitian Wilayah studi yang dijadikan dalam penelitian ini adalah kota Pematangsiantar dengan kajian pada areal hutan kota. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi kegiatan sebagai berikut :

3.3.1 Inventarisasi dan pengumpulan data Tahap ini meliputi pengumpulan data dalam bentuk deskripsi dan peta yang diperlukan untuk penentuan luas hutan kota. 1) Persiapan peta kerja (pembuatan peta digital) Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi SIG dan software Arc View versi 3.3 dengan cara mendigitasi peta tersebut dengan menggunakan digitizer. Proses digitasi tersebut menghasilkan sebuah layer atau coverage. Data keluaran yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan untuk koreksi geometrik pada pengolahan citra. Tahapan pemasukan data dengan menggunakan SIG dapat diilustrasikan seperti Gambar 3. Peta Digital RTRWK Digitasi Koreksi Transformasi Koordinat Peta Rupa Bumi Labeling dan Atributing Gambar 3 Bagan alir pembuatan peta digital. 2) Studi pustaka Studi pustaka berupa pengambilan informasi yang diperlukan mengenai keadaan umum areal, hutan kota dan rencana pengembangan areal. Informasi tersebut diperoleh dari instansi-instansi yang terkait. Adapun instansi yang terkait antara lain : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pendapatan Daerah Pematangsiantar, Pertamina, Dinas Peternakan dan Perikanan, serta Dinas Pertanian dan Kehutanan. Jenis, bentuk, dan sumber data penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis, bentuk dan sumber data penelitian No. Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Aspek klimatologis Deskripsi BPS 1. Suhu udara, kelembaban relatif, curah hujan, persentase sinar matahari, kecepatan angin 2. Geologi dan goegrafi Deskripsi dan Peta BPS dan Bappeda Batas tapak, letak geografi, luas wilayah 3. Tata Guna Lahan Deskripsi Bappeda 4. Rencana Tata Ruang Wilayah Deskripsi Bappeda 5. Pemandangan dan Akustik Deskripsi dan Foto Lapang 6. Demografi Penduduk Deskripsi BPS Kepadatan dan jumlah penduduk 8. Tingkat Konsumsi Bahan Bakar Deskripsi Pertamina Bensin, solra, LPG, Industrial Fuel Oil dan minyak tanah 9. Jumlah dan Jenis Hewan Ternak Deskripsi Dinas Peternakan dan Perikanan 10. Kendaraan Bermotor Jenis dan jumlah Deskripsi Dinas Pendapatan Daerah 3) Wawancara Wawancara dilakukan dengan pihak Pemerintah Daerah Kota Pematangsiantar dan instansi-instansi yang terkait dalam pengembangan hutan kota serta masyarakat di sekitar wilayah hutan kota. 4) Observasi dan ground check Observasi dilakukan untuk melihat langsung kondisi lapangan mengenai lokasi-lokasi hutan kota serta dilakukan penentuan koordinat dengan menggunakan GPS pada lokasi tersebut. 3.3.2 Pengolahan dan analisis data Analisis data digunakan untuk mengetahui apakah luasan hutan kota yang terdapat di kota Pematangsiantar saat ini telah memenuhi standar optimum terutama berdasarkan Peraturan Perundangan yang berlaku dan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO 2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM (bensin, solar atau Industrial Fuel Oil (IFO) dan minyak tanah) serta bahan bakar gas berupa LGP, ternak dan areal persawahan. 1) Penentuan luasan hutan kota berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002 Analisis kebutuhan luas hutan kota dilakukan berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota. Dalam pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota

dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 ha, sedangkan persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. 2) Perhitungan untuk memperkirakan emisi CO 2 yang dikeluarkan oleh sumber emisi Metode yang digunakan untuk memperkirakan total emisi CO 2 yang terdapat di kota Pematangsiantar adalah metode yang dikeluarkan oleh IPCC tahun 1996. Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak dan sawah. a) Energi Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh industri, transportasi dan rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO 2 di udara, emisi CO 2 tersebut dihasilkan dari proses pembakaran. Untuk mengukur aktivitas energi yang berhubungan dengan emisi CO 2 adalah dengan mengetahui jenis bahan bakar yang digunakan serta jumlah konsumsi bahan bakar yang dipakai oleh industri, transportasi dan rumah tangga. Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dicari dengan cara : C (TJ/tahun) = a (10 3 ton/tahun) x b (TJ/10 3 ton) C = Jumlah konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/tahun) a = Konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (10 3 ton/tahun) b = Nilai kalori bersih / faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/10 3 ton) Nilai kalori bersih yang dihasilkan oleh setiap bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai kalori bersih berdasarkan jenis bahan bakar Nilai kalori bersih dari bahan bakar Produk minyak sulingan Faktor (TJ/10 3 ton) Bensin 44,80 Solar / IFO 43,33 Minyak tanah 44,75 LPG 47,31 Sumber : IPCC (1996)

Kandungan karbon yang terdapat pada masing-masing bahan bakar minyak maupun gas dihitung dengan cara : E (t C/tahun) = C (TJ/tahun) x d (t C/TJ) E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/tahun) d = Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/TJ) Faktor emisi karbon yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar Faktor emisi karbon Bahan bakar Faktor emisi (t C/TJ) Bensin 18,9 Solar / IFO 20,2 Minyak tanah 19,5 LPG 17,2 Sumber : IPCC (1996) Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung dengan cara: G (Gg C/tahun) = E (t C/tahun) x f G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg C/tahun) f = Fraksi CO 2, fraksi CO 2 untuk bahan bakar minyak adalah 0,99 sedangkan untuk bahan bakar gas adalah 0,995 H = Emisi CO 2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg CO 2 /tahun) Sehingga total emisi CO 2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dan gas dapat diperoleh dengan cara : H (Gg CO 2 /tahun) = G (Gg C/tahun) x (44/12) [Persamaan 1 (x)] b) Ternak Gas metan merupakan salah satu produk yang dihasikan oleh ternak pada saat proses fermentasi di dalam tubuhnya serta pada saat kegiatan pengelolaan pupuk. Gas metan dari proses fermentasi diproduksi oleh ternak sebagi produk dari proses pencernaan karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Faktor emisi berdasarkan proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Faktor emisi dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak Faktor emisi CH 4 dari hasil fermentasi Ternak Faktor (Kg/ekor/tahun) Sapi potong 44 Kerbau 55 Domba 8 Kambing 5 Kuda 18 Babi 1,5 Unggas Tidak diperkirakan Sumber : IPCC (1996) Emisi gas metan dari proses fermentasi didapat dari : C (ton/tahun) = a (ekor) x b (kg/ekor/tahun) C = Emisi gas metan dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak (ton/tahun) a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor) b = Faktor emisi CH 4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun) Gas metan yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan pupuk terjadi akibat proses dekomposisi pada kondisi anaerobik. Faktor emisi dari pengelolaan pupuk ditentukan berdasarkan temperatur daerahnya, untuk Indonesia berada pada daerah dengan temperatur hangat, faktor ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Faktor emisi dari penggelolaan pupuk berdasarkan temperatur atau iklim Faktor emisi CH 4 dari pengelolaan pupuk Ternak Faktor (Kg/ekor/tahun) Domba 0,37 Kambing 0,23 Kuda 2,77 Unggas 0,023 Kerbau 3 Babi 7 Sapi potong 2 Sumber : IPCC (1996) Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk diperoleh dari : E (ton/tahun) = a (ekor) x d (kg/ekor/tahun) E = Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (ton/tahun) d = Faktor emisi CH 4 dari pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun) F = Total emisi gas metan berdasarkan jenis ternak (Gg/tahun) Sehingga total emisi gas metan yang dihasilkan oleh ternak adalah : F (Gg CH 4 /tahun) = C (ton/tahun) + E (ton/tahun)...[persamaan 2 (y)]

Gas metan yang dihasilkan diubah menjadi CO 2 melalui rekasi kimia yaitu : CH 4 + 2 O 2 c) Pertanian (areal persawahan) CO 2 + 2 H 2 O Dekomposisi anaerobik dari bahan organik di areal persawahan menghasilkan gas metan yang melimpah. Gas tersebut dikeluarkan ke udara melalui tanaman padi selama musim pertumbuhan. Gas metan yang dihasilkan dari persawahan tersebut dapat diketahui dari luas arel yang dijadikan persawahan dan jumlah musin panen. D (Gg CH 4 /tahun) = a (m 2 ) x b x c (g/m 2 ) x d (tahun) D = Total emisi gas metan dari areal persawahan (Gg/tahun) a = Luas areal persawahan (m 2 ) b = Nilai ukur faktor emisi CH 4 c = Faktor emisi (18 g/m 2 ) d = Jumlah masa panen per tahun (tahun)...[persamaan 3 (z)] 3) Penentuan luas hutan kota berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO 2 Kebutuhan akan luasan optimum hutan kota berdasarkan daya serap CO 2 dapat diperoleh dari kemampuan hutan kota dalam menyerap CO 2. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan luasan tersebut adalah dengan memprediksikan kebutuhan hutan kota berdasarkan daya serap CO 2 serta membandingkannya dengan kondisi hutan kota sekarang (eksisting). Kebutuhan hutan kota diperoleh dari jumlah emisi CO 2 yang terdapat di kota Pematangsiantar dibagi dengan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO 2. Rumus : L (ha) = x (ton CO 2 /tahun) + y (ton CO 2 /tahun) + z (Gg CO 2 /tahun) K (ton/tahun/ha) L = Kebutuhan luasan hutan kota (ha) x = Total emisi CO 2 dari energi (ton CO 2 /tahun) y = Total emisi CO 2 dari ternak (ton CO 2 /tahun) z = Total emisi CO 2 dari areal persawahan (ton CO 2 /tahun) K = Nilai serapan CO 2 oleh hutan (pohon) sebesar 58,2576 CO 2 (ton/tahun/ha), menurut (Inverson 1993, diacu dalam Tinambunan 2006) Setelah mendapatkan nilai kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan daya serap CO 2 maka akan diketahui seberapa luas hutan kota yang harus disediakan

oleh Pemerintah Kota Pematangsiantar. Penambahan luasan hutan kota yang harus disediakan diperoleh dengan cara : Rumus : L (ha) = A (ha) B (ha) L = Penambahan luasan hutan kota (ha) A = Kebutuhan hutan kota (ha) B = Luas hutan kota sekarang (ha) 4) Asumsi Emisi CO 2 yang dihitung adalah emisi CO 2 yang berada di wilayah kota Pematangsiantar, sedangkan emisi CO 2 yang berada di luar wilayah kota Pematangsiantar diabaikan, serta serapan CO 2 hanya dilakukan oleh hutan kota (pohon). 5) Batasan penelitian Batasan hutan kota dalam penelitian ini adalah wilayah taman kota, jalur hijau, pemakaman dan vegetasi tinggi (areal yang ditumbuhi oleh pepohonan). 6) Pengolahan Citra Landsat ETM yang diolah dengan menggunakan software ERDAS Imagine. Kegiatan pengolahan citra Landsat ETM ini adalah sebagai berikut : a) Pengolahan awal data satelit (preprocessing) dengan melakukan koreksi geometrik untuk mengoreksi distorsi acak atau yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan distorsi yang rumit. Koreksi geometrik disebut juga dengan proses rektifikasi citra yang merupakan proses untuk memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga memiliki proyeksi yang sama dengan peta. Proses rektifikasi dilakukan dengan dua cara yaitu : rektifikasi citra ke peta dan rektifikasi citra ke citra. Koreksi geometrik digunakan untuk menyetarakan posisi koordinat dari citra landsat dengan menggunakan peta topografi. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan analisis titik control medan (Ground Control Point / GCP) yang dapat dikenali pada citra satelit dan peta acuan. b) Setelah citra landsat terkoreksi hal yang dilakukan adalah pemotongan citra (subset) sesuai dengan daerah penelitian.

c) Pengklasifikasian dengan menggunakan informasi spektral atau menggunakan spasial dari suatu citra dalam rangka membagi citra menjadi beberapa kelas berbeda dan mempunyai arti terhadap objeknya. Proses klasifikasi merupakan kegiatan pengelompokan kelas yaitu klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing yang menggunakan sejumlah training sample, diperoleh fungsi distribusi yang pada dasarnya merupakan sifat dari suatu kelas yang telah ditentukan. Dengan adanya fungsi-fungsi distribusi tersebut, samplesample lain yang belum diketahui kelasnya dapat diketahui kelasnya. d) Setelah hasil klasifikasi diperoleh, dilakukan kegiatan akurasi untuk menilai hasil dari pemprosesan citra pengindraan jauh bagi suatu sistem klasifikasi penutupan / penggunaan lahan yang disusun berdasarkan data penginderaan jauh. e) Hasil dari proses analisis ini berupa citra penutupan lahan yang telah terklasifikasi sesuai dengan kelas-kelas yang diinginkan, kemudian dari hasil tersebut akan diperoleh karakter hutan kota berupa penutupan lahan.

Tahapan pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 4. Citra Landsat ETM Koreksi Geometri Peta Rupa Bumi Citra Terkoreksi Informasi Penutupan Lahan Pemotongan Citra (Image subset) Interpretasi dan Klasifikasi Citra Ground Check Perhitungan Akurasi Diterima Tidak Reklasifikasi Land Cover Peta Administrasi Kota Pematangsiantar Tipe Hutan Kota Distribusi Kota Pematangsiantar Gambar 4 Diagram alir tahapan pengolahan citra.

Wilayah Studi Persiapan Peta Kerja Hutan Kota Pematangsiantar Studi Pustaka Inventarisasi Data Tinjaun Tapak Analisis data 1. Aspek klimatologis 2. Aspek geologi dan geografis 3. Tata Guna Lahan 4. Rencana Tata Ruang Wilayah 5. Pemandangan dan akustik 6. Demografi penduduk 7. Tingkat konsumsi bahan bakar 8. Kendaraan bermotor 9. Jumlah dan jenis ternak 1. Kondisi wilayah studi saat ini 2. Master plan/rtrwk 1. PP RI No. 63 Tahun 2002 2. Penentuan luasan hutan kota berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO 2 Luasan Hutan Kota Kebutuhan Luasan Hutan Kota Gambar 5 Proses perencanaan luasan hutan kota di kota Pematangsiantar.