RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA

dokumen-dokumen yang mirip
Inflasi: perubahan secara umum atas harga-harga barang dan jasa pada rentang waktu tertentu. Inflasi berdampak dan menjadi dasar dalam pengambilan

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

I N D E K S H A R G A K O N S U M E N D A N I N F L A S I

2007 No

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR APRIL 2015 INFLASI 0,39 PERSEN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN TINGKAT KEMISKINAN DI SUMATERA SELATAN (KEADAAN SEPTEMBER TAHUN 2015)

BOKS PERSISTENSI INFLASI STUDI DI KOTA PALANGKA RAYA DAN SAMPIT BOKS 2. PERSISTENSI INFLASI STUDI DI KOTA PALANGKA RAYA DAN SAMPIT

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA PURWODADI AGUSTUS 2015 INFLASI 0,39 PERSEN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

2008 No

PERKEMBANGAN HARGA DAN PASOKAN PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE BULAN MARET TAHUN 2015

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI JULI 2014 INFLASI 0,24 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI APRIL 2016 DEFLASI 0,61 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI NOPEMBER 2014 INFLASI 1,22 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI MEI 2015 INFLASI 0,55 PERSEN

LAPORAN PERKEMBANGAN HARGA : JANUARI 2008

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KABUPATEN BANYUWANGI BULAN NOPEMBER 2016

2008 No

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN TINGKAT KEMISKINAN DI SUMATERA SELATAN MENURUN DARI SEPTEMBER 2015 KE MARET 2016

BERITA RESMI STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

DATA MENCERDASKAN BANGSA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN

I. Inflasi bulan Oktober sebesar 0,79%, sumbangan terbesar berasal dari kelompok bahan makanan sebesar 0,44%, dan kelompok sandang sebesar 0,11%.

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI JULI 2016 INFLASI 0,43 PERSEN

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI BULAN MARET 2014

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KABUPATEN TULUNGAGUNG NOVEMBER 2015 INFLASI 0,05 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015


RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016


PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KOTA PEKALONGAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN JANUARI 2015

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

Grafik 1. Perkembangan Inflasi Secara Bulanan di Pekanbaru dan Nasional. Nasional (data mulai tahun 2005)

BPSPROVINSI JAWATIMUR

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA TOBOALI (KABUPATEN BANGKA SELATAN) BULAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,28 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Tingkat Inflasi Kota Lubuklinggau 0,30 Persen

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) DESEMBER 2016, KOTA DUMAI INFLASI 0,07 PERSEN.

BOKS 1 PENELITIAN PERSISTENSI INFLASI SULAWESI TENGGARA

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KABUPATEN TULUNGAGUNG MARET 2016 INFLASI 0,05 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEX HARGA KONSUMEN/INFLASI JUNI 2016 INFLASI 0,97 PERSEN

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN JAWA TIMUR MARET 2017

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI OKTOBER 2015 DEFLASI 0,25 PERSEN

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PEKALONGAN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA PURWODADI JULI 2015 INFLASI 0,92 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG.

No. 01/3307/2017, 9 Mei 2017

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

2007 No

Transkripsi:

Suplemen 3 RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA Bank Indonesia Palembang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Selatan melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi Kota Palembang. Penelitian tersebut bertujuan untuk : (i) mengetahui komoditas-komoditas penyumbang inflasi kota Palembang, dan (ii) mengetahui pola pembentukan harga-harga komoditas penyumbang inflasi. Penelitian melibatkan 57 responden yang meliputi produsen, pedagang besar, dan pedagang eceran di Kota Palembang dan daerah sentra produksi beras. Berdasarkan hasil penelitian Tabel 1 Komoditas Penyumbang Inflasi Palembang tersebut diketahui bahwa terdapat 20 Periode 2007 besar komoditas yang memberikan Perubahan Bobot Sumbangan No. Komoditi Harga Komoditas Inflasi sumbangan terbesar terhadap (%) (%) (%) 1 Minyak Goreng 51.10 2.37 1.21 pembentukan inflasi kota Palembang 2 Daging Ayam Ras 46.44 1.98 0.92 3 Mie 30.36 1.78 0.54 sebagaimana pada Tabel 1. 4 Emas Perhiasan 39.39 1.27 0.50 5 Roti Manis 60.71 0.69 0.42 Perhitungan sumbangan masingmasing komoditas terhadap inflasi 6 Empek-Empek 24.44 1.62 0.40 7 Tarif SLTA 55.03 0.64 0.35 8 Telur Ayam Ras 31.67 0.98 0.31 9 Bawang Merah 44.06 0.68 0.30 10 Beras 5.19 5.53 0.29 didasarkan pada nilai konsumsi per 11 Rokok Kretek Filter 11.29 2.45 0.28 12 Tahu Mentah 28.57 0.95 0.27 bulan masing-masing komoditas, 13 Bayam 97.03 0.27 0.26 14 Semen 34.04 0.73 0.25 kemudian dari tabel tersebut 15 Ikan Gabus 34.87 0.63 0.22 16 Tarip Air Minum 21.08 1.04 0.22 dilakukan judgement untuk 17 Tepung Terigu 44.81 0.38 0.17 18 Tempe 15.63 0.95 0.15 menentukan tiga komoditas yang 19 Jeruk 38.62 0.37 0.14 20 Rokok Kretek 9.17 1.46 0.13 perlu didalami proses pembentukan harganya. Penentuan tiga komoditas tersebut juga mempertimbangkan karakteristik komoditas bagi Palembang. Hasil judgement menghasilkan tiga barang yakni beras, minyak goreng, dan tepung terigu. Kenapa beras atau minyak goreng dan tepung terigu? Selain berdasarkan bobot sumbangannya, dimasukkannya beras sebagai komoditas yang akan didalami proses pembentukan harganya adalah didasarkan pada sifat beras sebagai bahan makanan pokok yang tidak mempunyai substitusi. Pemilihan minyak goreng didasarkan pada pertimbangan bahwa komoditas tersebut juga merupakan kebutuhan pokok dan tidak ada barang Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2008 1

substitusi yang lebih murah. Pertimbangan serupa juga dilakukan pada tepung terigu. Selain tentunya sebagai barang kebutuhan pokok dan tidak ada barang substitusi, tepung terigu juga merupakan bahan baku dari berbagai makanan khas Palembang, antara lain, empek-empek, tekwan, model, serta bahan baku panganan lain, misalnya roti, mie instan, dan mie basah. Grafik 2 Perkembangan Harga Tepung Terigu Tahun 2007 5.800 5.600 5.400 5.200 5.000 4.800 4.600 4.400 4.200 4.000 4.525 4.5004.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.775 5.206 5.500 5.438 5.910 Grafik 3 Perkembangan Harga Beras Tahun 2007 10.000 9.500 9.000 8.500 8.000 7.500 5.800 5.629 5.600 5.400 5.200 5.332 5.000 4.800 4.600 4.400 4.200 4.000 Grafik 1 Perkembangan Harga Minyak Goreng Curah, 2007 7.000 6.490 6.500 6.350 7.324 6.400 5.356 7.883 8.598 8.107 4.9094.915 4.918 4.896 4.953 5.219 5.169 5.185 5.471 8.808 8.592 8.500 8.565 8.650 Secara empiris, setidaknya dalam setahun terakhir, khususnya harga minyak goreng dan tepung terigu, mengalami peningkatan yang persisten dari waktu ke waktu. Sebagaimana dideskripsikan pada Grafik 1 terlihat bahwa pada awal tahun 2007, harga minyak goreng curah sebesar Rp6.490 per kg, kemudian terus mengalami peningkatan dan pada akhir tahun telah mencapai Rp8.650 per kg. Hal yang sama juga terjadi pada harga tepung terigu merk Segitiga Biru (lihat Grafik 2). Pemilihan tepung terigu Segitiga Biru dengan pertimbangan bahwa merk tersebut merupakan merk tepung terigu yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat kota Palembang. Pada awal tahun 2007 harga tepung terigu sebesar Rp4.500 per Kg, sedangkan di akhir tahun sudah mencapai Rp5.910 per Kg. Kenaikan harga tepung terigu juga tidak lepas dari perkembangan harga tepung terigu di pasar internasional yang sempat mengalami eskalasi pada tahun lalu. Sementara itu, fluktuasi dari harga beras di Palembang sangat dipengaruhi oleh faktor musiman atau siklus produksi beras. 2 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2008

Pada penelitian ini, pembentukan harga beras dibagi menjadi tiga kerangka waktu yakni pada saat: (i) panen, (ii) normal, dan (iii) paceklik. Pada grafik 3 terlihat bahwa harga beras mengikuti tiga kerangka waktu dimaksud. Harga beras yang dihitung merupakan harga beras rata-rata dari berbagai merk yakni: (i) selancar, (ii) sepat siam, (iii) patin), (iv) dewi, (v) topi koki, (vi) arjuna, dan (vii) arjuna. Secara empiris, harga beras tertinggi terjadi berkisar pada triwulan I, kemudian menurun pada triwulan II dan III. Setelah itu, harga beras kembali meningkat pada triwulan IV sehubungan peningkatan permintaan sehubungan dengan bulan puasa dan hari besar keagamaan di samping terjadi musim kemarau. Pembentukan Harga Beras, Minyak Goreng, dan Tepung Terigu Penelitian menemukan bahwa terdapat 6 komponen pembentuk harga di komoditas beras masing-masing sebagai berikut: (i) modal untuk pembelian beras, (ii) transpor, (iii) tenaga kerja, (iv) kemasan, (v) biaya lain-lain, dan (vi) keuntungan. Selain dibedakan berdasarkan kerangka waktu, pembentukan harga juga dikelompokkan dalam tiga golongan yakni : (i) produsen, (ii) pedagang besar, dan (iii) pedagang eceran. Pada tingkat produsen, sebagian besar harga dibentuk oleh pengeluaran untuk bahan baku, yakni bibit, pupuk, dan saprodi lainnya yang secara persentase jumlahnya mencapai 86.78 persen untuk setiap kilogramnya. Angka tersebut merupakan angka rata-rata persentase di tiga periode (panen, normal, dan paceklik). Rata-rata margin keuntungan di tingkat produsen sebesar 9,03 persen. Sementara itu, komponen pembentuk harga lainnya (transpor, tenaga kerja, kemasan, biaya lain-lain) relatif rendah yakni berkisar 0,65 persen sd. 1,74 persen (lihat Tabel 2). Di tingkat produsen, besaran persentase komponen harga tidak jauh berbeda, dimana rata-rata komposisi modal untuk pembelian komoditi juga merupakan yang terbesar (90,87 persen). Besarnya margin keuntungan rata-rata 5,33 persen. Di tingkat pedagang eceran pun tidak jauh berbeda, hanya komponen pembelian komoditi yang terbesar, sedangkan keuntungan hanya 6,39 persen. Komponen pembentukan harga pada waktu paceklik, bahan baku dan modal pembelian komoditas merupakan komponen terbesar, baik di sisi produsen, Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2008 3

pedagang besar, serta pedagang eceran. Selain itu, margin keuntungan pun terendah di saat musim paceklik bagi pedagang eceran dan pedagang besar. Tabel 2 Pola Pembentukan Harga Beras Pada Tingkat Produsen di Propinsi Sumatera Selatan (dalam % per Kg) Variabel Pembentuk Periode Musim Rata- Harga Panen Normal Paceklik Rata (1) (2) (3) (4) (5) Bahan Baku 84,81 88,14 87,39 86,78 Transport 0,88 0,80 0,69 0,79 Tenaga Kerja 1,47 1,82 1,92 1,74 Kemasan 0,68 0,66 0,62 0,65 Biaya lain-lain 1,13 1,08 0,81 1,01 Keuntungan 11,03 7,50 8,57 9,03 JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Penelitian BI Palembang dan BPS Prop. Sumsel, 2008 Tabel 3 Pola Pembentukan Harga Minyak Goreng Curah di Kota Palembang (dalam % per Kg) Kategori Variabel Pembentuk Harga Modal Pembelian Komoditi* Eceran Besar Produsen (1) (2) (3) (4) 92,17 93,65 91,25 Transport 0,03 1,98 2,24 Tenaga Kerja 0,69 0,20 0,49 Kemasan 0,56 0,04 ** Biaya lain-lain 0,25 1,41 5,52 Pembentukan harga minyak goreng curah dikelompokkan pada tiga golongan yakni: (i) pedagang eceran, (ii) pedagang besar, dan (iii) produsen (lihat Tabel 3). Modal pembelian komoditas dan bahan baku di masing-masing kategori pelaku usaha merupakan komponen terbesar dalam pembentukan harga. Alokasi untuk keuntungan secara rata-rata di bawah 10 persen, 0,51 persen untuk produsen, 2,74 persen untuk pedagang besar, dan 6,32 persen untuk pedagang eceran. Sementara itu, untuk komponen-komponen lainnya relatif rendah. Pola pembentukan Keuntungan 6,32 2,74 0,51 harga untuk komoditas tepung JUMLAH 100,00 100,00 100,00 terigu di Kota Palembang juga Sumber : Penelitian BI Palembang dan BPS Prop. Sumsel, 2008 * Modal Pembelian Komoditi = Bahan Baku (untuk tingkat tidak berbeda dengan dua Produsen) ** termasuk dalam biaya lain-lain komoditas lainnya. Namun pelaku usaha yang terkait hanya meliputi dua yakni: (i) pedagang eceran dan (ii) pedagang besar. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya produsen tepung terigu di Sumatera Selatan. Modal pembelian komoditas merupakan komponen terbesar dalam pembentukan harga terigu atau berada dalam kisaran 91,02 sd. 93,42 persen, sedangkan untuk keuntungan masing-masing mencapai 3,86 persen untuk pedagang besar dan 6,61 4 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2008

Tabel 4 Pola Pembentukan Harga Tepung Segitiga Biru di Kota Palembang (dalam %) Kategori Variabel Pembentuk Harga Eceran Besar (1) (2) (3) Modal Pembelian Komoditi 91,02 93,42 Transport 0,04 0,95 Tenaga Kerja 0,24 1,55 Kemasan 1,45 0,00 Biaya lain-lain 0,66 0,23 Keuntungan 6,61 3,86 JUMLAH 100,00 100,00 Sumber : Penelitian BI Palembang dan BPS Prop. Sumsel, 2008 persen pedagang eceran. Komponen-komponen pembentuk harga lainnya berada di bawah 2 persen. Untuk ketiga komoditas, biaya-biaya lain antara lain meliputi sewa gudang, jasa keamanan, retribusi, dan termasuk pungutanpengutan tidak resmi lainnya. Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan Hasil penelitian tersebut setidaknya telah menjadi langkah untuk kita membedah proses pembentukan harga komoditas yang mempunyai sumbangan strategis terhadap inflasi kota Palembang. Stabilisasi harga beras pada level yang wajar, sebagai contoh, perlu dilakukan melalui upaya peningkatan produksi dan mekanisme tata niaga yang efektif. Saat ini biaya produksi petani masih cukup tinggi, hal tersebut dapat menjadi obyek kajian bagaimana petani-petani di Sumsel mendapatkan bibit, pupuk, BBM, dan saprodi lainnya. Berdasarkan survei-survei terpisah, para petani padi di Sumsel saat ini tengah menghadapi masalah kenaikan harga pupuk, BBM untuk traktor, kenaikan biaya tenaga kerja, kenaikan harga saprodi. Selain itu, di beberapa sentra produksi terdapat pula permasalahan serangan hama (tikus dan tungro), demikian pula kasus pupuk oplosan dan bibit palsu. Saat ini mekanisme tata niaga belum sepenuhnya berjalan optimal, berdasarkan informasi dari para petani di sentra produksi, sebagian besar petani sudah terjerat oleh ijon dan hasil panen petani sebagian besar di jual kepada pedagang beras dari luar Sumsel. Hal tersebut menyebabkan pasokan beras untuk Sumsel berkurang. Kekurangan pasokan tentunya berpotensi meningkatkan harga. Dalam hal ini kebijakan stok pangan di Sumsel dalam memenuhi kebutuhan perlu ditinjau kembali. Untuk komoditas tepung terigu dan minyak goreng, kebijakan yang dapat diambil adalah pengkajian kembali kebijakan operasi pasar. Hal lain yang perlu dilakukan adalah pemberantasan pungutan liar di sepanjang titik distribusi. Selanjutnya, sebagai tahapan pendalaman, tentunya diperlukan penelitian lanjutan ke depan yang bertujuan untuk mengetahui interregional inflation untuk melihat lebih detail sumber tekanan inflasi. Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2008 5