PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL Oleh: Triyono Wibowo Dubes/Watapri Wina PENDAHULUAN 1. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009, agenda pembangunan nasional disusun untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Setiap agenda pembangunan memiliki sasaran pokok masing-masing, yang selanjutnya dilaksanakan dengan memberikan prioritas dan arah kebijakan pembangunannya. 2. Salah satu sasaran pokok agenda pembangunan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia adalah menurunnya jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen pada tahun 2009 serta terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran terbuka menjadi 5,1 persen pada tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang tetap terjaga. Untuk mencapai sasaran tersebut disusun beberapa prioritas dan arah kebijakan pembangunan, yang salah satunya adalah peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Kebijakan peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) diarahkan untuk (a) meningkatkan fokus dan kapasitas litbang iptek, (b) mempercepat difusi dan pemanfaatan hasil-hasil iptek, (c) memperkuat kelembagaan iptek, dan (d) menciptakan iklim inovasi dalam bentuk skema insentif. 4. Salah satu jenis iptek yang telah banyak memberikan dukungan bagi kepentingan nasional adalah iptek nuklir. Berbagai bidang yang telah menerima manfaat dari aplikasi iptek nuklir untuk maksud-maksud damai antara lain adalah pertanian, medik, peternakan, hidrologi, lingkungan dan industri. Aplikasi iptek nuklir nasional telah berkembang sejak bergabungnya Indonesia dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) pada tahun 1957. 5. Untuk mendorong dan meningkatkan aplikasi damai iptek nuklir di Indonesia diperlukan kerjasama dengan berbagai lembaga baik di dalam maupun di luar negeri. Kerjasama dalam negeri ditujukan terutama untuk mempromosikan aplikasinya yang telah terbukti luas, sementara kerjasama luar negeri diarahkan untuk meningkatkan kapasitas, keahlian dan ketrampilan sumber daya manusia pelaksana kegiatan di bidang iptek nuklir ini. KERJASAMA LUAR NEGERI IPTEK NUKLIR 6. Mengingat aplikasinya yang sangat bermanfaat bagi pembangunan nasional, sebagian besar negara di dunia ini telah terlibat dalam kegiatan yang menggunakan
nuklir. Dengan demikian, banyak negara yang telah mencapai tingkat sangat maju dalam pemanfaatan iptek nuklir, sementara beberapa negara telah mulai merintis aplikasi iptek yang sangat berguna dalam menopang pembangunan nasionalnya ini. Jumlah anggota IAEA yang saat ini mencapai 143 negara menunjukkan betapa iptek nuklir sangat strategis baik bagi pemanfaatan secara nasional maupun bagi kepentingan regional dan internasional. 7. Untuk dapat lebih memaksimalkan aplikasi iptek nuklir ini, kerjasama dengan negara lain perlu dilakukan. Kerjasama luar negeri ini dapat berupa kerjasama bilateral antara dua negara, kerjasama regional yang dilakukan antara beberapa negara yang berada di suatu kawasan tertentu, atau kerjasama internasional, atau multilateral, yang melibatkan banyak negara dengan menggunakan satu institusi internasional sebagai wadah kerjasama. 8. Indonesia yang menyadari pentingnya kerjasama luar negeri telah menjalin kerjasama bilateral dengan beberapa negara sahabat dalam iptek nuklir ini. Saat ini ada sejumlah 105 kerjasama bilateral yang telah disepakati dan dilaksanakan dengan negara-negara seperti Argentina, Australia, AS, Inggeris, Jerman, dan Jepang. Kerjasama bilateral ini mencakup bidang yang cukup luas, mulai dari bidang keselamatan nuklir, pertukaran informasi peraturan ketenaganukliran, partisipasi dalam program disain reaktor, bahan bakar bekas, pembuatan radioisotop, hingga pendidikan dan pelatihan. 9. Secara regional, Indonesia terlibat dalam Regional Cooperative Agreement (RCA) for Research, Development and Training Related to Nuclear Science and Technology for Asia and the Pacific. Kerjasama regional ini melibatkan 17 negara yang berada di kawasan Asia dan Pasifik, dan melibatkan IAEA sebagai mitra kerja. Satu hal yang unik dari RCA ini, yang berbeda dengan kerjasama regional kawasan lainnya, adalah beragamnya tingkat penguasaan iptek nuklir para negara anggotanya, yaitu mulai dari tingkat yang paling maju hingga yang sangat terbatas. 10. Secara internasional, Indonesia menjadi anggota IAEA sejak tahun 1957. Berbagai kerjasama telah dilakukan oleh Indonesia dengan IAEA, baik dalam bentuk kerjasama teknik, kontrak penelitian, pendanaan bagi pakar Indonesia untuk mengikuti berbagai pertemuan internasional, pengiriman personil nuklir Indonesia untuk pelatihan, pengiriman pakar asing ke Indonesia, pengiriman pakar Indonesia ke luar negeri sebagai anggota tim pakar IAEA, maupun dijadikannya Indonesia sebagai tempat pelatihan bagi personil nuklir negara sahabat. KERJASAMA INDONESIA DENGAN IAEA 11. Dalam hal kerjasama teknik, pengelolaannya dilakukan melalui suatu mekanisme yang disebut Country Programme Framework (CPF) yang selalu dimutakhirkan sesuai dengan program nasional Indonesia di bidang ketenaganukliran. Proyek kerjasama teknik biasanya berjalan dalam siklus dua tahunan, yang dimulai dari tahun ganjil ke genap, dan dapat diperpanjang pada tahun berikutnya jika dipandang perlu.
12. Pada Tabel 1 diberikan data jumlah proyek kerjasama teknik nasional yang diterima Indonesia selama tahun 2004 2006. Dari data ini dapat diperkirakan bahwa jumlah dana rata-rata yang diterima setiap tahunnya selama tiga tahun tersebut adalah US$703,668, atau rata-rata US$100,524 per proyek. Tabel 1. Proyek kerjasama teknik nasional IAEA di Indonesia tahun 2004-2006. Tahun Jumlah proyek Jumlah dana (US$) 2004 5 763,674 2005 8 667,080 2006 8 680,250 Total : 21 2,111,004 13. Namun demikian, sebanyak tiga proyek dari siklus kerjasama teknik tahun sebelumnya masih aktif berjalan, yaitu Sustainable Agricultural Development in Yogyakarta (INS/5/030), Mutation Breeding of Horticultural Crops (INS/5/031) dan Improving Beef and Dairy Cattle Production in Yogyakarta (INS/5/032). Ketiga proyek ini kemudian resmi ditutup pada akhir Desember 2006. 14. Selain itu, Indonesia juga aktif mengikuti sebanyak 47 proyek kerjasama teknik regional dan 9 proyek kerjasama teknik interregional sepanjang tahun 2006. Proyek regional dalam hal ini adalah proyek diikuti oleh negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik, sementara proyek interregional diikuti oleh negara-negara dari seluruh kawasan di dunia ini. 15. Namun demikian, berdasar data IAEA, kemampuan Indonesia dalam memanfaatkan dana yang disediakan IAEA sesuai persetujuan Dewan Gubernur ini tidak begitu optimal. Seperti terlihat pada Tabel 2, tingkat implementasi tahun 2006 kembali membaik setelah pada tahun 2005 menurun dari tahun sebelumnya. Tingkat implementasi merupakan hasil bagi dana TCF yang diberikan dengan dana TCF yang disetujui. Realisasi dana kerjasama teknik yang diterima berdasar tingkat implementasi ini juga diberikan pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat implementasi dana kerjasama teknik tahun 2004-2006 Tahun Tingkat implementasi Realisasi dana kerjasama teknik (US$) 2004 67,5 % 515,480 2005 50,6 % 337,542 2006 61,8 % 420,394 16. Secara lebih rinci, Tabel 3 memberikan data tingkat implementasi per kegiatan untuk tahun 2004-2006. Seperti terlihat pada Tabel 3, tingkat implementasi terendah untuk baik kegiatan terkait sumber daya manusia maupun pengadaan terjadi tahun 2005 (42,9% dan 68,9%).
Tabel 3. Tingkat implementasi per kegiatan tahun 2004-2006. Tahun Sumberdaya manusia Pengadaan Total 2004 51,2% 80,0% 67,5% 2005 42,9% 68,9% 50,6% 2006 57,6% 71,7% 61,8% 17. Selain menerima bantuan, Indonesia juga memiliki kewajiban pembayaran kepada IAEA. Kewajiban pembayaran ini terdiri atas pembayaran anggaran reguler, pembayaran biaya partisipasi nasional (NPC, National Participation Cost) untuk kerjasama teknik, dan pembayaran sukarela untuk dana kerjasama teknik (TCF, Technical Cooperation Fund), serta pembayaran sukarela untuk extrabudgetary dan in-kind support. Untuk NPC, dana ini dibedakan lagi atas dana sebesar 5% dari dana kerjasama teknik yang diterima dan dana untuk partisipasi pakar Indonesia pada proyek regional dan interregional. Pembayaran yang dilakukan Pemri selama tahun 2004-2006 diberikan pada Tabel 4. Tahun Tabel 4. Pembayaran Pemri kepada IAEA tahun 2004-2006 Anggaran reguler (US$) TCF (US$) 1 NPC (US$) In-kind support (US$) Pembayaran total (US$) 2004 422,872 80,000-2,900 505,772 2005 319,605 80,000 67,367 2-466,972 2006 265,735 80,000 2,517 3-348,252 Catatan: 1 Tingkat kewajiban pembayaran kepada IAEA didasarkan atas base rate yang ditetapkan PBB. Untuk tahun 2004, base rate Indonesia adalah 0,142 %, sedang untuk tahun 2005 dan 2006 angkanya masing-masing adalah 0,137 %. Jika didasarkan pada base rate ini, maka TCF yang harus dibayar Pemri tahun 2004, 2005 dan 2006 masing-masing adalah US$142,024, US$106,175 dan US$106,175. Namun demikian, karena situasi keuangan masih belum memungkinkan, maka selama beberapa tahun terakhir ini Pemri menyatakan pledge sebesar US$80,000. 2 NPC tahun 2005 merupakan dana 5% dari dana kerjasama teknik siklus tahun 2005-2006 yang diterima Pemri. 3 NPC tahun 2006 merupakan dana untuk partisipasi pakar Indonesia pada proyek regional dan interregional. 18. Selain bantuan kerjasama teknik, IAEA secara konsisten juga memberikan berbagai bantuan dan kerjasama dalam berbagai bentuk yang lain kepada Negaranegara Anggotanya, termasuk kepada Indonesia. Dana yang diterima Indonesia ini antara lain dana dari pelatihan dan kunjungan ilmiah yang bukan dari dana kerjasama teknik nasional, pertemuan internasional (seperti pertemuan teknis, seminar, konferensi, dan simposium, kontrak penelitian, penyelenggaraan kegiatan IAEA di Indonesia (termasuk kunjungan pakar), dan pendapatan rata-rata pakar Indonesia
yang bekerja di IAEA. Dana yang bukan dari dana kerjasama teknik nasional ini, yang diterima tahun 2004, adalah US$1,198,910, sementara yang diterima tahun 2005 dan 2006 masing-masing adalah US$1,123,470 dan US$1,183,520. 19. Selain bantuan kerjasama teknik, IAEA secara konsisten juga memberikan berbagai bantuan dan kerjasama dalam berbagai bentuk yang lain kepada Negaranegara Anggotanya, termasuk kepada Indonesia. Tabel 5 memberikan rincian dana yang diterima Indonesia dari pelatihan dan kunjungan ilmiah yang bukan dari dana kerjasama teknik nasional, pertemuan internasional (seperti pertemuan teknis, seminar, konferensi, dan simposium, kontrak penelitian, penyelenggaraan kegiatan IAEA di Indonesia (termasuk kunjungan pakar), dan pendapatan rata-rata pakar Indonesia yang bekerja di IAEA. Tabel 5. Pendanaan (dalam US$) yang diterima Indonesia dari IAEA selama tahun 2004-2006. Pelatihan dan kunjungan ilmiah Pertemuan internasional Kontrak penelitian Penyelenggaraan kegiatan IAEA di Indonesia Pakar Indonesia di IAEA Pendanaan total Peserta Dana Peserta Dana Peneliti Dana Pakar Dana Jumlah Dana 2004 21 75.250 88 212.660 4 30.500 4 16,500 12 864,000 1,198,910 2005 46 126,190 84 205,780 8 55,000 4 16.500 10 720,000 1,123,470 2006 93 213,300 81 211,120 16 26,100 34 85,000 9 648,000 1,183,520 Catatan: Dana untuk pelatihan dan kunjungan ilmiah, serta pengiriman pakar ke Indonesia yang berasal dari dana kerjasama teknik, tidak dimasukkan. 20. Total pembayaran Indonesia kepada IAEA dan dana yang diterima Indonesia dalam berbagai bentuk kegiatan dapat direkapitulasi seperti yang diberikan pada Tabel 6. Dana yang diterima pada Tabel 6 merupakan penjumlahan realisasi dana kerjasama teknik (Tabel 2) dengan dana lain yang diterima Indonesia (Tabel 5). Seperti terlihat, selama periode 2004-2006 rata-rata dana yang diterima Indonesia hampir empat kali dari total pembayarannya. Hal ini menunjukkan bahwa selama periode 2004-2006 ini Indonesia telah berhasil memanfaatkan keanggotaannya di IAEA dengan cukup baik. Tabel 6. Total pembayaran ke IAEA dan dana yang diterima Indonesia (dalam US$) selama tahun 2004-2006. Tahun Pembayaran Dana diterima Perbandingan 2004 505,772 1,714,390 3,39 kali 2005 466,972 1,461,012 3,13 kali 2006 348,252 1,603,914 4,61 kali
21. Selain itu, sebanyak 16 orang ilmuwan nuklir negara lain telah melakukan kunjungan ke Indonesia selama tahun 2004-2006. Ilmuwan yang berkunjung sebagai peserta pelatihan (fellowship) di Indonesia adalah sebanyak 11 orang, sedang lima orang lagi berkunjung dengan status kunjungan ilmiah. 22. Disamping kerjasama teknik, Indonesia juga memiliki beberapa pakar dan tenaga yang bekerja di Sekretariat IAEA. Pada tahun 2004 jumlah staf tetap sebanyak 11 orang, yang jika ditambah satu orang staf tidak tetap (CFE, cost-free expert) yang bekerja hanya satu tahun, menjadi total 12 orang. Pada tahun 2005 staf Indonesia tersebut berkurang menjadi 10 orang, karena yang CFE telah menyelesaikan tugasnya dan satu orang lagi telah purna bakti. Sementara pada tahun 2006 tercatat ada dua orang staf Indonesia mengakhiri tugasnya, yaitu masing-masing satu orang pada jabatan P-3 dan satu orang pada jabatan P-2. Namun demikian, satu orang telah memulai tugas pada jabatan P-3 sejak April 2006, sehingga total ada 9 (sembilan) orang Indonesia yang bekerja di Sekretariat IAEA, masing-masing 3 orang dalam jabatan P-4, 4 orang pada jabatan P-3, dan 2 orang pada pelayanan umum (G-3 dan G-4). Distribusi penempatan staf Indonesia ini adalah di Department of Safeguards sebanyak tujuh orang (P-3 dan P-4), di Office of Legal Affairs satu orang (G-4), dan di Department of Technical Cooperation satu orang (G-3). 23. Usaha-usaha untuk menempatkan staf Indonesia untuk bekerja di Sekretariat IAEA terus dilanjutkan pada tahun 2006 ini, antara lain dengan mengirim pemberitahuan lowongan staf profesional IAEA kepada berbagai instansi di Indonesia. Pemri juga telah menunjuk Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pemberdayaan Perempuan sebagai penjuru (focal person) untuk perekrutan perempuan sebagai staf IAEA ini. Sayangnya, penjuru ini belum pernah terlibat dalam kegiatan perekrutan staf perempuan dari Indonesia untuk ditempatkan di IAEA ini. HAMBATAN PELAKSANAAN 24. Secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan hubungan kerjasama Indonesia dengan IAEA selama ini telah berjalan dengan lancar dan baik. Perbaikan tingkat implementasi kerjasama teknik pada tahun 2006 menjadi 61,8% dari tahun sebelumnya yang 50,6% menunjukkan bahwa personil di Indonesia telah bekerja cukup serius untuk melaksanakan kerjasama teknik ini. Namun demikian, tingkat implementasi tahun 2006 sebesar 61,8% yang masih lebih rendah dari angka tahun 2004 yang sebesar 67,5% mengingatkan bahwa upaya yang telah dilakukan selama tahun 2006 tersebut ternyata masih bisa lebih keras lagi dilaksanakan. 25. Salah satu tolok ukur dalam menilai proyek adalah laporan kemajuan yang disusun untuk masing-masing proyek. Penyusunan laporan kemajuan ini merupakan salah satu kelemahan yang rata-rata dijumpai dalam proyek kerjasama teknik IAEA. Kandungan laporan yang paling penting adalah hasil dan luaran yang diperoleh dengan pelaksanaan proyek, dan bukan sekedar data seperti jumlah staf yang melakukan pelatihan, tenaga ahli yang datang, dan kuantitas barang atau hal lain yang diperoleh dari proyek yang bersangkutan.
26. Pada saat implementasi proyek, Sekretariat IAEA juga mengeluhkan kurang intensnya komunikasi antara pelaksana di Indonesia dengan pihak IAEA mengenai perkembangan pelaksanaan proyek. Hal ini berakibat kepada lambat dan rendahnya tingkat implementasi proyek. 27. Khusus untuk proyek tahun 2005-2006 yang terkait PLTN, yang dilanjutkan ke tahun 2007-2008, IAEA juga meminta para counterpart untuk memutakhirkan dan membuat ringkasan tentang implementasi proyek selama ini. Kedua proyek ini dipandang sangat penting namun informasi yang dimiliki IAEA tentang perkembangan terakhirnya dinilai sangat sedikit. KESIMPULAN DAN SARAN 28. Iptek nuklir merupakan salah satu jenis iptek yang berdasar agenda pembangunan nasional diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pemanfaatan iptek nuklir di Indonesia telah berkembang cukup pesat sejak Indonesia bergabung menjadi anggota IAEA pada tahun 1957. 29. Untuk lebih memaksimalkan aplikasi iptek nuklir di Indonesia, berbagai kerjasama luar negeri yang dilakukan secara bilateral, regional dan internasional telah disepakati dan dilaksanakan. Kerjasama luar negeri ini diyakini telah berhasil meningkatkan kapasitas Indonesia di bidang iptek nuklir. 30. Dalam hal kerjasama internasional melalui keanggotaannya di IAEA, Indonesia telah berhasil memanfaatkan dengan baik keanggotaannya ini. Secara finansial, keuntungan yang diterima Indonesia tiap tahun terus bertambah, dengan status terakhir tahun 2006 menunjukkan bahwa dana yang diterima dari IAEA secara keseluruhan lebih dari 4,5 kali dana yang diberikan ke IAEA. 31. IAEA juga memandang Indonesia memiliki beberapa kelebihan dibanding beberapa negara berkembang lainnya, antara lain adanya transisi yang baik dari pejabat penghubung IAEA yang lama dengan yang baru, memiliki fasilitas nuklir yang dapat melayani pengguna akhir, telah mampu menerima peserta pelatihan dan kunjungan ilmiah dari negara lain, dan dapat terjalinnya hubungan yang baik antara satu organisasi pemerintah dengan organisasi pemerintah lainnya. 32. Namun demikian, perlu peningkatan penanganan terhadap berbagai masalah kerjasama teknis agar implementasi proyek kerjasama teknik dapat berjalan dengan lebih baik dan efektif di masa-masa mendatang. 33. Beberapa hal yang dapat memberikan kontribusi bagi meningkatnya mutu kerjasama teknik antara lain adalah: a. Perlunya ditetapkan arah strategi implementasi kerjasama teknik yang lebih terarah, termasuk penetapan outcome yang diharapkan dari kerjasama teknik ini.
Dalam hal ini dapat disusun area kunci yang menjadi fokus kegiatan untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. b. Country Programme Framework (CPF) yang ada sekarang dinilai terlalu umum, dan juga hanya melayani kegiatan BATAN dan BAPETEN. IAEA menyarankan agar sekiranya akan direvisi, berbagai organisasi pemerintah yang lain dapat dilibatkan dalam penyusunannya. Untuk ini perlu dibentuk semacam kelompok kerja antara instansi, sehingga instansi lain tersebut akan terlibat penuh dalam implementasinya. c. Beberapa bidang yang masih dapat digiatkan dan belum atau sangat sedikit mendapat perhatian dalam kerjasama teknik selama ini adalah lingkungan kelautan, pengembangan industri, sumberdaya air, dan kesehatan. Bidang-bidang ini diyakini dapat melayani berbagai kebutuhan dasar yang diperlukan oleh Indonesia. d. Mekanisme pengembangan sumber daya manusia dinilai masih belum sistematik., dilihat dari pencalonan yang diterima IAEA selama ini Untuk ini perlu diberikan fokus bidang kegiatan yang perlu disempurnakan. Selain itu instansi lain juga perlu diberikan kesempatan untuk mencalonkan wakilnya, mengingat proyek IAEA adalah untuk Indonesia dan bukan semata-mata untuk BATAN atau BAPETEN. e. Pada sekitar pertengahan tahun 2007 ini IAEA akan mulai melakukan kegiatan upstream dalam rangka mengidentifikasi program kerjasama teknik untuk tahun 2009-2011. Dalam kaitan ini perlu dimulai upaya-upaya untuk melakukan identifikasi kegiatan yang dapat masuk ke dalam program kerjasama teknik siklus mendatang tersebut, dengan melibatkan sebanyak mungkin instansi lain yang potensial untuk diajak bekerjasama.