BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widya Nurfebriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

2015 KONTRUKSI ALAT UKUR LITERASI SAINS SISWA SMP PADA KONTEN SIFAT MATERI MENGGUNAKAN KONTEKS KLASIFIKASI MATERIAL

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dini Rusfita Sari, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014

BABI PENDAHULUAN. sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. agar teori dapat diterapkan pada permasalahan yang nyata (kognitif), melatih

BAB I PENDAHULUAN. (BSNP, 2006). Pendidikan sains ini diharapkan dapat memberikan penguasaan

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

I. PENDAHULUAN. proses aktualisasi siswa melalui berbagai pengalaman belajar yang mereka dapatkan.

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga negara perlu literate terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan kesesuaian antara kompetensi baru dengan kebutuhan. pengetahuan untuk kepentingan proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya (Fa turrahman dkk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) merumuskan 16

Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 299 Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations. umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu. Pendekatan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

diselenggarakan secara internasional dapat dijadikan acuan guna mengetahui sejauh mana daya saing siswa Indonesia secara global (Fatmawati dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

I. PENDAHULUAN. penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya mutu pendidikan (Muhaimin, 2001).Hal ini disebabkan oleh belum meratanya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendatangkan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pendidikan di sekolah memiliki tujuan agar peserta didik mampu mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta mampu mengembangkan dan menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006). Kecenderungan yang terjadi dalam pembelajaran sains saat ini adalah lebih ditekankannya pemahaman konsep materi, tanpa menghubungkannya dengan fungsi kehidupan seperti hubungan terhadap lingkungan, kesehatan dan masyarakat. Dalam penelitiannya, Holbrook (2005) menyatakan bahwa pembelajaran sains khususnya kimia tidak begitu disukai oleh para peserta didik dan pembelajarannya kurang relevan dalam konteks kehidupan seharihari. Pembelajaran sains sering dianggap terpisah dari kehidupan sehari-hari. Kemampuan peserta didik dalam memahami sains, mengkomunikasikan serta menerapkan pengetahuan sains tersebut untuk memecahkan permasalahan di lingkungannya disebut dengan literasi sains (Toharudin, Hendrawati dan Rustaman, 2011). Kemampuan literasi ini diukur pada suatu program asesmen internasional, yaitu The Programme for International Student Assessment (PISA). Program ini bertujuan untuk meneliti secara berkala kemampuan literasi sains peserta didik usia 15 tahun. Studi ini dikembangkan oleh beberapa negara maju di dunia yang tergabung dalam The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) yang berkedudukan di Paris, Perancis. Program ini merupakan program tiga tahunan dimulai tahun 2000, dilanjutkan tahun 2003, 2006, 2009 dan 2012. Hasil studi PISA menunjukkan bahwa penguasaan literasi sains peserta didik Indonesia tahun 2000-2012 masih berada pada tingkatan rendah. Hasil terbaru studi PISA tahun 2012 mengungkapkan bahwa peserta didik Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara peserta. Dibandingkan dengan rerata nilai yang didapatkan oleh negara se-asia seperti Singapura

2 dan Korea yaitu 551 dan 538, Indonesia masih jauh di bawah yaitu 382. Dan hasil studi PISA 2012 ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik Indonesia hanya mampu mengaplikasikan pengetahuan sains untuk situasi yang familiar dengannya, yaitu sebanyak 41,9% pada level 1 dan 24,7% di bawah level 1. Sedangkan pada level 2, sebanyak 26,3% peserta didik Indonesia mampu menjelaskan pengetahuan sains dengan dilengkapi kesimpulan berdasarkan pencarian informasi yang sederhana. Pada level 3, sebanyak 6,5% peserta didik Indonesia mampu menginterpretasikan konsep sains menggunakan fakta dan membuat kesimpulan berdasarkan pengetahuan sains tersebut. Pada level 4, hanya 0,6% peserta didik Indonesia yang mampu merefleksikan kegiatan mereka dan mengkomunikasikan kesimpulan dari pengggunaan pengetahuan sains. Namun, tidak ada satupun peserta didik Indonesia yang mampu mencapai level 5 dan level 6, yaitu kemampuan dalam mengidentifikasi komponen ilmiah dari berbagai situasi kehidupan yang kompleks, menerapkan konsep ilmiah dan pengetahuan tentang sains, membandingkan, memilih dan mengevaluasi sesuai bukti ilmiah untuk merespon suatu situasi kehidupan. Menurut skala yang diterapkan PISA, peserta didik Indonesia baru mampu mencapai level rendah yaitu pada tahap kemampuan menjelaskan konsep-konsep yang sederhana (OEDC, 2013). Menurut Firman (2007) rendahnya tingkat literasi sains peserta didik Indonesia diduga karena kurikulum, proses pembelajaran, dan asesmen yang dilakukan tidak mendukung pencapaian literasi sains. Ketiganya masih menitikberatkan pada dimensi konten (knowledge of science) yang bersifat hafalan seraya melupakan dimensi konten lainnya (knowledge about science), proses/kompetensi (keterampilan berpikir) dan konteks aplikasi sains. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa guru-guru sains sangat bergantung pada buku teks untuk membantu tugas pokok mereka (Holbrook, 2005). Seiring dengan itu McComas (2002) menyatakan bahwa guru-guru sangat didikte oleh dokumen kurikulum (bahan ajar). Salah satu alternatif solusi atas permasalahan ini adalah dengan pengembangan bahan ajar. Bahan ajar yang mampu menjawab tantangan yang harus dihadapi peserta didik,

3 yaitu bahan ajar yang berisikan materi berkaitan dengan sains, teknologi dan membahas fenomena-fenomena serta isu-isu terkini. Salah satu konteks teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan yang dekat dengan peserta didik serta mengandung konten kimia adalah printer inkjet. Printer inkjet merupakan salah satu penerapan teknologi yang sudah banyak dikenal oleh peserta didik maupun masyarakat dan tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Printer inkjet merupakan suatu perangkat keras (hardware) komputer yang berfungsi sebagai pencetak tulisan atau gambar berkaitan dengan tinta dan kertas. Teknologi ini merupakan teknologi yang telah banyak dipelajari di negara-negara maju. Konteks pembelajaran yang digunakan pada printer inkjet berkaitan dengan tinta dan kertas yang sistem kerjanya dihubungkan dengan konsep interaksi antarmolekul. Pada penelitian ini dikembangkan bahan ajar untuk menerapkan teknologi printer inkjet pada peserta didik SMA ke dalam materi interaksi antarmolekul melalui prinsip-prinsip dan kerangka pembelajaran literasi sains dan teknologi (Science and Technological Literacy, STL) yang dikembangkan Hollbrook (1998 dan 2005) dan Nentwig, et al (2002). Materi tersebut dipilih berdasarkan pada tiga prinsip pemilihan konten sains dalam PISA, yaitu konsep tersebut relevan dengan situasi kehidupan keseharian yang nyata, konsep tersebut masih akan relevan sekurang-kurangnya untuk satu dasawarsa ke depan, dan konsep tersebut berkaitan erat dengan kompetensi proses (Hayat dan Yusuf, 2010). Materi pokok interaksi antarmolekul merupakan materi yang terdapat di SMA kelas X semester pertama. Konsep interaksi antar molekul ini dipandang telah memenuhi kriteria pemilihan konsep pada PISA. Untuk meningkatkan pemahaman sains dan meningkatkan penguasaan konten sains serta minat terhadap sains dapat dilakukan dengan menerapkan bahan ajar yang dapat menguatkan kemampuan view of nature of science (VNOS). Kemampuan VNOS dapat diterapkan melalui aspek-aspek NOS yang melingkupinya. Aspek NOS merupakan perpaduan antara studi sosial sains seperti histori, sosiologi dan filosofi digabungkan dengan studi kognitif

4 sains seperti psikologi yang mampu menggambarkan sains lebih holistik (McComas, 2002). Pengetahuan yang dilandaskan pada filosofi dan histori sains akan lebih membantu ketercapaian literasi sains. Prinsip ini mengajak peserta didik berpikir layaknya seorang saintis. Semua komponen ini merupakan aspek yang sangat penting dalam literasi sains. Dengan menggunakan prinsip NOS pada bahan ajar printer inkjet diharapkan terjadi peningkatan pemahaman peserta didik terhadap materi interaksi antarmolekul. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian mengenai konstruksi bahan ajar interaksi antarmolekul menggunakan konteks printer inkjet berbasis literasi sains yang dirancang dengan memperhatikan prinsip-prinsip NOS. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijabarkan, maka beberapa masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Tuntutan agar peserta didik mampu mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta mampu mengembangkan dan menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Literasi sains peserta didik Indonesia masih rendah yang ditunjukkan dari hasil studi PISA 2012. 3. Dibutuhkannya bahan ajar kimia yang membahas fenomena, isu-isu terkini seperti printer inkjet yang digunakan untuk mencetak tulisan atau gambar. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimanakah konstruksi bahan ajar interaksi antarmolekul menggunakan konteks printer inkjet untuk mencapai kemampuan view of nature of science peserta didik SMA? Pertanyaan penelitian untuk rumusan masalah tersebut adalah: 1. Bagaimana pre-konsepsi peserta didik terhadap printer inkjet, interaksi antarmolekul dan hubungan keduanya?

5 2. Bagaimana perspektif saintis (berdasarkan teks yang ada) terhadap printer inkjet, interaksi antarmolekul dan hubungan keduanya? 3. Bagaimana karakteristik bahan ajar interaksi antarmolekul menggunakan konteks printer inkjet berdasarkan perbandingan pre-konsepsi peserta didik dan perspektif saintis? 4. Bagaimana hasil penilaian ahli terhadap rancangan bahan ajar interaksi antarmolekul menggunakan konteks printer inkjet yang dapat menguatkan view of nature of science? C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah, maka penelitian ini dibatasi pada interaksi antarmolekul pada tinta, pewarna dan interaksi antara pewarna dengan kertas printer inkjet. Model desain penelitian yang digunakan adalah Model of Educational Reconstruction (MER). Model ini terdiri atas 3 komponen (Duit, et al, 2012), yaitu: 1) Klarifikasi dan analisis konten sains (clarification and analysis of science content); 2) Penelitian pada proses belajar mengajar (research on teaching &learning); dan 3) Desain dan evaluasi proses belajar mengajar (design and evaluation of teaching and learning environments). Pelaksanaan penelitian ini dibatasi pada komponen MER yang pertama dan kedua yaitu pada tahap klarifikasi dan analisis struktur konten, dan studi empiris pre-konsepsi peserta didik. D. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar interaksi antarmolekul menggunakan konteks printer inkjet untuk mencapai kemampuan view of nature of science. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah diperolehnya informasi berkaitan dengan : 1. gambaran pre-konsepsi peserta didik terhadap printer inkjet, interaksi antarmolekul dan hubungan keduanya, 2. gambaran perspektif saintis (berdasarkan teks yang tersedia) terhadap printer inkjet, interaksi antarmolekul dan hubungan keduanya,

6 3. karakteristik bahan ajar interaksi antarmolekul menggunakan konteks printer inkjet berdasarkan perbandingan pre-konsepsi peserta didik dan perspektif saintis, dan 4. hasil penilaian ahli terhadap rancangan bahan ajar interaksi antarmolekul menggunakan konteks printer inkjet yang dapat menguatkan view of nature of science. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bahan ajar yang dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu belajar dan latihan dalam membangun literasi sains peserta didik, serta sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya. F. Penjelasan Istilah Sebagai upaya menghindari kesalahan dalam menafsirkan istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakan penjelasan terhadap istilah-istilah sebagai berikut: 1. Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran (Dick and Carey, 1996). 2. Printer inkjet adalah teknologi mencetak yang menggunakan modus panas dan getar yang berfungsi untuk menghasilan cetakan baik berupa tulisan ataupun gambar dari komputer pada media kertas atau yang sejenisnya (Hudd, 2010). 3. Konteks sains adalah suatu situasi dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan sains dan teknologi area aplikasi proses dan pemahaman konsep sains, misalnya kesehatan dan gizi dalam konteks pribadi serta iklim dalam konteks global. Konteks sains merupakan salah satu dimensi dari literasi sains (OECD, 2013).

7 4. Konten sains adalah suatu konsep dan teori fundamental untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (OECD, 2013). 5. Sikap Sains adalah respon terhadap isu-isu sains yang menunjukkan minat dalam ilmu pengetahuan, dukungan untuk penyelidikan ilmiah, dan motivasi untuk bertindak secara bertanggung jawab (OECD, 2013). 6. Literasi Sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan untuk mengidentifikasi isu-isu ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti ilmiah dalam rangka proses untuk memahami alam (OECD, 2013).` 7. View of Nature of Science (VNOS) merupakan suatu cara atau metode dalam mengamati sesuatu berdasarkan pada pencapaian aspek-aspek NOS yang mencakup tentatif (bersifat sementara), empiris, kreatif, teori dan hukum, observasi dan kesimpulan, objektif, dan sosial dan budaya (Schwartz, Lederman, and Crawford, 2003). 8. Model of Educational Reconstruction (MER) adalah suatu kerangka untuk meningkatkan perencanaan pengajaran dan penelitian pembelajaran sains. Model ini terdiri atas 3 komponen (Duit, et al, 2012), yaitu: 1) Klarifikasi dan analisis konten sains (clarification and analysis of science content); 2) Penelitian pada proses belajar mengajar (research on teaching &learning); dan 3) Desain dan evaluasi pada proses belajar mengajar (design and evaluation of teaching and learning environments).