Policy Brief Launching Arsitektur Kabinet : Meretas Jalan Pemerintahan Baru

dokumen-dokumen yang mirip
Pada dasarnya, Lembaga Non Struktural menjalankan fungsi yang spesifik. Oleh karenanya apabila kewenangan yang diberikan didasarkan pada

INTEGRITAS PROFESIONAL INOVATIF PEDULI

SARAN DAN PEMIKIRAN PENYEMPURNAAN

Sambutan. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. pada acara Rapat Koordinasi Penataan Kelembagaan LPNK

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

PERANGKAT DAERAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH

Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

I. PENDAHULUAN. Indonesia mengalami perubahan yang cukup besar sejalan runtuhnya rezim Orde

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan OPD

2013, No BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disebut LAN adalah lembaga pemerintah nonke

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pertama ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AREA PERUBAHAN 1. Program Manajemen Perubahan 2. Program Penataan Peraturan Perundang-Undangan

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini, organisasi pemerintahan berada dalam tekanan. lingkungan yang sangat kompleks. Meningkatnya tekanan itu tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

L A P O R A N K I N E R J A

PERAN APIP DALAM MENGAWAL AKUNTABILITAS PEMBANGUNAN DESA

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BUPATI KETAPANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 1 TAHUN 2016

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN

BAB I PENDAULUAN. Undang Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah. Daerah mengisyaratkan kepada daerah untuk dapat memilih membentuk

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pada proses perencanaan strategis. itu dilakukan (Bryson and Roering 1988; Elbanna 2007; Hassan et al).

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

Penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Sektor Publik dan Pusat Kesehatan Masyarakat. Dwi Handono Sulistyo PKMK FKKMK UGM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan negara yang sudah tercantum dalam UUD 1945 alenia ke-4 yaitu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu SDM harus dibina dengan baik agar terjadi peningkatan efesiensi,

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2016

BELAJAR DARI PENGUATAN APARATUR PEMDA DALAM PENGELOLAAN PNPM PISEW

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG KANTOR STAF PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERENCANAAN KINERJA

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan proaktif melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016

Jangka Panjang Nasional Tahun

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG dan BUPATI TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB III ISU- ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dalam tulisan ini

BAB I PENDAHULUAN. berperan untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, guru

B. Maksud dan Tujuan Maksud

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan kepada Undang-Undang. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Derah, menekankan adanya

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BIRO ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak dan perubahan lingkungan strategi dalam menghadapi globalisasi,

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

No kementeriannya diatur dalam undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

Lampiran : Keputusan Walikota Bontang Nomor : 657 Tahun 2013 Tanggal : 5 Desember 2013 Tentang : PENETAPAN ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

Kebijakan dan Pedoman Penyusunan SOP di Kementerian PPN/Bappenas. Biro Perencanaan, Organisasi dan Tatalaksana

ARAHAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PADA ACARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 76 /PMK.01/2009 TENTANG PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN MENTERI KEUANGAN,

BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

Ragenda prioritas pembangunan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. runtuhnya rezim orde baru yang sentralistik dan otoriter. Rakyat bertransformasi

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 34 TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Policy Brief Launching Arsitektur Kabinet 2014-2019 : Meretas Jalan Pemerintahan Baru Konstitusi mengamanatkan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD (Pasal 4 UUD 1945). Dalam menjalankan tugas tersebut, Presiden dibantu oleh menterimenteri negara yang membidangi urusan tertentu di bidang pemerintahan (UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara). Pada dasarnya pembentukan kabinet adalah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Meskipun pembentukan kementerian atau kabinet merupakan prerogatif Presiden sebagaimana amanat UU Nomor 39 Tahun 2008 Pasal 11, akan tetapi tetap harus mengacu pada amanat konstitusi dan menganut prinsip right size, efisiensi dan efektivitas. Dalam rangka memberikan sumbang saran bagi pemerintahan baru yang akan dibentuk, Tim Pusat Inovasi Kelembagaan dan SDA, LAN mencoba menawarkan satu usulan Arsitektur Kabinet 2014-2019 yang bisa dijadikan sebagai referensi untuk pembentukan Kabinet 2014-2019. Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur Lembaga Administrasi Negara 1

Latar Belakang Diskursus tentang semakin kompleksnya kelembagaan pemerintah sudah cukup lama berlangsung dan sejauh ini belum menemukan arah pembaharuan yang jelas. Diskursus tersebut mencakup beberapa problema dan isu strategis antara lain: semakin gemuknya struktur kelembagaan pemerintahan, rendahnya interkoneksi antar lembaga pemerintah pusat dan daerah, dan tidak jelasnya pengaturan tentang kedudukan, fungsi, dan peran lembaga pemerintah seperti Kementerian, LPNK dan Lembaga Non-Struktural. Semakin gemuknya struktur kelembagaan pemerintah bukan hanya dengan mudah dapat dilihat dari munculnya banyak lembaga-lembaga baru dengan fungsi yang seringkali tumpang-tindih dan mengalami duplikasi, tetapi juga dapat dilihat dari semakin banyaknya jumlah pejabat struktural. Pada tahun 2012 jumlah jabatan struktural di di Kementrian mencapai 19.478 jabatan sedangkan jumlah jabatan struktural di LPNK ada 5.020. Postur pemerintah yang besar ini juga telah mengakibatkan in-efisiensi anggaran. Hasil evaluasi anggaran tahun 2012 oleh Kementerian Keuangan mengungkapkan adanya in-efisiensi anggaran belanja pemerintah pusat pada 2012 mencapai Rp 72 triliun (www.jurnalparlemen.com, 2013). In-efisiensi terjadi pada dua bagian, yaitu bagian pengalokasian anggaran senilai Rp 61 triliun dan pelaksanaan program senilai Rp 11 triliun. Pemerintah melalui Kementrian PAN dan RB telah membentuk Tim Penataan Kelembagaan (audit organisasi) dan mendorong 16 K/L untuk melakukan right sizing struktur kelembagaannya. Upaya untuk menata kembali kelembagaan baru terjadi di beberapa K/L terutama di Kementrian PAN dan RB, LAN, dan BKN. Namun, disisi lain upaya untuk terus membengkakkan struktur birokrasinya masih terus terjadi sehingga jumlah jabatan struktural di Pemerintah Pusat sekarang ini diyakini terus makin bertambah. Kecenderungan semakin besarnya struktur kelembagaan pemerintah pusat ini tentu bertentangan dengan kebijakan desentralisasi yang telah dilakukan lebih dari satu dekade ini. Struktur kelembagaan pemerintah yang gemuk dan kompleks bukan hanya membuat pemerintah menjadi tidak efisien, tetapi juga membuat pemerintah menjadi tidak efektif ketika kewenangan yang terdistribusi kedalam begitu banyak lembaga tersebut menjadi 2

tumpang-tindih dan berbenturan satu dengan lainnya. Bahkan dengan struktur yang kompleks tersebut kemampuan pemerintah untuk merespon dinamika dan perubahan lingkungan strategik domestik ataupun global menjadi amat lamban. Berbagai problema kelembagaan tersebut ditengarai menjadi salah satu penyebab mengapa Indonesia memiliki indeks effektivitas pemerintahan yang lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Philipina. Sedangkan efektivitas pemerintah sangat berpengaruh terhadap banyak aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat, termasuk kemampuan para pelaku sosial ekonomi dalam menghadapi globalisasi. Jika problema kelembagaan ini tidak segera dicarikan solusinya, maka Indonesia akan mengalami kesulitan dalam membangun pemerintah yang efisien, efektif, dan mampu secara cepat dan cerdas merespon tantangan global, terutama dalam memanfaatkan peluang yang tercipta dari pemberlakuan Masyarakat ASEAN pada tahun 2015 dan dalam membawa Indonesia menjadi kekuatan ekonomi dunia. Kerangka Pikir Arsitektur Kabinet Arsitektur Kabinet yang dihasilkan dari kajian ini didasarkan pada lima konsep dasar yang sangat mempengaruhi proses dalam tata kelola pemerintahan modern di Indonesia saat ini. Kelima konsep tersebut adalah: Pertama adalah tujuan negara. Sebagaimana telah tercantum di dalam Pembukaan dari UUD 1945, bahwa ada empat tujuan pemerintahan negara (melindung segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia). Kajian ini dengan demikian berusaha untuk merumuskan arsitektur kabinet dalam rangka mendorong pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara tersebut. Kedua, Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam konteks hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pola kekuasaan saat ini juga telah bergeser dari sistem yang sentralistik ke arah sistem desentralistik. Dengan demikian, dalam merumuskan desain kelembagaan kementerian pemerintah pusat, kajian ini sangat mempertimbangkan realitas empiris bahwa sebagian kewenangan pemerintah pusat telah 3

diberikan kepada daerah. Ketiga, adalah Pergeseran tata kelola pemerintahan (governance issues). Di masa lalu, negara (government) merupakan aktor yang sangat dominan dalam pengelolaan urusan publik. Saat ini, paradigma tersebut telah bergeser ke pola relasi antara negara, masyarakat dan swasta (governance).demikian juga dengan fungsi-fungsi pemerintahan. Arsitektur kabinet dalam kajian ini dengan demikian juga didasarkan pada prinsip bahwa pemerintah bukan lagi satu-satunya aktor dalam mengatur urusan publik dan redefinisi atas pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah. Keempat adalah mengikuti perkembangan lingkungan strategis (global challanges). Globalisasi saat ini telah memunculkan kesadaran bersama untuk mengelola urusan publik yang bersifat nasional dan global. Desain kelembagaan kementerian pemerintah pusat diharapkan dapat menjawab berbagai masalah dan tantangan dalam lingkup nasional dan global. Kelima adalah dalam rangka mewujudkan suatu Kelembagaan pemerintah yang efektif dan efisien. Secara umum, kajian ini berupaya untuk merumuskan desain kelembagaan kementerian pemerintah pusat yang dapat mengelola urusan-urusan publik dengan prinsip efektif dan efisien untuk menghindari adanya duplikasi dan tumpang tindih tugas dan fungsi antar unit-unit pemerintah. Perspektif Teoritis Penataan Arsitektur Kabinet Menurut Mintzberg (1979) (Laporan Kajian Pusat KKK, LANRI, 2013) fungsi dan tipologi organisasi pemerintah pusat dibagi berdasarkan 5 (lima) kriteria, yaitu organisasi pemerintah yang menjalankan peran sebagai strategic apec (top level), middle line (top level back-up), operating core (level operasional), techno structure (dukungan teknokratis) dan support staff (dukungan administratif). Dalam kerangka teori ini, dapat disusun berbagai bentuk struktur kabinet sesuai tugas dan fungsinya. Kementerian berperan pada level operating core, sementara fungsi dukungan yang berbentuk techno structure maupun support staff dapat dilakukan oleh Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), Lembaga Non Struktural (LNS), atau agency khusus yang dibentuk berdasarkan kebutuhan urusan pemerintahan yang bersifat umum, sebagai contoh kesekretariatan, reformasi birokrasi, kepegawaian negara, kebijakan otonomi daerah, hingga perencanaan program dan anggaran. Apabila dipandang perlu, bahkan dapat dibentuk LPNK atau LNS 4

yang melaksanakan peran operating core. Namun demikian, secara struktur kedudukannya berada di bawah kementerian. Artinya, fungsi operating core tetap dijalankan dalam konteks dukungan (supporting) terhadap kinerja kementerian. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua keberadaan urusan pemerintahan harus direspon dengan pembentukan kementerian. Sementara itu, Peter Shelf (1977) sebagaimana dikutip dalam Laporan tersebut, mengklasifikasikan bentuk organisasi pemerintah pusat berdasarkan derajat signifikansi yang menunjukkan signifikansi keberadaan organisasi pemerintah yang dikaitkan dengan amanat konstitusi dan kontribusinya dalam pencapaian tujuan nasional, serta berdasarkan derajat hierarki yang menunjukkan tingkat kedalaman peran pemerintah dalam menangani urusan. Berdasarkan hal ini, maka organisasi pemerintah pusat dapat diklasifikasikan kedalam 4 (empat) bentuk, yaitu organisasi pemerintah dengan derajat signifikansi tinggi dan derajat hierarki tinggi, organisasi pemerintah dengan derajat signifikansi tinggi namun memiliki derajat hierarki yang rendah, organisasi pemerintah dengan derajat signifikansi rendah namun memiliki derajat hierarki tinggi, dan terakhir organisasi pemerintah dengan derajat signifikansi rendah dan derajat hierarki yang rendah pula. Dengan mengikuti konstruksi berpikir tersebut, maka secara ideal kementerian terdiri dari 2 (dua) karakteristik, yaitu kementerian dengan derajat signifikansi tinggi dan derajat hierarki tinggi dan kementerian dengan derajat signifikansi tinggi namun memiliki derajat hierarki yang rendah. Artinya, dua tipologi organisasi pemerintah pusat lainnya (organisasi pemerintah dengan derajat signifikansi rendah namun memiliki derajat hierarki tinggi, dan organisasi pemerintah dengan derajat signifikansi rendah dan derajat hierarki yang rendah) sebaiknya mengambil bentuk sebagai LPNK atau LNS sesuai dengan karakteristik urusan yang ditanganinya. Arah Penataan Arsitektur Kabinet 2014-2019 Dengan mencermati urusan dan menggunakan pendekatan sebagai dijelaskan didepan maka ada 3 (tiga) klasifikasi tipe organisasi pemerintah pusat yang diusulkan untuk membentuk arsitektur kabinet pemerintah 2014-2019. Pertama, kementerian portofolio, yang terdiri dari kementerian dengan tingkat kedalaman peran yang tinggi (derajat 5

hierarkis tinggi) dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan. Tingkat kedalaman peran yang tinggi ini dicerminkan melalui fungsi pengaturan (regulating), pemberdayaan (empowering) dan pelaksanaan (executing) yang melekat pada kementerian tipe ini. Kedua, kementerian non-portofolio, yang tingkat kedalaman perannya dibatasi hanya pada fungsi pengaturan (regulating) dan pemberdayaan (empowering), dengan pertimbangan bahwa fungsi pelaksanaan (executing) dapat dilakukan oleh masyarakat, swasta atau pemerintah daerah. Bentuk kementerian ini merupakan manifestasi pelaksanaan prinsip good governance serta kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Melalui fungsi pemberdayaan yang dilakukan oleh kementerian, pemerintahan yang partisipatif (demokratis) diharapkan dapat terwujud. Masyarakat, swasta atau pemerintah daerah dapat berkontribusi sesuai kemampuannya. Dan bagi yang memerlukan bantuan, akan dibantu oleh kementerian. Dengan demikian akan ada penghematan sumber daya, bagi yang sudah mampu maka akan dikawal sementara yang belum mampu akan dibantu secara maksimal. Dengan demikian diharapkan pencapaian tujuan dapat dicapai secara bersama-sama. Ketiga, agency yang bersifat techno structure dan staff support. Yaitu, unit-unit yang menangani urusan pemerintahan umum (manajemen pemerintahan), seperti kesekretariatan, reformasi administrasi, kebijakan otonomi daerah, hingga perencanaan program dan anggaran. Seluruh unit ini yang merupakan kepanjangan tangan Presiden dalam penyelenggaraan manajemen pemerintahan, semestinya berada dibawah koordinasi langsung Presiden. Maka dapat diintegrasikan dalam satu Kantor Kepresidenan. Kerangka berpikir tersebut yang kemudian menjadi dasar dalam penataan arsitektur kabinet 2014-2019. Sehingga pembentukan lembaga kementerian benar-benar didasarkan pada urgensinya. Dari analisis yang dilakukan, Tim mengusulkan bahwa arsitektur Kabinet 2014-2019 secara ideal (opsi 1) berjumlah 20 (dua puluh) kementerian, serta 1 (satu) kantor kepresidenan. Usulan ideal ini tentu saja akan berdampak pada pengurangan yang cukup signifikan terhadap kabinet existing. Dengan pertimbangan beban tugas, rentang kendali, efisiensi dan efektivitas. Opsi 2, moderate mengusulkan 24 (dua puluh empat) kementerian, serta 1 (satu) kantor kepresidenan. Juga ditawarkan opsi 3, soft mengusulkan 24 (dua puluh empat) kementerian, 1 (satu) kantor kepresidenan serta 2 6

(dua) kementerian koordinator. Secara terperinci Usulan Arsitektur Kabinet 2014-2019 disampaikan berikut. 1. Opsi Ideal 2. Opsi Moderate 7

3. Opsi Soft Desain Kajian Arsitektur Kabinet 2014-2019 8