Profil Analisis Kebutuhan Pembelajaran Fisika Berbasis Lifeskill Bagi Siswa SMA Kota Semarang

dokumen-dokumen yang mirip
Pengembangan Bahan Ajar Fisika Bermuatan Lifeskill untuk Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

Pembelajaran IPA Terpadu Melalui Keterampilan Kerja Ilmiah Untuk Mengembangkan Nilai Karakter. Henry Januar Saputra

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING. Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

EduSains Volume 2 Nomor 1 ISSN IMPLEMENTASI AWAL PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS LIFESKILL DI SMA KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

PENINGKATAN MOTIVASI HASIL BELAJAR DAN MINAT BERWIRAUSAHA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN PENDEKATAN CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

XI mengenai minatnya terhadap pelajaran kimia. Diantara sebagian siswa berpendapat bahwa kimia merupakan pelajaran yang kurang diminati serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI GURU SD DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ferri Wiryawan, 2013

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

PERANAN PRAKTIKUM DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PROSES DAN KERJA LABORATORIUM

I. PENDAHULUAN. ini adalah dengan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga

I. PENDAHULUAN. penyampaian informasi (transfer of knowledge) dari guru ke siswa. Padahal

I. PENDAHULUAN. sekolah seharusnya tidak melalui pemberian informasi pengetahuan. melainkan melalui proses pemahaman tentang bagaimana pengetahuan itu

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD 6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang telah berusaha

MANAJEMEN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENERAPAN KURIKULUM 2013 (STUDI KASUS DI SMP NEGERI 2 TUGU KABUPATEN TRENGGALEK)

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. Metode konvensional (ceramah) kurang mengena untuk diterapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perbaikan mutu pendidikan agar mencapai tujuan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

DINAMIKA PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KETERAMPILAN DASAR KINERJA ILMIAH PADA MAHASISWA CALON GURU FISIKA

Unnes Physics Education Journal

I. PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

IMPLEMENTASI WhatsApp MOBILE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA POKOK BAHASAN PENGENALAN KOMPONEN ELEKTRONIKA

Arini Estiastuti (Staf Pengajar PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES) ABSTRACT

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

BAB I PENDAHULUAN. SMK Negeri Pancatengah merupakan Unit Sekolah Baru (USB) dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. penyandang buta aksara, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran fisika merupakan salah satu wahana untuk menumbuhkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Afifudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

JKPM VOLUME 3 NOMOR 2 SEPTEMBER 2016 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam

SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur

ANALISIS KECENDERUNGAN METODOE PENELITIAN SKRIPSI MAHASISWA DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI UNS

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

* Keperluan korespondensi, tel/fax : ,

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN. seorang guru, bukan hanya sekadar mengajar (teaching) tetapi lebih ditekankan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

Profil Analisis Kebutuhan Pembelajaran Fisika Berbasis Lifeskill Bagi Siswa SMA Kota Semarang Susilawati, Nur Khoiri Pendidikan Fisika IKIP PGRI Semarang, Jln Sidodadi Timur No. 24 Semarang susilawati.physics@gmail.com Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil analisis kebutuhan pembelajaran berbasis life skill. Selain itu, hasil penelitian ini merupakan hasil kajian kompetensi guru fisika. Subjek penelitian ini adalah MGMP Fisika kota Semarang terdiri dari 15 guru SMA. Kuisioner digunakan untuk mengumpulkan data tanggapan guru fisika terhadap pembelajaran fisika. Hasil interview digunakan untuk mengumpulkan data pengalaman guru fisika SMA kota Semarang. Analisis data menggunakan analisis deskripsi kualitatif. Hasil penelitian ini adalah profil kebutuhan lifeskill terintegrasi dengan pembelajaran fisika. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan personal mencapai 89%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan sosial mencapai 85%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan vokasional mencapai 77%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan akademis mencapai 86%. Keterampilan yang termasuk dalam lifeskill merupakan satu kesatuan yang utuh. Kata kunci: Analisis Kebutuhan, Kecakapan Hidup, Pembelajaran Fisika PENDAHULUAN Potensi untuk memiliki kemampuan yang signifikan sesuai kebutuhan masyarakat harus dilatih baik dengan aktivitas fisik maupun aktivitas mental [1]. Dengan aktivitas fisik dapat mengembangkan kemampuan positif untuk membekali mahasiswa agar mempertahankan kehidupan di masyarakat. Aktivitas mental yang dialami oleh siswa diharapkan dapat mengubah perilaku berdasarkan pada integrasi pemikiran sebagai hasilnya mengurangi aktivitas fisik. Partisipasi aktivitas fisik memiliki potensi untuk meningkatkan pengembangan pribadi [4]. Keterampilan yang mengintegrasikan aktivitas mental dan aktivitas fisik harus diajarkan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa [1]. Keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan mengoptimalkan potensi siswa sangat relevan dengan kecakapan hidup. Kecakapan hidup seperti perilaku positif, komunikasi efektif dan membuat keputusan yang efektif [3]. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (1999), mengajar berorientasi lifeskill sangat penting untuk perkembangan fisik dan mental siswa dalam kehidupan sosial masyarakat. Lifeskill dalam konteks pembelajaran fisika sangat penting untuk diimplementasikan karena beberapa alasan, antara lain: pertama, aktivitas siswa pada pembelajaran fisika diarahkan untuk menggunakan metode eksperimen maupun demonstrasi. Kedua, pembelajaran fisika berorientasi pada

pendekatan problem solving. Ketiga, kemampuan dan keterampilan yang biasa muncul dalam pembelajaran fisika banyak dialami langsung oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa kemampuan dan keterampilan yang berpotensi untuk dimunculkan dalam pembelajaran fisika antara lain: pertama, kemampuan untuk berani dan percaya diri tampil di bawah tekanan, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan untuk menghadapi dan menyelesaikan tantangan, kemampuan untuk menetapkan tujuan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan menangani kesuksesan dan kegagalan, kemampuan untuk bekerja dengan tim dan dalam sebuah sistem, dan kemampuan untuk menerima masukan dari orang lain. METODELOGI PENELITIAN Subjek Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan profil kebutuhan lifeskill dalam pembelajaran fisika. Populasi penelitian ini adalah seluruh guru fisika SMA kota Semarang. Sampel penelitian ini terdiri dari 15 guru MGMP fisika kota Semarang. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini menggunakan kuisioner dan pedoman wawancara. Kuisioner digunakan untuk mengumpulkan data tanggapan guru fisika mengenai pembelajaran fisika. Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data pengalaman guru fisika SMA kota Semarang. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Pada tahap penelitian ini, persiapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah diskusi dalam forum MGMP fisika kota Semarang. Pada tahap pelaksanaan, ada dua kegiatan yang dilakukan, yaitu penyebaran kuisioner dan wawancara pada guru-guru MGMP fisika kota Semarang. Pada tahap evaluasi, hasil kuisioner dan wawancara dianalisis sebagai langkah awal untuk menyusun perangkat pembelajaran fisika berbasis lifeskill. Hasil analisis ini menjadi bahan evaluasi untuk menyusun perencanaan pembelajaran, bahan ajar dan alat evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan siswa SMA yang harus dibekali dengan kecakapan hidup. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Wawancara terhadap Guruguru MGMP Fisika Profil kebutuhan pembelajaran fisika berbasis lifeskill diperoleh berdasarkan analisis hasil kuisioner dan wawancara. Pada tahapan awal penelitian ini dilakukan studi kasus. Studi kasus merupakan cara untuk menghadapi berbagai data seperti kuisioner dan wawancara. Kuisioner dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mengenai

fenomena yang terjadi dalam konteks kehidupan nyata [7]. Sumber data utama penelitian ini adalah kumpulan wawancara mendalam dilakukan dengan guru-guru MGMP kota Semarang. Wawancara dilakukan untuk mengidentifikasi persepsi peserta dan tingkat keterlibatan guru dalam membekali kecakapan hidup siswa. Sekolah A Guru fisika di sekolah A yang terlibat pada penelitian ini sebanyak dua orang yang aktif pada kegiatan MGMP fisika kota Semarang. Guru 1 menyatakan bahwa: Saya merasa bahwa mata pelajaran fisika diajarkan sebagaimana untuk ketuntasan materi dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi berikut latihan soalnya. Untuk mengintegrasikan lifeskill dalam pembelajaran fisika memerlukan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak agar hasilnya dapat maksimal. Guru 2 menyatakan bahwa: Banyak masalah dan tuntutan yang harus dipenuhi oleh guru sehingga dalam mendesain dan melaksanakan pembelajaran fisika merupakan beban yang cukup berat. Sekolah B Guru fisika di sekolah A yang terlibat pada penelitian ini sebanyak tiga orang yang aktif pada kegiatan MGMP fisika kota Semarang. Guru 3 menyatakan bahwa: Dalam mendesain pembelajaran fisika berbasis lifeskill idealnya dipetakan terlebih dahulu manfaat yang potensial sebagai luaran yang benar-benar dibutuhkan siswa SMA. Guru 4 menjelaskan bahwa: Pengalaman saya adalah bahwa kita tidak dapat melakukan semua kemampuan dan kerampilan di setiap kelas. Untuk menyelenggarakan pembelajaran fisika yang ideal, kita sebaiknya memilih dua atau tiga keterampilan yang maksimal dilakukan. Tiga guru fisika lainnya telah merencanakan dan mencoba menambahkan nilai-nilai lifeskill dalam pembelajaran fisika. Ketiganya merasakan ada perbedaan yang dirasakan memberikan manfaat untuk pengembangan potensi siswa. Salah satu guru fisika dari Sekolah C (Guru 5) menjelaskan bahwa: Setiap akhir semester, ketika masa pembelajaran telah selesai, guru mengadakan suatu gallery untuk menyajikan hasil proyek yang telah diselesaikan oleh siswa. Tiap angkatan tahun ajaran direncanakan untuk menyelesaikan tugas proyek sesuai dengan konten materi esensial. Sekolah C Guru 6 menyatakan bahwa: Saya menemukan bahwa lifeskill memberikan makna dan nilai guna dalam mempelajari fisika. Akan tetapi, saya belum melakukan evaluasi maupun refleksi untuk menindaklanjuti kegiatan ini. Guru 7 menyatakan bahwa pembelajaran berbasis lifeskill sangat membutuhkan waktu yang lebih untuk merencanakan proses pembelajaran. Akan tetapi, ketika bahan ajar yang digunakan memberikan aktivitas yang terintegrasi dengan nilai-nilai lifeskill, maka secara tidak langsung keterampilan lifeskill akan muncul dalam kegiatan pembelajaran.

Hasil Analisis Tanggapan Guru Terhadap Kebutuhan Lifeskill bagi Siswa Data Hasil Tanggapan Guru Mengenai Kebutuhan Lifeskill Siswa Lulusan SMA dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 di atas diperoleh profil kebutuhan lifeskill terintegrasi dengan pembelajaran fisika. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan personal mencapai 89%. Kecakapan ini sangat berperan dalam kehidupan di masyarakat untuk meningkatkan kemampuan diri agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Kecakapan yang dapat mengembangkan potensi diri dan menyadari kekurangan yang dimiliki. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan sosial mencapai 85%. Siswa lulusan SMA harus mempunyai kemampuan komunikasi, kemampuan kerjasama, dan mempunyai sifat empati. Ketika siswa mempunyai kecakapan sosial maka siswa tersebut akan mampu menjalin hubungan yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan vokasional mencapai 77%. Siswa lulusan SMA hendaknya dibekali keterampilan yang menjadi kemampuan dasar dari beberapa profesi tertentu terutama pada lapangan kerja yang masih membutuhkan banyak praktisi terampil. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan akademis mencapai 86%. Bagi siswa lulusan SMA jurusan IPA, kecakapan akademis yang berkaitan dengan kemampuan logika matematis dan berkerja ilmiah lazimnya telah dilaksanakan dalam proses pembelajaran fisika. Akan tetapi, kecakapan ini cenderung belum sampai pada

tingkat yang melibatkan ranah berpikir yang kompleks atau pada tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan yang termasuk dalam lifeskill merupakan satu kesatuan yang utuh [5]. Lifeskill merupakan pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri. Hasil Analisis Tanggapan Guru Terhadap Pentingnya Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis lifeskill Data hasil studi pendahuluan mengenai penyusunan perangkat pembelajaran fisika berbasis lifeskill dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Tanggapan Guru MGMP Fisika Kota Semarang No. Tanggapan Guru MGMP Fisika Persentase 1 Kebutuhan Pelatihan Lifeskill bagi guru 88 2 Lifeskill bagian dari kurikulum 70 3 LIfeskill termasuk muatan lokal 54 4 Buku ajar Fisika Berbasis lifeskill 88 5 Nilai-nilai kewirausahaan terintegrasi pada pembelajaran 86 6 Kreativitas berorientasi pada pengembangan lifeskill 85 7 Wahana untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan 88 8 Meningkatkan minat kewirausahaan 78 9 Aktivitas siswa menunjukkan kecakapan 75 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat tanggapan guru MGMP fisika kota Semarang mengenai studi pendahuluan pentingnya penyusunanan perangkat pembelajaran fisika. Kebutuhan guru untuk mendapatkan pelatihan lifeskill mencapai 88%. Tanggapan guru bahwa hendaknya lifeskill merupakan bagian dari kurikulum, tanggapan ini mencapai 70%. Lifeskill termasuk muatan lokal, tanggapan ini mencapai 54%. Sumber belajar yang dijadikan Buku ajar Fisika Berbasis lifeskill mencapai 88%. Nilai-nilai kewirausahaan terintegrasi pada pembelajaran mencapai 86%. Kreativitas berorientasi pada pengembangan lifeskill mencapai 85%. Wahana untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan mencapai 88%. Tanggapan bahwa lifeskill dapat meningkatkan minat kewirausahaan mencapai 78%. Aktivitas siswa menunjukkan kecakapan mencapai 75%. Untuk mengintegrasikan lifeskill dalam pembelajaran fisika, hal-hal yang harus diperhatikan karakteristik dari fisika dan komponen yang berkaitan dengan pembelajaran. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan antara

lain, yaitu: siswa, kurikulum, guru, bahan ajar, lokasi sekolah, fasilitas sekolah, kondisi kelas, dan laboratorium. Guru sebagai fasilitator yang menyajikan materi harus mampu mengidentifikasi nilai-nilai lifeskill yang semestinya dapat muncul setiap tahapan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan [6]. Bahan ajar yang didesain sedemikian rupa merupakan perpanduan materi dengan lifeskill. Proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas, di laboratorium dan lingkungan sekitar mampu menggali dan memunculkan nilai-nilai lifeskill tersendiri. KESIMPULAN Hasil studi pendahuluan mengenai pentingnya pembelajaran fisika berbasis lifeskill diperoleh data hasil tanggapan guru MGMP fisika kota Semarang. Guru fisika yang berpartisipasi dalam penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan lifeskill terintegrasi dengan materi fisika. Guru fisika membutuhkan pelatihan praktis untuk menyelenggarakan model pembelajaran berbasis lifeskill secara efektif. Guru fisika memfasilitasi pembelajaran siswa sesuai dengan kondisi dalam konteks pencapaian tujuan khusus pembelajaran yang telah direncanakan. Selain itu, pembelajaran diarahkan agar siswa dapat selalu berpikir positif dan berprestasi. Hasil penelitian ini adalah profil kebutuhan lifeskill terintegrasi dengan pembelajaran fisika. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan personal mencapai 89%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan sosial mencapai 85%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan vokasional mencapai 77%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan akademis mencapai 86%. Keterampilan yang termasuk dalam merupakan satu kesatuan yang utuh. lifeskill Guru sebagai fasilitator yang menyajikan materi harus mampu mengidentifikasi nilai-nilai lifeskill yang semestinya dapat muncul setiap tahapan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami sampaikan kepada DIKTI atas kesempatan untuk melaksanakan penelitian hibah bersaing mengembangan perangkat pembelajaran berbasis lifeskill. Selain itu, ucapan terima kasih kepada LPPM IKIP PGRI Semarang atas bantuan yang diberikan kepada tim peneliti untuk mendukung keterlaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih kepada guru-guru MGMP fisika kota semarang atas semangat dan kerjasama selama ini. REFERENSI [1] Anderson, A. (1997). Learning strategies in physical education: Self-talk, imagery, and goal setting. Journal of Physical Education, 68, 30-35.

[2] Blanchard, J. (2002). Teaching and targets: Self-evaluation and school improvement. London: RoutledgeFalmer. [3] Danish, S.J., & Nellen, V.C. (1997). New roles for psychologists: Teaching life skills. Quest, 49, 100-113. [4] Goudas, et al. (2006). The Effectiveness of Teaching a Life Skills Program in a Physical Education Context. European Journal of Psychology of Education. 4, 429-438 [5] Levin, B. (2008). How to change 5000 schools: A practical and positive approach for leading change at every level. Cambridge: Harvard Educational. [6] Spillane, J., Halverson, R., & Diamond, J. (2004). Towards a theory of leadership practice: A distributed perspective. Journal of Curriculum Studies, 36(1), 3 34. [7] Yin, R. K. (2003). Case study research: Design and methods. Thousand Oaks: Sage.