Profil Analisis Kebutuhan Pembelajaran Fisika Berbasis Lifeskill Bagi Siswa SMA Kota Semarang Susilawati, Nur Khoiri Pendidikan Fisika IKIP PGRI Semarang, Jln Sidodadi Timur No. 24 Semarang susilawati.physics@gmail.com Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil analisis kebutuhan pembelajaran berbasis life skill. Selain itu, hasil penelitian ini merupakan hasil kajian kompetensi guru fisika. Subjek penelitian ini adalah MGMP Fisika kota Semarang terdiri dari 15 guru SMA. Kuisioner digunakan untuk mengumpulkan data tanggapan guru fisika terhadap pembelajaran fisika. Hasil interview digunakan untuk mengumpulkan data pengalaman guru fisika SMA kota Semarang. Analisis data menggunakan analisis deskripsi kualitatif. Hasil penelitian ini adalah profil kebutuhan lifeskill terintegrasi dengan pembelajaran fisika. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan personal mencapai 89%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan sosial mencapai 85%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan vokasional mencapai 77%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan akademis mencapai 86%. Keterampilan yang termasuk dalam lifeskill merupakan satu kesatuan yang utuh. Kata kunci: Analisis Kebutuhan, Kecakapan Hidup, Pembelajaran Fisika PENDAHULUAN Potensi untuk memiliki kemampuan yang signifikan sesuai kebutuhan masyarakat harus dilatih baik dengan aktivitas fisik maupun aktivitas mental [1]. Dengan aktivitas fisik dapat mengembangkan kemampuan positif untuk membekali mahasiswa agar mempertahankan kehidupan di masyarakat. Aktivitas mental yang dialami oleh siswa diharapkan dapat mengubah perilaku berdasarkan pada integrasi pemikiran sebagai hasilnya mengurangi aktivitas fisik. Partisipasi aktivitas fisik memiliki potensi untuk meningkatkan pengembangan pribadi [4]. Keterampilan yang mengintegrasikan aktivitas mental dan aktivitas fisik harus diajarkan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa [1]. Keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan mengoptimalkan potensi siswa sangat relevan dengan kecakapan hidup. Kecakapan hidup seperti perilaku positif, komunikasi efektif dan membuat keputusan yang efektif [3]. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (1999), mengajar berorientasi lifeskill sangat penting untuk perkembangan fisik dan mental siswa dalam kehidupan sosial masyarakat. Lifeskill dalam konteks pembelajaran fisika sangat penting untuk diimplementasikan karena beberapa alasan, antara lain: pertama, aktivitas siswa pada pembelajaran fisika diarahkan untuk menggunakan metode eksperimen maupun demonstrasi. Kedua, pembelajaran fisika berorientasi pada
pendekatan problem solving. Ketiga, kemampuan dan keterampilan yang biasa muncul dalam pembelajaran fisika banyak dialami langsung oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa kemampuan dan keterampilan yang berpotensi untuk dimunculkan dalam pembelajaran fisika antara lain: pertama, kemampuan untuk berani dan percaya diri tampil di bawah tekanan, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan untuk menghadapi dan menyelesaikan tantangan, kemampuan untuk menetapkan tujuan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan menangani kesuksesan dan kegagalan, kemampuan untuk bekerja dengan tim dan dalam sebuah sistem, dan kemampuan untuk menerima masukan dari orang lain. METODELOGI PENELITIAN Subjek Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan profil kebutuhan lifeskill dalam pembelajaran fisika. Populasi penelitian ini adalah seluruh guru fisika SMA kota Semarang. Sampel penelitian ini terdiri dari 15 guru MGMP fisika kota Semarang. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini menggunakan kuisioner dan pedoman wawancara. Kuisioner digunakan untuk mengumpulkan data tanggapan guru fisika mengenai pembelajaran fisika. Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data pengalaman guru fisika SMA kota Semarang. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Pada tahap penelitian ini, persiapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah diskusi dalam forum MGMP fisika kota Semarang. Pada tahap pelaksanaan, ada dua kegiatan yang dilakukan, yaitu penyebaran kuisioner dan wawancara pada guru-guru MGMP fisika kota Semarang. Pada tahap evaluasi, hasil kuisioner dan wawancara dianalisis sebagai langkah awal untuk menyusun perangkat pembelajaran fisika berbasis lifeskill. Hasil analisis ini menjadi bahan evaluasi untuk menyusun perencanaan pembelajaran, bahan ajar dan alat evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan siswa SMA yang harus dibekali dengan kecakapan hidup. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Wawancara terhadap Guruguru MGMP Fisika Profil kebutuhan pembelajaran fisika berbasis lifeskill diperoleh berdasarkan analisis hasil kuisioner dan wawancara. Pada tahapan awal penelitian ini dilakukan studi kasus. Studi kasus merupakan cara untuk menghadapi berbagai data seperti kuisioner dan wawancara. Kuisioner dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mengenai
fenomena yang terjadi dalam konteks kehidupan nyata [7]. Sumber data utama penelitian ini adalah kumpulan wawancara mendalam dilakukan dengan guru-guru MGMP kota Semarang. Wawancara dilakukan untuk mengidentifikasi persepsi peserta dan tingkat keterlibatan guru dalam membekali kecakapan hidup siswa. Sekolah A Guru fisika di sekolah A yang terlibat pada penelitian ini sebanyak dua orang yang aktif pada kegiatan MGMP fisika kota Semarang. Guru 1 menyatakan bahwa: Saya merasa bahwa mata pelajaran fisika diajarkan sebagaimana untuk ketuntasan materi dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi berikut latihan soalnya. Untuk mengintegrasikan lifeskill dalam pembelajaran fisika memerlukan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak agar hasilnya dapat maksimal. Guru 2 menyatakan bahwa: Banyak masalah dan tuntutan yang harus dipenuhi oleh guru sehingga dalam mendesain dan melaksanakan pembelajaran fisika merupakan beban yang cukup berat. Sekolah B Guru fisika di sekolah A yang terlibat pada penelitian ini sebanyak tiga orang yang aktif pada kegiatan MGMP fisika kota Semarang. Guru 3 menyatakan bahwa: Dalam mendesain pembelajaran fisika berbasis lifeskill idealnya dipetakan terlebih dahulu manfaat yang potensial sebagai luaran yang benar-benar dibutuhkan siswa SMA. Guru 4 menjelaskan bahwa: Pengalaman saya adalah bahwa kita tidak dapat melakukan semua kemampuan dan kerampilan di setiap kelas. Untuk menyelenggarakan pembelajaran fisika yang ideal, kita sebaiknya memilih dua atau tiga keterampilan yang maksimal dilakukan. Tiga guru fisika lainnya telah merencanakan dan mencoba menambahkan nilai-nilai lifeskill dalam pembelajaran fisika. Ketiganya merasakan ada perbedaan yang dirasakan memberikan manfaat untuk pengembangan potensi siswa. Salah satu guru fisika dari Sekolah C (Guru 5) menjelaskan bahwa: Setiap akhir semester, ketika masa pembelajaran telah selesai, guru mengadakan suatu gallery untuk menyajikan hasil proyek yang telah diselesaikan oleh siswa. Tiap angkatan tahun ajaran direncanakan untuk menyelesaikan tugas proyek sesuai dengan konten materi esensial. Sekolah C Guru 6 menyatakan bahwa: Saya menemukan bahwa lifeskill memberikan makna dan nilai guna dalam mempelajari fisika. Akan tetapi, saya belum melakukan evaluasi maupun refleksi untuk menindaklanjuti kegiatan ini. Guru 7 menyatakan bahwa pembelajaran berbasis lifeskill sangat membutuhkan waktu yang lebih untuk merencanakan proses pembelajaran. Akan tetapi, ketika bahan ajar yang digunakan memberikan aktivitas yang terintegrasi dengan nilai-nilai lifeskill, maka secara tidak langsung keterampilan lifeskill akan muncul dalam kegiatan pembelajaran.
Hasil Analisis Tanggapan Guru Terhadap Kebutuhan Lifeskill bagi Siswa Data Hasil Tanggapan Guru Mengenai Kebutuhan Lifeskill Siswa Lulusan SMA dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 di atas diperoleh profil kebutuhan lifeskill terintegrasi dengan pembelajaran fisika. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan personal mencapai 89%. Kecakapan ini sangat berperan dalam kehidupan di masyarakat untuk meningkatkan kemampuan diri agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Kecakapan yang dapat mengembangkan potensi diri dan menyadari kekurangan yang dimiliki. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan sosial mencapai 85%. Siswa lulusan SMA harus mempunyai kemampuan komunikasi, kemampuan kerjasama, dan mempunyai sifat empati. Ketika siswa mempunyai kecakapan sosial maka siswa tersebut akan mampu menjalin hubungan yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan vokasional mencapai 77%. Siswa lulusan SMA hendaknya dibekali keterampilan yang menjadi kemampuan dasar dari beberapa profesi tertentu terutama pada lapangan kerja yang masih membutuhkan banyak praktisi terampil. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan akademis mencapai 86%. Bagi siswa lulusan SMA jurusan IPA, kecakapan akademis yang berkaitan dengan kemampuan logika matematis dan berkerja ilmiah lazimnya telah dilaksanakan dalam proses pembelajaran fisika. Akan tetapi, kecakapan ini cenderung belum sampai pada
tingkat yang melibatkan ranah berpikir yang kompleks atau pada tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan yang termasuk dalam lifeskill merupakan satu kesatuan yang utuh [5]. Lifeskill merupakan pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri. Hasil Analisis Tanggapan Guru Terhadap Pentingnya Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis lifeskill Data hasil studi pendahuluan mengenai penyusunan perangkat pembelajaran fisika berbasis lifeskill dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Tanggapan Guru MGMP Fisika Kota Semarang No. Tanggapan Guru MGMP Fisika Persentase 1 Kebutuhan Pelatihan Lifeskill bagi guru 88 2 Lifeskill bagian dari kurikulum 70 3 LIfeskill termasuk muatan lokal 54 4 Buku ajar Fisika Berbasis lifeskill 88 5 Nilai-nilai kewirausahaan terintegrasi pada pembelajaran 86 6 Kreativitas berorientasi pada pengembangan lifeskill 85 7 Wahana untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan 88 8 Meningkatkan minat kewirausahaan 78 9 Aktivitas siswa menunjukkan kecakapan 75 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat tanggapan guru MGMP fisika kota Semarang mengenai studi pendahuluan pentingnya penyusunanan perangkat pembelajaran fisika. Kebutuhan guru untuk mendapatkan pelatihan lifeskill mencapai 88%. Tanggapan guru bahwa hendaknya lifeskill merupakan bagian dari kurikulum, tanggapan ini mencapai 70%. Lifeskill termasuk muatan lokal, tanggapan ini mencapai 54%. Sumber belajar yang dijadikan Buku ajar Fisika Berbasis lifeskill mencapai 88%. Nilai-nilai kewirausahaan terintegrasi pada pembelajaran mencapai 86%. Kreativitas berorientasi pada pengembangan lifeskill mencapai 85%. Wahana untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan mencapai 88%. Tanggapan bahwa lifeskill dapat meningkatkan minat kewirausahaan mencapai 78%. Aktivitas siswa menunjukkan kecakapan mencapai 75%. Untuk mengintegrasikan lifeskill dalam pembelajaran fisika, hal-hal yang harus diperhatikan karakteristik dari fisika dan komponen yang berkaitan dengan pembelajaran. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan antara
lain, yaitu: siswa, kurikulum, guru, bahan ajar, lokasi sekolah, fasilitas sekolah, kondisi kelas, dan laboratorium. Guru sebagai fasilitator yang menyajikan materi harus mampu mengidentifikasi nilai-nilai lifeskill yang semestinya dapat muncul setiap tahapan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan [6]. Bahan ajar yang didesain sedemikian rupa merupakan perpanduan materi dengan lifeskill. Proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas, di laboratorium dan lingkungan sekitar mampu menggali dan memunculkan nilai-nilai lifeskill tersendiri. KESIMPULAN Hasil studi pendahuluan mengenai pentingnya pembelajaran fisika berbasis lifeskill diperoleh data hasil tanggapan guru MGMP fisika kota Semarang. Guru fisika yang berpartisipasi dalam penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan lifeskill terintegrasi dengan materi fisika. Guru fisika membutuhkan pelatihan praktis untuk menyelenggarakan model pembelajaran berbasis lifeskill secara efektif. Guru fisika memfasilitasi pembelajaran siswa sesuai dengan kondisi dalam konteks pencapaian tujuan khusus pembelajaran yang telah direncanakan. Selain itu, pembelajaran diarahkan agar siswa dapat selalu berpikir positif dan berprestasi. Hasil penelitian ini adalah profil kebutuhan lifeskill terintegrasi dengan pembelajaran fisika. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan personal mencapai 89%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan sosial mencapai 85%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan vokasional mencapai 77%. Kebutuhan siswa terhadap kecakapan akademis mencapai 86%. Keterampilan yang termasuk dalam merupakan satu kesatuan yang utuh. lifeskill Guru sebagai fasilitator yang menyajikan materi harus mampu mengidentifikasi nilai-nilai lifeskill yang semestinya dapat muncul setiap tahapan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami sampaikan kepada DIKTI atas kesempatan untuk melaksanakan penelitian hibah bersaing mengembangan perangkat pembelajaran berbasis lifeskill. Selain itu, ucapan terima kasih kepada LPPM IKIP PGRI Semarang atas bantuan yang diberikan kepada tim peneliti untuk mendukung keterlaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih kepada guru-guru MGMP fisika kota semarang atas semangat dan kerjasama selama ini. REFERENSI [1] Anderson, A. (1997). Learning strategies in physical education: Self-talk, imagery, and goal setting. Journal of Physical Education, 68, 30-35.
[2] Blanchard, J. (2002). Teaching and targets: Self-evaluation and school improvement. London: RoutledgeFalmer. [3] Danish, S.J., & Nellen, V.C. (1997). New roles for psychologists: Teaching life skills. Quest, 49, 100-113. [4] Goudas, et al. (2006). The Effectiveness of Teaching a Life Skills Program in a Physical Education Context. European Journal of Psychology of Education. 4, 429-438 [5] Levin, B. (2008). How to change 5000 schools: A practical and positive approach for leading change at every level. Cambridge: Harvard Educational. [6] Spillane, J., Halverson, R., & Diamond, J. (2004). Towards a theory of leadership practice: A distributed perspective. Journal of Curriculum Studies, 36(1), 3 34. [7] Yin, R. K. (2003). Case study research: Design and methods. Thousand Oaks: Sage.