4.2.1 Penentuan Laju Pengeringan Konstan dan Menurun pada Wortel

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Judul PENGERINGAN BAHAN PANGAN. Kelompok B Pembimbing Dr. Danu Ariono

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume.

HASIL DAN PEMBAHASAN

E V A P O R A S I PENGUAPAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA

Campuran udara uap air

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

LAPORAN MODUL PENGERINGAN

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Disusun Oleh : REZA HIDAYATULLAH Pembimbing : Dedy Zulhidayat Noor, ST, MT, Ph.D.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION

BAB II LANDASAN TEORI

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

LTM TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA Pemicu

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

BAB V KALIBRASI DAN PENGUJIAN SISTEM 72 BAB V KALIBRASI DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. listrik dimana generator atau pembangkit digerakkan oleh turbin dengan

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier

KALOR. system yang lain; ini merupakan dasar kalorimetri, yang merupakan pengukuran kuantitatif pertukaran kalor.

E V A P O R A S I PENGUAPAN

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

BAB 4 UAP JENUH DAN UAP PANAS LANJUT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING DENGAN SISTEM PENGERINGAN GABUNGAN PERPINDAHAN PANAS TIDAK LANGSUNG DAN VAKUM

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

KESETIMBANGAN ENERGI

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering

RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

KESETIMBANGAN ENERGI

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Derajat dari reaksi biokimia pada suatu organisme dipengaruhi oleh:

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT.

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

MODIFIKASI ELEMEN PEMANAS MESIN PENGERING PAKAIAN ELECTROLUX EDV5001 DENGAN KONVERSI PEMANAS GAS LPG

Frek = 33,5 Hz. Gambar 4.1 Grafik perpindahan massa kecepatan aliran 1.3 m/s 2. Untuk kecepatan aliran 1.5 m/s

LAPORAN HASIL PENELITIAN

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Konsep Dasar Pendinginan

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI

SIFAT SIFAT TERMIS. Pendahuluan 4/23/2013. Sifat Fisik Bahan Pangan. Unit Surface Conductance (h) Latent heat (panas laten) h =

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BIJI-BIJIAN

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

KONSTRUKSI DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50 KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR PADAT

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Proses pembuatan kopra dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1. Pengeringan dengan sinar matahari (sun drying).

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

Transkripsi:

4.2.1 Penentuan Laju Pengeringan Konstan dan Menurun pada Wortel Laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun untuk wortel pada berbagai kondisi dapat dilihat pada Gambar 4.13 4.16 berikut. Gambar 4.13 Laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun untuk wortel pada tekanan absolut 22 cmhg dan temperatur 60 o C Gambar 4.14 Laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun untuk wortel pada tekanan absolut 22 cmhg dan temperatur 55 o C B.56.3.33 41

Gambar 4.15 Laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun untuk wortel pada tekanan absolut 22 cmhg dan temperatur 50 o C Gambar 4.16 Laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun untuk wortel pada tekanan atmosferik dan temperatur 60 o C Melalui keempat gambar tersebut, dapat diketahui laju konstan dan menurun untuk wortel pada kondisi pengeringan vakum dan atmosferik. Laju konstan dan menurun diperoleh dengan regresi linier. Pada laju konstan, diperoleh laju penguapan yang sama hingga pada air kritiknya. Air yang teruapkan pada kondisi ini adalah air tak terikat yang berada di permukaan bahan pangan. Hal ini disebabkan tidak adanya perubahan B.56.3.33 42

hambatan di antara permukaan bahan dengan udara pengering. Pada laju menurun, laju penguapan air makin mengecil hingga tercapai kandungan air kesetimbangan. Air yang teruapkan pada kondisi ini adalah air terikat yang berada pada pori-pori bahan. Makin banyak air dalam pori-pori yang teruapkan, makin besar pula tahanan dalam pori-pori, sehingga laju pengeringan akan makin menurun. Hasil pengaluran data untuk wortel menghasilkan laju konstan dan menurun yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut. Tekanan Tabel 4.1 Laju pengeringan konstan dan menurun pada wortel Temperatur ( o C) Laju konstan (gram/menit.m 2 ) Laju menurun (gram/menit.m 2 ) 60 3.633 1.212 X 0.046 Vakum (22 cmhg) 55 2.426 0.662 X + 0.064 50 5.7 2.124 X 0.441 Atmosferik 60 4.2 0.917 X + 1.141 4.2.2 Penentuan Laju Pengeringan Konstan dan Menurun pada Cabe Merah Laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun untuk cabe merah pada berbagai kondisi dapat dilihat pada Gambar 4.17 4.20 berikut. Gambar 4.17 Laju pengeringan konstan dan menurun untuk cabe merah pada tekanan absolut 22 cmhg dan temperatur 60 o C B.56.3.33 43

Gambar 4.18 Laju pengeringan konstan dan menurun untuk cabe merah pada tekanan absolut 22 cmhg dan temperatur 55 o C Gambar 4.19 Laju pengeringan konstan dan menurun untuk cabe merah pada tekanan absolut 22 cmhg dan temperatur 50 o C B.56.3.33 44

Gambar 4.20 Laju pengeringan konstan dan menurun untuk cabe merah pada tekanan atmosferik dan temperatur 60 o C Laju pengeringan konstan dan menurun untuk cabe merah diperoleh dengan cara yang sama dengan laju pengeringan konstan dan menurun untuk wortel. Adapun laju konstan dan menurun pada cabe merah dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Laju pengeringan konstan dan menurun pada cabe merah Tekanan Temperatur ( o C) Laju konstan (gram/menit.m 2 ) Laju menurun (gram/menit.m 2 ) 60 6.08 1.520 X + 1.537 Vakum (22 cmhg) 55 5.2 2.216 X 0.193 50 4.66 1.816 X + 0.459 Atmosferik 60 4.6 1.294 X + 0.219 B.56.3.33 45

4.2.3 Penentuan Laju Pengeringan Konstan dan Menurun pada Daun Bawang Laju pengeringan konstan dan menurun untuk daun bawang pada berbagai kondisi dapat dilihat pada Gambar 4.21 4.24 berikut. Gambar 4.21 Laju pengeringan konstan dan menurun untuk daun bawang pada tekanan absolut 22 cmhg dan temperatur 60 o C Gambar 4.22 Laju pengeringan konstan dan menurun untuk daun bawang pada tekanan absolut 22 cmhg dan temperatur 55 o C B.56.3.33 46

Gambar 4.23 Laju pengeringan konstan dan menurun untuk daun bawang pada tekanan absolut 22 cmhg dan temperatur 50 o C Gambar 4.24 Laju pengeringan konstan dan menurun untuk daun bawang pada tekanan atmosferik dan temperatur 60 o C Laju pengeringan konstan dan menurun untuk daun bawang diperoleh dengan cara yang sama seperti kedua sampel sebelumnya. Adapun laju konstan dan laju menurun pada pengeringan daun bawang ditunjukkan pada Tabel 4.3. B.56.3.33 47

Tabel 4.3 Laju pengeringan konstan dan menurun pada daun bawang Tekanan Temperatur ( o C) Laju konstan (gram/menit.m 2 ) Laju menurun (gram/menit.m 2 ) 60 7.108 1.797 X 2.039 Vakum (22 cmhg) 55 6.443 1.252 X 0.881 50 5.424 1.250 X 0.783 Atmosferik 60 5.424 0.575 X 1.167 4.3 Penentuan Kandungan Air Kritik (X kritik) Perioda laju konstan berakhir pada suatu kandungan uap air tertentu dan dilanjutkan dengan periode laju menurun. Titik akhir perioda laju konstan disebut kandungan air kritik (X kritik). 4.3.1 Penentuan Kandungan Air Kritik (X kritik) pada Wortel Berdasarkan pengaluran laju konstan dan menurun pada Gambar 4.13 4.16, diperoleh nilai kandungan air kritik untuk pengeringan wortel yang dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Nilai kandungan air kritik untuk wortel Tekanan (cmhg) Temperatur ( o C) X kritik 22 60 3.130 22 55 3.348 22 50 3.017 Atmosferik 60 4.386 Hasil pengaluran kandungan air kritik terhadap temperatur pada tekanan absolut 22 cmhg untuk wortel dapat dilihat pada Gambar 4.25 berikut. B.56.3.33 48

X kritik 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 48 50 52 54 56 58 60 62 T (oc) Gambar 4.25 Pengaruh temperatur terhadap kandungan air kritik untuk wortel pada pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) Gambar 4.25 menunjukkan bahwa pada pengeringan vakum perubahan nilai kandungan air kritik pada wortel tidak terlalu besar, yaitu sekitar 0.1 hingga 0.2, sehingga dapat dikatakan wortel memiliki struktur pori-pori bahan yang cenderung stabil. Namun perubahan nilai ini penting untuk diamati karena dapat membantu dalam memprediksi temperatur pengeringan yang tidak merusak struktur bahan. Nilai kandungan air kritik wortel mengalami kenaikan pada temperatur 50 o C hingga mencapai titik puncaknya pada temperatur 55 o C. Namun setelah melewati temperatur 55 o C, nilai kandungan air kritik mengalami penurunan. Nilai kandungan air kritik menandai saat kandungan uap air pada permukaan bahan tidak lagi mencukupi untuk memelihara film yang menutupi seluruh permukaan pengeringan. Apabila sudah tidak ada film pada permukaan, laju alir uap air ke permukaan tidak sama lagi dengan laju penguapan yang diperlukan oleh proses penguapan bola basah (pengeringan laju tetap). Turunnya nilai kandungan air kritik menunjukkan terjadi perubahan pada struktur wortel, yang diprediksi sebagai kerusakan struktur bahan. Pada tekanan absolut 22 cmhg dan temperatur di atas 55 o C, diprediksi wortel mulai mengalami perubahan struktur pori-pori bahan (mengkerut). B.56.3.33 49

4.3.2 Penentuan Kandungan Air Kritik (X kritik) pada Cabe Merah Berdasarkan pengaluran laju konstan dan menurun pada Gambar 4.17 4.20, diperoleh nilai kandungan air kritik untuk pengeringan cabe merah yang dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5 Nilai kandungan air kritik untuk cabe merah Tekanan (cmhg) Temperatur ( o C) X kritik 22 60 3.154 22 55 2.300 22 50 1.997 Atmosferik 60 3.302 Hasil pengaluran kandungan air kritik terhadap temperatur pada tekanan absolut 22 cmhg untuk cabe merah dapat dilihat pada Gambar 4.26 berikut. X kritik 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 48 50 52 54 56 58 60 62 T ( o C) Gambar 4.26 Pengaruh temperatur terhadap kandungan air kritik untuk cabe merah pada pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) Gambar 4.26 memperlihatkan bahwa nilai kandungan air kritik pada cabe merah meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. Seperti yang telah dibahas B.56.3.33 50

sebelumnya, nilai kandungan air kritik menandai saat di mana kandungan uap air pada permukaan bahan tidak mencukupi untuk memelihara suatu film yang menutupi keseluruhan permukaan pengeringan. Meningkatnya nilai kandungan air kritik bersamaan dengan peningkatan temperatur pengeringan diperkirakan pori-pori bahan membuka sehingga penguapan berlangsung lebih bagus dan diprediksikan tidak terjadi kerusakan struktur pori-pori bahan. Pada pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) untuk cabe merah, disimpulkan bahwa peningkatan nilai kandungan air kritik seiring dengan peningkatan temperatur, menunjukkan tidak ada perubahan struktur pori-pori bahan. Hal ini berarti pada rentang temperatur pengeringan 50 hingga 60 o C, cabe merah memiliki struktur pori-pori bahan yang cenderung membuka seiring dengan kenaikan temperatur pengeringan. 4.3.3 Penentuan Kandungan Air Kritik (X kritik) pada Daun Bawang Berdasarkan pengaluran laju konstan dan menurun pada Gambar 4.21 4.24, diperoleh nilai kandungan air kritik untuk pengeringan daun bawang yang dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6 Nilai kandungan air kritik untuk daun bawang Tekanan (cmhg) Temperatur ( o C) X kritik 22 60 4.950 22 55 5.910 22 50 5.237 Atmosferik 60 11.618 Hasil pengaluran kandungan air kritik terhadap temperatur pada tekanan absolut 22 cmhg untuk daun bawang dapat dilihat pada Gambar 4.27 berikut. B.56.3.33 51

6 5.5 5 X kritik 4.5 4 3.5 3 2.5 48 50 52 54 56 58 60 62 T ( o C) Gambar 4.27 Pengaruh temperatur terhadap kandungan air kritik untuk daun bawang pada pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) Gambar 4.27 menunjukkan bahwa pada pengeringan vakum perubahan nilai kandungan air kritik cukup besar, yaitu sekitar 0.7 hingga 1. Perubahan kandungan air kritik terhadap temperatur ini penting untuk diamati karena dapat memprediksi kecenderungan temperatur pengeringan untuk daun bawang. Daun bawang memiliki kecenderungan nilai kandungan air kritik terhadap temperatur yang sama dengan wortel. Nilai kandungan air kritik mengalami kenaikan dari temperatur 50 hingga 55 o C. Setelah mencapai nilai maksimum kandungan air kritik pada temperatur 55 o C, nilai kandungan air kritik mengalami penurunan yang cukup drastis. Nilai kandungan air kritik ini menandai saat di mana kandungan uap air pada permukaan bahan tidak mencukupi untuk memelihara suatu film yang menutupi keseluruhan permukaan pengeringan. Struktur pori-pori daun bawang diperkirakan mengalami kerusakan (mengkerut) seiring menurunnya nilai kandungan air kritik bersamaan dengan peningkatan temperatur pengeringan. Hal ini mengindikasikan bahwa setelah temperatur 55 o C terjadi perubahan struktur bahan, yang diprediksi sebagai kerusakan pori-pori pada bahan. B.56.3.33 52

4.4 Penentuan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Fasa (h c ) Koefisien perpindahan panas konveksi (h c ) dapat diperoleh melalui persamaan berikut: h c = N ( t t ) G c.λ i i (4.1) N c merupakan laju pengeringan pada kandungan air kritik, λ i panas laten pada tekanan vakum, t G adalah temperatur gas pengering, dan t i adalah temperatur saturated pada tekanan vakum. Pada kondisi tekanan vakum sebesar absolut 22 cmhg, nilai λ i adalah 2328.09 kj/kg, sedangkan nilai t i - sebesar 71.56 o C. Nilai N c dan t G bergantung pada temperatur gas pengering. 4.4.1 Penentuan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h c ) pada Wortel Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h c ) untuk wortel pada berbagai kondisi dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut. Kondisi Tabel 4.7 Penentuan h c untuk wortel N c (kg/jam.m 2 ) λ i (kj/kg) t G ( o C) t i ( o C) h C (kj/jam. o C) 1 0.218 2328.09 60 71.56 1.117 2 0.146 2328.09 55 71.56 0.618 3 0.342 2328.09 50 71.56 0.369 4 0.252 2257 60 100 0.142 Keterangan : - Kondisi 1 adalah kondisi pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) dengan temperatur 60 o C - Kondisi 2 adalah kondisi pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) dengan temperatur 55 o C - Kondisi 3 adalah kondisi pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) dengan temperatur 50 o C - Kondisi 4 adalah kondisi pengeringan atmosferik dengan temperatur 60 o C B.56.3.33 53

Nilai h c untuk wortel pada berbagai temperatur dengan kondisi pengeringan vakum (absolut 22 cmhg) dapat dilihat pada Gambar 4.28. Berdasarkan pengaluran pada gambar tersebut, diperoleh persamaan h c = f (T) berikut: h c = 2 10-11 (T) 6.059 1.2 1 0.8 hc = 2.10-11 T 6.0589 hc 0.6 0.4 0.2 0 48 50 52 54 56 58 60 62 Temperatur ( o C) Gambar 4.28 Hubungan h c terhadap temperatur untuk wortel pada tekanan absolut 22 cmhg Nilai h c untuk wortel pada tekanan vakum dan atmosferik dengan temperatur pengeringan 60 o C dapat dilihat pada Gambar 4.29. Berdasarkan pengaluran pada gambar tersebut, diperoleh persamaan h c = f (P) berikut: h c = -0.0181 (P) + 1.514 1.2 1 0.8 hc 0.6 0.4 0.2 0 hc = -0.0181 P + 1.5142 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Tekanan (cmhg) Gambar 4.29 Hubungan h c terhadap tekanan untuk wortel pada temperatur 60 o C B.56.3.33 54

4.4.2 Penentuan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h c ) pada Cabe Merah Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h c ) untuk cabe merah pada berbagai kondisi dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut. Kondisi Tabel 4.8 Penentuan h c untuk cabe merah N c (kg/jam.m 2 ) λ i ( kj/kg) t G ( o C) t i ( o C) h C (kj/jam. o C) 1 0.992 2328.09 60 71.56 0.735 2 0.312 2328.09 55 71.56 0.439 3 0.280 2328.09 50 71.56 0.302 4 0.276 2257 60 100 0.156 Keterangan : - Kondisi 1 adalah kondisi pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) dengan temperatur 60 o C - Kondisi 2 adalah kondisi pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) dengan temperatur 55 o C - Kondisi 3 adalah kondisi pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) dengan temperatur 50 o C - Kondisi 4 adalah kondisi pengeringan atmosferik dengan temperatur 60 o C Nilai h c untuk cabe merah pada berbagai temperatur dengan kondisi pengeringan vakum (absolut 22 cmhg) dapat dilihat pada Gambar 4.30. Berdasarkan pengaluran pada gambar tersebut, diperoleh persamaan h c = f (T) berikut: h c = 2 10-9 (T) 4.864 B.56.3.33 55

0.8 0.6 hc = 2.10-9.T 4.8635 hc 0.4 0.2 0 48 50 52 54 56 58 60 62 Temperatur ( o C) Gambar 4.30 Hubungan h c terhadap temperatur untuk cabe merah pada tekanan absolut 22 cmhg Nilai h c untuk cabe merah pada tekanan vakum dan atmosferik dengan temperatur pengeringan 60 o C dapat dilihat pada Gambar 4.31. Berdasarkan pengaluran pada gambar tersebut, diperoleh persamaan h c = f (P) berikut: h c = -0.0107 (P) + 0.971 0.8 0.6 hc 0.4 0.2 hc = -0.0107P + 0.971 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Tekanan (cmhg) Gambar 4.31 Hubungan h c terhadap tekanan untuk cabe merah pada temperatur 60 o C B.56.3.33 56

4.4.3 Penentuan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h c ) pada Daun Bawang Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h c ) untuk daun bawang pada berbagai kondisi dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut. Kondisi Tabel 4.9 Penentuan h c untuk daun bawang N c (kg/jam.m 2 ) λ i ( kj/kg) t G ( o C) t i ( o C) h C (kj/jam. o C) 1 0.427 2328.09 60 71.56 0.859 2 0.387 2328.09 55 71.56 0.544 3 0.325 2328.09 50 71.56 0.352 4 0.325 2257 60 100 0.184 Keterangan : - Kondisi 1 adalah kondisi pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) dengan temperatur 60 o C - Kondisi 2 adalah kondisi pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) dengan temperatur 55 o C - Kondisi 3 adalah kondisi pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) dengan temperatur 50 o C - Kondisi 4 adalah kondisi pengeringan atmosferik dengan temperatur 60 o C Nilai h c untuk daun bawang pada berbagai temperatur dengan kondisi pengeringan vakum (absolut 22 cmhg) dapat dilihat pada Gambar 4.32. Berdasarkan pengaluran pada gambar tersebut, diperoleh persamaan h c = f (T) berikut: h c = 2 10-9 (T) 4.898 B.56.3.33 57

1 0.8 hc = 2.10-9. T 4.898 0.6 hc 0.4 0.2 0 48 50 52 54 56 58 60 62 Temperatur ( o C) Gambar 4.32 Hubungan h c terhadap temperatur untuk daun bawang pada tekanan absolut 22 cmhg Nilai h c untuk daun bawang pada tekanan vakum dan atmosferik dengan temperatur pengeringan 60 o C dapat dilihat pada Gambar 4.33. Berdasarkan pengaluran pada gambar tersebut, diperoleh persamaan h c = f (P) berikut: h c = -0.0125 (P) + 1.135 1 0.8 0.6 hc 0.4 hc = -0.0125 P + 1.1347 0.2 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Tekanan (cmhg) Gambar 4.33 Hubungan h c terhadap tekanan untuk daun bawang pada temperatur 60 o C B.56.3.33 58

4.4.4 Hubungan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h c ) dengan Temperatur Pengeringan pada Pengeringan Vakum Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h c ) pada variasi temperatur untuk berbagai sampel pada pengeringan vakum (tekanan absolut 22 cmhg) dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.34. Tabel 4.10 Nilai h c tiap sampel pada tekanan absolut 22 cmhg Temperatur ( o C) Nilai hc (kj/jam. o C) Wortel Cabe merah Daun bawang 60 1.117 0.735 0.859 55 0.618 0.439 0.544 50 0.369 0.302 0.352 1.2 1 hc 0.8 0.6 Wortel Daun bawang Cabe merah 0.4 0.2 0 48 50 52 54 56 58 60 62 Temperatur ( o C) Gambar 4.34 Pengaruh temperatur terhadap h c untuk berbagai sampel pengeringan pada pengeringan vakum (tekanan absolut 22cmHg) Berdasarkan pengaluran pada Gambar 4.34, diperoleh hubungan persamaan antara koefisien perpindahan panas konveksi (h c ) dengan temperatur pengeringan yang dinyatakan dengan h c = a (T) b. Nilai a dan b untuk tiap sampel pengeringan ditunjukkan oleh Tabel 4.11. B.56.3.33 59

Tabel 4.11 Nilai a dan b tiap sampel pengeringan Sampel a b Wortel 2 10-11 6.059 Cabe merah 2 10-9 4.864 Daun bawang 2 10-9 4.898 Tabel 4.11 menunjukkan bahwa pada pengeringan vakum dengan tekanan absolut yang sama (22 cmhg), nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h c ) untuk cabe merah dan daun bawang memiliki kecenderungan yang sama terhadap temperatur pengeringan. Namun, kecenderungan ini tidak dimiliki oleh wortel. Hal ini dapat disebabkan struktur dari wortel sangat berbeda apabila dibandingkan dengan struktur cabe merah dan daun bawang. 4.4.5 Hubungan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h c ) dengan Tekanan Pengeringan pada Temperatur Pengeringan 60 o C Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h c ) pada variasi tekanan untuk berbagai sampel pada temperatur pengeringan 60 o C dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Gambar 4.35. Tabel 4.12 Nilai h c tiap sampel pada temperatur pengeringan 60 o C Tekanan (cmhg) Nilai h c (kj/jam. o C) Wortel Cabe merah Daun bawang 22 1.117 0.735 0.859 Atmosferik 0.142 0.156 0.184 B.56.3.33 60

1.2 1 hc 0.8 0.6 0.4 Wortel Daun bawang Cabe merah 0.2 0 0 20 40 60 80 Tekanan (cmhg) Gambar 4.35 Pengaruh tekanan terhadap h c untuk berbagai sampel pengeringan pada temperatur pengeringan 60 o C Berdasarkan pengaluran pada Gambar 4.35, diperoleh hubungan persamaan antara koefisien perpindahan panas konveksi (h c ) dengan tekanan pengeringan yang dinyatakan dengan h c = c (P) + d. Nilai c dan d untuk tiap sampel pengeringan ditunjukkan oleh Tabel 4.13. Tabel 4.13 Nilai c dan d sampel pengeringan Sampel c d Wortel -0.0181 1.514 Cabe merah -0.0107 0.971 Daun bawang -0.0125 1.135 Tabel 4.13 menunjukkan bahwa pada temperatur pengeringan sebesar 60 o C, ketiga sampel memiliki nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h c ) yang berbeda pada variasi tekanan pengeringan. B.56.3.33 61