Ririn Puji Astuti Mahasiswa Universitas Negeri Malang. Prof. Dr. H. Toto Nusantara, M.Si Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DI SMP N 2 SEDAYU YOGYAKARTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS VII-A SMP NEGERI 1 BATU PADA MATERI SEGI EMPAT

PENINGKATAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK KANCING GEMERINCING

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BILANGAN BULAT UNTUK SISWA KELAS IV SD MELALUI KOOPERATIF TIPE STAD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGHITUNG ARITMATIKA SOSIAL MELALUI PENERAPAN MODEL STAD. Kasurip

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni

Jamidar Kepala SMP Negeri 2 Sirenja Kab. Donggala Sulawesi Tengah ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 TUNTANG PADA MATERI SEGITIGA

1130 ISSN:

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TUTOR SEBAYA UNTUK SISWA KELAS VII-F SMP NEGERI 7 MALANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASKES SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Motivasi, Hasil Belajar.

Affandi*) Kartini, Susda Heleni**) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UR

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar

BAB I BAB I PENDAHULUAN. peserta didik ataupun dengan gurunya maka proses pembelajaran akan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

PEMBELAJARAN RUMUS-RUMUS TRIGONOMETRI MENGGUNAKAN LEMBAR KERJA SISWA MENURUT PRINSIP KONSTRUKTIVISME PADA SISWA KELAS XI IPA MAN CENDIKIA JAMBI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian. Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Biluhu

DATAR MELALUI METODE STAD. Winarni

Novia Wijayanti Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. pada komunikasi siswa dengan guru saja, tetapi adanya interaksi siswa dengan

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII.1 SMPN 7 Kubung dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERAIF TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LINGKARAN DI KELAS VIII-G SMP NEGERI 9 MALANG ARTIKEL

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA DENGAN MODEL KOOPERATIF PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA DI KELAS VIIID SMP N 2 PAKEM

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE THINK PAIR SHARE PADA MATERI TURUNAN

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN X. Maspupah SDN Inpres 1 Birobuli, Sulawesi Tengah

MINDAMORA SITUMORANG Guru SD Negeri Muliorejo

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis),

Mariamah Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Taman Siswa Bima -

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Dengan Pendekatan CTL Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Lisan dan Koneksi Matematis

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SQUARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPIT AL-FITYAH PEKANBAU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Menghitung Luas Bangun Datar Melalui Metode Penemuan Terbimbing di Kelas IV SD Negeri 3 Marowo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, J.PMIPA, FKIP, UNS. Alamat Korespondensi:

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN STRATEGI WRITING TO LEARN PADA SISWA SMP 4

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVELOPMENT

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

PENINGKATAN KOMUNIKASI MATEMATIS MELALUI MODEL TSTS SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 24 PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan ide, proses dan penalaran (Ruseffendi, 2006:148). Dalam. tersebut dalam memahami keabstrakan matematika.

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN:

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 ZAFIT NURDIN A

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pembelajaran pada siklus I dilaksanakan sebanyak 1 x pertemuan, yaitu

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

Peningkatan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metode Jigsaw Pada Siswa Kelas VIII B di MTs Muhammadiyah 1 Ponorogo

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

LATIPA HANIM HARAHAP Guru SMP Negeri 29 Medan

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014

Anggraini, Gandung Sugita Kata Kunci: Tutor Sebaya, Penguasaan mahasiswa, Struktur Aljabar I

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata latin communicatio dan bersumber dari kata

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

`PENINGKATAN KOMUNIKASI MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING KELAS VII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 24 SURAKARTA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN TEORI BELAJAR VAN HIELE PADA MATERI VOLUME KUBUS DAN BALOK

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN

PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI GARIS SINGGUNG LINGKARAN MELALUI MODEL KOOPERATIF TPS DENGAN PENDEKATAN INQUIRY

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MELALUI MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS ICT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik dalam hal pengetahuan maupun sikap. Salah satu pembelajaran yang

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

PEMBELAJARAN GEOMETRI MENURUT STANDAR PENGAJARAN NCTM DENGAN SETTING KOOPERATIF DI SMP NEGERI 22 JAMBI.

Kata Kunci: cooperative learning of jigsaw type, student activities and learning outcomes

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA POHON MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VIII E SMP TAMANSISWA MALANG

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIVIEMENT DIVISION (STAD)

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN TEKNIK PEMBELAJARAN THINK PAIR SQUARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT BERBANTUAN VCD DALAM MEMPERBAIKI AKTIVITAS BELAJAR IPA TERPADU SISWA KELAS IX-1 SMPN 1 PATUMBAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TGT PADA STANDAR KOMPETENSI PERBAIKAN SISTEM PENGAPIAN SISWA KELAS XI TKR 3 SMK NEGERI 6 PURWOREJO TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PROSIDING ISBN :

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

Transkripsi:

PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIIIG SMP NEGERI 1 BATU BAHASAN LUAS PERMUKAAN KUBUS, BALOK, PRISMA DAN LIMAS Ririn Puji Astuti Mahasiswa Universitas Negeri Malang Prof. Dr. H. Toto Nusantara, M.Si Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang Aning Wida Yanti, S.Si, M.Pd Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang ABSTRAK : Komunikasi merupakan salah satu standar pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Batu. Penelitian merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2 pertemuan yang memuat tahap pengelompokkan, perencanaan, investigasi, pengorganisasian, presentasi, dan evaluasi. Hasil tes komunikasi tertulis, 16 siswa pada siklus 1 dan 19 siswa pada siklus 2 berada pada kategori minimal baik. Hasil pengamatan kemampuan komunikasi lisan, 6 siswa pada siklus 1 dan 22 siswa pada siklus 2 berada pada kategori minimal baik. Kata Kunci: Pembelajaan Kooperatif, Investigasi Kelompok, Komunikasi Matematis. Matematika sebagai suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir seseorang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dalam mengahadapi kemajuan IPTEK (Hudojo, 2003:40). Diharapkan melalui pembelajaran matematika yang baik, konsep dalam matematika dapat tertanam dalam pemikiran siswa sehingga pada akhirnya dapat diaplikasikan dalam permasalahan seharihari. Siswa bukan hanya mengerti tentang menggunakan sebuah rumus tertentu tetapi lebih jauh siswa dapat menggunakan rumus-rumus tersebut menjadi suatu kesatuan untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan membagi pengetahuan yang telah mereka miliki dengan orang lain. Pembelajaran matematika di sekolah menghendaki adanya standar untuk siswa-siswanya. NCTM (2000:29) menyatakan terdapat 2 macam standar yang harus dipenuhi oleh siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah, yaitu standar isi dan standar proses. Standar isi meliputi kemampuan siswa dalam

mengusai materi-materi berikut: Bilangan dan Operasinya, Aljabar, Geometri, Analisis data dan probabilitas, dan Pengukuran. Standar proses merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa untuk mencapai standar isi, yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), penelusuran pola atau hubungan (connections), dan representasi (representation). Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 1 Batu, ditemukan kasus yang menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih kurang. Hal ini terlihat dari kondisi siswa yang masih kesulitan jika diberikan soal-soal yang berhubungan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari yang lebih kompleks yang membutuhkan penafsiran lalu mengomunikasikannya dalam bentuk model matematika dan sebaliknya. Contoh kasus yang ditemukan adalah pada soal berikut (Materi penerapan bentuk aljabar). Tio memiliki sejumlah uang yang cukup untuk membeli 28 buku. Jika harga buku didiskon sebesar Rp 500,00 maka ia dapat membeli 7 buku lagi. Berapakah harga buku sebelum didiskon? Pada soal tersebut sebagian besar siswa merasa kesulitan untuk mengubah bentuk tersebut menjadi bentuk matematika. Siswa masih kurang memahami mana yang merupakan suatu variabel untuk diubah dalam bentuk matematika. Selain itu, pada proses pembelajaran dalam menyelesaikan suatu masalah siswa cenderung menggunakan kalimat panjang daripada menggunakan simbol matematika untuk mempermudah penyelesaian atau menggunakan simbol yang kurang tepat sehingga justru menimbulkan kerancuan. Misal, pada soal tersebut siswa menggunakan 2 simbol untuk menyimbol variabel uang Tio, yaitu x dan y, padahal itu tidak diperlukan karena jumlah uang Tio tetap. Akibatnya, siswa justru kesulitan ketika harus menyelesesaikan permasalahan ini karena akan muncul 2 persamaan, yaitu x = 28 z, dengan z adalah harga buku asli, dan y = (28+7).(z - 500) = 35 (z - 500). Siswa yang memandang dua persamaan ini akan kesulitan untuk menemukan ide penyelesaiannya, padahal dengan menggunakan simbol variabel yang sama untuk uang Tio maka ide untuk menyelesaikan persamaan ini akan lebih mudah ditemukan. Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Komunikasi yang dilakukan oleh siswa merupakan cara berbagi gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan (Wahyudin, 2008). Untuk meningkatkan kemampuan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilakukan dengan mengembangkan model pmbelajaran yang tepat yang memusatkan kegiatan pembelajaran pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Batu pada bahasan luas permukaan kubus, balok, prisma dan limas. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok didasari oleh gagasan John Dewey bahwa kerjasama di kelas sebagai prasyarat untuk bisa menghadapi masalah kehidupan yang lebih kompleks di kehidupan demokrasi (Slavin, 2008:214). Model pembelajaran investigasi kelompok memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk mengamati, menganalisis, mendiskusikan dan mengambil kesimpulan (Isjoni, 2009:58-59). Setiap kelompok diharapkan dapat saling berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan ide-ide. Hasil akhir dari kelompok merupakan hasil dari pemikiran semua anggota kelompok yang pada dasarnya akan lebih mengasah kemampuan intelektual siswa dibandingkan dengan belajar individual. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu adanya saling ketergantungan positif antar anggota kelompok (Lie, 2007:31). Pembelajaran model kooperatif tipe investigasi kelompok memuat 6 tahapan kegiatan dalam proses pembelajaran yaitu, tahap pengelompokkan, tahap perencanaan, tahap investigasi, tahap pengorganisasian, tahap presentasi dan tahap evaluasi (Slavin, 2008:218). Kelompok yang dibentuk beranggotakan masing-masing 4-5 orang, kelompok yang dibentuk bersifat demokratis baik secara kemampuan maupun jenis kelamin. Kelompok dengan anggota yang berbeda kemampuan memungkinkan terjadi tranfer pengetahuan yang lebih baik. Kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematika yang dimiliki oleh seseorang untuk menyatakan dan memahami ide-ide serta hubungan matematika (NCTM, 1989:213). Siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi yang baik dapat mengeluarkan pemahaman dan ide-idenya dengan lebih leluasa dan lebih mudah. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Komunikasi yang dilakukan secara lisan memungkinkan terjadinya komunikasi secara konvergen yaitu komunikasi dengan banyak penerima informasi dan berlangsung dan berlangsung secara multi arah menuju suatu pemahaman bersama. Menurut Elliot dan Kenney (1996 :220-224), terdapat 4 aspek kemampuan komunikasi, yaitu kemampuan tata bahasa, kemampuan memahami wacana, kemampuan sosiolinguistik dan kemampuan menyelesaikan masalah. Sedangkan menurut Van de Walle (2007:4) komunikasi menitikberatkan pada pentingnya berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika. Dalam penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 1 Batu, aspek komunikasi matematis yang diamati adalah kemampuan menggunakan simbol, notasi dan bahasa matematika yang tepat, kemampuan mengubah permasalahan sosial dalam bentuk matematika, kemampuan menginterprestasi gambar, kemampuan menggali informasi, kemampuan memberikan ide dan menyelesaikan permasalahan.

METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang menggunakan model Kemmis-Taggart dimana pelaksanaan tindakan dan observasi dilaksanakan dalam satu kegiatan (Wiriaatmadja, 2008:66). Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai guru pengajar sekaligus sebagai pengamat dan fasilitator dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Batu yang berjumlah 25 siswa yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Pemilihan subjek penilitian ini didasarkan pada permasalahan yang muncul, yaitu kurangnya kemampuan komunikasi matematis yang merupakan hasil dari pengamatan non formal oleh peneliti. Pemilihan peneliti sebagai guru pengajar berdasarkan pertimbangan bahwa penelitilah yang lebih memahami desain penelitian yang akan dilaksanakan di kelas. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa, lembar observasi kemampuan komunikasi matematis, lembar observasi kemampuan komunikasi lisan, tes yang dianalisis berdasarkan aspek kemampuan komunikasi matematis dan catatan lapangan. Data-data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, dokumentasi, tes dan catatan lapangan. Dokumentasi digunakan sebagai cara untuk mendapatkan bukti pembelajaran kususnya yang berhubungan dengan aktifitas siswa dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sedangkan catatan lapangan digunakan untuk mendapatkan data yang mungkin tidak di dapatkan dengan menggunakan lembar cara observasi, dokumentasi maupun tes. Tes dilaksanakan di setiap akhir siklus. Tes berupa soal uraian yang terdiri dari 4-5 soal. Instrumen penelitian yang digunakan meliputi: lembar pengamatan pembelajaran oleh guru dan aktifitas siswa, tes komunikasi matematis, catatan lapangan, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan lembar kerja siswa. Instrumen ini telah divalidasi oleh seorang dosen ahli. Hasil tes adalah hasil pemberian skor penilaian terhadap hasil tes pada akhir setiap siklus. Rubrik penilaian tes dan pengamatan didasarkan pada penilaian aspek-aspek komunikasi matematis yang terbagi menjadi 2 yaitu, aspek pada kemampuan komunikasi matematis tulis dan kemampuan komunikasi matematis lisan. Aspek penilaian pada kemampuan komunikasi tulis yaitu, kemampuan menggunakan simbol dan notasi matematika, kemampuan menggunakan bahasa dan istilah matematika, kemampuan menggali informasi dari sebuah bacaan, kemampuan menyajikan permasalahan sehari-hari dalam bentuk matematika, kemampuan interpretasi gambar atau bentuk yang lain, kemapuan menyampaikan ide dan menyelesaikan masalah. Aspek pengamatan kemampuan komunikasi lisan yaitu, penggunaan bahsa dan istilah dalam menyampaikan pendapat dan kemampuan menyampaikan ide penyelesaian permasalahan. Penentuan skor komunikasi matematis tertulis dihitung dengan membandingkan jumlah rata-rata skor masing-masing aspek yang diperoleh

dengan skor maksimal dan dikalikan 100. Sedangkan untuk skor komunikasi matematis lisan dihitung dengan membandingkan jumlah rata-rata skor masingmasing aspek yang diperoleh dengan skor maksimal. Hasil penghitungan skor kemudian dikategorikan sesuai dengan kriteria kemampuan siswa yang terbagi menjadi 5 kategori yaitu, sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang. Lembar pengamatan keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa digunakan untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran di kelas dan kemampuan komunikasi siswa selama pembelajaran. Persentase keterlaksanaan dihitung dengan rumus berikut. Presentase Skor = skor skor maksimal 100% Hasil skor ini kemudian di kategorikan dalam kriteria keterlaksanaan pembelajaran dan kemampuan komunikasi matematis siswa. HASIL Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing siklus terdiri 2 pertemuan yang memuat tahap pembelajaran berkelompok, perencanaan, investigasi, pengorganisasian, presentasi dan evaluasi. Pada tahap pengelompokan siswa sering menolak ketika anggota kelompok diberikan dibentuk oleh guru. Namun, setelah terbiasa siswa justru dapat berinteraksi dengan lebih baik dan efektif dalam berdiskusi. Pada pelaksanaan pembelajaran di siklus 1, pembelajaran sudah berlangsung dengan baik tetapi siswa masih kurang aktif dan masih banyak tergantung dengan bantuan guru. Pada siklus 2, siswa menunjukkan keaktifan yang lebih baik. Siswa mulai melakukan diskusi dengan kelompok masingmasing. Hal ini ditunjukkan oleh hasil observasi selama pembelajaran pada siklus 1 yang mencapai rata-rata ketercapaian sebesar 79,64% dan mengalami peningkatan pada siklus 2 menjadi 85,085%. Meskipun hasil ini tidak menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan namun hasil tersebut menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran siswa telah melakukan aspekaspek pengamatan yang diharapkan oleh guru. Selain itu, pembelajaran pada siklus 2 yang menggunakan media pembelajaran berupa bangun prisma dan limas yang dibawa oleh siswa terlihat sangat mempengaruhi aktifitas diskusi siswa. Siswa terlihat lebih antusias dalam berdiskusi. Hasil observasi kemampuan komunikasi matematis menunjukkan adanya penurunan kemampuan komunikasi matematis saat pembelajaran berlangsung, yaitu pada kemampuan menggunakan notasi, simbol dan bahasa matematika sebesar 0,67% dan pada aspek kemampuan mengajukan ide permasalahan sebesar 6,665%. Penurunan ini dimungkinkan karena tingkat kesulitan materi yang berbeda antara materi pada siklus 1 dengan siklus 2. Materi pada siklus 2 lebih sulit dibandingkan dengan siklus 1 karena membutuhkan materi lain yang lebih

banyak. Meskipun demikian, secara kesuluruhan aspek menunjukkan adanya peningkatan aktifitas dalam komunikasi matematis dari 87,89% pada siklus 1 menjadi 90,28% pada siklus 2. Hasil ini tidak terlepas dari peran guru yang memberikan motivasi kepada siswa dan bimbingan dalam bekerja kelompok melalui pertanyaan umpan untuk mengajak siswa berpikir secara logis. Peningkatan itu juga dipengaruhi oleh penggunaan lembar kerja yang dilengkapi dengan panduan langkah-langkah mengerjakan sehingga membuat siswa terbiasa berpikir sistematis. Hasil observasi kegiatan pembelajaran oleh guru menunjukkan adanya peningkatan presentase keterlaksanaan dari 79,96% pada siklus 1 menjadi 90,65% di siklus 2. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru sudah mendekati kategori sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun dan divalidasi. Pembelajaran yang telah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa guru sudah melaksanakan model pembelajaran Invetigasi kelompok dengan baik dan sesuai dengan yang direncanakan. Dari hasil tes siklus 1 terlihat bahwa nilai rata-rata untuk kemampuan komunikasi matematis adalah 72,73 dengan kriteria baik. Selain itu, dari hasil tes juga didapatkan bahwa 2 siswa berada pada kategori kurang, 7 siswa berada pada kategori cukup, 13 siswa berada pada kategori baik, dan 3 siswa berada pada kategori sangat baik. Dari hasil tes siklus 2 terlihat bahwa nilai rata-rata untuk kemampuan komunikasi matematis tertulis adalah 82,54 dengan kriteria baik. Selain itu, 6 siswa berada pada kategori cukup, 10 siswa berada pada kategori baik, dan 9 siswa berada pada kategori sangat baik. Hasil ini menunjukkan terjadi peningkatan rata-rata skor yaitu sebesar 8,81 namun pada 2 aspek penilaian terjadi penurunan skor rata-rata siswa yaitu pada aspek interpretasi gambar yang menurun sebesar 0,2 dan pada aspek pengajuan ide permasalahan sebesar 0,3. Berdasarkan data siklus 1, kemampuan komunikasi matematis lisan siswa berada pada kategori cukup dengan rata-rata nilai pencapaian sebesar 4,96 dengan kategori cukup. Satu siswa berada pada kategori kurang, delapan belas siswa berada pada ketegori cukup, lima siswa berada pada kategori baik dan satu siswa berada pada kategori sangat baik. Berdasarkan data siklus 2, kemampuan komunikasi matematis lisan siswa berada pada kategori cukup dengan rata-rata nilai pencapaian sebesar 5,9 dengan kategori baik. Tiga siswa berada pada ketegori cukup, empat belas siswa berada pada kategori baik dan delapan siswa berada pada kategori sangat baik. Hasil ini menunjukkan terjadinya peningkatan skor rata-rata dari 4,96 pada siklus 1 menjadi 5,9 pada siklus 2. Peningkatan ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk mengungkapkan pendapatnya dengan benar dan tepat sudah meningkat setelah diterapkan tindakan pembelajaran dengan menggunakan Model Kooperatif tipe Investigasi Kelompok. Berdasarkan catatan lapangan yang diberikan oleh observer menunjukkan bahwa pada siklus 1, kontrol guru kepada siswa masih kurang sehingga siswa kurang serius dan sering mengulur-ulur waktu terutama saat berdiskusi. Selain itu,

pada awal pembelajaran siswa juga kurang menerima pengelompokkan yang diberikan oleh guru namun hal ini tidak terulang kembali di siklus 2 karena siswa yang sudah mulai terbiasa dengan pengelompokkan yang diberikan oleh guru. Beberapa kelompok juga masih kurang aktif dalam diskusi sehingga guru harus mengaktifkan siswa. Pada siklus 2, siswa menunjukan keaktifan yang lebih baik dan siswa mampu menyampaikan ide-ide dan jawaban dengan baik, peran guru untuk membimbing siswa sudah berkurang. PEMBAHASAN Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pada penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan tahapan pada model pembelajaran investigasi kelompok, yaitu tahap pengelompokan, tahap perencanaan, tahap investigasi, tahap pengorganisasian, tahap presentasi dan tahap evaluasi (Slavin, 2010:218). Pada pembelajaran yang dilakukan, diberikan penekanan kegiatan pada tahap investigasi, pengorganisasian, dan presentasi. Kegiatan investigasi memungkinkan siswa untuk menyusun sendiri pemahaman mereka terhadap materi satu permasalahan yang diberikan. Siswa akan berusaha menggunakan pengetahuan yang dimiliki dan sumber-sumber yang relevan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan demikian, melalui kegiatan investigasi siswa akan terdorong untuk belajar aktif dan bermakna (Setiawan, 2006:9). Pada tahap pengelompokan, siswa diberikan kesempatan untuk duduk berkelompok sesuai dengan kelompok yang telah disusun oleh guru dengan masing-masing anggota kelompok sebanyak 4-5 siswa. Kelompok dengan anggota yang tidak terlalu banyak akan mendinamiskan kegiatan dalam belajar sehingga setiap anggota akan merasa menjadi bagian dari kelompok yang bertanggung jawab (Dimyati, 2009:166). Penyusuan kelompok oleh guru dilakukan sebagai upaya antisipasi adanya masalah kesenjangan dalam kemampuan antar kelompok. Kelompok yang dipilih sesuai dengan keinginan siswa sendiri akan menimbulkan potensi ketidakheterogenan dalam kemampuan. Setelah tahap pengelompokan selesai, siswa diberikan lembar kerja dan diminta untuk merencanakan apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan lembar kerja tepat waktu. Tahap investigasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar kerja yang membimbing siswa menemukan konsep luas permuakaan. Lembar kerja juga memuat permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan sehari-hari yang didalamnya terdapat langkah-langkah untuk membantu siswa melakukan penyelidikan. Dalam melakukan penyelidikan untuk menemukan konsep menghitung luas permukaan bangun ruang, siswa juga menggunakan media berupa bentuk bangun ruang yang konkret sehingga mempermudah dalam melakukan penyelidikan. Permasalahan yang termuat dalam lembar kerja merupakan permasalahan yang membuat siswa melakukan diskusi pertukaran pendapat sehingga akan memacu siswa untuk aktif. Pada kegiatan diskusi ini,

guru bertindak sebagai fasilitator untuk membantu siswa yang mendapatkan kesulitan. Masing-masing siswa dapat melaksanakan tugas yang telah dibagi dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Slavin (2008:214) yang menyatakan bahwa Model Investigasi Kelompok merupakan model spesialisasi tugas dimana para siswa saling berbagi informasi dan tugas. Tahap pengorganisasian untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menuliskan laporan hasil diskusi.guru membimbing siswa untuk menuliskan laporan dengan menggunakan simbol, bahasa dan notasi matematika yang tepat. Guru tetap memantau kegiatan siswa tiap kelompok. Selanjutnya masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan melakukan evaluasi bersama-sama dengan guru. Kegiatan presentasi untuk melatih siswa berkomunikasi kepada teman dan guru dengan bahasa matematika yang tepat. Siswa dibimbing untuk menyampaikan ide dan alasan-alasan untuk jawaban yang diberikan. Tahap evaluasi sebagai tahapan akhir dalam model Investigasi Kelompok memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan kembali materi yang belum dimengerti dan mengkonfirmasi pengetahuan siswa untuk meminimalkan kesalahpahaman pengetahuan. Pada penelitian yang telah dilakukan ditemukan beberapa siswa yang tidak mampu menyelesaikan permasalahan karena mereka lupa dengan konsep sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan apersepsi di awal pembelajaran penting untuk dilakukan agar siswa dapat mengingat kembali materi-materi sebelumnya untuk digunakan pada penyelesaian masalah di pembelajaran yang sekarang. Selain itu, dengan melalui kegiatan apersepsi siswa dapat diajak untuk menghubungkan materi-materi yang telah dipelajari dan yang akan dipelajari. Hasil tindakan pada siklus 1 belum terlihat, hal ini ditunjukkan oleh hasil observasi yang berada kategori cukup. Siswa masih terlihat ragu-ragu dalam menyampaikan pendapatnya saat berdiskusi maupun saat kegiatan presentasi. Akibatnya, kegiatan kurang menarik, kurang adanya kompetisi antar kelompok. Siswa juga cenderung lebih meminta bantuan kepada guru langsung jika dibandingkan dengan anggota kelompoknya. Kasus semacam ini dapat memicu adanya teacher centered lagi. Untuk mengatasi hal ini, dalam membarikan bantuan, guru bukan langsung memberikan jawaban kepada siswa yang bertanya, malainkan memberikan pertanyaan balikan kepada semua anggota kelompok sehingga masing-masing siswa dapat menyusun sendiri jawaban dari pertanyaan yang diberikan. Pada beberapa aspek tertentu dalam komunikasi matematis menunjukkan adanya penurunan skor baik dilihat dari observasi maupun tes. Salah salah satu faktor penyebabnya adalah adanya perbedaan tingkat kesulitan materi. Materi yang lebih sulit dan membutuhkan pemahaman terhadap materi sebelumnya akan membuat siswa juga lebih sulit dalam mengungkapkan ide dan menyelesaikan masalah. Namun disisi lain, adanya tingkat kesulitan materi yang berbeda juga membuat siswa justru lebih aktif dalam kegiatan berkelompok. Siswa saling bertanya dan memberikan sanggahan jika terdapat perbedaan pendapat. Selain itu,

penggunaan media pembelajaran pada siklus 2 juga merupakan faktor penyebab meningkatnya aktifitas belajar siswa di kelas, kususnya aktifitas diskusi. Penggunaan media pembelajaran dirasa sesuai dengan aktifitas investigasi siswa. Dengan menggunakan media pembelajaran, materi yang abstrak dapat dikonkritkan sehingga lebih mudah untuk dipahami (Djamarah dan Zain, 2002: 136-137). Hasil penerapan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok menunjukkan bahwa model ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa baik kemampuan secara lisan maupun tulisan. Dari hasil tes pada siklus 1 menunjukkan bahwa 16 siswa berada pada kategori minimal baik. Berdasarkan hasil pengamatan pada kemampuan komunikasi lisan, 6 siswa berada pada kategori minimal baik. Pada siklus 2, kemampuan komunikasi tertulis siswa berada pada kategori baik dengan skor rata-rata 81,54, sembilan belas siswa berada pada kategori minimal baik. Berdasarkan hasil pengamatan pada kemampuan komunikasi lisan, 22 siswa berada pada kategori minimal baik. Dengan demikian, secara klasikal kemampuan komunikasi matematis siswa meningkat dari 72,73 pada siklus 1 menjadi 81,54 pada siklus 2. Sedangkan kemampuan komunikasi matematis lisannya meningkat dari rata-rata pencapaian 4,96 di siklus satu menjadi 5,9 di siklus 2. Dari hasil observasi kemampuan komunikasi matematis juga menunjukkan adanya peningkatan presentase pencapaian dari 87,055% di siklus 1 menjadi 90,89% di siklus 2. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Aprilia R pada tahun 2010 di SMP Muhammadiyah 2 Batu yang menyatakan bahwa pembelajaran Model Investigasi Kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Standart kemampuan komunikasi menitikberatkan pada pentingnya berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika (Van De Walle, 2007:4). Dengan demikian, model investigasi dengan penekanan pada kegiatan investigasi, pengorganisasian, dan presentasi yang didukung dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model investigasi kelompok merupakan model pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa. PENUTUP Kesimpulan Pembelajaran Kooperatif tipe Investigasi Kelompok yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dilaksanakan dalam 6 tahapan, yaitu tahap pengelompokkan, perencanaan, investigasi, pengorganisasian, presentasi, dan evaluasi. Pembelajaran di dalam kelas ditekankan pada tahapan investigasi, pengorganisasian dan presentasi untuk melatih kemampuan siswa dalam penggunaan simbol dan notasi, penggunanaan tata bahasa matematika dan istilah, menggali informasi dari suatu bacaan, interpretasi permasalahan dalam bentuk matematika, interpretasi masalah dalam gambar atau sebaliknya, pengajuan ide penyelesaian, dan penyelesaian masalah. Guru dalam pembelajaran

bertindak sebagai fasilitator untuk membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pemahaman serta melatih siswa untuk berkomunikasi. Pembelajaran juga didukung dengan menggunakan lembar kerja yang memuat permasalahan yang disertai dengan langkah-langkah untuk penyelesaian agar siswa dapat menjelaskan alasan-alasan dalam memberikan jawaban. Selain itu, dalam melaksanakan pembelajaran, siswa juga menggunakan media pembelajaran untuk mempermudah melaksanakan kegiatan investigasi dalam menemukan konsep luas permukaan prisma dan limas. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut. Pembelajaran yang dilakukan dapat dilakukan dengan menggunakan media pembelajaran yang relevan untuk lebih mengaktifkan kegiatan siswa dalam melakukan investigasi, guru harus selalu mengontrol siswa dalam berdiskusi agar kegiatan diskusi dapat berjalan dengan lancar dan tepat waktu serta menghindari kegiatan siswa yang tidak perlu dalam kegiatan diskusi, dan mengembangkan kegiatan pada model pembelajaran lain untuk mengembangkan aspek kemampuan komunikasi matematis yang lain. Selain itu, kegiatan apersepsi diharapkan selalu dilaksanakan oleh guru karena kegiatan apersepsi akan merangsang kemampuan berpikir siswa dalam memulai pelajaran dan untuk mengingatkan siswa tentang materi yang sebelumnya yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. DAFTAR PUSTAKA Aprilia R, Rissana. 2010. Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Komunikasi Matematika siswa SMP Muhammadiyah 02 Batu kelas VII pada Pembelajaran Matematika melalui Model Pembelajaran Grup Investigasi. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FKIP UMM. Djamarah, S. B. dan A. Zain 2002. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta: Jakarta. Dimyati, Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Elliot, Portia C & Kenney, Margaret J. 1996. Communication In Mathematics, K12 & Beyond.USA : NCTM. Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta. Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo. NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.Reston, VA : Authur. Setiawan. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan dan Penataran Guru. Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Van De Walle, John A. 2007. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, Edisi Keenam (Gugi Sagara, S.T, Ed). Jakarta: Penerbit Erlangga. Wahyudin. (2008). Pembelajaran & Model-Model Pembelajaran. Bandung: Pustaka Mandiri. Wiriaatmadja, Rochiati. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Artikel ilmiah oleh Ririn Puji Astuti ini telah diperiksa dan disetujui Malang, Juni 2013 Pembimbing I, Prof. Dr. H. Toto Nusantara, M.Si NIP. 19671130 199103 1 001 Malang, Juni 2013 Pembimbing II, Aning Wida Yanti, S.Si, M.Pd NIP. 19801207 200801 2 010 Malang, Juni 2013 Penulis, Ririn Puji Astuti NIM. 109311426517