BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar. menjawabpertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi sesama manusia. Kebutuhan sosial yang dimaksud adalah rasa dimiliki

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN MAHNUM LAILAN NASUTION

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok

Koping individu tidak efektif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

PENGKAJIAN HALUSINASI Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif Halusinasi Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr.

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MAKALAH SISTEM NEUROBEHAVIOR II ASKEP HALUSINASI

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

b Klasifikasi Halusinasi Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :

BAB I PENDAHULUAN. didunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka

BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

BAB II PENGELOLAAN KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN KONSEP

Aristina Halawa ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI. OLEH : SITI SAIDAH NASUTION, SKp

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

LAMPIRAN. Implementasi dan Evaluasi keperawatan Hari/ tanggal 18 Juni 2013

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

BAB II KONSEP DASAR A.

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi adalah gangguan pencerapan ( persepsi ) panca indera tanpa

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II TINJAUAN TEORI. merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawabpertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmadjo, 2005). Pengetahuan adalah pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya) (Taufik, 2007). 2.1.2 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang tercangkup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan,yaitu: 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mempresentasikan materi tersebut secara benar. 10

11 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisa (Analysis) Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menujukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justipikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek(notoatmodjo, 2007). 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Lukman, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu : 1. Umur Semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. 2. Intelegensi Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru dengan

12 demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan. 3. Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4. Sosial Budaya Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain karena hubungan ini seseorang mengalami sesuatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. 5. Pendidikan Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. 6. Informasi Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. 7. Pengalaman Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. (Notoatmodjo, 2007).

13 2.1.4 Kategori Pengetahuan Untuk mengetahui secara kualitas tingkat pengetahuan yang di miliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu : 1. Tingkat Pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100% 2. Tingkat Pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75% 3. TingkatPengetahuan kurang bila skor atau nilai < 56% (Nursalam, 2008) 2.1.5 Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan di ukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007). 2.2 Perawat 2.2.1 Perawat Perawat adalah seseorang yang sudah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan, dan penanggung jawaban dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien (Ali, 2001). Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam maupun diluar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku mejalankan praktek keperawatan harus santiasa meningkatkan mutu pelayanan profesional, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

14 teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidangnya (Kustanto, 2004). 2.2.2 Fungsi Perawat Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya, fungsi perawat tersebut dapat diubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya adalah fungsi Indenpenden, fungsi Dependen dan fungsi Interdependen. 1. Fungsi Independen Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang merupakan fungsi dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia. 2. Fungsi Dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atau pesan intruksi dari perawat lain, sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya di lakukan perawat umum. 3. Fungsi Interdependen Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim yang lain. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks (Hidayat, 2007).

15 2.3 Halusinasi 2.3.1 Defenisi Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2010). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2009). Halusinasi termasuk gologan dari skizofrenia yang merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating ) yang luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya (PPGDJ-III, 2001). Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang tidak disertai dengan stimuli eksternal yang nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi waham tentang pengalaman halusinasi (Kaplan-Sadock, 2010)

16 2.3.2 Klasifikasi Halusinasi Menurut Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain : 1. Halusinasi Pendengaran (Auditorik) Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, tertama suara-suara orang, bisanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. 2. Halusinasi Penglihatan (Visual) Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pencaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan. 3. Halusinasi Penghidu (Olfactory) Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine, atau feses. Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia. 4. Halusinasi Peraba (Tactile) Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : mersakan sensai listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain. 5. Halusinasi Pengecap (Gustatory) Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seprti rasa darah, urine atau feses.

17 6. Halusinasi Sinestetik Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. 7. Halusinasi Kinesthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak. 2.3.3 Proses Terjadinya Halusinasi Fase halusinasi ada 4, yaitu (Stuart dan Laraia, 2001) : 1. Comforting Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini klien tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik. 2. Condemning Pada ansietas berat pengalaman sensori yang menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk emngambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tandatanda vital (denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. 3. Controlling Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar

18 berhubungan dengan orang lain,berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. 4. Consquering Terjadi pada panik pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. kondisi klien sangat membahayakan. 2.3.4 Faktor Penyebab Halusinasi 1. Faktor predisposisi a. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress. b. Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. 2. Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan

19 Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine. 3. Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. 4. Faktor Genetik Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini (Yosep, 2011). 5. Faktor Presipitasi a. Perilaku Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993), memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dalam dilihat dari lima dimensi yaitu:

20 1) Dimensi Fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. 2) Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut. 3) Dimensi Intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien. 4) Dimensi Sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di dunia nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi akan interaksi

21 sosial, kontrol diri dan haga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung. 5) Dimensi Spiritual Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bemakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk (Yosep, 2011). 2.3.5 Tahapan Halusinasi Gangguan persepsi yang utama pada pasien skizoprenia adalah halusinasi, sehingga halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya dirangsang oleh kecemasan, gangguan harga diri, kritis diri atau mengingkari rangsangan terhadap

22 kenyataan. Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada pasien skizoprenia, suara-suara biasanya berasal dari tuhan, setan, tiruan atau relatif. ditampilkan. Ada empat tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang Tabel 2 Tahapan, Karakteristik dan Perilaku Klien. Tahap Karakteristik Perilaku Klien Tahap I - Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan. - Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan. - Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas - Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran, nonpsikotik. - Tersenyum, tertawa sendiri - Menggerakkan bibir tanpa suara - Pergerakkan mata yang cepat - Respon verbal yang lambat - Diam dan berkonsentrasi Tahap II - Menyalahkan - Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati Tahap III - Mengontrol - Tingkat kecemasan berat - Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi - Pengalaman sensori menakutkan - Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut - Mulai merasa kehilangan kontrol - Menarik diri dari orang lain non psikotik - Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi) - Isi halusinasi menjadi atraktif - Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik - Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah - Perhatian dengan lingkungan berkurang - Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja - Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas - Perintah halusinasi ditaati - Sulit berhubungan dengan orang lain - Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik - Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat.

23 Tahap IV - Klien sudah dikuasai oleh halusinasi - Klien panik (Erlinafsiah, 2010). Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik. - Perilaku panik - Resiko tinggi mencederai - Agitasi atau kataton - Tidak mampu berespon terhadap lingkungan 2.3.6 Penatalaksanaan pada Pasien Halusinasi Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, yaitu : 2.3.6.1 Penatalaksanaan Medis 1. Psikofarmakologis Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain golongan butirofenon: Haloperidol, Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x 5 mg via im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam. Setelahnya klien biasanya diberikan obat per oral 3 x 1,5 mg atau 3 x 5 mg. Golongan fenotiazine: Chlorpromazine/Largactile/Promactile. Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3 x 100 mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1 x 100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011). a. Terapi kejang listrik/electro compulsive therapy (ECT) b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) (Purba, 2012).

24 2.3.6.2 Asuhan Keperawatan Pasien Halusinasi Gangguan persepsi sensori : halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Bagian ini berisi pedoman agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami halusinasi. 1. Pengkajian Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Pada proses pengkajian, data penting yang perlu anda dapatkan adalah sebagai berikut : a. Jenis dan isi halusinasi Berikut ini adalah jenis halusinasi menurut data objektif dan subjektifnya. Data subjektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapat dikaji dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini, perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien. b. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya apakah terus-menerus atau hanya sesekali? Situasi terjadinya, apakah jika sedang sendiri, atau setelah

25 terjadi kejadian tertentu? Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi, tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi dapat direncanakan. c. Respons Halusinasi Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul, perawat dapat menanyakan kepada pasien tentang perasaan atau tindakan pasien saat halusinasi terjadi. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien atau dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi muncul. Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan. Oleh karena itu, dokumentasi asuhan keperawatan jiwa harus mencantumkan dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Deden,2013) 2. Diagnosis Keperawatan Dengan menggunakan istilah Diagnosis Keperawatan jelas bahwa perawat adalah penegak diagnosis. Sebelum masa ini, penilaian klinia digunakan dalam praktik klinik untuk menetapkan fokus asuhan keperawatan yang tidak jelas atau belum memiliki istilah. Akan tetapi,, dengan diawalinya klasifikasi diagnosis keperawatan yang formal ini, perawat telah menerima secara luas sebagai penegak diagnosis yang harus menggunakan proses diagnostik dan berkolaborasi dengan individu yang mereka asuh guna mengidentifikasi diagnosis yang tepat untuk mengarahkan asuhan keperawatan yang dilakukan. Hal ini karena fokus asuhan

26 keperawatan adalah individu yang seutuhnya atau pencapaian kesejahteraan dan aktualisasi diri individu. Pengalaman dan respon individu terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan memiliki makna khusus bagi mereka, dan makna tersebut diidentifikasi dengan bantuan perawat (NANDA- I, 2012) 3. Tindakan Keperawatan Dalam tindakan keperawatan ada beberapa hal yang dilakukan dalam implementasi yang bisa dilakukan oleh perawat terdiri dari: a. Do (melakukan), implementasi pelaksanaan kegiatan dibagi dalam beberapa kriteria, yaitu: 1) Dependent interventions : dilaksanakan dengan mengikuti order dari pemberi perawatan kesehatan lain. 2) Collaborative (interdependent) : intervensi yang dilaksanakan dengan profesional lain. 3) Independent (autonomus) intervention : intervensi dilakukan dengan melakukan nursing orders dan sering juga digabungkan dengan order dari medis. 4) Delegate (mendelegasikan) : pelaksanaan order bisa didelegasikan hanya saja ada beberapa tanggung jawab yang perlu dicermati oleh pemberi delegasi yaitu apakah tugas tersebut tepat untuk didelegasikan, apakah komunikasi tepat dilakukan dan apakah ada supervisi atau pengecekan kerja. 5) Record (mencatat), pencatatan bisa dilakukan dengan berbagai format tergantung pilihan dari setiap institusi (Wilkinson, 2007)

27 Tindakan keperawatan pada pasien halusinasi, yaitu sebagai berikut : a. Tindakan keperawatan pada pasien 1) Tujuan keperawatan a) Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya. b) Pasien dapat mengontrol halusinasinya. c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal. 2) Tindakan Keperawatan a) Membantu pasien mengenali halusinasi Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar,dilihat,atau dirasa), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respons pasien pada saat halusnasi muncul. b) Melatih pasien mengontrol halusinasi Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut : 1. Menghardik Halusinasi Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan

28 halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini pasien, tidak akan larut untuk menuruti halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensi yang dilakukan perawat dalam mengajarkan pasien. a. Menjelaskan cara menghardik halusinasi b. Memperagakan cara menghardik c. Meminta pasien memperagakan ulang d. Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien. 2. Bercakap-cakap dengan orang lain Bercakap-cakap dengan orang lain dapat memebantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain (Deden, 2013). 3. Melakukan aktivitas yang terjadwal Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi. Oleh karena itu, halusinasi dapat dikontrol dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun

29 pagi sampai tidur malam. Tahapan intervensi perawat dalam memberikan aktivitas yang terjadwal, yaitu : a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi. b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien. c. Melatih pasien melakukan aktivitas. d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun pagi sampai tidur malan. e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif (Deden,2013) 4. Minum obat secara teratur Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter. Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah sering mengalami putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi, untuk mencapai kondisi seperti semula akan membutuhkan waktu. Oleh karena itu, pasien harus dilatih minum obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini intervensi yang dapat dilakukan perawat agar pasien mau minum obat secara teratur :

30 (a) Jelaskan kegunaan obat. (b) Jelaskan akibat jika putus obat. (c) Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat. (d) Jelaskan cara minum obat denga prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis) 2.4 Strategi Pertemuan pada Pasien Halusinasi SP 1 (Strategi Pertemuan 1) : membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengar menghardik halusinasi. 1. Mengidentifikasi jenis halusinasi. Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja (Keliat, 2006). 2. Mengidentifikasi isi halusinasi Perawat dapat mengkaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu,jika halusinasi auditorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien,jika halusinasi visual. Bau apa yang tercium, jika halusinasi

31 penghidu. Rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan. Apa yang dirasakan permukaan tubuh jika halusinasi perabaan (Keliat, 2006). 3. Mengidentifikasi waktu dan frekuensi halusinasi. Perawat juga perlu mengkaji serta menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dana menentukan bilamana klien perlu perhatiaan saat mengalami halusinasi (Keliat, 2006). 4. Mengidentifikasi situasi pencetus halusinasi. 5. Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu, perawat juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi penyataan klien (Keliat, 2006). 6. Mengidentifikasi Respon Untuk menentukan sejauhmana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya. 7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi. Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan

32 diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini, pasien tidak akan larut untuk menuruti halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensi yang dilakukan perawat dalam mengajarkan pasien. a. Menjelaskan cara menghardik halusinasi. b. Memperagakan cara menghardik. c. Meminta pasien memperagakan ulang. d. Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien. (Keliat, 2006) SP 2 (Strategi Pertemuan 2): melatih pasien mengontrol halusinasinya dengan bercakap-cakap bersama orang lain. 1. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi. Untuk mengetahui dampak halusinasi pada pasien dan apa respons pasien ketika halusinasi itu muncul perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat juga dapat menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi dampak halusinasi pada pasien jika halusinasi muncul (Deden, 2013). SP 3 (Strategi Pertemuan 3) : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktivitas terjadwal : 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. Perawat bersama-sama dengan pasien mengevaluasi latihan yang sudah dilakukan perawat.

33 2. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian Pasien di ajak membuat jadwal latihannya, pada jam-jam berapa saja pasien mempraktekkan latihan menghardik halusinasinya. 3. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa dilakukan di rumah sakit. Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak luang waktu sendiri dan sering kali mencetuskan halusinasi. Oleh karena itu halusinasi dapat dikontrol dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam. 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Pasien di ajak membuat jadwal latihannya, pada jam-jam berapa saja pasien mempraktekkan latihan menghardik halusinasinya. SP 4 (Strategi Pertemuan 4) : melatih pasien minum obat secara teratur 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. Perawat bersama-sama dengan pasien mengevaluasi latihan yang sudah dilakukan perawat. 2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur. Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sering mengalami putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi, untuk

34 mencapai kondisi seperti semula akan membutuhkan waktu. Oleh karena itu pasien dilatih minum obat sesuai program dan berkelanjutan. (Purba, 2009).