MEMPERTAHANKAN OPERATIONAL READINESS FLIGHT SIMULATOR TNI AU :

dokumen-dokumen yang mirip
MEMIKIRKAN MASA DEPAN FLIGHT SIMULATOR TNI AU

KARAKTER SPESIFIK SIMULATOR

TERBATAS. 8. Kemampuan Tempur TNI AU pada dasarnya sangat bergantung pada Kesiapan Tempur yang terdiri dari elemen-elemen :

KARANGAN MILITER PERWIRA SISWA ANGKATAN LXXIII TAHUN 2003

FUNGSI UNIK LCD PROJECTOR

E. Sumber Daya Alinfaslat

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN TEMPUR TNI AU MELALUI APLIKASI TEKNOLOGI FLIGHT SIMULATION PADA MASA LIMA TAHUN MENDATANG

APLIKASI ADMINISTRASI SISTEM UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PEMELIHARAAN FULL MISSION SIMULATOR F-16A WING 3 LANUD ISWAHJUDI

TERBATAS. Kondisi Kemampuan Tempur TNI AU Yang Diharapkan

MEKANISME EFEK G PADA SIMULATOR PESAWAT TEMPUR

BIT, BYTE, HEXADECIMAL

Mayor Lek Ir. Arwin D.W. Sumari, FSI, FSME, VDBM, SA

MILITARY SOFTWARE ENGINEER TASK FORCE (MSETF)

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

NASKAH ANGKATAN PERWIRA SISWA ANGKATAN LXXIII TAHUN 2003

DISSIMILAR AIR COMBAT FLIGHT SIMULATOR (DACFS)

Peranan Geographic Information System (GIS) pada Operasi Udara

TEKNOLOGI REAL-TIME : KONSEP DAN APLIKASI

TEKNOLOGI SIMULATOR PESAWAT TERBANG DARI MASA KE MASA

BAB II DESKRIPSI DISMINPERSAU

MENGENAL U N I X OPERATING SYSTEM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Chapter 11 Assuring the quality of software maintenance components

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

Aplikasi Continuous Improvement Terhadap Pemeliharaan Overhaul Pesawat Tempur Hawk Mk-209 TNI AU

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Umum

KONSEPSI PEMBENTUKAN ORGANISASI WING PENDIDIKAN ELEKTRONIKA GUNA MENINGKATKAN KEMAMPUAN HASIL DIDIK DALAM RANGKA MENDUKUNG TUGAS TNI ANGKATAN UDARA

Teknologi Integrated Circuit (IC) : Menuju Airforce Industry

MENGENAL ALINFASLAT LANUD ISWAHJUDI & FULL MISSION SIMULATOR (FMS) F-16A

ANALISA RMS ERROR TERHADAP RATA RATA POSISI PADA PENUNJUKAN GPS UNTUK APLIKASI ALIGNMENT PESAWAT TEMPUR F-16 TNI-AU

BAB I PENDAHULUAN. Skadron Pendidikan 204 sebagai unsur pelaksana Lanud Sulaiman dan. berkedudukan langsung dibawah Komandan Lanud Sulaiman bertugas

Pemodelan dan Simulasi Sistem : Teori, Aplikasi dan Contoh Program dalam Bahasa C

DRAFT PROSEDUR TETAP MANAJEMEN PEMELIHARAAN SATUAN PEMELIHARAAN 15 (PTMP SATHAR 15) BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. simulasi mobil. Pada sistem simulator terdapat Instructur Station, yaitu bagian

Dasar-Dasar Pemodelan Sistem

IMT Custom Machine Company. KELOMPOK : Posman Simarmata, Rery Indra Kusuma, Magdalena, Cut Fitri Handayani, Rafika, Patricia Yusnita, Dhina Sandy

PEMECAHAN MASALAH DENGAN PENDEKATAN ENGINEERING

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK WAKTU-NYATA SIMULASI SISTEM PEMBANGKIT KENDALI ELEVATOR N PADA ENGINEERING FLIGHT SIMULATOR

IMPLEMENTASI SISTEM Reff : Modern Systems Analysis and Design Fourth Edition Jeffrey A. Hoffer Joey F. George Joseph S. Valacich

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA

Rute Menuju Best Practice. Catatan dari kegagalan implementasi ERP

Konversi Sistem Lama Ke Sistem Baru Oleh : SITI JAMILLAH

TUGAS INDIVIDU Sistem Informasi Manajemen PERBANDINGAN IMPLEMENTASI OUT SOURCING, INSOURCING DAN CO- SOURCING DAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI. PADA RAPAT KOORDINASI BIDANG KEPEGAWAIAN Yogyakarta, 29 April 2015

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tamb

EDWIN A. LINK Jr. : FATHER OF AIRCRAFT FLIGHT SIMULATOR

I. PENDAHULUAN. Pasar menjadi semakin luas dan peluang ada dimana-mana, namun sebaliknya

LAMPIRAN. Hasil wawancara. 1. Apakah proses manajemen logistik antara TNI AD, AU, AL sama, dan bagaimana. Purnawirawan TNI

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

Layanan Perangkat Keras Dasar untuk Konsumen

SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN ARSIP PADA BADAN PERPUSTAKAAN, ARSIP DAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI KABUPATEN BANDUNG. Asep Andi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut tersedianya

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAGAIMANA STRATEGI BERKEMBANG DI DALAM ORGANISASI? Oleh: Tri Widodo W. Utomo Pengantar Pembahasan mengenai hal ini berkisar sekitar dasar-dasar

PENYIMPANAN BAN PESAWAT DI GUDANG PESAWAT UDARA

MANAJEMEN LAYANAN SISTEM INFORMASI SERVIS STRATEGI & DESIGN 2KA30

Studi Tentang Kendala Teknologi Informasi di Indonesia. Hendra Gunawan, Ir. Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang

Ketidakwajaran dan Kemahalan Harga serta Kejanggalan Mekanisme Pembelian Sukhoi

OPTIMALISASI PEMBINAAN SUMBER DAYA MANUSIA TNI AU GUNA MENINGKATKAN PROFESIONALISME PRAJURIT DALAM RANGKA MENDUKUNG TUGAS TNI ANGKATAN UDARA

BAB 1 PENDAHULUAN. kesamaan pemahaman antara orang-orang yang terlibat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi politik yang telah berlangsung selama tiga belas tahun telah

INSOURCING, OUTSOURCING,

1.1 Latar belakang masalah

Bab IV Hasil Perhitungan, Analisis, dan Diskusi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jenis perpustakaan yang selalu berkaitan dengan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Hairul Azhar, 2014 kajian kapasitas terminal penumpang dan apron bandar udara h.as. hanandjoeddintanjungpandan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Implementasi Sistem dan Maintenace Sistem. Sistem Informasi Universitas Gunadarma 2012/2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. penjelasan-penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi yang ada,

ISU DALAM IMPLEMENTASI SISTEM

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Komando Operasi Angkatan Udara I atau Koopsau I sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam berbagai bidang seperti Edukasi, Training, Engineering, Testing,

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan secara profesional serta produktif. Konsep pengembangan

LAMPIRAN 1. Kuesioner Portfolio Domain Bisnis

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC)

Untung Subagyo, S.Kom

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini berupa studi

Kurikulum SMK 2004 SMK TI Airlangga Samarinda

TESTING DAN IMPLEMENTASI SISTEM IMPLEMENTASI SISTEM

Customer Relationship Management /CRM

1.1 Latar Belakang Masalah

TINGKAT KESIAPAN TEKNOLOGI

Dengan visi, misi dan tujuan tersebut, secara bertahap semua program studi di UNSURYA akan berbasis pada industri penerbangan.

(Sistem Informasi Manajemen / SIM) Dosen : POLITEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

PROSES KONVERSI SISTEM INFORMASI PADA PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN DAN KESUKSESAN PENERAPAN DARI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DI PERUSAHAAN

KOMPONEN DAN AKTIVITAS SISTEM INFORMASI

Jaminan Terbatas Global dan Dukungan Teknis

Transkripsi:

MEMPERTAHANKAN OPERATIONAL READINESS FLIGHT SIMULATOR TNI AU : SUATU IDE PEMBENTUKAN ORGANISASI PEMELIHARAAN FLIGHT SIMULATOR TNI AU Oleh : Mayor Lek Ir. Arwin D.W. Sumari, FSI, FSME, VDBM, SA 1 Dalam naskah Memikirkan Masa Depan Flight Simulator TNI AU yang diterbitkan dalam ANGKASA CENDEKIA" Edisi 10 tanggal 29 Juli 2003 lalu, penulis telah menyampaikan beberapa ide agar nasib flight simulator modern yang saat ini dimiliki oleh TNI AU tidak hanya menjadi barang pajangan saja. Dari aspek pemeliharaan, telah disinggung mengenai reverse engineering yang seyogyanya dapat menjadi pendorong pelaksana pemeliharaan di lapangan untuk tetap mempertahankan kesiapan operasi simulator. Dari pengalaman penulis menangani Full Mission Simulator F-16A Faslat Wing 3 Lanud Iswahjudi, ditemukan bahwa menangani pesawat tiruan jauh lebih rumit dibandingkan dengan menangani pesawat yang sesungguhnya. Mengapa demikian? Karena yang dihadapi adalah peralatan-peralatan yang dikendalikan oleh makhluk tak kasat mata bernama computer software (perangkat lunak komputer). Kerusakan pada suatu peralatan tertentu dapat disebabkan oleh 2 (dua) sumber, peralatan tersebut (hardware) atau penggerak (driver) peralatan tersebut (software). Menghadapi permasalahan hardware tidak sulit, cukup plug and play, system test dan simulator siap dioperasikan kembali kecuali pada kasus khusus seperti visual system yang sangat kompleks. Hal yang sebaliknya akan terjadi bila yang dihadapi adalah permasalahan software, jangan harap bisa tidur dengan nyenyak sebelum akar permasalahan ditemukan. Walaupun setiap simulator telah dilengkapi dengan software tool, hal ini tidak selalu menjamin karena ternyata banyak hal-hal yang disembunyikan oleh pabrik pembuatnya. Terkait kondisi tersebut, dalam naskah ini penulis menyampaikan ide betapa pentingnya organisasi pemeliharaan simulator sehingga TNI AU harus selalu tergantung pada luar negeri meski embargo diberlakukan. 1 Kepala Fasilitas Latihan Wing 3 Tempur Lanud Iswahjudi.

Organisasi Pemeliharaan Simulator Konsep organisasi pemeliharaan yang menangani kerusakan tingkat sedang dan berat simulator-simulator TNI AU ini belum begitu mendalam karena masih banyak variabel yang belum penulis ketahui untuk dimasukkan sebagai bahan pertimbangan. Ide ini muncul saat penulis mendapat kendala melakukan perbaikan level komponen pada salah satu peralatan unserviceable di Full Mission Simulator F-16A. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan adalah : a. Teknologi. Teknologi yang diaplikasikan pada simulator berbeda dengan teknologi yang diaplikasikan pada peralatan elektronika lainnya yang dimiliki oleh TNI AU baik peralatan Avionik, Radar maupun Komalbanav. Simulator 100% berbasis komputer dengan simulation software sebagai tokoh kunci keberhasilan operasi simulator. Simulator adalah integrasi peralatan avionik, komunikasi dan navigasi yang disimulasikan ke dalam bentuk software sehingga kompleksitas satu unit simulator melebihi peralatan-peralatan aslinya. Oleh karena itu sangatlah wajar bila harga simulated system maupun system komputernya mencapai dua bahkan tiga kali lipat peralatan aslinya. Sebagai contoh satu unit hard disk SCSI Development Workstation atau Head Up Display Computer dengan kapasitas 4 GByte dapat berharga $ 4.000 atau Rp. 38.000.000,- (kurs $ 1 = Rp. 9.500,-), bandingkan dengan hard disk Personel Computer (PC) dengan kapasitas 40 GByte dengan harga di bawah Rp. 5.000.000,-. Dengan pertimbangan kompleksitas sistem yang tidak dapat ditangani secara parsial dan mahalnya harga suku cadang simulator sudah selayaknya TNI AU mempunyai satu organisasi pemeliharaan simulator setingkat Depo Pemeliharaan (Depohar) atau minimal setingkat Satuan Pemeliharaan (Sathar) seperti komoditi Avionik, Komalbanav dan Radar. Satu-satunya Depo Pemeliharaan Elektronika yang pernah mempunyai bengkel Kompsimleksus adalah Depohar 40 Sulaiman, namun sayangnya kemampuan ini tidak dikembangkan sehingga mati prematur tanpa pernah sekalipun menangani pemeliharaan atau melaksanakan perbaikan simulator-simulator modern yang dimiliki TNI AU. b. Tipe Simulator. Hingga tahun 2004 ini TNI AU telah mempunyai 3 (tiga) simulator pesawat terbang modern yang didisposisi di Lanud Halim Perdanakusuma, Lanud Iswahjudi dan Lanud Pekanbaru dengan karakteristiknya masing-masing yang berbeda. Walaupun pada dasarnya semua simulator tersebut mempunyai filosofi yang sama, namun penterjemahan ke bentuk simulatornya tidak sama satu dengan yang lainnya karena karakteristik pesawat yang disimulasikannya dan support system yang diperlukan. Di samping itu personel yang menangani satu tipe simulator tidak semudah itu berpindah menangani tipe lainnya seperti halnya di pesawat terbang sehingga seyogyanya ada tiga satuan pemeliharaan simulator sesuai dengan tipe simulatornya. Satuan pemeliharaan ini akan bertambah bila memperhitungkan adanya Air Defense Simulation System (ADSS) Pusdikhanudnas, Surabaya dan Simulator Flightmatic serta Frasca di Skadik 104 Lanud Adisutjipto, Yogyakarta.

c. Personel. Hal ini ada kaitannya dengan karir profesional di komoditi simulator yang memerlukan pengakuan dari pimpinan TNI AU khususnya Diskomlekau agar tidak merasa di- anak tiri -kan di dalam pembinaan karir para personelnya. Pembinaan karir akan berpengaruh besar pada etos kerja dan peningkatan kemampuan profesi di lapangan yang pada akhirnya berujung pada produktivitas satuan dari segi operasi maupun pemeliharaan. Saat ini karir tertinggi personel simulator di satuan operasi adalah Kepala Fasilitas Latihan (Ka Faslat) dengan jabatan Letnan Kolonel. Dalam aplikasinya masih ada jabatan yang diisi oleh personel yang tidak meniti karir sebagai awak simulator dan tidak mempunyai kualifikasi simulator sehingga kinerja Faslat rendah. Beberapa Perwira simulator berasal dari Skadron Avionik 01 Lanud Halim Perdanakusuma dan Skadron Avionik 02 Lanud Iswahjudi sebelum dilebur menjadi Depo Pemeliharaan 20 Iswahjudi sehingga (mungkin) saja dapat kembali ke Depohar 20. Namun bila kembali lagi ke Depohar 20 dikhawatirkan akan mengganggu kaderisasi yang telah dilakukan di sana. Oleh karena itu dengan adanya organisasi pemeliharaan simulator diharapkan dapat menjadi jembatan kompetisi pada karir yang lebih tinggi. Dengan demikian dapat dilakukan rotasi personel simulator secara berkala dari satuan operasi ke organisasi pemeliharaan dan sebaliknya sehingga komunikasi antara pelaksana operasi dengan pembina profesi korps elektronika di lapangan tetap terjalin dengan baik. Dari tinjauan sederhana ketiga variabel di atas ada 2 (dua) alternatif organisasi pemeliharaan simulator yang dapat dibentuk di TNI AU yakni : a. Mengembangkan yang sudah ada. Ada 2 (dua) alternatif yang dapat dipilih dan tentunya akan dipilih yang terbaik. Kedua alternatif ini akan ditinjau dari 3 (tiga) perspektif yaitu sistem, personel dan lokasi. 1) Membentuk Satuan Pemeliharaan 24 a) Sistem. Berdasarkan arahan dari Kadiskomlekau pada saat menerima Pasis Sekkau LXXIII pada tahun 2003 lalu ditegaskan bahwa Simulator dimasukkan ke dalam komoditi Avionik karena kedekatan sistem yang digunakan. Ditinjau dari kesisteman sebagian besar peralatan yang diinstalasi di dalam cockpit simulator dalam bentuk hardware adalah peralatan avionik. b) Personel. Sebagian besar personel, khususnya Perwira, yang menangangi simulator di awal pengadaannya berasal dari Skadron Avionik 01 Lanud Iswahjudi dan Skadron Avionik 02 Lanud Halim Perdanakusuma (Depo Pemeliharaan 20).

Bersamaan dengan berjalannya waktu beberapa personel dari Depo Pemeliharaan 40 juga memperkuat Faslat khususnya Faslat Wing -3 Lanud Iswahjudi. c) Lokasi. Depo Pemeliharaan 20 khususnya Satuan Pemeliharaan 22 berada di satu area dengan Simulator F-16A Faslat Wing 3 sehingga sangat membantu dalam kegiatan pemeliharaannya. Bantuan tidak hanya dalam bentuk peminjaman peralatan tester namun juga supervisi dari teknisi senior dalam kegiatan perbaikan peralatan simulator. Untuk bantuan pemeliharaan Simulator C- 130H Faslat Wing 1 Lanud Halim Perdanakusuma diperoleh dari Satuan Pemeliharaan 23 yang menangani peralatan avionik pesawat-pesawat angkut. Untuk pemeliharaan Simulator Hawk Mk-209 Lanud Pekambaru dapat dilakukan dengan bantuan Bantuan Pemeliharaan Lapangan (Banharlap) Satuan Pemeliharaan 24. Gambar 1. Konsep Struktur Organisasi Depo Pemeliharaan 20 dengan tambahan Satuan Pemeliharaan 24. 2) Menghidupkan kembali Satuan Pemeliharaan Kompsimleksus Depo Pemeliharaan 40 a) Sistem. Walaupun ada peralatan komunikasi yang digunakan di simulator namun peralatan tersebut bukan komoditi Komalbanav. Communication System di Simulator F-16A digunakan untuk komunikasi antara operator dengan penerbang di cockpit dan alat pembangkit simulasi suara (sound generation system). b) Personel. Belum ada personel Depo Pemeliharaan 40, khususnya Perwira, yang pernah menangani pemeliharaan simulator-simulator modern TNI AU.

Sejauh ini baru 5 (lima) personel Bintara ex Depo Pemeliharaan 40 yang memperkuat Simulator F-16A (4 personel) dan Simulator Hawk Mk-209 (1 personel). c) Lokasi. Lokasi Depo Pemeliharaan 40 kurang menguntungkan untuk melaksanakan pemeliharaan simulator. Kecepatan pemeliharaan dan penghematan biaya operasional menjadi isu utama karena jarak akan memberi pengaruh signifikan pada kesiapan operasi simulator. Gambar 2. Konsep Struktur Organisasi Depo Pemeliharaan 40 dengan tambahan Satuan Pemeliharaan Simulator. b. Membentuk Depo Pemeliharaan baru. Opsi ini adalah pilihan terakhir bila pengembangan Depo Pemeliharaan yang telah ada dipandang atau diprediksi tidak mampu menerima beban pemeliharaan tingkat sedang dan berat simulator-simulator yang dimiliki TNI AU saat ini dan mungkin di masa mendatang. Pembentukan depo baru pasti membutuhkan daya upaya yang tidak kecil sehingga perlu dipertimbangkan lebih matang. Namun toh seandainya memang harus dilakukan, penulis akan menyampaikan beberapa konsep Depo Pemeliharaan Simulator berdasarkan kekuatan simulator TNI AU yang ada saat ini. 1) Depo Pemeliharaan 80 yang terdiri dari 4 Satuan Pemeliharaan Simulator dan 1 Satuan Pemeliharaan Software. Konsep ini diajukan karena peralatan simulator memerlukan perlakuan khusus yang jauh berbeda dengan peralatan di pesawat terbang sehingga perlu dibentuk depo baru yang khusus menangani pemeliharaan simulator yakni Depo Pemeliharaan 80. Depohar 80 yang diperlihatkan pada gambar 3 mengacu pada kekuatan simulator TNI AU yang ada saat ini. Sathar-sathar yang berada di bawahnya adalah :

a) Satuan Pemeliharaan 81 untuk Full Mission Simulator F-16A. b) Satuan Pemeliharaan 82 untuk Simulator Hawk Mk-209. c) Satuan Pemeliharaan 83 untuk Full Flight Simulator C-130H. d) Satuan Pemeliharaan 84 untuk Link Trainer Frasca dan Flightmatic. e) Satuan Pemeliharaan 85 untuk Simulation Software Maintenance and Development. Gambar 3. Konsep Struktur Organisasi Depo Pemeliharaan 80. 2) Depo Pemeliharaan 80 yang terdiri dari 4 Satuan Pemeliharaan Simulator dan 1 Satuan Pemeliharaan Software. Konsep ini dapat digunakan di masa depan bila lima Sathar di Depohar 80 pada alternatif di atas dianggap terlalu spesifik simulator tertentu dan bila TNI AU berkeinginan memiliki Simulator Helikopter seperti Super Puma atau Colibri. Dengan mengumpulkan simulator sejenis maka sathar-sathar yang berada di bawah Depohar 80 ini menjadi sebagai berikut : a) Satuan Pemeliharaan 81 untuk Simulator Pesawat Tempur b) Satuan Pemeliharaan 82 untuk Simulator Pesawat Angkut. c) Satuan Pemeliharaan 83 untuk Simulator Helikopter. d) Satuan Pemeliharaan 84 untuk Link Trainer Frasca dan Fligthmatic.

e) Satuan Pemeliharaan 85 untuk Simulation Software Maintenance and Production Gambar 4. Konsep Struktur Organisasi Depo Pemeliharaan 80 masa depan. Dengan adanya Organisasi Pemeliharaan Simulator ini diharapkan semua kendala yang saat ini dihadapi oleh TNI AU dalam melaksanakan pemeliharaan simulator-simulator modern dapat diminimisasi dengan tetap memperhatikan pembinaan karir bagi para personel simulator-simulator modern tersebut. Berkaitan dengan pembentukan atau pengembangan Organisasi Pemeliharaan Simulator untuk menangani pemeliharaan tingkat sedang dan berat simulator-simulator TNI AU, hal-hal berikut harus dicermati dan diantisipasi agar pembentukan atau pengembangan yang direncanakan tidak sia-sia yakni : a. Personel. Sumber daya manusia adalah elemen utama keberhasilan pelaksanaaan tugas-tugas pemeliharaan simulator-simulator TNI AU namun berdasarkan fakta di lapangan personel kualifikasi simulator tidak banyak jumlahnya sehingga perlu direncanakan dengan matang mengenai penyediaan dan pemenuhannya. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara paralel dengan rencana pembinaan kemampuan profesinya agar profesional di dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Mengingat waktu yang diperlukan untuk menyerap ilmu dan teknologi simulator ini cukup lama, maka personel-personel pemeliharaan simulator khususnya Perwira harus siap untuk berdinas cukup lama di satuan pemeliharaan simulator tersebut. b. Fasilitas Pemeliharaan. Pembentukan atau pengembangan Organisasi Pemeliharaan Simulator untuk menangani pemeliharaan tingkat sedang dan berat harus diikuti dengan dukungan fasilitas pemeliharaan yang tepat guna sesuai dengan teknologi yang diaplikasikan pada simulator-simulator TNI AU terutama test bench dan tester. Pengadaan peralatan

pemeliharaan memerlukan investasi awal yang cukup besar namun akan memberikan keuntungan yang tidak sedikit di masa depan dan ini juga merupakan resiko yang harus dterima karena membeli dan memiliki peralatan elektronika berbasis teknologi tinggi. c. Fasilitas Maintenance dan Development. Fasilitas ini berkaitan dengan software yang merupakan inti dari suatu simulator. Memelihara software tidak semudah memelihara hardware karena sifatnya yang tidak kasat mata sehingga diperlukan imajinasi untuk membayangkannya. Beberapa kasus yang terjadi di simulator saat ini adalah adanya kegagalan software dalam melaksanakan tugasnya sehingga menyebabkan keseluruhan sistem tidak dapat dioperasikan. Daripada pemeliharaan software dikerjakan oleh pihak ketiga, alangkah baiknya bila kegiatan ini dikerjakan oleh personel-personel satuan pemeliharaan karena akan lebih menguntungkan dan dapat meminimalkan anggaran pemeliharaan yang dibebankan. Kegiatan software development akan sangat diperlukan ketika harus menyesuaikan dengan perkembangan sistem pesawat terbang yang baru sehingga diperlukan modifikasi atau pembuatan software baru untuk melengkapi simulation software yang telah ada. Penulis mempunyai keyakinan bahwa kegiatan reverse engineering akan banyak dilakukan di bidang software ini. Penutup Ide akan tetap menjadi ide bila tidak diaplikasikan. Ide dapat muncul tiba-tiba sekejap mata dan dapat melalui proses pemikiran dan analisa yang cukup lama dan mendalam. Namun tanpa ide tidak akan muncul konsep dan tanpa konsep tidak akan ada pengembangan dan kemajuan organisasi. Mengingat waktu akan terus melaju tanpa henti dan usia simulator semakin tua sehingga semakin tidak mudah penanganannya seyogyanya dapat menjadi pertimbangan decision maker TNI AU apakah kita masih memerlukan simulator atau tidak. Suatu ironi peralatan yang dibeli sangat mahal harus unserviceable karena kekurang cepatan penanganan pemeliharaannya. Pembentukan Organisasi Pemeliharaan Simulator minimal setingkat Satuan Pemeliharaan sedikit banyak akan memberikan kontribusi pada Operational Readiness Flight Simulator TNI AU saat ini dan mendatang. We can only just wait.. and wait

DAFTAR PUSTAKA Mabes TNI AU, Doktrin TNI Angkatan Udara Swa Bhuwana Paksa, 2000, Surat Keputusan KASAU No. : KEP/24/X/2000,17 Oktober, Mabes TNI AU, Jakarta. Mabes TNI AU, Buku Petunjuk Dasar TNI Angkatan Udara, 2000, Surat Keputusan KASAU No. : KEP/25/X/2000, 17 Oktober, Mabes TNI AU, Jakarta. Mabes TNI AU, Program Pengadaan Full Mission Simulator F-16A, 1995, Kontrak No. : 006/KE/VII/AU/1995, 5 Juli, Mabes TNI AU, Jakarta. Mabes TNI AU, Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur (POP) Wing Pangkalan Udara (Wing), 1999, Surat Keputusan KASAU No. : KEP/6/III/1999, 16 Maret, Mabes TNI AU, Jakarta. Nemeth, Evi, Snyder, Garth, Seebass, Scott and Hein, Trent R., UNIX System Administration Handbook 2 nd Edition, 1995, Prentice-Hall Inc., USA. Rugaber, Spencer, Therry Shikano and R.E. Kurt Stirewalt, Adequate Reverse Engineering, [Online] pada http://www.cc.gatech.edu/are.pdf, download 13 April 2003.