I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah estetika yang berpengaruh terhadap penampilan dan menimbulkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika gigi (Ferreira dkk., 2011). Salah satu perawatan yang diminati masyarakat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasien untuk mencari perawatan (Walton dan Torabinejad, 2008).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. suatu infeksi ulang (Namrata dkk., 2011). Invasi mikroorganisme terjadi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melindungi jaringan periodontal dan fungsi estetik. Gigi yang mengalami karies,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pergaulan, pasien menginginkan restorasi gigi yang warnanya sangat mendekati

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

Anna Julianti, dkk. : Perbedaan Kebocoran Mikro Semen Ionomer ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang

3 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis,

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penampilan gigi berpengaruh dalam interaksi sosial manusia karena

BAB I PENDAHULUAN. ultrasonik digunakan sebagai dasar ultrasonic scaler (Newman dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. tambahan dengan menggunakan sistem pasak dan inti untuk retorasi akhirnya. Pasak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi pengunyahan, meningkatkan pengucapan dan memperbaiki estetika

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

BAB I PENDAHULUAN. senyawa kimia yang bermanfaat seperti asam amino (triptofan dan lisin),

LAMPIRAN 1. Alur Pikir

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angka pencabutan gigi di Indonesia terutama di daerah pedesaan masih cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang perbedaan kekuatan geser self adhesive semen

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai

bioaktif sehingga akan terjadi remineralisasi. Ini berarti bahwa prinsip GV black extention

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karies dini, tersedia dalam bentuk bahan resin maupun glass ionomer cement dan

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. modifikasi polyacid), kompomer, giomer (komposit modifikasi glass filler),

BAB I PENDAHULUAN. warna gigi baik karena faktor intrinsik ataupun ekstrinsik dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sisa makanan atau plak yang menempel pada gigi. Hal ini menyebabkan sebagian

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemutihan gigi adalah prosedur yang telah digunakan pada bidang kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin banyak dilakukan seiring dengan perkembangan perawatan gigi masyarakat yang saat ini lebih mengarah pada bidang estetik. Menurut Watts & Addy (2011) pemutihan gigi merupakan perawatan konservatif karena tidak menghilangkan struktur gigi, dan alternatif paling ekonomis untuk memperbaiki penampilan gigi yang mengalami pewarnaan. Oleh sebab itu penelitian-penelitian yang berkaitan dengan keamanan prosedur, segi estetik hasil akhir, dan penggunaan metode yang dapat meningkatkan reaksi kimia dari bahan pemutih gigi selalu ditingkatkan. Pertimbangan utama dari penelitian yang dilakukan selama ini berhubungan dengan pertimbangan keamanan, mengingat bahan pemutihan gigi yang memiliki sifat kaustik (Atkinson, 1893 sit Florez, dkk., 2011). Pemutihan gigi dapat dilakukan secara ekstra koronal pada gigi vital, intra koronal pada gigi non vital (Grossman, 1995). Terdapat 2 teknik pada pemutihan gigi secara intra koronal, yaitu walking-bleach dan termokatalitik. Teknik termokatalitik memiliki kelemahan, yaitu dalam hal keamanan dan kenyamanan pasien serta resiko terjadinya resorpsi eksternal yang besar. Penggunaan panas pada teknik ini dapat menghasilkan ion hidroksil yang sangat reaktif dan telah diteliti dapat menyebabkan degenerasi komponen jaringan ikat selain itu adanya 1

2 panas dapat menyebabkan pelebaran tubuli dentinalis sehingga memudahkan terjadinya difusi bahan pemutih gigi ke jaringan periodontal (Baratieri, dkk., 1995 cit Fearon, 2009). Teknik walking bleachdianggap lebih aman dibandingkan dengan teknik intra koronal termokatalitik (Zimmerli dkk., 2009) Pada teknik walking bleach, bahan pemutih gigi diletakkan dalam kamar pulpa, ditutup dan 3-7 hari kemudian dilakukan kontrol. Pada teknik ini diperlukan aplikasi cervical barrier. Pada perawatan saluran akar tanpa proses pemutihan gigi, cervical barrier diperlukan untuk mencegah masuknya cairan maupun bakteri dari mulut ke dalam saluran akar. Pada perawatan pemutihan gigi, selain fungsi di atas, cervical barrier juga diperlukan untuk mencegah terjadinya difusi bahan pemutih gigi ke jaringan periodontal melewati tubuli dentin ataupun saluran akar (Baratieri dkk., 1995) Menurut Plotino (2009) bahan restorasi yang dapat digunakan sebagai cervical barrier adalah semen ionomer kaca (SIK), intermediate restorative material (IRM), hydraulic filling materials (cavit, caltosol), resin komposit, semen seng oksid, dan semen seng fosfat. Attin, dkk. (2003) menuliskan penggunaan SIK dan resin komposit sebagai cervical barrier. Belum banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui bahan terbaik yang dapat digunakan sebagai cervical barrierdalam proses pemutihan gigi teknik walking bleach. Penggunaan SIK sebagai bahan cervical barrier pasca perawatan saluran akar telah diteliti dan berfungsi baik. (Yamauchi, 2006; Barthel, 1999; Rotstein dkk., 1992). SIK terdiri dari asam polikarboksilat dan fluoroaluminosilicate glass, bahan tersebut memiliki kelebihan yaitu kemampuannya berikatan dengan

3 struktur gigi secara kimiawi, dapat melepaskan fluor, dan memiliki koefisien ekspansi yang sama dengan gigi (11-14 ppm/ C) tetapi bahan tersebut memiliki kelemahan yaitu working time yang cepat tetapi memiliki setting time lambat dan sifat kelarutannya tinggi pada awal pengerasan (Puckett dkk., 2001). Kondisi tersebut merupakan kelemahan SIK sebagai cervical barrier mengingat bahan pemutih gigi harus diaplikasikan langsung tanpa menunggu adanya jeda waktu. Sherwood dkk. (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa kebocoran mikro pada SIK sebagai cervical barrier dengan ketebalan 4 mm dan 6 mm lebih kecil dibanding dengan ketebalan 2 mm. Penurunan kebocoran mikro ini berhubungan langsung dengan ketebalan bahan karena semakin tebal bahan semakin sulit bahan pemutih gigi melakukan penetrasi, dapat menetralisir suasana asam yang disebabkan oleh bahan pemutih (sifat buffering dari SIK), dan semakin tebal bahan semakin besar daerah permukaan untuk adhesi. Ketebalan minimum dari SIK sebagai cervical barrier adalah 4 mm. Mekanisme pelekatan SIK berdasarkan pada terbentuknya ikatan antara karboksil grup dari poliakrilat dengan ion Ca dari hidroksiapatit pada permukaan gigi. Kekuatan pelekatan pada interaksi kimiawi tersebut lebih lemah jika dibandingkan dengan kekuatan pelekatan dari sistem resin adhesif ke gigi. Semen ionomer kaca modifikasi resin (IKMR) merupakan pengembangan dari SIK konvensional dengan penambahan resin komposit sinar tampak. Penambahan komponen resin pada SIK yang dapat diaktivasi oleh sinar meningkatkan sifat fisik dari IKMR, kekuatan menjadi lebih baik, tidak mudah larut, tidak sensitif terhadap kelembaban, ikatan ke gigi semakin baik dengan adanya retensi mekanis

4 dari resin. Polyacid-modified resin (kompomer) juga merupakan bahan gabungan dari SIK dan komposit dan memiliki kelebihan sifat dari kedua bahan tersebut yaitu, melepas fluoride, adhesi ke struktur gigi melalui resin adhesif, dan bersifat biokompatibel (Hewlett & Mount, 2003). Penggunaan IKMR sebagai cervicalbarrier lebih baik dibandingkan dengan SIK (Zimmerli dkk., 2010). IKMR dan kompomer memiliki sifat fisik dan mekanik yang merupakan peningkatan dan perbaikan dari SIK, maka diharapkan IKMR dan kompomer dapat berfungsi lebih baik sebagai cervical barrier. Belum ada penelitian yang membandingkan fungsi IKMR dan kompomer sebagai cervicalbarrier pada teknik walking bleach. Bahan IKMR memiliki adhesi yang baik dengan permukaan gigi karena adanya pertukaran ion antara bahan dengan email dan gigi. Bahan ini mempunyai ikatan kimiawi terhadap dentin dan email karena terjadi perlekatan gugus karboksil dengan kalsium fosfat gigi (Chinelatti, 2004). Kandungan HEMA pada IKMR akan menghasilkan pelekatan yang lebih kuat karena mempunyai afinitas atau daya gabung antara dentin dan bahan (Hinoura dkk., 1991). HEMA dapat membantu meningkatkan pelekatan karena mampu berpenetrasi masuk ke dalam tubuli membentuk tags (Merbeek, 2001). Pelekatan yang baik dapat mengurangi terjadinya kebocoran mikro. Menurut Hewlet & Mount (2003) secara umum kompomer terdiri dari komponen matriks dan bahan pengisi. Kompomer dominan dengan komponen resin sehingga kemungkinan terjadi pengerutan akibat polimerisasi lebih besar dibanding dengan IKMR, besarnya pengerutan akan berdampak pada besarnya

5 kebocoran mikro. Semakin besar pengerutan akibat polimerisasi, semakin besar pula celah yang terbentuk antara bahan restorasi dan permukaan jaringan gigi, sehingga kebocoran mikro juga semakin tinggi. Pada penelitian Emamieh dkk (2011) ditemukan bahwa IKMR menunjukkan ekspansi higroskopis yang lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan kompomer. Adanya kemampuan ekspansi higroskopis yang besar menyebabkan kebocoran mikro IKMR semakin kecil. Bahan pemutih gigi yang pertama digunakan dalam teknik walking bleach adalah sodium perborat yang dicampur dengan air, kemudian dimodifikasi menggunakan campuran sodium perborat dengan hidrogen peroksida 30% atau 35%, dan selanjutnya mulai digunakan hidrogen peroksida 35% sebagai bahan tunggal. Hidrogen peroksida sebagai bahan aktif dalam pemutihan gigi dapat menghasilkan radikal bebas yang akan memecah molekul pigmen organik yang komplek menjadi lebih sederhana sehingga lebih menyerap sinar (Fearon, 2009). Bahan pemutih juga mempengaruhi sifat fisik dan kimiawi dari IKMR dan kompomer karena memiliki sifat asam dengan ph rendah, memiliki kemampuan melepaskan radikal bebas dan dapat terurai menjadi air yang akan menyebabkan efek hidrolisis terhadap bahan restorasi (Taher, 2005). Ada kemungkinan semakin banyak pengulangan aplikasi bahan pemutih gigi menyebabkan semakin besarnya perubahan terhadap sifat fisik dan kimia dari bahan restorasi. Menurut Canoglu dkk. (2012) kemampuan material berfungsi sebagai barrierpada proses pemutihan gigi akan tergantung pada ketahanannya terhadap bahan pemutih gigi. El-Murr dkk. (2011) menuliskan bahwa hidrogen peroksida

6 dapat mengubah kondisi fisik bahan restorasi seperti terjadi perubahan warna, kekasaran permukaan, dan terlepasnya ion dari bahan restorasi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui efek dari bahan pemutih gigi pada IKMR dan kompomer. Lii dkk. (2009) menemukan bahwa terlihat ada kelarutan tipis pada IKMR akibat pemutihan gigi ekstra koronal. Taher (2011) menemukan penurunan kekuatan permukaan IKMR setelah dilakukan pemutihan gigi ekstra koronal dengan hidrogen peroksida 30%, sedangkan pada kompomer proses pemutihan gigi ekstra koronal menyebabkan terjadi kekasaran permukaan yang secara klinis sangat signifikan, dan dengan pemeriksaan SEM terlihat adanya retakan (Yu, dkk., 2009). Rosentrit (2005) menemukan bahwa kompomer mengalami penurunan kekerasan akibat kontak dengan bahan pemutih gigi pada proses pemutihan gigi ekstra koronal. Menurut Baraoudi dkk.(2013) hidrogen peroksida dapat menyebabkan terlepasnya ion fluor dari bahan restorasi semen ionomer, adanya fluor yang terlepas dapat menyebabkan efek remineralisasi pada dentin. Belum ada penelitian mengenai perbedaan kebocoran mikro setelah dilakukan aplikasi hidrogen peroksida 35% pada IKMR dan kompomer sebagai bahan cervical barrier pada teknik walking bleach. Dari sifat fisik awal seperti yang telah dijelaskan di atas IKMR memiliki tingkat kebocoran mikro yang rendah dan adaptasi IKMR terhadap hidrogen peroksida 35% lebih baik dibandingkan dengan kompomer karena kemampuannya sebagai buffering lebih baik dan lebih tahan erosi pada kondisi ph rendah.

7 B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut maka timbul permasalahan: 1. Apakah terdapat perbedaan kebocoran mikro IKMR dan kompomer sebagai cervical barrier pada perawatan walking bleach dengan hidrogen peroksida 35%. 2. Apakah terdapat perbedaan kebocoran mikro antara pengulangan pemutihan gigi dengan teknik walking bleach menggunakan hidrogen peroksida 35% setelah satu kali tindakan dan tiga kali. 3. Apakah ada korelasi antara bahan cervical barrier dengan perlakuan pengulangan pemutihan gigi. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1. Apakah terdapat perbedaan kebocoran mikro IKMR dan kompomer sebagai cervical barrier pada perawatan walking bleach dengan hidrogen peroksida 35%. 2. Apakah terdapat perbedaan kebocoran mikro antara pengulangan pemutihan gigi dengan teknik walking bleach menggunakan hidrogen peroksida 35% setelah satu kali tindakan dan tiga kali. 3. Apakah ada korelasi antara bahan cervical barrier dengan perlakuan pengulangan pemutihan gigi.

8 D. Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menguji perbedaan kebocoran mikro IKMR dan kompomer sebagai cervical barrier pada teknik walking bleach dengan hidrogen peroksida 35%. Pada penelitian sebelumnya, Conoglu (2012) meneliti pengaruh bahan pemutihan gigi intra koronal pada kebocoran mikro tiga bahan, yaitu ProProot-MTA, SIK, dan resin komposit hibrid sebagai cervical barrier dengan ketebalan bahan 3 mm, setelah dilakukan tiga kali pemutihan gigi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penggunaan jenis bahan dan ketebalan bahan. Pada penelitian ini menggunakan bahan IKMR dan kompomer sebagai cervical barrier dengan ketebalan bahan 4 mm. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah di bidang kedokteran gigi dan sebagai pertimbangan bagi operator dalam memilih material cervical barrieryang ideal pada gigi yang akan dilakukan pemutihan gigimenggunakan teknik walking bleach agar mendapatkan perlindungan yang optimal sehingga tahan terhadap kebocoran mikro yang dapat mengakibatkan inflamasi jaringan periodontal dan resorbsi eksternal.