I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemutihan gigi adalah prosedur yang telah digunakan pada bidang kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin banyak dilakukan seiring dengan perkembangan perawatan gigi masyarakat yang saat ini lebih mengarah pada bidang estetik. Menurut Watts & Addy (2011) pemutihan gigi merupakan perawatan konservatif karena tidak menghilangkan struktur gigi, dan alternatif paling ekonomis untuk memperbaiki penampilan gigi yang mengalami pewarnaan. Oleh sebab itu penelitian-penelitian yang berkaitan dengan keamanan prosedur, segi estetik hasil akhir, dan penggunaan metode yang dapat meningkatkan reaksi kimia dari bahan pemutih gigi selalu ditingkatkan. Pertimbangan utama dari penelitian yang dilakukan selama ini berhubungan dengan pertimbangan keamanan, mengingat bahan pemutihan gigi yang memiliki sifat kaustik (Atkinson, 1893 sit Florez, dkk., 2011). Pemutihan gigi dapat dilakukan secara ekstra koronal pada gigi vital, intra koronal pada gigi non vital (Grossman, 1995). Terdapat 2 teknik pada pemutihan gigi secara intra koronal, yaitu walking-bleach dan termokatalitik. Teknik termokatalitik memiliki kelemahan, yaitu dalam hal keamanan dan kenyamanan pasien serta resiko terjadinya resorpsi eksternal yang besar. Penggunaan panas pada teknik ini dapat menghasilkan ion hidroksil yang sangat reaktif dan telah diteliti dapat menyebabkan degenerasi komponen jaringan ikat selain itu adanya 1
2 panas dapat menyebabkan pelebaran tubuli dentinalis sehingga memudahkan terjadinya difusi bahan pemutih gigi ke jaringan periodontal (Baratieri, dkk., 1995 cit Fearon, 2009). Teknik walking bleachdianggap lebih aman dibandingkan dengan teknik intra koronal termokatalitik (Zimmerli dkk., 2009) Pada teknik walking bleach, bahan pemutih gigi diletakkan dalam kamar pulpa, ditutup dan 3-7 hari kemudian dilakukan kontrol. Pada teknik ini diperlukan aplikasi cervical barrier. Pada perawatan saluran akar tanpa proses pemutihan gigi, cervical barrier diperlukan untuk mencegah masuknya cairan maupun bakteri dari mulut ke dalam saluran akar. Pada perawatan pemutihan gigi, selain fungsi di atas, cervical barrier juga diperlukan untuk mencegah terjadinya difusi bahan pemutih gigi ke jaringan periodontal melewati tubuli dentin ataupun saluran akar (Baratieri dkk., 1995) Menurut Plotino (2009) bahan restorasi yang dapat digunakan sebagai cervical barrier adalah semen ionomer kaca (SIK), intermediate restorative material (IRM), hydraulic filling materials (cavit, caltosol), resin komposit, semen seng oksid, dan semen seng fosfat. Attin, dkk. (2003) menuliskan penggunaan SIK dan resin komposit sebagai cervical barrier. Belum banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui bahan terbaik yang dapat digunakan sebagai cervical barrierdalam proses pemutihan gigi teknik walking bleach. Penggunaan SIK sebagai bahan cervical barrier pasca perawatan saluran akar telah diteliti dan berfungsi baik. (Yamauchi, 2006; Barthel, 1999; Rotstein dkk., 1992). SIK terdiri dari asam polikarboksilat dan fluoroaluminosilicate glass, bahan tersebut memiliki kelebihan yaitu kemampuannya berikatan dengan
3 struktur gigi secara kimiawi, dapat melepaskan fluor, dan memiliki koefisien ekspansi yang sama dengan gigi (11-14 ppm/ C) tetapi bahan tersebut memiliki kelemahan yaitu working time yang cepat tetapi memiliki setting time lambat dan sifat kelarutannya tinggi pada awal pengerasan (Puckett dkk., 2001). Kondisi tersebut merupakan kelemahan SIK sebagai cervical barrier mengingat bahan pemutih gigi harus diaplikasikan langsung tanpa menunggu adanya jeda waktu. Sherwood dkk. (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa kebocoran mikro pada SIK sebagai cervical barrier dengan ketebalan 4 mm dan 6 mm lebih kecil dibanding dengan ketebalan 2 mm. Penurunan kebocoran mikro ini berhubungan langsung dengan ketebalan bahan karena semakin tebal bahan semakin sulit bahan pemutih gigi melakukan penetrasi, dapat menetralisir suasana asam yang disebabkan oleh bahan pemutih (sifat buffering dari SIK), dan semakin tebal bahan semakin besar daerah permukaan untuk adhesi. Ketebalan minimum dari SIK sebagai cervical barrier adalah 4 mm. Mekanisme pelekatan SIK berdasarkan pada terbentuknya ikatan antara karboksil grup dari poliakrilat dengan ion Ca dari hidroksiapatit pada permukaan gigi. Kekuatan pelekatan pada interaksi kimiawi tersebut lebih lemah jika dibandingkan dengan kekuatan pelekatan dari sistem resin adhesif ke gigi. Semen ionomer kaca modifikasi resin (IKMR) merupakan pengembangan dari SIK konvensional dengan penambahan resin komposit sinar tampak. Penambahan komponen resin pada SIK yang dapat diaktivasi oleh sinar meningkatkan sifat fisik dari IKMR, kekuatan menjadi lebih baik, tidak mudah larut, tidak sensitif terhadap kelembaban, ikatan ke gigi semakin baik dengan adanya retensi mekanis
4 dari resin. Polyacid-modified resin (kompomer) juga merupakan bahan gabungan dari SIK dan komposit dan memiliki kelebihan sifat dari kedua bahan tersebut yaitu, melepas fluoride, adhesi ke struktur gigi melalui resin adhesif, dan bersifat biokompatibel (Hewlett & Mount, 2003). Penggunaan IKMR sebagai cervicalbarrier lebih baik dibandingkan dengan SIK (Zimmerli dkk., 2010). IKMR dan kompomer memiliki sifat fisik dan mekanik yang merupakan peningkatan dan perbaikan dari SIK, maka diharapkan IKMR dan kompomer dapat berfungsi lebih baik sebagai cervical barrier. Belum ada penelitian yang membandingkan fungsi IKMR dan kompomer sebagai cervicalbarrier pada teknik walking bleach. Bahan IKMR memiliki adhesi yang baik dengan permukaan gigi karena adanya pertukaran ion antara bahan dengan email dan gigi. Bahan ini mempunyai ikatan kimiawi terhadap dentin dan email karena terjadi perlekatan gugus karboksil dengan kalsium fosfat gigi (Chinelatti, 2004). Kandungan HEMA pada IKMR akan menghasilkan pelekatan yang lebih kuat karena mempunyai afinitas atau daya gabung antara dentin dan bahan (Hinoura dkk., 1991). HEMA dapat membantu meningkatkan pelekatan karena mampu berpenetrasi masuk ke dalam tubuli membentuk tags (Merbeek, 2001). Pelekatan yang baik dapat mengurangi terjadinya kebocoran mikro. Menurut Hewlet & Mount (2003) secara umum kompomer terdiri dari komponen matriks dan bahan pengisi. Kompomer dominan dengan komponen resin sehingga kemungkinan terjadi pengerutan akibat polimerisasi lebih besar dibanding dengan IKMR, besarnya pengerutan akan berdampak pada besarnya
5 kebocoran mikro. Semakin besar pengerutan akibat polimerisasi, semakin besar pula celah yang terbentuk antara bahan restorasi dan permukaan jaringan gigi, sehingga kebocoran mikro juga semakin tinggi. Pada penelitian Emamieh dkk (2011) ditemukan bahwa IKMR menunjukkan ekspansi higroskopis yang lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan kompomer. Adanya kemampuan ekspansi higroskopis yang besar menyebabkan kebocoran mikro IKMR semakin kecil. Bahan pemutih gigi yang pertama digunakan dalam teknik walking bleach adalah sodium perborat yang dicampur dengan air, kemudian dimodifikasi menggunakan campuran sodium perborat dengan hidrogen peroksida 30% atau 35%, dan selanjutnya mulai digunakan hidrogen peroksida 35% sebagai bahan tunggal. Hidrogen peroksida sebagai bahan aktif dalam pemutihan gigi dapat menghasilkan radikal bebas yang akan memecah molekul pigmen organik yang komplek menjadi lebih sederhana sehingga lebih menyerap sinar (Fearon, 2009). Bahan pemutih juga mempengaruhi sifat fisik dan kimiawi dari IKMR dan kompomer karena memiliki sifat asam dengan ph rendah, memiliki kemampuan melepaskan radikal bebas dan dapat terurai menjadi air yang akan menyebabkan efek hidrolisis terhadap bahan restorasi (Taher, 2005). Ada kemungkinan semakin banyak pengulangan aplikasi bahan pemutih gigi menyebabkan semakin besarnya perubahan terhadap sifat fisik dan kimia dari bahan restorasi. Menurut Canoglu dkk. (2012) kemampuan material berfungsi sebagai barrierpada proses pemutihan gigi akan tergantung pada ketahanannya terhadap bahan pemutih gigi. El-Murr dkk. (2011) menuliskan bahwa hidrogen peroksida
6 dapat mengubah kondisi fisik bahan restorasi seperti terjadi perubahan warna, kekasaran permukaan, dan terlepasnya ion dari bahan restorasi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui efek dari bahan pemutih gigi pada IKMR dan kompomer. Lii dkk. (2009) menemukan bahwa terlihat ada kelarutan tipis pada IKMR akibat pemutihan gigi ekstra koronal. Taher (2011) menemukan penurunan kekuatan permukaan IKMR setelah dilakukan pemutihan gigi ekstra koronal dengan hidrogen peroksida 30%, sedangkan pada kompomer proses pemutihan gigi ekstra koronal menyebabkan terjadi kekasaran permukaan yang secara klinis sangat signifikan, dan dengan pemeriksaan SEM terlihat adanya retakan (Yu, dkk., 2009). Rosentrit (2005) menemukan bahwa kompomer mengalami penurunan kekerasan akibat kontak dengan bahan pemutih gigi pada proses pemutihan gigi ekstra koronal. Menurut Baraoudi dkk.(2013) hidrogen peroksida dapat menyebabkan terlepasnya ion fluor dari bahan restorasi semen ionomer, adanya fluor yang terlepas dapat menyebabkan efek remineralisasi pada dentin. Belum ada penelitian mengenai perbedaan kebocoran mikro setelah dilakukan aplikasi hidrogen peroksida 35% pada IKMR dan kompomer sebagai bahan cervical barrier pada teknik walking bleach. Dari sifat fisik awal seperti yang telah dijelaskan di atas IKMR memiliki tingkat kebocoran mikro yang rendah dan adaptasi IKMR terhadap hidrogen peroksida 35% lebih baik dibandingkan dengan kompomer karena kemampuannya sebagai buffering lebih baik dan lebih tahan erosi pada kondisi ph rendah.
7 B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut maka timbul permasalahan: 1. Apakah terdapat perbedaan kebocoran mikro IKMR dan kompomer sebagai cervical barrier pada perawatan walking bleach dengan hidrogen peroksida 35%. 2. Apakah terdapat perbedaan kebocoran mikro antara pengulangan pemutihan gigi dengan teknik walking bleach menggunakan hidrogen peroksida 35% setelah satu kali tindakan dan tiga kali. 3. Apakah ada korelasi antara bahan cervical barrier dengan perlakuan pengulangan pemutihan gigi. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1. Apakah terdapat perbedaan kebocoran mikro IKMR dan kompomer sebagai cervical barrier pada perawatan walking bleach dengan hidrogen peroksida 35%. 2. Apakah terdapat perbedaan kebocoran mikro antara pengulangan pemutihan gigi dengan teknik walking bleach menggunakan hidrogen peroksida 35% setelah satu kali tindakan dan tiga kali. 3. Apakah ada korelasi antara bahan cervical barrier dengan perlakuan pengulangan pemutihan gigi.
8 D. Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menguji perbedaan kebocoran mikro IKMR dan kompomer sebagai cervical barrier pada teknik walking bleach dengan hidrogen peroksida 35%. Pada penelitian sebelumnya, Conoglu (2012) meneliti pengaruh bahan pemutihan gigi intra koronal pada kebocoran mikro tiga bahan, yaitu ProProot-MTA, SIK, dan resin komposit hibrid sebagai cervical barrier dengan ketebalan bahan 3 mm, setelah dilakukan tiga kali pemutihan gigi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penggunaan jenis bahan dan ketebalan bahan. Pada penelitian ini menggunakan bahan IKMR dan kompomer sebagai cervical barrier dengan ketebalan bahan 4 mm. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah di bidang kedokteran gigi dan sebagai pertimbangan bagi operator dalam memilih material cervical barrieryang ideal pada gigi yang akan dilakukan pemutihan gigimenggunakan teknik walking bleach agar mendapatkan perlindungan yang optimal sehingga tahan terhadap kebocoran mikro yang dapat mengakibatkan inflamasi jaringan periodontal dan resorbsi eksternal.