BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Hygiene Sanitasi Makanan

dokumen-dokumen yang mirip
Sanitasi Penyedia Makanan

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Jasaboga. Usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau Badan Usaha.

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo, yang secara geografis terletak pada 00⁰ ⁰ 35 56

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

SANITASI DAN KEAMANAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB IX SANITASI PABRIK

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/

Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Ergonomic Assessment Pada Home Industri (Studi Kasus Industri Tempe)

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT:

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 715/MENKES/SK/V/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI JASABOGA

GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Untuk menjamin makanan aman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

1. Pengertian Makanan

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

V. PROFIL INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. pemilik usaha industri tahu yang ada di Desa Karanganyar Kecamatan Weru

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TUGAS AKHIR MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS TAHU KEDELAI DISUSUN OLEH GUNTUR OCTOSA YUDHA WIJAYA


BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 dalam

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR : 11 TAHUN 2008

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga *

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004.

OLEH: YULFINA HAYATI

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

HANDOUT. PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh,

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.

SELAI PEPAYA. Selai adalah bahan dengan konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari bubur buah. Selai digunakan sebagai bahan pembuat roti dan kue.

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

HIGIENE SANITASI PANGAN

ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Hygiene Sanitasi Makanan Pada dasarnya hygiene dan sanitasi mempunyai makna dan tujuan yang sama yaitu kegiatan yang mengupayakan agar manusia dapat hidup sehat sehingga terhindar dari gangguan kesehatan ataupun penyakit. Tetapi dalam penerapannya sanitasi menitikberatkan pada usaha memelihara kesehatan individu (pribadi) manusia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1096/MenKes/PER/VI/2011, Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang,tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Eska Putri, 2011).. 2.1.1 Pengertian Hygiene Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan istilah hygiene dan sanitasi mempunyai perbedaan-perbedaan. Yang dimaksud dengan hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan (Budiman, 2007). Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk

9 melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (DepKes RI, 2004). 2.1.2 Pengertian Sanitasi Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Budiman, 2007). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (DepKes RI, 2004) 2.1.3 Tahu dan Peranannya dalam Kehidupan Tahu merupakan salah satu bahan makanan pokok di negeri ini, yang termasuk dalam makanan 4 (empat) sehat 5 (lima) sempurna. Tahu juga merupakan makanan yang mengandung sangat banyak gizi dan cukup mudah untuk diproduksi. Untuk memproduksi tahu bahan-bahan yang dibutuhkan hanya berupa kacang kedelai. Tidak heran jika saat ini kita dapat menemukan banyak sekali pabrik pembuatan tahu, baik dalam bentuk usaha kecil dan usaha menengah yang masih menggunakan cara konvensional ataupun usaha-usaha yang sudah cukup sukses dengan cara pembuatan yang lebih modern.

10 2.1.4 Proses Produksi Pembuatan Tahu 1. Perendaman Pada tahapan perendaman ini, kedelai direndam dalam sebuah bak perendam yang dibuat dari semen. Langkah pertama adalah memasukan kedelai ke dalam karung plastik kemudian diikat dan direndam selama kurang lebih 3 jam (untuk 1 karung berisi 15 kg biji kedelai). Jumlah air yang dibutuhkan tergantung dari jumlah kedelai, intinya kedelai harus terendam semua. Tujuan dari tahapan perendaman ini adalah untuk mempermudah proses penggilingan sehingga dihasilkan bubur kedelai yang kental. Selain itu, perendaman juga dapat membantu mengurangi jumlah zat antigizi (Antitripsin) yang ada pada kedelai. Zat antigizi yang ada dalam kedelai ini dapat mengurangi daya cerna protein pada produk tahu sehingga perlu diturunkan kadarnya. 2. Pencucian kedelai Proses pencucian merupakan proses lanjutan setelah perendaman. Sebelum dilakukan proses pencucian, kedelai yang di dalam karung dikeluarkan dari bak pencucian, dibuka, dan dimasukan ke dalam ember-ember plastik untuk kemudian dicuci dengan air mengalir. Tujuan dari tahapan pencucian ini adalah membersihkan biji-biji kedelai dari kotoran-kotoran supaya tidak mengganggu proses penggilingan dan agar kotoran-kotoran tidak tercampur ke dalam adonan tahu. Setelah selesai proses pencucian, kedelai ditiriskan dalam saringan bambu berukuran besar.

11 3. Penggilingan Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin penggiling biji kedelai dengan tenaga penggerak dari motor lisrik. Tujuan penggilingan yaitu untuk memperoleh bubur kedelai yang kemudian dimasak sampai mendidih. Saat proses penggilingan sebaiknya dialiri air untuk didapatkan kekentalan bubur yang diinginkan. 4. Perebusan/Pemasakan Proses perebusan ini dilakukan di sebuah bak berbentuk bundar yang dibuat dari semen yang di bagian bawahnya terdapat pemanas uap. Uap panas berasal dari ketel uap yang ada di bagian belakang lokasi proses pembuatan tahu yang dialirkan melalui pipa besi. Bahan bakar yang digunakan sebagai sumber panas adalah kayu bakar yang diperoleh dari sisa-sisa pembangunan rumah. Tujuan perebusan adalah untuk mendenaturasi protein dari kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi saat penambahan asam. Titik akhir perebusan ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung panas dan mengentalnya larutan/bubur kedelai. Kapasitas bak perebusan adalah sekitar 7.5 kg kedelai. 5. Penyaringan Setelah bubur kedelai direbus dan mengental, dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan kain saring. Tujuan dari proses penyaringan ini adalah memisahkan antara ampas atau limbah padat dari bubur kedelai dengan filtrat yang diinginkan. Pada proses penyaringan ini bubur kedelai yang telah mendidih dan sedikit mengental, selanjutnya dialirkan melalui kran yang ada di

12 bagian bawah bak pemanas. Bubur tersebut dialirkan melewati kain saring yang ada diatas bak penampung. Setelah seluruh bubur yang ada di bak pemanas habis lalu dimulai proses penyaringan. Saat penyaringan secara terus-menerus dilakukan penambahan air dengan cara menuangkan pada bagian tepi saringan agar tidak ada padatan yang tersisa di saringan. Penuangan air diakhiri ketika filtrat yang dihasilkan sudah mencukupi. Kemudian saringan yang berisi ampas diperas sampai benar-benar kering. Ampas hasil penyaringan disebut ampas yang kering, ampas tersebut dipindahkan ke dalam karung. Ampas tersebut dimanfaatkan untuk makanan ternak ataupun dijual untuk bahan dasar pembuatan tempe gembus/bongkrek. 6. Pengendapan dan Penambahan Asam Cuka Dari proses penyaringan diperoleh filtrat putih seperti susu yang kemudian akan diproses lebih lanjut. Filtrat yang didapat kemudian ditambahkan asam cuka dalam jumlah tertentu. Fungsi penambahan asam cuka adalah mengendapkan dan menggumpalkan protein tahu sehingga terjadi pemisahan antara whey dengan gumpalan tahu. Setelah ditambahkan asam cuka terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas (whey) dan lapisan bawah (filtrat/endapan tahu). Endapan tersebut terjadi karena adanya koagulasi protein yang disebabkan adanya reaksi antara protein dan asam yang ditambahkan. Endapan tersebut yang merupakan bahan utama yang akan dicetak menjadi tahu. Lapisan atas (whey) yang berupa limbah cair merupakan bahan dasar yang akan diolah menjadi Nata De Soya.

13 7. Pencetakan dan Pengepresan Proses pencetakan dan pengepresan merupakan tahap akhir pembuatan tahu. Cetakan yang digunakan adalah terbuat dari kayu berukuran 70x70cm yang diberi lubang berukuran kecil di sekelilingnya. Lubang tersebut bertujuan untuk memudahkan air keluar saat proses pengepresan. Sebelum proses pencetakan yang harus dilakukan adalah memasang kain saring tipis di permukaan cetakan. Setelah itu, endapan yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya dipindahkan dengan menggunakan alat semacam wajan secara pelan-pelan. Selanjutnya kain saring ditutup rapat dan kemudian diletakkan kayu yang berukuran hampir sama dengan cetakan di bagian atasnya. Setelah itu, bagian atas cetakan diberi beban untuk membantu mempercepat proses pengepresan tahu. Waktu untuk proses pengepresan ini tidak ditentukan secara tepat, pemilik mitra hanya memperkirakan dan membuka kain saring pada waktu tertentu. Pemilik mempunyai parameter bahwa tahu siap dikeluarkan dari cetakan apabila tahu tersebut sudah cukup keras dan tidak hancur bila digoyang. 8. Pemotongan tahu Setelah proses pencetakan selesai, tahu yang sudah jadi dikeluarkan dari cetakan dengan cara membalik cetakan dan kemudian membuka kain saring yang melapisi tahu. Setelah itu tahu dipindahkan ke dalam bak yang berisi air agar tahu tidak hancur. Sebelum siap dipasarkan tahu terlebih dahulu dipotong sesuai ukuran. Pemotongan dilakukan di dalam air dan dilakukan secara cepat agar tahu tidak hancur.

14 2.2 Pengertian Makanan dan Minuman Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Kebutuhan pokok makanan dan minuman tersebut harus aman dan menyehatkan badan. Kesalahan dalam penyediaan makanan dan minuman akan berakibat diperolehnya makanan yang tidak aman dan tidak menyehatkan bahkan berdampak pada gangguan kesehatan masyarakat (Munif, 2011). Pengelolaan makanan yang baik dan memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu upaya untuk mencapai tingkat kesehatan masyarakat yang optimal, sehingga perlu mendapat perhatian dari segi nilai gizi, segi kemurnian, maupun dari segi kebersihan. Sebab meskipun nilai gizi dan kemurnian baik namun kebersihan lingkungan tidak diawasi dan dipelihara, maka makanan tersebut dapat menimbulkan penyakit akibat kontaminasi. 2.2.1 Prinsip Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan Prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat faktor penyehatan makanan yaitu faktor tempat/bangunan, peralatan, orang, dan bahan makanan (Laksmini, 2003).Sedangkan prinsip hygiene sanitasi makanan untuk mengendalikan kontaminasi makana sebagai berikut a. Pemilihan bahan baku makanan: Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama transportasi dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan dalam keadaan mentah harus diangkut dan disimpan terpisah dari

15 bahan baku lain dan bahan-bahan yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus dikirim sedemikian rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen atau pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman, suhu dan aktifitas air (water aktivity=aw) bahan baku. b. Penyimpanan bahan makanan: Kerusakan bahan makan dapat terjadi karena tercemar bakteri, karena alam dan perlakuan manusia, adanya enzim dalam makanan yang diperlukan dalam proses pematangan seperti pada buah-buahan dan kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan, benturan dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya kerusakan dapat dikendalikan dengan pencegahan pencemaran bakteri. Sifat dan karakteristik bakteri seperti sifat hidupnya, daya tahan panas, faktor lingkungan hidup, kebutuhan oksigen dan berdasarkan pertumbuhannya. Penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya terbagi 4(empat) cara yaitu penyimpanan sejuk (cooling), penyimpanan dingin (chilling), penyimpanan dingin sekali (freezing), penyimpanan beku (frozen). c. Pengolahan makanan : Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dan prinsip prinsip higiena dan sanitasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan makanan antara lain: 1. Tersedianya dapur yang memenuhi persyaratan, dengan minimal setiap dapur memiliki fasilitas tempat pencucian peralatan, tempat

16 penyimpanan bahan makanan, tempat persiapan, dan tempat pengolahan (Permenkes Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011). 2. Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses pengolahan makanan seperti sendok, pisau dan peralatan lainnya. Bentuk peralatan masak dipersyaratkan mudah dibersihkan dan tidak boleh berlekuk, tidak boleh digunakan unuk keperluan lain selain memasak, mengolah makanan dan menyimpan makanan. 3. Wadah penyimpanan makanan harus dalam keadaan bersih. Selain itu peralatan untuk penyimpanan makanan harus terpisah untuk makanan matang dan mentah, bahan kering dan bahan makanan basah terpisah unuk setiap jenisnya. 4. Pelindung pencemaran, persyaratan menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011, meliputi : a) Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dari tubuh. b) Setiap petugas yang bekerja disediakan pakaian kerja minimal celemek (apron)dan penutup rambut (hair cover), khusus untuk penjamah makanan disediakan sarung tangan plastik yang sekali pakai (dispossable), penutup hidung dan mulut (mouth and nose masker) c) Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu dan sejenisnya.

17 d. Pengangkutan makanan Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih inggi risikonya daripada pencemaran bahan makanan. Oleh karena itu titik berat pengendalian yang perlu diperhaikan adalah pada makanan masak. e. Penyimpanan makanan Bahaya terbesar dalam makanan masak adalah adanya mikroorganisme patogen dalam makanan akibat terkontaminasinya makanan sewaktu proses pengolahan makanan maupun kontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah makanan kemudian dibiarkan dingin pada suhu ruangan. Kondisi optimum mikroorganisme patogen dalam makanan siap saji ini akan mengakibatkan mikroorganisme berlipat ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam. f. Penyajian makanan Proses ini merupakan tahap akhir proses pengolahan makanan. Prinsip penyajian makanan wadah untuk setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah, dan di usahakan tertutup. Tujuan agar makanan tidak terkontaminasi silang, bila satu makanan tercemar yang lain dapat diselamatkan serta memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan pangan. 2.2.2 Makanan Sebagai Media Penyakit Menurut Sihite (2000) dalam hubungannya dengan penyakit, akan dapat berperan sebagai :

18 1. Agen Makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya : jamur seperti Aspergillus yaitu spesies dari genus Aspergillus diketahui terdapat dimanamana dan hampir dapat tumbuh pada semua substrat, fungi ini akan tumbuh pada buah busuk, sayuran, biji-bijian, roti dan bahan pangan lainnya. 2. Vehicle Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit, seperti : bahan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa mikroorganisme yang pathogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat diatas atau zat-zat yang membahayakan kehidupan. 3. Media Makanan sebagai media penyebab penyakit, misalnya kontaminasi yang jumlahnya kecil, jika dibiarkan berada dalam makanan dengan suhu dan waktu yang cukup, maka bisa menyebabkan wabah yang serius. 2.3 Persyaratan Hygiene Sanitasi Persyaratan hygiene sanitasi jasaboga menurut PERMENKES RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011 adalah sebagai berikut : 2.3.1 Persyaratan Umum 1. Lokasi Jarak jasaboga harus jauh minimal 500m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, bengkel cat, dan sumber pencemaran lainnya.

19 Pengertian jauh adalah sangat relative tergantung kepada arah pencemaran yang mungkin terjadi seperti aliran angin dan air. Secara pasti ditentukan jarak minimal adalah 500 meter, sebagai batas terbang lalat rumah. 2. Bangunan dan Fasilitas a. Halaman : 1) Mempunyai papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi. 2) Halaman bersih, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat hygiene sanitasi, tidak terdapat tumpukan barangbarang yang dapat menjadi sarang tikus. 3) Pembuangan air kotor (limbah dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara kebersihannya. 4) Pembuangan air hujan lancer, tidak menimbulkan genangangenangan air. b. Konstruksi : Bangunan untuk kegiatan jasaboga harus memenuhi persyaratan teknis konstruksi bangunan yang berlaku. Kontruksi selain kuat juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan. c. Lantai :

20 Permukaan lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin, dan mudah dibersihkan. d. Dinding : 1. Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering/tidak menyerap air dan mudah dibersihkan. 2. Bila permukaan dinding kena percikan air, maka setinggi 2 (dua) meter dari lantai dilapisi bahan kedap air yang permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna terang. e. Langit-langit : 1. Bidang langit-langit harus menutup atap bangunan 2. Permukaan langit-langit tempat makanan dibuat, disimpan, diwadahi dan tempat pencucian alat makanan maupun tempat cuci tangan dibuat dari bahan yang permukaannya rata mudh dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang. 3. Tinggi langit-langit tidak kurang 2,4 meter diatas lantai. f. Pintu dan Jendela : 1. Pintu-pintu pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus membuka kearah luar. 2. Jendela, pintu, dan lubang ventilasi dimana makanan diolah dilengkapi kassa yang dapat dibukadan dipasang. 3. Semua pintu dari ruang tempat pengolahan makanan dibuat menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.

21 g. Pencahayaan : 1. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif. 2. Disetiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat mencuci tangan intensitas pencahayaan sedikitnya 10 fc (100 lux) pada titik 90 cm dari lantai. 3. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin menghindarkan bayangan. 4. Cahaya terang dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter) - Cahaya silau bila mata terasa sakit bila dipakai melihat obyek yang mendapatkan penyinaran. Perbaikan dilakukan dengan cara menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan. - Mengukur 10 fc dengan lux meter pada posisi 1 x yaitu pada angka 100, atau pada posisi 10x pada angka 10. Catatan : 1 skala lux = 10., berarti1 foot candle = 10 lux. - Untuk perkiraan kasar dapat digunakan angka hitungan sebagai berikut : 1 watt menghasilkan 1 candle cahaya sebagai sumber atau 1 watt menghasilkan 1 foot candle pada jarak 1 kaki (30 cm) atau 1 watt menghasilkan 1/3 foot candle pada jarak 1 meter atau 1 watt

22 menghasilkan 1/3 x 1/2= 1/6 foot candle pada jarak 2 meter atau 1 watt menghasilkan 1/3 x 1/3 = 1/9 foot candle pada jarak 3 meter. Maka lampu 40 watt menghasilkan 40/6 = 6,8 foot candle pada jarak 2 meter atau 40/9 = 4,5 foot candle pada jarak 3 meter. h. Ventilasi / penghawaan : 1. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. 2. Sejauh mungkin ventilasi harus cukup (± 20% dari luas lantai) untuk: a. Mencegah udara dalam ruangan terlalu panas b. Mencegah terjadinya kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding, atau langit-langit. c. Membuang bau, asap, dan pencemaran lain dari ruangan. i. Ruangan pengolahan makanan : 1. Luas untuk tempat pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja pada pekerjaanya dengan mudah dan efisien agar menghindari kemungkinan kontaminasi makanan memudahkan pembersihan. 2. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 (dua) meter persegi untuk setiap orang bekerja. Contoh : Luas ruangan 4 x 5 m 2 = 20 m 2 Jumlah pekerja di dapur 6 orang Jadi 20 / 6 = 3,3 m 2 /orang berarti memenuhi syarat Luas bangunan 3 x 4 m 2 = 12 m 2

23 Jumlah pekerja di dapur 6 orang Jadi 12 / 6 = 2 m 2 /orang. Keadaan ini belum memenuhi syarat karena kalau dihitung dengan peralatan kerja di dapur belum mencukupi. 3. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peturasan, dan kamar mandi. 4. Untuk kegiatan pengolahan dilengkapi sedikitnya meja kerja, lemari/ tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan tikus dan hewan lainnya. j. Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan : 1. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen. 2. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan Kalium Permanganat 0,02% atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik. 3. Peralatan dan bahan makanan yang telah diberihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari kemungkinan pencemaran oleh tikus dan hewan lainnya. k. Tempat cuci tangan : 1. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, dan pengering. 2. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan sebagai berikut :

24 1 10 orang = 1 buah dengan tambahan 1 (satu) buah untuk setiap penambahan 10 orang atau kurang. 3. Tempat cuci tangan diletakkan sedekat mungkin dengan tempat bekerja. l. Air bersih : 1. Air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan jasaboga. 2. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat sesuai dengan keputusan menteri kesehatan. m. Jamban dan peturasan : 1. Jasaboga : harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat hygiene sanitasi serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia. 2. Jumlah jamban haru mencukupi sebagai berikut : Jumlah karyawan: 1-10 orang : 1 buah 11-25 orang : 2 buah 26-50 orang : 3 buah Dengan penambahan 1 (satu) buah setiap penambahan 25 orang. 3. Jumlah peturasan harus mencukupi sebagai berikut : Jumlah karyawan: 1-30 orang : 1 buah 31-60 orang : 2 buah Dengan penambahan 1 (satu) buah setiap penambahn 30 orang.

25 n. Kamar mandi : 1. Jasaboga harus dilengkapi kamar mandi dengan air kran mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi pedoman plumbing Indonesia. 2. Jumlah harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 (satu) buah untuk 1 10 orang dengan penambahan 1 (satu) buah setiap 20 orang. o. Tempat sampah : Tempat-tempat sampah seperti kantong plastic/kertas, bak sampah tertutup harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah. Penanggung jawab jasaboga harus memelihara semua bangunan dan fasilitas/alat-alat dengan baik untuk menghindari kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap makanan, akumulasi debu atau jasad renik, meningkatnya suhu, akumulasi sampah, berbiaknya serangga, tikus, dan genangan-genangan air.

26 2.4 Kerangka Berfikir 2.4.1 Kerangka Teori Hiegene Sanitasi Makanan Tempat Pengolahan Makanan (TPM) Pabrik Tahu Syarat TPM Lokasi, Bangunan dan Fasilitas Pencahayaan Halaman Lantai Dinding Konstruksi Pintu dan Jendela Penghawaan Air Bersih Air Kotor Fasilitas Pencucian dan Toilet Pembuangan Sampah Ruangan Pengolahan makanan Karyawan Makanan Perlindungan Makanan Peralatan Makan dan Masak

27 2.4.2 Kerangka Konsep Lokasi, Bangunan, Fasilitas Pencahayaan Penghawaan Air Bersih Air Kotor Fasilitas Cuci Tangan dan Toilet Pembuangan Sampah Hygiene Sanitasi Pabrik Tahu Ruangan Pengolahan makanan Karyawan Bahan Baku Perlindungan Makanan Peralatan Makan dan Masak Keterangan : = Variabel Terikat = Variabel Bebas

BOBOT 28 UJI KELAIKAN FISIK UNTUK HYGIENE SANITASI MAKANAN JASABOGA PERMENKES RI NO. 1096 / MENKES / PER / VI / 2011 Nama Perusahaan : Alamat Perusahaan : Nomor Pengusaha : Tanggal Penilaian : Nama Pemeriksa : No URAIAN X LOKASI, BANGUNAN,FASILITA S 1. Halaman bersih, rapi, tidak becek dan berjarak sedikitnya 500 meter dari sarang lalat / tempat pembuangan sampah, serta tidak tercium bau busuk atau tidak sedap yang berasal dari sumber pencemaran 1 2. Konstruksi bangunan kuat, aman, terpelihara, bersih dan bebas dari barangbarang yang tidak berguna atau barang sisa 3. Lantai kedap air, rata, tidak licin, tidak retak, 1 1

BOBOT 29 terpelihara dan mudah di bersihkan. 4. Dinding dan langit-langit dibuat dengan baik, terpelihara dan bebas dari debu (sarang laba-laba). 5. Bagian dinding yang kena percikan air dilapisi bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter dari lantai. 6. Pintu dan jendela dibuat dengan baik dan kuat. Pintu dibuat menutup sendiri, membuka kedua arah dan dipasang alat penahan lalat dan bau. Pintu dapur membuka ke arah luar. 1 1 1 No. URAIAN X P E N C A H A Y A A N 7. Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak menimbulkan bayangan. Kuat cahaya sedikitnya 10 fc pada bidang kerja 1