BAB V FREKUENSI DAN INTENSITAS SERANGAN JAMUR PELAPUK PADA BANGUNAN RUMAH SERTA KERUGIAN YANG DITIMBULKANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VIII PEMBAHASAN UMUM

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

Belajar Konstruksi Kayu Langsung dari Tukang Bangunan

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn

International Quality Waterproofing

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur dan Konstruksi II

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN GEDUNG

AUDIT KONSTRUKSI BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

Konstruksi Atap. Pengertian, fungsi dan komponen konstruksi atap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Worm dan Hattum (2006), penampungan air hujan adalah

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN JALAN: 13. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN BERKALA JEMBATAN

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH KERETAKAN PADA BETON. Beton merupakan elemen struktur bangunan yang telah dikenal dan banyak

BAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain. Arsitektur Tropis. Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

SANITASI DAN KEAMANAN

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Disusun Oleh: Ignatius Christianto S

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

Jurnal Ilmu dan Teknilogi Hasil Hutan 3(1): (2010)

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

DINDING DINDING BATU BUATAN

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

INDOCEMENT AWARDS STR WRITING COMPETITION

ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM. Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN November 2008

BAB VII DAMPAK SERANGAN JAMUR PELAPUK TERHADAP SIFAT-SIFAT KAYU

PETUNJUK PENGOPERASIAN

Makalah Kusen SMK NEGERI 2 SALATIGA TUGAS KONSTRUKSI BANGUNAN XI TGB-B. Kelompok 2:

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018

PENGARUH LUAS BUKAAN VENTILASI TERHADAP PENGHAWAAN ALAMI DAN KENYAMANAN THERMAL PADA RUMAH TINGGAL HASIL MODIFIKASI DARI RUMAH TRADISIONAL MINAHASA

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

PROSES PENGAWETAN KAYU. 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan

PENGUJIAN KARAKTERISTIK MEKANIK GENTENG

FAQ. Pengisi Nat (Tile Grout):

Perencanaan rumah maisonet

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN FUNGSI TRITISAN PADA RUMAH DESAIN MINIMALIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ketentuan gudang komoditi pertanian

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB V KESIMPULAN UMUM

Perubahan Sifat Benda

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

Panduan Menghitung Volume Pekerjaan Pondasi

Pintu dan Jendela. 1. Pendahuluan

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

Apa Itu UPVC? Keunggulan UPVC?

BAB 2 BAMBU LAMINASI

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN RUMAH SEHAT SEDERHANA YANG LAYAK HUNI DI KELOMPOK USAHA BERSAMA AGRIBISNIS (KUBA) PALAMPANG TARUNG DI PALANGKA RAYA

Sanitasi Penyedia Makanan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1 didominasi oleh dinding

PENYEDIAAN SPESIMEN AWETAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI Oleh : Satino, M.Si

SNI 2404:2015 dan SNI 2405:2015 SEBAGAI WUJUD IPTEK YANG BERKELANJUTAN UNTUK MENDUKUNG INFRASTRUKTUR BIDANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG HANDAL

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

PERMASALAHAN STRUKTUR ATAP, LANTAI DAN DINDING

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

Kesimpulan dan Saran

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

III. DASAR PERENCANAAN

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : Di Susun Oleh :

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN)

BAB V. akan. Pembahasan. dianalisa. adalah: data untuk. di Ujung Berung. PGRI, terletak. Gambar 11 Bagan

TKS 4406 Material Technology I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan kemajuan industri yang semakin berkembang pesat memacu peningkatan

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

Transkripsi:

BAB V FREKUENSI DAN INTENSITAS SERANGAN JAMUR PELAPUK PADA BANGUNAN RUMAH SERTA KERUGIAN YANG DITIMBULKANNYA Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan jamur pelapuk rata-rata terjadi pada 87% rumah di kota dan kabupaten yang diteliti (Lampiran 7). Jumlah rumah terserang jamur pelapuk kayu yang terbanyak di Kota Bogor, sedangkan yang terendah di Kota Tegal. Walaupun demikian jumlah rumah terserang jamur pelapuk di Kota Tegal masih di atas 70% (Gambar 4). Variasi intensitas pelapukan di berbagai daerah tersebut terkait dengan perbedaan iklimnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Singh (2004) bahwa lingkungan menjadi faktor yang menentukan terjadinya pelapukan kayu, terutama faktor suhu, kelembaban dan kurangnya ventilasi dalam bangunan. Gambar 4 Persentase rumah terserang jamur pelapuk di 10 daerah survey. Kondisi tingkat serangan jamur tersebut menunjukkan bahwa pelapukan kayu merupakan masalah yang cukup berat membebani masyarakat luas di berbagai kota dan kabupaten di Pulau Jawa. Dengan demikian masalah ini perlu mendapat perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah dalam

45 penanggulangannya. Selain itu, penelitian dan diseminasi pengetahuan tentang pelapukan kayu pada bangunan perlu digiatkan untuk menopang strategi yang efektif dan ekonomis dalam pencegahan maupun penanggulanagn serangan jamur pelapuk kayu pada bangunan perumahan. Gambar 5 Persentase komponen lapuk pada bangunan rumah. Pada umumnya, komponen rumah yang paling banyak diserang jamur pelapuk adalah lisplang dan rangka atap dengan volume rata-rata per rumah masing-masing 7.032 cm 3 dan 5.942 cm 3 atau 37% dan 32% dari total pelapukan sebesar 18.869 cm 3 kayu per rumah (Gambar 5). Komponen rumah lainnya yang diserang jamur pelapuk pada umumnya adalah yang terkena pembasahan air atau hujan seperti bagian tiang, dinding, jendela dan pintu yang di luar dan di kamar mandi. Pembasahan ini sangat menentukan pertumbuhan jamur pelapuk yang akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat pelapukan kayu. Komponen kayu bangunan yang tidak terkena pembasahan pada umumnya berkadar air sekitar 16% sehingga jamur pelapuk tidak dapat tumbuh, sebagaimana menurut Nicholas dan Crawford (2003) bahwa kadar air kayu yang optimal untuk pertumbuhan jamur pelapuk Basidiomycetes berkisar antara 40% 80 %. Tapi apabila kadar air kayu melebihi kisaran nilai tersebut, aerasi dalam kayu juga berkurang dan dapat menurunkan pertumbuhan jamur.

46 Lisplang merupakan komponen rumah yang terkena pengaruh langsung iklim, pembasahan hujan dan pemanasan matahari. Retakan kayu kerap terjadi pada komponen ini yang didahului dengan proses pengelupasan lapisan cat pelindung sehingga komponen kayu bangunan menjadi terbuka (Gambar 6). Kondisi tersebut memperbesar peluang serangan dan pertumbuhan jamur pelapuk pada lisplang. Selain itu pola dan posisi lisplang sangat penting dan pengaruhnya besar terhadap tingkat pembasahan. Lisplang yang berjarak cukup jauh dari ujung genting (> 7 cm) dan dipasang membentuk sudut 30 o dari bidang vertikal relatif tidak banyak terbasahi air limpasan atap. a b Gambar 6 Pengelupasan cat (a) dan serangan jamur (b) pada lisplang. Rangka atap sering kali mengalami pembasahan yang terutama disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sistem atap dengan baik. Bila masalah ini diperbaiki secara dini, pembasahan komponen kayu tidak berlangsung terus sehingga komponen kayu dapat kering kembali. Tapi akibat kelalaian dalam perawatan bangunan tersebut menyebabkan pembasahan kayu berulang dan berlangsung lama, sehingga mendukung pertumbuhan jamur.

47 Kayu kualitas bagus seperti jati dan kamper akan diserang jamur juga yaitu apabila mengalami pembasahan dalam waktu lama. Bagian teras kayu awet pun dapat diserang jamur ketika terkena air dalam waktu cukup lama (Ridout 2007). Zat ekstraktif yang menjadi pelindung alami dalam kayu awet khususnya pada bagian teras dapat terlarut dalam air atau bahan pelarut lainnya. Oleh karena itu ketika kayu awet mengalami pembasahan karena sering dan lama terkena air, selain warnanya berubah, sifat keawetannya juga berkurang disebabkan sebagian zat ekstraktifnya larut dan terbawa air. Kondisi tersebut akan terus berlanjut sehingga memungkinkan jamur pelapuk untuk tumbuh pada kayu dan mendegradasinya. Proses pelapukan kayu dipengaruhi oleh sinar matahari, hujan, kelembaban, dan angin (Watt 1999). Dalam penelitian inipun terbukti bahwa hujan dan pemanasan oleh sinar matahari pada komponen kayu bangunan mendukung terjadinya pelapukan kayu. Dengan pemanasan sinar matahari dan hujan dalam waktu lama, cat pelindung kayu dapat terkelupas sehingga kayu menjadi terbuka bagi serangan jamur pelapuk. Dengan berkurangnya pertahanan alami kayu berupa kandungan ekstraktif serta terbukanya cat pelindung, maka akan mudah terjadi pembasahan kayu sehingga kadar airnya melebihi 20%. Dengan demikian jamur pelapuk memungkinkan tumbuh dan mendegradasi kayu. Data lapangan menunjukkan bahwa 55% pembasahan komponen kayu bangunan disebabkan oleh kerusakan pada sistem atap dan dinding sebagai sistem pelindung. Sebagai contoh diantaranya adalah atap seng yang berkarat dan bocor atau adanya genting yang bergeser atau pecah yang tidak diperbaiki menyebabkan air hujan masuk ke dalam struktur bangunan dan membasahi kayu di bawahnya (Gambar 7). Selain itu dinding yang retak-retak juga menyebabkan air hujan masuk dan menjadikannya lembab. Sehingga komponen kayu pada dinding tersebut akan meningkat kadar airnya. Ketahanan bangunan dari biodeteriorasi sering terkendala keterbatasan bahan dan biaya untuk mendapatkan kesempurnaan rancangan, konstruksi, pemeliharaan dan ventilasi (Allsopp et al. 2004). Hasil survey menunjukkan bahwa sekitar 45% pembasahan komponen kayu disebabkan permasalahan desain

48 konstruksi. Banyak atap yang tidak melindungi struktur bangunan dengan baik sehingga terjadi pembasahan air hujan langsung pada jendela dan pintu. Pembasahan juga terjadi karena pantulan air hujan dari lantai yang terlalu dekat dengan pintu. Banyak juga atap yang ukuran dan kemiringanya tidak sempurna melindungi komponen kayu bangunan. Sebagaimana dijelaskan BPPPP (2006) bahwa kemiringan atap genting sebaiknya 30 o karena sudut kemiringan yang terlau kecil dapat menimbulkan masuknya air ke dalam bangunan. b a Gambar 7 Genting yang bergeser (a) menyebabkan pembasahan lisplang dan memicu pelapukan kayu (b). Di daerah yang bercurah hujan tinggi overhang atap perlu disesuaikan lebih lebar sehingga komponen kayu dibawahnya benar-benar terlindung dari pembasahan hujan. Bagian sambungan bangunan pada atap maupun dinding perlu perlindungan yang baik dari air hujan dan aliranya, karena bagian ini sering menjadi tempat infiltrasi air ke dalam struktur bangunan. Selain itu sistem drainase atap dan kapasitas talang penyalur air di atap tidak sedikit yang bermasalah sehingga terjadi genangan air di atap bahkan mengalir ke bagian struktur bangunan yang tidak dikehendaki dan menyebabkan pelapukan kayu komponen bangunan.

49 Selain karena air hujan, pembasahan kayu juga terjadi karena penggunaan air rumah tangga di dapur, tempat mencuci dan kamar mandi. Air kondensasi uap yang dihasilkan dari kegiatan memasak atau proses pengeringan pakaian dalam ruang yang ventilasinya buruk dapat terakumulasi dan membasahi komponen dinding dan kusen jendela. Pembasahan juga terjadi dari tanah terutama jika komponen kayu menyentuh tanah. Ada juga rumah yang lantai dan dindingnya senantiasa lembab sehingga kayu yang menempel pada bagian tersebut menjadi lembab dan rawan serangan jamur kayu. Hal ini terjadi karena drainase air pada tapak bangunan yang tidak benar ditambah lagi dengan sirkulasi udara yang tidak baik. Kasus lain di Semarang terdapat daerah yang sering mengalami pasang air laut (rob) sebagai faktor pembasah dinding, tiang dan pintu yang kemudian banyak menyebabkan terjadinya pelapukan kayu. Berdasarkan data dan fakta lapangan tersebut bahwa perencanaan bangunan dan pemeliharaannya sangat menentukan resiko pelapukan pada kayu. Komponen konstruksi dari kayu yang tidak dikeringkan lebih rawan pelapukan karena di dalamnya telah tersedia air yang bisa menumbuhkan jamur. Selain itu, lapisan cat pada kayu yang tidak kering dapat menggelembung dan lebih cepat terkelupas sehingga terbuka bagi pembasahan dan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu penggunaan kayu yang telah dikeringkan sangat dianjurkan untuk konstruksi bangunan rumah. Sambungan dan ujung komponen bangunan sering menjadi bagian yang paling cepat mengalami pelapukan. Sambungan menyediakan celah yang dapat menampung air yang cukup memasok pembasahan kayu dalam waktu lama. Evaporasi air dari bagian ini lebih lambat dibanding permukaan lainnya. Sehingga dengan hujan sedikit saja dapat menyebabkan air cepat masuk ke dalam celah sambungan dan menjadi sumber air yang sangat mendukung pertumbuhan jamur. Demikian pula bagian ujung kayu cenderung lebih basah dari permukaan lainnya, karena air lebih mudah masuk pada arah longitudinal kayu. Masalah ini terjadi pada berbagai komponen bangunan terutama pada lisplang. Oleh karena itu bagian sambungan dan ujung kayu perlu pendempulan yang sempurna, pemberian bahan penolak air dan pengecatan yang berkala sehingga aman dari pelapukan.

50 Serangan jamur pelapuk mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kekuatan komponen bangunan dalam memikul beban struktur. Sehingga bila dibiarkan dapat membahayakan bagi penghuni rumah dari keruntuhan komponen atap yang lapuk diserang jamur. Saluran air atau talang yang tersumbat dapat menyebabkan air mengalir ke daerah yang tidak semestinya, sehingga membasahi bagian kayu dan memicu terjadinya pelapukan. Dengan demikian pemeriksaan dan pemeliharaan bangunan terutama struktur atap dan saluran air semestinya dilakukan secara berkala. Gambar 8 Volume kerusakan kayu oleh jamur pelapuk pada berbagai kelas umur rumah. Gambar 8 mendeskripsikan rata-rata volume kerusakan kayu oleh jamur pelapuk per bangunan rumah yang berbeda kelas umurnya. Kerusakan komponen kayu bangunan rumah oleh jamur pelapuk cenderung lebih tinggi pada bangunan berumur lebih tua. Hal ini menunjukkan akumulasi biodeteriorasi dan mengindikasikan tidak ada upaya pengendalian yang nyata terhadap serangan organisme perusak pada kayu. Untuk mendapatkan masa pakai yang lama, masyarakat umumnya mengandalkan penggunaan kayu awet seperti jati dan kamper. Namun banyak diantaranya kini kesulitan mendapatkannya karena bagi sebagian besar masyarakat harganya tidak terjangkau. Dalam survey ini juga tidak ditemukan

51 masyarakat yang menggunakan kayu yang telah diawetkan secara memadai untuk rumahnya. Ada di antara masyarakat yang memperbaiki pelapukan kayu dengan menambal secara sederhana dengan semen atau dempul atau menunggu hingga komponen tersebut harus diganti. Jelas cara tersebut tidak menghentikan serangan organisme perusak Serangan jamur demikian sering ditemukan, hal ini terkait dengan penyebaran jamur dengan spora yang datang tanpa disadari penghuni rumah terbawa angin, air ataupun terbawa organisme sehingga menempel pada komponen kayu rumah. Ketika kadar air kayu tinggi dan faktor lingkungan lainnya tidak menghambat, maka jamurpun tumbuh dan mendegradasi kayu. Gambar 9 Persentase jenis pelapukan kayu pada bangunan rumah. Hasil survey kerusakan komponen bangunan rumah diberbagai daerah menunjukkan bahwa kasus kerusakan oleh jamur pelapuk putih paling banyak (47%) (Gambar 9). Sementara itu menurut Deacon (2004), jamur terpenting dalam pelapukan kayu softwood yang digunakan pada konstruksi di atas tanah di Amerika Serikat adalah jamur pelapuk coklat. Walaupun demikian, jamur pelapuk coklat hanya mencakup 6% dari seluruh jamur pelapuk kayu. Warna kayu yang menjadi lebih pucat pada serangan pelapuk putih disebabkan terdegradasinya komponen lignin disamping selulosa pada kayu.

52 Terdegradasinya lignin yang merupakan bahan perekat dan pengeras kayu dan mendominasi bagian lamela tengah yang menjadi pengikat antar sel-sel kayu, menyebabkan kayu menjadi susut, lunak dan berserabut. Sebagaimana yang diungkapkan Harris (2001) bahwa pada tahap lanjut jamur pelapuk putih menyebabkan kayu tampak seperti spong atau massa berserabut dengan kantungkantung atau garis-garis putih di antara bagian kayu yang masih utuh. Jamur pelapuk putih umumnya lebih banyak menyerang kayu daun lebar daripada kayu daun jarum. Dalam serangan pelapuk coklat, komponen lignin relatif tidak terdegradasi sehingga dimensi dan warna kayu cenderung tetap karena sel-sel kayu masih terikat oleh lamela tengah yang banyak mengandung lignin. Serpihan balok-balok tampak khas mencirikan lapuk coklat pada kayu sebagai akibat retakan sejajar dan melintang kayu. Karena selulosa banyak terdegradasi, kekuatan kayu pada lapuk coklat menurun drastis sehingga bila serpihan balok pada kayu tersebut ditekan atau diremas, akan mudah menjadi tepung. Nilai kerugian per rumah dalam setiap tahunnya yang di Semarang, Malang, Bogor, dan Lembang relatif tinggi dengan nilai masing-masing Rp18.700, Rp17.000, Rp15.500, dan Rp15.000 (Gambar 10). Bogor dan Lembang yang kelembabannya paling tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya, yaitu berurutan 83,9% dan 84,7% cenderung tinggi nilai kerugiannya. Tapi Semarang yang kelembaban rata-ratanya tidak terlalu tinggi, 75,0%, nilai rata-rata kerugiannya melebihi Bogor dan Malang. Hal ini mengindikasikan ada faktor selain iklim yang turut menentukan intensitas pelapukan kayu pada bangunan rumah. Perilaku penghuni terhadap bangunan, desain konstruksi bangunan, jenis dan perlakuan kayu yang digunakan, dapat mempengaruhi ketahanan bangunan rumah dari serangan jamur pelapuk.

53 Gambar 10 Kerugian ekonomis per unit rumah akibat pelapukan kayu. Dalam survey yang dilakukan, masyarakat pada umumnya tidak melakukan perlindungan kayu secara memadai. Diantaranya ada juga yang melakukan pengawetan kayu secara tradisional dengan perendaman kayu dalam air kolam selama berbulan-bulan atau dengan melabur kayu dengan ter atau oli bekas. Tapi persiapan yang lama tersebut sudah kurang diminati masyarakat. Hal yang lebih penting adalah banyak masyarakat yang kurang kesadarannya dalam pemeliharan bangunan rumahnya, terutama pada sistem atap dan talang air, sehingga tidak ada penanggulangan masuknya air ke dalam struktur rumah secara dini. Hal ini besar pengaruhnya terhadap pelapukan kayu bangunan. Alasan ekonomi banyak digunakan masyarakat sehingga menunda-nunda perbaikan kebocoran atap tersebut dan mencukupkan tindakan dengan menadah kebocoran di dalam rumah. Walaupun nilai kerugian per rumah tampak kecil, tapi dalam skala daerah nilai kerugian tersebut adalah besar sebagaimana disajikan dalam Gambar 11, karena jumlah bangunan rumah di masing-masing daerah adalah sangat besar dan cenderung mengalami peningkatan. Di Bogor kerugian akibat pelapukan bangunan rumah adalah Rp3,7 milyar/tahun; di Malang Rp3,9 milyar/tahun; sedangkan di Semarang adalah Rp7,7 milar/tahun. Dalam perhitungan kerugian

54 ini belum termasuk kerugian terganggunya waktu dan aktivitas untuk perbaikan rumah yang rusak; belum juga terhitung resiko keamanan, kesehatan dan kenyamanan penghuni akibat kerusakan bagian struktur bangunan rumahnya. Gambar 11 Kerugian ekonomis akibat pelapukan kayu pada bangunan rumah di sepuluh kota di Pulau Jawa. Jumlah rumah di Indonesia tahun 2008 adalah 54,7 juta, 58,6% nya berada di Pulau Jawa, atau sekitar 32,1 juta unit rumah (Badan Pusat Statistik 2009). Berdasasrkan hasil sensus pada tahun 2010 jumlah bangunan rumah terdapat sekitar 32,9 juta unit rumah di Pulau Jawa. Dengan rata-rata kerugian akibat pelapukan per rumah sebesar Rp12.500 /tahun, maka kerugian akibat jamur pelapuk pada bangunan rumah di Pulau Jawa diperkirakan sekurang-kurangnya mencapai Rp411,2 milyar/tahun. Di Inggris biaya perbaikan kayu bangunan pada tahun 1997 yang rusak oleh jamur pelapuk adalah 3 juta per minggu (Schmidt 2007), atau sekitar Rp208 milyar/tahun. Sekarang nilai kerugian tersebut bisa jadi lebih besar. Kerugian akibat jamur pelapuk di Pulau Jawa tampak besar. Hal ini diantaranya terkait dengan iklim tropis yang hangat dan lembab, lebih mendukung aktivitas jamur pelapuk sepanjang tahun dibandingkan di daerah beriklim sedang yang memiliki empat musim. Pertumbuhan jamur tidak sama di keempat musim tersebut. Pada musim dingin pertumbuhan jamur kayu lebih lambat dibandingkan dengan di

55 musim semi. Selain itu Mueller et al. (2004) menyatakan bahwa keragaman jenis jamur di daerah tropis lebih tinggi daripada di daerah iklim sedang. Selain kerugian ekonomi, pelapukan komponen kayu bangunan rumah juga dapat membahayakan keselamatan penghuninya. Kerusakan kayu oleh jamur pelapuk terkadang tidak tampak hancur seperti terserang rayap, tapi sesungguhnya kekuatan kayu tersebut berkurang secara nyata. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Clausen dan Kartal (2003) bahwa pelapukan kayu oleh jamur menyebabkan perubahan kimia kayu akibat kerja enzim-enzim sehingga terjaadi penurunan kekuatan yang nyata. Jamur pelapuk selain mengubah sifat-sifat kayu, dapat berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia. Salah satu contoh kasusnya di USA yaitu terdapat penyakit paru-paru (khususnya pada bayi) yang penyebabnya adalah dari pertumbuhan jamur Stachybotrys chartarum (S. Atra). Spora jamur dalam jumlah besar juga dapat memicu alergi, seperti alergi rhinitis (radang selaput lendir hidung) atau yang menyebabkan asma (Allsopp et al. 2004). Flannigan et al. (2001) melaporkan bahwa Ganoderma, Fomes, Armillaria, Piptoporus dapat menyebabkan alergi pernafasan.