PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 942/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE DAN SANITASI PENGELOLAAN KERIPIK SANJAI BALADO DI KECAMATAN PAYAKUMBUH BARAT KOTA PAYAKUMBUH TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1098/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

LEMBAR OBSERVASI ANALISIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

LAMPIRAN. Keadaan Kantin di FIP UPI Bumi Siliwangi

Karakteristik Responden

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMA KASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xv BAB I PENDAHULUAN...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN DI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN

KUESIONER PENGAMATAN FAKTOR RISIKO CEMARAN MIKROBA PADA PENJAMAH MAKANAN DI KANTIN SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 30

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda ( ) pada jawaban yang

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Untuk menjamin makanan aman

HIGIENE SANITASI PANGAN

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGAWASAN SANITASI DAN KEAMANAN PANGAN, TEMPAT-

HUBUNGAN HYGIENE SANITASI LINGKUNGAN PENJUALAN DENGAN KANDUNGAN ESCHERICHIA COLI PADA AIR TEBU DI BEBERAPA KECAMATAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2015

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MATERI PEDULI OBAT DAN PANGAN AMAN EDUKASI TENTANG 2015 ANAK-ANAK

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. makanan secara keseluruhan (Depkes, RI 2004). lingkungan tempat orang tersebut berada.

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PASURUAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Sanitasi Penyedia Makanan

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

BAHAN PENCEMAR MAKANAN LAINNYA. Modul 4

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN SANITASI PENGELOLAAN RUMAH MAKAN DAN RESTORAN BERDASARKAN TINGKAT MUTU (GRADE A,B DAN C) DI KOTA MEDAN TAHUN 2013

ASPEK HYGIENE SANITASI MAKANAN PADA RUMAH MAKAN DI TERMINAL 42 ANDALAS KOTA GORONTALO 2012 ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN


BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Modul Pelatihan MODUL MI-7 I. DESKRIPSI SINGKAT

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI NOMOR : HK

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat disekolah

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik IWAS Umur Pendidikan Besar Keluarga

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

HIGIENE PEKERJA DALAM PENENGANAN PANGAN

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara kepada Konsumen Restoran X

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. disebut penyakit bawaan makanan (foodborned diseases). WHO (2006)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS FAKTOR RISIKO MAKANAN DAN MINUMAN JAJANAN PADA SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012 ABSTRACT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini:

ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA

Transkripsi:

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Mengingat : a. b. c. 1. 2. 3. 4. bahwa makanan jajanan dewasa ini sudah merupakan kebutuhan masyarakat dan perkembangan peredarannya demikian pesat serta meluas, oleh karena itu perlu upaya untuk pembinaan dan pengawasan dalam rangka meningkatkan pengamanan makanan jajanan; bahwa penentuan persyaratan kesehatan makanan jajanan dimaksudkan agar masyarakat terhindar dari makanan jajanan yang dapat membahayakan kesehatan; bahwa sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persyaratan Kesehatan Makanan Jajanan; Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie), Stbl. 1926 Nomor 226, setelah diubah dan ditambah terakhir dengan Stbl. 1940 Nomor 40 dan Nomor 450. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaga Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037). Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273); Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

5. 6. 7. 8. Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99 (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656); Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kesehatan Kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347); Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447); Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 329/Menkes/Per/XIII/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan; M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Makanan jajanan adalah makanan dan atau minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel. 2. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan dan atau minuman.

3. Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan atau minuman baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong. 4. Penyehatan makanan adalah upaya kebersihan dan sanitasi mengendalikan faktor makanan jajanan minuman, penjamah makanan, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. 5. Penjamah makanan jajanan adalah orang yang melakukan penangganan makanan. 6. Pengelola sentra adalah orang atau badan yang bertanggung jawab untuk mengelola tempat kelompok pedagang makanan jajanan. 7. Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan. 8. Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah. 9. Sentra pedagang makanan jajanan adalah tempat sekelompok pedagang yang melakukan penanganan makanan jajanan. 10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. BAB II PENJAMAH MAKANAN Pasal 2 1. Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain: a. tidak menderita penyakit yang mudah menular misal batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut dan penyakit sejenisnya; b. menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya); c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian; d. memakai celemek, dan tutup kepala; e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan. 2. Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penjamah makanan jajanan dalam memberikan pelayanannya dilarang antara lain : a. menjamah makanan tanpa alat/perlengkapan, atau tanpa alas tangan;

b. sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya); c. batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung. BAB III PERALATAN Pasal 3 1. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan kesehatan. 2. Untuk menjaga peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) : a. peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun; b. lalu dikeringkan dengan alat pengering /lap yang bersih; c. kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan ditempat yang bebas Pencemaran. 3. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai. BAB I AIR, BAHAN MAKANAN, BAHAN TAMBAHAN DAN PENYAJIAN Pasal 4 1. Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yang berlaku bagi air bersih atau air minum. 2. Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih. Pasal 5 1. semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk. 2. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau tidak rusak.

Pasal 6 Penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong yang digunakan dalam mengolah makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7 1. Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah. 2. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah. Pasal 8 Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan. Pasal 9 1. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup. 2. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan. 3. Pembungkus sebagaimana dimaksud ayat (2) dilarang ditiup. Pasal 10 1. Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atau terbungkus dan dalam wadah yang bersih. 2. Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehingga terlindung dari pencemaran. Pasal 11 Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 jam apabila masih dalam keadaan baik, harus diolah kembali sebelum disajikan.

BAB V SARANA PENJAJA Pasal 12 1. Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran. 2. Konstruksi sarana penjaja sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memenuhi persyaratan yaitu antara lain : a. mudah dibersihkan; b. tersedia tempat untuk : 1. air bersih; 2. penyimpanan bahan makanan; 3. penyimpanan makanan jadi/siap disajikan; 4. penyimpanan peralatan; 5. tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan) 6. tempat sampah. 3. Pada waktu menjajakan makanan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi, dan harus terlindung dari debu, dan pencemaran. BAB VI SENTRA PEDAGANG Pasal 13 1. Untuk meningkatkan mutu dan kesehatan makanan jajanan, dapat ditetapkan lokasi tertentu sebagai sentra pedagang makanan jajanan. 2. Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud ayat (1) lokasinya harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi. 3. Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi, meliputi : a. air bersih; b. tempat penampungan sampah; c. saluran pembuangan air limbah; d. jamban dan peturasan; e. fasilitas pengendalian lalat dan tikus;

4. Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II setempat. Pasal 14 1. Sentra pedagang makanan jajanan dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat. 2. Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai pengelola sentra sebagai penanggung jawab. 3. Pengelola sentra pedagang makanan jajanan berkewajiban : a. mendaftarkan kelompok pedagang yang melakukan kegiatan di sentra tersebut pada Dinas Kesehatan Tingkat II setempat. b. memelihara fasilitas sanitasi dan kebersihan umum. c. melaporkan adanya keracunan atau akibat keracunan secepatnya dan/atau selambat-lambatnya dalam 24 jam setelah menerima atau mengetahui kejadian tersebut kepada Puskesmas/Dinas Kesehatan Tk. II setempat. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15 1. Pembinaan dan pengawasan makanan jajanan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Tingkat l setempat. 2. Untuk melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan pendataan terhadap sentra pedagang makanan jajanan dan sarana penjaja. 3. Terhadap sentra penjaja makanan jajanan maupun penjaja makanan jajanan dapat diberikan tanda telah terdaftar atau stiker telah didaftar. Pasal 16 1. Penjamah makanan berkewajiban memiliki pengetahuan tentang penyehatan makanan dan gizi serta menjaga kesehatan. 2. Pengetahuan mengenai penyehatan makanan dan gizi serta menjaga kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (1) diperoleh melalui pelatihan/kursus. 3. Ketentuan dan tata cara pelatihan/kursus sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur oleh Direktur Jenderal.

Pasal 17 Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Tk. II dapat mengikutsertakan instansi lintas sektoral, pihak pengusaha, organisasi, profesi, lembaga swadaya masyarakat. Pasal 18 Dinas Kesehatan Tk. II dan Kantor Kesehatan Kabupaten secara berkala menyampaikan laporan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II dan Departemen Kesehatan secara berjenjang. Pasal 19 Ketentuan pembinaan dan pengawasan makanan jajanan ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 Semua sentra dan penjaja makanan jajanan yang telah melakukan kegiatan sebelum berlakunya peraturan ini, harus menyesuaikan diri dengan peraturan ini dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Hal-hal lain yang belum diatur dalam peraturan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

Pasal 22 Peraturan ini dimulai berlaku sejak tanggal ditetapkan Apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan yang akan ditinjau kembali. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 10 April 1997 MENTERI KESEHATAN ttd Prof. Dr. Sujudi