ALOKASI PEMBIAYAAN JAMINAN KESEHATAN DI KABUPATEN SUBANG

dokumen-dokumen yang mirip
7.1. PERDAGANGAN NASIONAL

7. PERDAGANGAN 7.2. PRASARANA EKONOMI 7.1. PERDAGANGAN NASIONAL

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI CABANG DINAS DAERAH KABUPATEN SUBANG

Penduduk dan Tenaga Kerja

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN

Penduduk dan Tenaga Kerja Subang Dalam Angka Tahun PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

Penduduk dan Tenaga Kerja Subang Dalam Angka Tahun PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Subang Tahun Figure 2. Trend Of Population Number In Subang,

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

INDUSTRI PENGOLAHAN DAN

6.2. AIR MINUM Selain industri di atas, industri penyediaan air minum merupakan salah satu industri vital bagi. Subang Dalam Angka Tahun

2. PEMERINTAHAN,HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

III. METODE PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Pemerintahan Subang Dalam Angka Tahun PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU

Pemerintahan Subang Dalam Angka Tahun PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

Industri Pengolahan Subang Dalam Angka Tahun 2010

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

Gambaran Umum BAB I GAMBARAN UMUM

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III GAMBARAN UMUM DAN PROFIL KOMODITAS TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUBANG

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan hasil-hasil pembangunan dengan jalan meningkatkan dan. memperluas usaha-usaha untuk memperbaiki penghasilan masyarakat.

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Disperindagsar

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Subang Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

A D E N D U M D O K U M E N P E N G A D A A N

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah tersebut kemudian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

Tahun. 3. Hutan Lindung 6.593, ,78 KPH Purwakarta Dokumen RPKH KPH Purwakarta , ,90 KPH Bandung Utara

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN TENTANG PENGELUARAN PEMERINTAH DI SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM MENINGKATKAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur ditempatkan sebagai sector vital dalam proses mencapai

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

DAFTAR ISI. A. Capaian Kinerja Pemerintah Kabupaten Tanggamus B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja C. Realisasi anggaran...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi dan sulit


Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Subang Pemenuhan Hak-Hak Warga

Transkripsi:

ALOKASI PEMBIAYAAN JAMINAN KESEHATAN DI KABUPATEN SUBANG ZAENAL HIRAWAN Dosen Tetap Pada Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Subang zaenal_hirawan@yahoo.co.id ABSTRAK Kesehatan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari bagian kehidupan seseorang. Kesehatan juga merupakan barang publik yang dipenuhi oleh pemerintah sebagai provider pemberi pelayanan. Untuk itu, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk sektor kesehatan dalam struktur APBD dalam satu tahun anggaran. Namun, proporsi anggaran sektor kesehatan masih sangat minim dibandingkan dengan belanja pegawai atau belanja perumahan dan fasilitas lainnya. Ketidak berpihakan anggaran pada sektor kesehatan, memberikan dampak ketersediaan layanan baik dari Rumah Sakit Umum Daerah dan Puskesmas. Sehingga pemerintah harus memprioritaskan sektor kesehatan menjadi salah satu tumpuan pembanguan dengan melakukan kolaborasi dengan pihak swasta. Kata kunci: anggaran sektor kesehatan ABSTRACT Health is a necessity that can t be separated from the part of a person's life. Health is also a public good that is fulfilled by the government as the provider of the service provider. To that end, the government allocated a budget to the health sector in the structure of the budget in 119

1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses kehidupan seseorang. Tanpa adanya kesehatan yang baik maka tidak akan ada masyarakat yang produktif. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan merupakan suatu hal yang bernilai sangat insentif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang senantiasa siap pakai dan terhindar dari ancaman penyakit. Di Indonesia sendiri tak bisa dipungkiri bahwa trend pembangunan kesehatan bergulir mengikuti pola rezim penguasa. Ketika pemerintah negeri ini hanya memandang sebelah mata pada pembangunan kesehatan, maka kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat akan menjadi sangat memprihatinkan Salah satu sub sistem kesehatan nasional adalah subsistem pembiayaan kesehatan. Jika ditinjau dari dari defenisi sehat, sebagaimana yang dimaksud oleh WHO, maka pembiayaan pembangunan perumahan dan atau pembiayaan pengadaan pangan, yang karena juga memiliki dampak terhadap derajat kesehatan, seharusnya turut pula diperhitungkan. 120

Pada akhir akhir ini, dengan makin kompleksnya pelayanan kesehatan serta makin langkanya sumber dana yang tersedia, maka perhatian terhadap sub sistem pembiayaan kesehatan makin meningkat. Pembahasan tentang subsistem pembiayaan kesehatan ini tercakup dalam suatu cabang ilmu khusus yang dikenal dengan nama ekonomi kesehatan. Kewenangan untuk pengaturan pembiayaan kesehatan di Indonesia dewasa ini ditempuh dengan pengalokasian anggaran kesehatan dari pemerintah pusat maupun daerah dengan menetapkan prinsip keadilan. Pembagian anggaran yang berkeadilan selanjutnya dijabarkan dengan menggunakan formula yang merupakan salah satu keputusan untuk membagi sumberdaya dalam sektor publik dengan menggunakan sebuah persamaan kuantitatif. Pendekatan ini diimplementasikan agar memudahkan para pengambil keputusan dalam menempuh distribusi alokasi anggaran pada sektor kesehatan. Kebijakan alokasi pembiayaan jaminan kesehatan dewasa ini sudah menjadi kewenangan daerah seiring dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Prinsip kebijakan alokasi anggaran yang diterapkan tentunya mengacu pada aspek kebutuhan masyarakat akan pembiayaan kesehatan yang berjenjang berdasarkan kemampuan ekonomi. Namun, masyarakat yang termasuk ke dalam kategori warga miskin tetap menjadi prioritas. Dengan demikian, penerapan prinsip keadilan dalam alokasi anggaran untuk sektor kesehatan ini sangat tergantung pada sejumlah variabel penting, khususnya jumlah populasi yang harus memperoleh pelayanan dan proporsi distribusi alokasi anggaran berbasis kondisi ekonomi masyarakat. Alokasi pembiayaan yang anggarkan oleh Pemerintah Kabupaten Subang sebanding dengan pertumbuhan penduduk yang semakin tahun semakin berkembang. 121

Disisi lain bahwa kesehatan dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan penduduk. Berikut trend pertumbuhan penduduk kabupaten Subang dari tahun 2010-2014. 1,422,02 8 1,470,32 4 1,477,48 3 1,446,88 9 1,402,13 4 Fenomena peningkatan penduduk dari tahun ke tahun menuntut adanya sentuhan pemerintah dalam pemberian alokasi pembiayaan jaminan kesehatan. Hal ini dinilai sangat penting agar cakupan pelayanan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin 1.2. Identifikasi Masalah Maksud dari penulisan ini adalah memberikan gambaran mengenai ketersediaan anggaran untuk sektor kesehatan di Kabupaten Subang. Adapun identifikasi masalah sebagai berikut: Mengidentifikasikan ketersediaan sumber daya keuangan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Subang untuk sektor kesehatan KERANGKA KONSEPTUAL 2.1. Pembiayaan Pembangunan Sektor Kesehatan Pembiayaan kesehatan (WHO, 2002), Merupakan sekumpulan dana danpenggunaan dana tersebut untuk membiayai kegiatan kesehatan yang dilakukan secara langsung serta memiliki tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan 122

masyarakat baik itu dalam lingkup Kabupaten, Provinsi maupun Negara. Menurut Azwar (2004), biaya kesehatan digolongkan menjadi biaya pelayanan kedokteran dan biaya pelayanan kesehatan masyarakat. Biaya pelayanan kedokteran merupakan komponen biaya yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan atau pemanfaatan pelayanan kedokteran dengan tujuan utama lebih ke arah pengobatan dan pemulihan kesehatan (aspek kuratif dan rehabilitatif) dengan sumber pembiayaan dari sektor pemerintah dan swasta. Sedangkan biaya pelayanan kesehatan masyarakat adalah biaya yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan masyarakat dengan tujuan utama lebih ke upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit (aspek promotiif dan rehabilitatif) dengan sumber dana utama dari pemerintah. Dari berbagai catatan dapat disimpulkan bahwa pada masa sekarang pembiayaan sektor kesehatan mulai menjadi prioritas pembangunan. Pembiayaan kesehatan pada masa ini tidak lagi sepenuhnya bersumber dari anggaran pemerintah tetapi juga dilakukan oleh sektor swasta yang ditandai dengan meningkatnya jumlah rumah sakit swasta yang didirikan di berbagai wilayah di Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat tidak lagi sepenuhnya berada dalam kendali penuh pemerintahan pusat, seiringnya berjalannya sistem otonomi daerah, setiap daerah otonom berhak menentukan perencanaan sendiri pembangunan kesehatan di daerahnya. Partisipasi masyarakat terus meningkat dalam Upaya Kesehata yang Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu dan Kader Kesehatan. Akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah mulai merata seiring dengan bertambahnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang mulai menjangkau daerah pedesaan di Indonesia. 123

Pemerataan Pembiayaan Sektor Kesehatan Kemiskinan telah menjadi suatu isu penting bagi badan-badan dunia, seperti Bank Dunia, International Monetary Fund, Asian Development Bank, serta World Health Organization (WHO), serta menjadi isu sentral terutama di negara berkembang dan negara-negara terbelakang, termasuk di Indonesia. Kemiskinan mempunyai banyak dimensi, hal tersebut harus dilihat melalui berbagai indikator-tingkat konsumsi dan pendapatan, indikator-indikator sosial, dan indikator-kerawanan terhadap resiko serta akses sosio/political, mencakup terbatasnya kesempatan untuk mengakses kesehatan dan pendidikan. Walaupun pendapatan tidak dapat mengukur kesejahteraan social seseorang, sedikitnya kita sependapat bahwa masyarakat dengan pendapatan yang tidak merata cenderung memiliki status kesehatan yang kurang baik Kebijakan menentukan bagaimana uang, kekuasaan dan sumberdaya mengalir ke masyarakat, sehingga menjadi salah satu faktor determinan kesehatan. Advokasi kebijakan kesehatan publik semakin menjadi strategi yang penting yang dapat kita gunakan sebagai panduan dalam penentuan status kesehatan. Meskipun agenda kebijakan merupakan bagian dari strategi politik dengan kepentingan yang berbeda-beda, sistem pembiayaan dan legislasi pelayanan kesehatan yang tersedia bagi orang miskin adalah strategi pendekatan utama untuk mencapai pemerataan kesehatan (Rosen S. 2002). Akan tetapi data tentang akses dan kualitas kepelayanan dasar (Puskesmas) dan pelayanan rujukan (Rumah Sakit) serta pemerataan sumber daya manusia, masih menunjukkan gejala ketidakmerataan secara horizontal. Jumlah rumah sakit dan dokter tidak terdistribusi secara merata di berbagai daerah dan kualitas pelayanan juga masih berbeda-beda. Keadaan ini perlu difahami oleh para pemimpin di sektor kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dan Propinsi perluuntuk memahami bagaimana 124

teori equity berjalan di daerahnya. Konsepsi ini perlu dimiliki oleh kepala dinas kesehatan sebagai kompetensi dasar untuk peningkatan kemampuan dalam mengolah data dalam rangka pengembangan pemikiran untuk perencanaan strategis program kesehatan di daerahnya. Sebagai regulator pemerintah harus menjadi wasit yang adil dalam sistem pelayanan kesehatan di wilayahnya, harus menyediakan aturan-aturan dasar yang tujuannya adalah untuk menjamin bahwa sistem bisa berjalan secara fair dan melindungi masyarakat untuk mencapai status kesehatan masyarakat yang optimal. Sebagai pemberi biaya, pemerintah harus menjamin bahwa layanan kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat dapat diakses oleh seluruh masyarakat, sehingga jika terjadi barrier ekonomi dari kelompok masyarakat yang miskin, maka pemerintah harus bertanggung jawab untuk menyediakan dana dan atau membuat sistem supaya pelayanan kesehatan dapat diakses oleh penduduk miskin dengan kualitas yang baik. Sebagai pelaksana, maka pemerintah menyediakan layanan kesehatan bagimasyarakat. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, rancangan yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bertujuan untuk melihat dan menggambarkan mengenai pola pembiayaan sektor kesehatan dalam struktur APBD Kabupaten Subang. Selain itu, penulis ingin mendapat gambaran mengenai keberpihakan kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran yang bersifat pro poor masyarakat. 3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan untuk keperluan analisis dalam studi ini adalah dan data sekunder. Data tersebut terdiri atas masukan dalam bentuk data yang terdiri atas : 125

a. Data APBD Kabupaten Subang Tahun 2012 b. Data belanja sektor kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2012 c. Data kebutuhan belanja publik dari fasilitas kesehatan pada tiap kabupaten/kota. PEMBAHASAN 4.1 Anggaran Alokas Untuk Kesehatan Hasil secara konsisten menunjukkan bahwa kurangnya pemerataan pendapatan adalah salah satu faktor pada masalah kesehatan yang muncul, meskipun hal tersebut bukan satu-satunya faktor penyebab utama, karena kurangnya pendapatan mempengaruhi keterbatasannya mengakses pelayanan kesehatan yang memadai. Kurangnya kemampuan orang yang berpendapatan rendah memanfaatkan sikap ramah tamah, teknologi, dan kondisi layak seperti bagi orang yang berpendapatan tinggi, sehingga perlakuan social ini membuat mereka semakin termarginalisasi. Oleh karena itu, pemerintah turun tangan dan mengintervensi untuk melindungi akses orang miskin terhadap pelayanan kesehatan dasar (WHO, World Health Report 2003). Kebijakan menentukan bagaimana uang, kekuasaan dan sumberdaya mengalir ke masyarakat, sehingga menjadi salah satu faktor determinan kesehatan. Advokasi kebijakan kesehatan publik semakin menjadi strategi yang penting yang dapat kita gunakan sebagai panduan dalam penentuan status kesehatan. Meskipun agenda kebijakan merupakan bagian dari strategi politik dengan kepentingan yang berbeda-beda, sistem pembiayaan dan legislasi pelayanan kesehatan yang tersedia bagi orang miskin adalah strategi pendekatan utama untuk mencapai pemerataan kesehatan (Rosen S. 2002). 126

54,000,000,000 52,000,000,000 50,000,000,000 48,000,000,000 46,000,000,000 44,000,000,000 jumlah alokasi anggaran kesehatan 42,000,000,000 1 2 3 (Sumber : Subang Dalam angka 2014) Berdasarkan data pada gambar di atas, ternyata Pemerintah Kabupaten Subang mengalokaskan biaya untuk urusan kesehatan mempunyai trend menurun dari tahun ke tahun dalam APBD. Hal ini memberikan dampak bahwa setiap provider pelayanan kesahatan tidak berjalan sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Subang dengan alasan anggaran. Karena sekarang ini Kabupaten Subang lebih berfokus pada pengembangan industri dengan menarik beberapa investor dari luar. Gambar Proporsi (%) APBD Urusan Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2009 s.d 2011 15.50 15.00 14.50 14.00 13.50 13.00 12.50 12.00 15.34 15.11 1 2 3 13.18 127

Sumber : APBD, 2012 (data diolah kembali) Selama periode 2009 2011, proporsi anggaran untuk Urusan Kesehatan di Kabupaten Subang dapat dikatakan fluktuatif walaupun menunjukkan kecenderungan menurun tiap tahun. Dari data tersebut terlihat bahwa pernah terjadi penurunan pada tahun 2009 dan 2010, sekalipun demikian pada tahun-tahun berikutnya kembali mengalami penurunan hingga pada tahun 2014, proporsi penurunan cukup signifikan. Penurunan jumlah alokasi ini didistribusikan ke sektor lain baik dalam pengbangan program pemberdayaan masyarakat, juga belanja pegawai yang setiap tahun semakin meningkat. Penurunan anggaran kesehatan di beberapa desa dan kelurahan juga berimbas dari krisis yang dialami nasional juga beberapa negara tetangga. Krisis ekonomi yang melanda hampir sebagian Negara ASIA berdampak langsung terhadap Perekonomian Indonesia, bahkan Indonesia termasuk negara yang mengalami keterpurukan yang paling lama. Kondisi tersebut dirasakan pula di daerah termasuk Kabupaten Subang yang ditandai dengan menurunya LPE (ADHK 93) hingga mencapai poin terendah (-7.17%) pada tahun 1998. Namun keterpurukan tersebut tidaklah terlalu parah bila dibandingkan dengan Propinsi Jawa Barat yang mencapai 17.7%, hal ini dikarenakan Kabupaten Subang masih berorientasi kepada sektor primer yang mana sektor ini memiliki daya tahan yang cukup baik karena cukup mengakar di masyarakat, sehingga terbukti LPE (ADHK 93) pada tahun 1999 2007 berangsur-angsur naik berkisar antara sebesar 2.28 % - 5.67 %. 128

Grafik Data LPE (ADHK 93) Tahun 1994-2007 8.00 6.84 7.39 6.00 5.46 5.22 5.67 5.14 3.85 4.12 4.47 4.72 4.00 4.58 4.8 2.28 2.00 - (2.00) (4.00) (6.00) -7.17 (8.00) 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 LPE Sumber : BPS. Subang Pendapatan perkapita Kabupaten Subang yang digambarkan dari Nilai PDRB dibagi dengan jumlah penduduk dapat disimpulkan bahwa dari Tahun 1993-2007 selalu mengalami peningkatan namun bila diperbandingkan dengan Nilai PDRB (ADHK) dengan PDRB (ADHB), terlihat bahwa PDRB (ADHB) kenaikannya sangat signifikan sejak tahun 2001 dan puncaknya di tahun 2005, 2006 dan 2007. Hal ini cukup menggembirakan apabila kenaikan pendapatan tersebut tidak diiringi oleh kenaikan harga, namun demikian bahwa kenyatannya pada periode tersebut terjadi kenaikan harga yang diakibatkan oleh kenaikan BBM, sehingga kenaikan pendapatan tersebut menjadi tidak signifikan. 129

Tabel PDRB dan PDRB perkapita Tahun 1993-2005 Uraian 1994 1995 1996 (1) (2) (3) (4) PDRB. Adh berlaku 1.564,21 1.771,34 2.045,07 [milyar rupiah] PDRB. Adh konstan 93 1.453,59 1.553,00 1.667,73 [milyar rupiah] PDRB. Per Kapita adh. Berlaku [ribu 1.269,04 1.430,75 1.645,40 rupiah] PDRB. Per Kapita adh.konstan 1.179,28 1.254,39 1.341,80 [ribu rupiah] 1997 1998 1999 2000 (5) (6) (7) (8) PDRB. Adh berlaku 2.412,41 3.550,12 3.672,98 4.002,86 [milyar rupiah] PDRB. Adh konstan 93 1.722,42 1.610,92 1.645,96 1.713,12 130

[milyar rupiah] PDRB. Per Kapita adh. Berlaku [ribu 1.934,34 2.792,48 2.876,91 3.416,07 rupiah] PDRB. Per Kapita adh.konstan 1.381,08 1.278,61 1.299,92 1.346,37 [ribu rupiah] Tabel L a n j u t a n Uraian 2001 2002 2003 (1) (9) (10) (11) PDRB. adh berlaku [milyar rupiah] 3.968,25 4.525,59 6.198,54 PDRB. adh konstan [milyar rupiah] 1.704,10 1.780.31 4.723,89 PDRB. Per Kapita adh. Berlaku [ribu 2.986,96 3.346,45 4.784,60 rupiah] PDRB. Per Kapita adh.konstan [ribu 1.282,70 1.316,45 3.445,57 rupiah] Daya Beli 545.32 131

549.23 553.64 2004 2005 2006 2007 (12) (13) (14) (15) PDRB. adh berlaku [milyar rupiah] 6.742,01 8.010,87 9.664,79 11.029,7 9 PDRB. adh konstan [milyar rupiah] 4.966,82 5.248,66 5.488,92 5.752,29 PDRB. Per Kapita adh. Berlaku [ribu 5.300,91 6.511,13 6.892,91 7.756,38 rupiah] PDRB. Per Kapita adh.konstan [ribu 3.587,94 3.770,60 3.914,69 4.045,13 rupiah] Daya Beli 558.49 564.42 570.36 573,98 Sumber : BPS. Subang (Subang alam Angka) Melihat tabel di atas, tingkat PDRB Kabupaten Subang yang belum stabil memberikan signal yang kurang baik dalam perkembangan pembangunan suatu daerah. Karena seyogiyanya suatu daerah dapat menjaga konsistensi pendapatan domestik dalam kurun waktu tertentu. Namun, hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa pendapatan domestik juga dapat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, sedangkan daya beli masyarakat ditentukan oleh pendapatan masyarakat yang bersangkutan. Pendapatan dan daya beli masyarakat merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan untuk menggambarkan keadaan perekonomian suatu wilayah atau daerah. 132

Penyediaan fasilitas kesehatan terdekat juga menjadi salah satu penjunang dalam sektor kesehatan. Karena fasilitas kesehatan baik itu Puskesmas atau Puskesmas pembantu dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam bidang kesehatan. Untuk melihat ratio puskesmas dengan penduduk dapat dilihat tabel dibawah Jumlah Ratio Ratio Jumlah Jumlah Pusling puskesmas/ No Kecamatan Pustu/ puskesmas Pustu Roda Roda 100.000 puskesmas 4 2 penduduk 1 Sagalaherang 1 1 1 2 1 3.3 2 Serang 1 2 1 2 2 4 Panjang 3 Jalancagak 1 4 3 2 4 2.6 4 Ciater 1 4 1 2 4 3.8 5 Kasomalang 1 3 1 2 3 2.6 6 Cisalak 1 2 1 2 2 2.6 7 Tanjungsiang 1 3 1 2 3 2.3 8 Cijambe 2 3 2 2 2 5.2 9 Cibogo 1 2 1 2 2 2.6 10 Subang 2 2 2 2 1 1.8 11 Kalijati 1 3 1 2 3 1.8 12 Dawuan 1 3 1 2 3 2.7 13 Cipeundeuy 1 3 1 2 3 2.4 14 Pabuaran 2 1 2 2 1 3.3 133

15 Patokbeusi 2 5 3 2 3 2.6 16 Purwadadi 1 2 1 2 2 1.9 17 Cikaum 1 3 1 2 3 2.2 18 Pagaden 2 1 3 2 1 3.4 19 Pagaden 1 4 2 4 2.8 barat 20 Cipunagara 1 3 1 2 3 1.6 21 Compreng 2 2 2 2 1 4.2 22 Binong 1 2 1 2 2 2.1 23 Tambah 2 2 1 2 1 4.3 dahan 24 Ciasem 2 4 4 2 2 2 25 Pamanukan 1 3 2 1.7 26 Sukasari 2 1 1 2 1 4.8 27 Pusakanagara 1 2 1 2 2 2.4 28 Pusakajaya 1 3 1 2 3 2.1 29 Legon kulon 1 1 1 2 1 1.6 30 Blanakan 2 3 2 2 2 0.1 Jumlah 40 74 45 60 1.85 2.36 Sarana atau fasilitas kesehatan merupakan hal yang vital dalam rangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sarana pelayanan kesehatan lingkup kesehatan bagi masyarakat. Tabel di atas memberikan gambaran bahwa tingkat ratio antara puskesmas dengan jumlah penduduk semakin tinggi. Artinya pertumbuhan penduduk tiap tahun semakin meningkat namun tidak diimbangi dengan jumlah fasilitas layanan 134

kesehatan dari pemerintah. Keadaan ini dimanfaatkan oleh pihak swasta dengan mendirikan klinik dengan fasilitas yang memadai ditambah dengan harga yang terjangkau. Pemerintah tidak banyak berbuat atas keadaan ini, dengan keterbatasan anggaran fasilitas kesehatan di layanan pemerintah masih sangat terbatas. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan kajian yang dilakukan, tim peneliti selanjutnya menyampaikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan kajian alokasi anggaran untuk Urusan Kesehatan di Kabupaten Subang, ternyata komposisi anggaran urusan ini dibanding dengan urusan lain masih dinilai belum proporsional. Walaupun menjadi salah satu sektor prioritas, besaran persentase dari total APBD Kabupaten, ternyata masih menunjukkan angka yang relatif kecil. 2. Proporsi pembiayaan sektor kesehatan di Kabupaten Subang belum difokuskan pada tahun 2000-2014, karena masih berfokus pada pengembangan sektor industri yang berimbas pada pendapatan keluarga. Saran 1. Agar Pemerintah kabupaten Subang memprioritaskan sektor kesehatan dibandingkan dengan belanja fasilitas lain dalam APBD 2. Pemerintah Kabupaten Subang melakukan kolaborasi dengan sektor swasta dalam mengembangkan sektor kesehatan menjadi tumpuan dalam pembangunan berkelanjutan 135

Daftar Pustaka Azwar, Azrul, 2004, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ketiga, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta Bosset, James L. 1998. Quality Function Development: A Prectioner s Approach. ASQC Quality Press : Wisnconsin Mossialos and Dixon. 2002. Funding Health Care: An Introduction Option for Europe. Open University Press Dirjen Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan Republik Indonesia Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 136