III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang

dokumen-dokumen yang mirip
III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dalam anggota KPBS Pangalengan dan memiliki sapi perah produktif.

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN...

Penerapan Good Breeding Practice terhadap Produktivitas Ternak... Sundra Dewi P

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

BAB 3 METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

PENENTUAN PRIORITAS KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN DAERAH IRIGASI DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) (185A)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

Bab II Analytic Hierarchy Process

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang berada ditpk Sukamenak Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung.

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

20.1. Mengembangkan Potensi Peternakan Ruminansia Menerapkan Tingkah laku Ternak Ruminansia Menerapkan Penanganan Ternak ruminansia

Penyebaran Kuisioner

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati

Analisis Hirarki Proses Vendor Pengembang System Informasi. STIE Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

Analytic Hierarchy Process

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah peternak dari tiga kelompok

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

Bibit sapi Bali SNI 7355:2008

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bandung Provinsi Jawa Barat. Batas-batas admistratif Desa Margamukti, Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bibit sapi potong Bagian 1: Brahman Indonesia

Analisis Break Even Point (BEP) Usahatani Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Sleman

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh

Usia (tahun) Pendidikan Terakhir

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBERIAN BONUS KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE AHP SKRIPSI

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III ANP DAN TOPSIS

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah Pamella Swalayan 1. Jl. Kusumanegara

Bibit sapi peranakan Ongole (PO)

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

Transkripsi:

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang tergabung dalam kelompok peternak Jambu Raharja di Desa Sidajaya, Kecamatan Cipunagara, Subang, Jawa Barat. 3.2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode sensus, yaitu suatu penelitian dengan cara menghimpun informasi dari seluruh unit anggota populasi dengan tujuan untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat general (Paturochman, 2012). 3.2.1. Penentuan Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian dipilih secara sengaja yaitu di kelompok Jambu Raharja Desa Sidajaya, yang merupakan salah satu kawasan sentra peternakan sapi potong di Kecamatan Cipunagara, Subang. Pemeliharaan sapi di kelompok ini telah mengembangkan usaha pembibitan yang di khususkan pada jenis rumpun Peranakan Ongole (PO). 3.2.2. Teknik Penentuan Responden Jumlah responden penelitian ini sebanyak 25 orang dengan populasi ternak sebanyak 85 ekor, merupakan peternak sapi potong yang tergabung dalam kelompok Jambu Raharja di Desa Sidajaya, Kecamatan Cipunagara, Subang.

33 3.2.3. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden penelitian melalui pengamatan langsung di lapangan, teknik wawancara berdasarkan kuisioner yang telah disiapkan. Kuisioner yang dibuat mengacu pada Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practice) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2014. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti catatan dalam kelompok mengenai kinerja, perkembangan ternak, pendapatan peternak dan literatur yang relevan dari instansi terkait. 3.3. Operasionalisasi Variabel 3.3.1. Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik (Good Breeding Practice) Good Breeding Practice terdiri dari enam sub variabel, diantaranya : sarana prasarana, cara pembibitan, kesehatan hewan, pelestarian fungsi lingkungan hidup, sumber daya manusia serta pembinaan dan pengawasan. Definisi setiap sub variabel adalah sebagai berikut : 1. Sarana dan prasarana, identifikasi mengenai kondisi lahan dan lokasi topografi wilayah, tata letak kandang yang sesuai dengan tata ruang wilayah, bangunan perkandangan yang nyaman dan aman, tersedianya gudang pakan, gudang pengolahan limbah dan peralatan yang diperlukan. 2. Cara pembibitan, meliputi seleksi bibit, teknik perkawinan yang baik, pengetahuan birahi, pemeliharaan, pemberian pakan, pemenuhan kebutuhan nutrisi ternak dan menjamin kesejahteraan ternak (animal

34 welfare) untuk menghasilkan bakalan yang berkualitas sesuai dengan standar rumpun. 3. Kesehatan ternak (animal health), mendeskripsikan GBP untuk menjamin ternak yang sehat untuk menghasilkan produktivitas yang baik, terdapat program kebersihan kandang, cara pencegahan penyakit, teknik pengobatan serta ternak mendapatkan kesejahteraan mengenai lima kebebasan yang harus di dapatkan oleh ternak diantaranya ternak terbebas dari rasa haus, lapar, ketidaknyamanan, penyakit, takut, dan dapat bergerak sesuai dengan perilaku normalnya. 4. Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup (environment) mendeskripsikan mengenai penerapan sistem peternakan agar ramah lingkungan dan sistem pengolahan limbah agar tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. 5. Sumber Daya Manusia, dalam hal ini diperlukan manajeman sumber daya manusia yang efektif sehingga mempunyai keterampilan dalam berbagai aspek di bidang pembibitan, memahami resiko pekerjaan, mampu melakukan pengelolaan pencatatan serta menerapkan keselamatan dan kemanan kerja. 6. Pembinaan dan Pengawasan, meliputi peran pembinaan dari pemerintah, Dinas Peternakan, petugas UPTD, kesehatan hewan serta peran pengawasan oleh pengawas bibit ternak serta dilakukannya pelaporan secara berkala oleh pembibit kepada Kepala Dinas Perbibitan. Penilaian responden terhadap penerapan setiap sub variabel dari ke enam aspek yang terdapat dalam GBP diukur berdasarkan nilai yang diberikan dalam kuisioner dimana, nilai maksimum seluruh aspek GBP adalah 100% kemudian dibagi secara proporsional (100% dibagi jumlah aspek) yaitu 16,67% selanjutnya

35 dibagi secara proporsional sesuai jumlah sub-sub variabel untuk masing-masing sub variabel. Satuan yang digunakan adalah persen (%). 2.3.2 Produktivitas Ternak Keberhasilan menjalankan usaha pembibitan dengan pola manajemen yang terarah dapat di lihat dari produktivitas ternak yang dihasilkan. Dalam usaha pembibitan prestasi produksi dilihat berdasarkan aspek reproduksi dan produksi induk yaitu dari ternak yang dilahirkannya. 1. Aspek Reproduksi Indikator yang diamati : a) Usia kawin pertama, ternak sapi sudah dapat dikawinkan pada umur 18-24 bulan setelah dewasa tubuh dan dewasa kelamin. b) Periode kebuntingan adalah saat terjadinya pembuahan ovum sampai kelahiran anak. Penilaian periode kebuntingan yang normal berkisar antara 240-330 hari atau rata-rata 283 hari (Santosa, 2006). c) Kawin pertama setelah beranak (first service post partus), yaitu selang waktu sejak sapi beranak sampai dikawinkan kembali. Penilaian untuk kawin pertama setelah beranak yang baik berkisar 45-60 hari (pada berahi kedua atau ketiga). d) Service per conception merupakan ukuran berapa kali seekor ternak sapi melakukan perkawinan hingga ternak tersebut bunting. Penilaian S/C yang normal 1 2 kali atau berkisar antara 1,6-2,0 (Toelihere, 1979). e) Calving interval (CI) adalah selang waktu dari beranak sampai beranak berikutnya (jarak beranak). Penilaian interval kelahiran atau jangka

36 waktu antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya mengacu kepada ukuran normal yaitu 12-13 bulan (Toelihere, 1979). 2. Aspek Produksi a) Pendugaan bobot sapi dewasa yang dapat dilakukan berdasarkan pengukuran ukuran tubuh diantaranya lingkar dada dan panjang badan dengan menggunakan rumus Winter. b) Ukuran tubuh pedet dan dewasa : Lingkar dada dilakukan dengan cara melingkarkan pita ukur pada bagian dada di belakang bahu yang dinyatakan dengan cm. Panjang badan dilakukan dengan mengukur jarak dari bongkol bahu/scapule sampai ujungpanggul (procesus spinus), dinyatakan dalam cm. Tinggi pundak dilakukan dengan mengukur jarak tegak lurus dari tanah sampai dengan puncak gumba di belakang punul, dinyatakan dalam cm menggunakan alat ukur yang sudah ditera. 2.3.3 Pendapatan Peternak Berdasarkan Income Over Feed Cost Pendapatan peternak diukur menggunakan metode Income Over Feed Cost (IOFC) yang diperoleh berasarkan penjualan ternak (pedet, dara dan sapi dewasa) dan pengeluaran biaya pakan. 1. Ternak yang dijual, meliputi penjualan pedet, dara maupun sapi dewasa selama periode satu tahun terakhir (Rp/ekor). 2. Biaya pakan, yaitu total biaya pakan yang dikeluarkan peternak dalam pengadaan pakan hijauan, konsentrat maupun pakan tambahan lain (Rp/Kg). Pengeluaran biaya pakan di hitung dengan cara harga pakan

37 dikali jumlah kebutuhan konsumsi ternak per ekor dikalikan dengan lama pemeliharaan pada periode tertentu (Rp/Kg/ekor/hari). 2.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 2.4.1. Analisis Penerapan Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik (Good Breeding Practice) Menganalisis penerapan GBP dilakukan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan metode pengukuran yang digunakan dalam pengambilan keputusan dari kriteria yang sangat beragam untuk menentukan skala rasio dari perbandingan pasangan yang diskrit maupun kontinu. Metode AHP ini mampu menguraikan suatu permasalahan kompleks dalam struktur hirarki yang terdiri dari tujuan, kriteria dan alternatif (Suyatno, 2011). Selanjutnya menggunakan Pairwise Comparison (perbandingan berpasangan) untuk merangking seluruh prioritas (skala prioritas). Berikut adalah langkah-langkah dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan AHP, meliputi : 1) Menyusun hirarki yang terdiri dari unsur tujuan, kriteria dan sub kriteria. Good Breeding Practice I Saran prasarana II Cara Pembibitan III Kesehatan Ternak IV Pelestarian Lingkungan V Sumber Daya Manusia VI Pembinaan dan pengawasan Sub aspek 1.1.-1.8. Sub aspek 2.1.-2.4. Sub aspek 3.1.-3.4. Sub aspek 4.1.-4.5. Sub aspek 5.1.-5.3. Sub aspek 6.1.- 6.3. Ilustrasi 2. Struktur Kriteria Good Breeding Practice.

38 2) Melakukan pembobotan kuesioner dari enam aspek GBP yang terdiri dari sejumlah sub aspek. Poin pada sub aspek memiliki beberapa alternatif jawaban, alternatif jawaban yang dipilih oleh responden dipersentasikan dengan bobot poin tersebut sehingga diperoleh skor dari setiap poin. 3) Menyusun perbandingan berpasangan. Membandingkan nilai yang diperoleh setiap aspek ke dalam bentuk berpasangan, kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan (Pairwise Comparisson). (lihat Tabel 6.) Tabel 6. Matriks Pairwise Comparisson (PC) I II III IV V VI I 1 Aij......... a16 II... 1............ III...... 1......... IV......... 1...... V............ 1... VI A61............ 1 Keterangan : I : sarana prasarana II : cara pembibitan III : kesehatan ternak IV : pelestaran fungsi lingkungan hidup V : sumber daya manusia VI : pembinaan dan pengawasan Nilai aij merupakan nilai perbandingan aspek i dan aspek j, untuk i dan j adalah enam aspek GBP. Apabila yang dibandingkan adalah aspek yang sama maka diberi nilai 1.

39 4) Membuat peringkat prioritas dari matriks pairwise dengan menentukan eigenvenctor, dengan tahapan berikut : a. Menguadratkan matriks pairwise 1............ a 16 1............ a 16... 1............... 1.................. 1......... X...... 1.................. 1............... 1.................. 1............... 1... a 61............... a 61............... b. Menjumlahkan setiap baris pada matriks PC 2 hingga diperoleh nilai eigenvector 1 +... + (a 16 )( a 15 )............... (a 16 ) (a 16 ) +... + 1... 1..................... 1............ Matriks PC 2......... 1..................... 1...... (a 61 )(1) +... + (1)( a 61 )............... (1)( a 61 ) +... + 1 c. Nilai eigenvector terbesar merupakan prioritas utama dalam aspek GBP. b1/c b2/c... Nilai eigenvector atau matriks prioritas...... bn/c

40 5. Menghitung konsistensi logis, pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan respon yang diberikan responden. Berikut langkah-langkah perhitungannya : a. Menentukan Vektor Jumlah Tertimbang (Weighted Sum Vector), dengan cara perhitungan semua baris pada kolom pertama matriks PC dikalikan dengan nilai baris pertama matriks prioritas dan seterusnya sampai diperoleh nilai dari matriks WSV. 1 x b1/c............... a 61 x bn/c... 1x b2/c.................................... Matriks weighted Sum Vector (WSV).......................................... a 61 x b1/c............... 1 x bn/c b. Menjumlahkan setiap baris pada matriks WSV 1xb1/c +... + a 17 x bn/c y 1... y 2... = y 3 Jumlah setiap baris pada matriks WSV............ a 71 xb1/c +...+ 1x bn/c y n c. Menghitung Consistency Vector (CV), membagi hasil penjumlahan tiap baris pada matriks WSV dengan prioritas bersangkutan. y1/b1/c y2/b2/c... = Consistency Vector (CV)...... yn/bn/c

Cara perhitungan : baris pertama matriks WSV dibagi baris pertama matriks prioritas. d. Menghitung nilai rata-rata CI (λ) dan Consistency Index (CI), dengan rumus sebagai berikut : λ = ΣCV/Σn 41 CI = λ n / n 1 e. Menghitung Consistency Ratio (CR), dengan rumus sebagai berikut : CR = CI / RI Keterangan : λ : Nilai rata-rata Consistency Vector (CV) n : Jumlah faktor yang sedang dibandingkan RI : Random Index Tabel 7. Indeks Random/ Random Index (RI) Ukuran matriks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 Sumber : Saaty (1994) Nlai random consistency indeks dapat menggunakan patokan tabel diatas. Suatu matriks perbandingan berpasangan dinyatakan konsisten apabila nilai CR 0,1 atau 10% (Suyatno, 2011). Random Index adalah indeks rerata konsistensi dari matriks perbandingan.

42 2.4.2. Analisis Produktivitas Ternak Analisis produktivitas ternak dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif dengan mengidentifikasi berbagai aspek reproduksi untuk mengukur prestasi ternak. Informasi yang diperoleh dari peternak berdasarkan perhitungan dan catatan kemudian disesuaikan dengan ketentuan untuk mengukur prestasi ternak dari tingkat produktivitas sebagai berikut : 1. Aspek Reproduksi a) Umur kawin pertama di lihat berdasarkan informasi dan catatan yang diperoleh dari peternak. Umur kawin pertama sudah dapat dilakukan pada umur 18-24 bulan (Santosa, 2006). b) Periode kebuntingan di lihat berdasarkan informasi dan catatan yang diperoleh dari peternak dan mengacu kepada periode kebuntingan yang normal berkisar antara 240-330 hari atau rata-rata 283 hari (Santosa, 2006). c) Kawin Pertama setelah Beranak (first service post partus) di lihat berdasarkan informasi dan catatan yang diperoleh dari peternak dan mengacu kepada ukuran selang waktu yang normal berkisar antara 45-60 hari (pada berahi kedua atau ketiga). d) Calving Interval (CI) yaitu selang waktu antara beranak samapi beranak berikutnya, memiliki ukuran kisaran normal antara 12-14 bulan, untuk mengetahui calving interval dapat dihitung dengan cara berikut: CI (bulan) = kelahiran ke-i kelahiran ke (i-1) e) Service per conception (S/C) dapat dihitung dengan cara berikut:

43 S/C = Jumlah pelayanan inseminasi yang dibutuhkan seekor betina sampai terjadinya kebuntingan. 2. Aspek Produksi a) Bobot badan dewasa, dilakukan dengan menggunakan rumus winter dalam pendugaan bobot badan berdasarkan ukuran tubuh seperti lingkar dada dan panjang badan. Berikut adalah cara perhitungan rumus winter dalam menduga bobot badan ternak; BB (lbs) = Lingkar dada2 (inch) x panjang badan (inch) 300 = BB (lbs) x 0,4536 Keterangan : 1 inch = 2,45 cm 1 lbs = 0,4536 b) Ukuran tubuh pedet dan dewasa : Lingkar dada dilakukan dengan cara melingkarkan pita ukur pada bagian dada di belakang bahu yang dinyatakan dengan cm. Panjang badan dilakukan dengan mengukur jarak dari bongkol bahu/scapule sampai ujungpanggul (procesus spinus), dinyatakan dalam cm. Tinggi pundak dilakukan dengan mengukur jarak tegak lurus dari tanah sampai dengan puncak gumba di belakang punul, dinyatakan dalam cm menggunakan alat ukur yang sudah ditera. 2.4.3. Analisis Pendapatan Peternak Analisis pendapatan peternak dihitung menggunakan metode IOFC (Income Over Feed Cost) yaitu nilai yang didapat dari penerimaan usaha ternak sapi potong dengan biaya pakan yang dikeluarkan. Perhitungan konsumsi pakan di hitung per satuan ternak. Menurut ensminger (1961) Satuan Ternak (ST) atau

44 Animal Unit (AU) merupakan satuan untuk ternak yangdi dasarkan atas konsumsi pakan. Nlai konversi ST per ekor sapi dewasa yaitu 1,00 ST, sapi muda (umur lebih 1 tahun) yaitu 0,5 ST, dan sapi pedet yaitu 0,25 ST. Metode IOFC digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan secara ekonomis yang diperoleh dari hasil penjualan produksi selama periode tertentu dikurangi biaya pakan. Mengenai biaya lain seperti upah tenaga kerja, fasilitas kandang, harga bibit dan biaya variabel lainnya tidak diamati dalam perhitungan IOFC ini. Pendapatan diperoleh dari perkalian antara penjualan ternak atau hasil produksi peternakan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990). Perhitungan keuntungan peternak selama satu tahun terakhir pada tahun 2015 dari penjualan ternak dengan harga jual ternak yang diterima atas biaya pakan yang dikeluarkan menggunakan rumus sebagai berikut : IOFC = [ ternak yang dijual x harga jual ternak) ( konsumsi ternak/ekor (kg) x harga pakan (Rp/Kg) x lama pemeliharaan (hari) ] Dimana : Jenis ternak yang dijual meliputi sapi pedet, sapi dara/remaja dan sapi dewasa baik jantan maupun betina. Jenis pakan yang diberikan meliputi hijauan, konsentrat dan pakan tambahan lain. Waktu pemeliharaan : saat awal pemeliharaan hingga ternak tersebut dijual.