Box 1 : Pernyataan Ketua Pusdalkarhutla terhadap kebakaran hutan dan lahan di riau Sebuah Pernyataan yang kontroversial.

dokumen-dokumen yang mirip
Kabut Riau. Khasanah Alam dan Budaya Tropis Riau Penetapan Kawasan Rawan Bencana. Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau : Penyebab, Dampak dan Solusi bagi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 peringatan titik api berdasarkan tipe penggunaan lahan, Sumatera, Indonesia (Data titik api aktif NASA)

Pengecekan lapangan lokasi kebakaran foto dirilis di database online EoF

Setitik Harapan dari Ajamu

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus

Pemberian Izin RKT HTI oleh Mentri Kehutanan di Provinsi Riau Merupakan Pelanggaran Terhadap Konstitusi. Oleh : Raflis 1 Yayasan Kabut Riau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

9/1/2014. Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan?

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Laporan Investigasi Jikalahari KEPALA BRG DIHADANG, PT RAPP LANJUT MERUSAK HUTAN ALAM DAN GAMBUT

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

Tata Ruang dan Korupsi. Raflis

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut Ditjen. Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di areal perkebunan PT Panca Surya Agrindo Oktober 2015

Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di Perkebunan PT Bertuah Aneka Yasa Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. Maret hingga Agustus. Kondisi ini didukung oleh suhu rata-rata 21 0 C 36 0 C dan

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 13 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

Laporan Investigatif Eyes on the Forest Desember 2015

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

BAB III PROBLEM LINGKUNGAN DI SUMATERA SELATAN. penjelasan mengenai keterlibatan INGO World Agroforestry Centre (ICRAF) di Indonesia

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Lembar Fakta. Tata kelola buruk: Masyarakat Adat Terdampak Bencana Asap

24 Oktober 2015, desa Sei Ahass, Kapuas, Kalimantan Tengah: Anak sekolah dalam kabut asap. Rante/Greenpeace

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak

Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di Perkebunan PT Bumi Reksa Nusa Sejati November 2015

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

Cakupan Paparan : Outlook industri pulp dan kertas (IPK) Gambaran luasan hutan di indonesia. menurunkan bahan baku IPK

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015

Moratorium gambut diabaikan, dua kebun sawit grup Panca Eka menebangi hutan alam di Semenanjung Kampar, Riau

WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA [WALHI] KALIMANTAN TENGAH

Kebakaran di Konsesi APP/Sinar Mas Memperparah Kabut Asap Regional dan Mengancam Cagar Biosfir PBB yang Baru

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IMPLEMENTASI PP 57/2016

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

PENDAHULUAN Latar Belakang

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W)

BAB III KELEMBAGAAN PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

BAB IV GAMBARAN LOKASI KAJIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut

BAB IV TATA LAKSANA PENGENDALIAN Bagian Pertama Umum Pasal 11 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pembakaran hutan dan atau lahan.

BUPATI BENGKALIS ASSALAMU ALAIKUM WR. WB SELAMAT PAGI, SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEMUA,

Analisis kebakaran hutan dan lahan gambut Provinsi Riau tahun 2014

ABSTRAK. Kata Kunci: Tata Ruang, Kehutanan, Perizinan Diterbitkan dalam Wacana Edisi 26 : Penataan Ruang dan Pengelolaan Sumberdaya

ber Laporan investigatif dan analisa pengindraan jarak jauh di 29 konsesi HTI Riau Laporan Investigatif Eyes on the Forest Diterbitkan April 2018

PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

Memanen padi tanpa asap di gambut Lamandau

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di Perkebunan PT Runggu Prima Jaya Oktober 2015

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 14 September 2016 adalah sebagai berikut :

TEMUAN DAN ANALISIS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROPINSI RIAU. ICCC Coffee Morning o Climate Change Jakarta, 15 April 2014

DAMPAK BENCANA ASAP TERHADAP KEBERLANJUTAN INDUSTRI KEHUTANAN

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG

Transkripsi:

Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau : Penyebab, Dampak dan Solusi bagi Penetapan Kawasan Rawan Bencana Oleh Raflis 1 dan Dede Khunaifi 2 Yayasan Kabut Riau Pendahuluan Setiap tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan. Kejadian ini sudah menjadi issu penting dan merupakan sebuah rutinitas yang menghabiskan APBN dan APBD yang cukup besar jumlahnya untuk pemadaman kebakaran. Belum lagi kalau dihitung dampak kesehatan terhadap jutaan masyarakat yang terkena dampak dari asap yang ditimbulkan. Sampai Saat ini penanggulangan kebakaran hutan sebatas upaya pemadaman api pada saat kebakaran terjadi. Sedangkan perencanaan menyeluruh belum dilakukan bahkan dalam konfrensi pers yang dilakukan wakil gubernur riau yang juga menjabat sebagai ketua pusdalkarhutha (Pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan) baru baru ini tidak menggambarkan perencanaan yang utuh dalam penaggulangan kebakaran hutan dan lahan. Box 1 : Pernyataan Ketua Pusdalkarhutla terhadap kebakaran hutan dan lahan di riau Sebuah Pernyataan yang kontroversial. Pekanbaru - Kabakaran hutan dan lahan setiap tahun selalu terjadi di Riau. Namun Pemprov Riau berkilah, hal tersebut merupakan kejadian yang tidak memiliki unsur kesengajaan. "Tidak benar kebakaran lahan yang terjadi sekarang ini karena sengaja dibakar. Tapi api muncul karena ketidak sengajaan warga yang membakar sampah. Nah, percikan bunga api dari sampah ini terbawa angin yang selanjutnya menjalar ketempat lain. Jadi kebakaran bukan unsur kesengajaan," kata Wakil Gubernur Riau, R Mambang Mit dalam jumpa pers, Rabu (18/02/2009) di ruang kerjanya, Kantor Gubernur Riau, Jl Sudirman, Pekanbaru. Dia menjelaskan kawasan hutan dan lahan yang sekarang terbakar, sebagian besar merupakan lahan yang tidak bertuan. Misalnya, lahan eks HPH yang sudah lama tidak dikelola lagi. Di samping itu ada lahan semak belukar yang tidak terjaga karena tidak ada pemiliknya. "Jadi lahan seperti itulah yang terbakar saat ini. Dan kebakaran itu bukan disengaja. Api yang menjalar di sana, hanya rembetan dari pembakaran sampah yang dilakukan warga," kata Mambang. Menurutnya, dari inventarisir yang dilakukan selama ini, ada 224 desa dari 1602 jumlah desa di Riau yang saban tahun menjadi langganan kebakaran lahan. Di lahan desa itulah setiap musim kemarau selalu saja terjadi kebakaran "Agar tidak terjadi kebakaran lahan lagi, nantinya lahan-lahan tanpa pemilik itu akan kita manfaatkan untuk dijadikan lahan perkebunan, pertanian. Dengan demikian lahan itu ada pemiliknya dan tidak mungkin terbakar lagi karena sudah ada yang menjaga lahan tersebut," kata Mambang Mit yang juga menjabat sebagai Ketua Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Riau. http://www.detiknews.com/read/2009/02/18/154817/1086819/10/pemprov-riau-nilai-kebakaran-hutan-tidak-disengaja 1 Riset Dan Gis 2 Campaigner 1

Fakta Kebakaran Hutan dan lahan di Provinsi Riau. Kabut Riau Berdasarkan pantauan satelit Modis (Terra dan Aqua) Periode September 2000 sampai Juli 2008 di wilayah Provinsi Riau Dijumpai 57972 titik api yang terdistribusi ke dalam 12 kabupaten/ kota. Kejadian ini hampir setiap tahun berulang ditempat yang sama terutama pada kawasan bergambut. Gambar 1 Distribusi Titik Api Periode September 2000 sampai Juli 2008 2

Sebaran Titik Api Berdasarkan Jenis Tanah Kabut Riau Perbandingan frekwensi titik apa antara tanah mineral dan lahan gambut 80.00% 69.76% 60.00% 40.00% 30.24% 20.00% 0.00% Gambut Tanah Mineral Gambar 2. Perbandingan Jumlah Titik api pada tanah gambut dan tanah Mineral Titik api tersebar pada dua tipe tanah, yaitu tanah mineral dan tanah gambut. Dari 57027 titik api yang ditemukan 17259 titik api ditemukan pada tanah mineral atau 30,24% sedangkan 39813 atau 69,76% lainnya dijumpai pada tanah bergambut dengan kedalaman bervariasi. Lihat gambar 1 dan tabel 1 Tabel 1. Distribusi titik api pada kawasan bergambut. No Kedalaman Gambut Jumlah Titik api Persentase Terhadap Total Titik api 1 Lebih dari 4 meter 13909 24.37% 2 sampai 4 meter 10471 18.35% 3 1 sampai 2 meter 11747 20.58% 4 0.5 sampai 1 meter 3455 6.05% 5 Kurang dari 0.5 meter 231 0.40% Jumlah 39813 69.76% Sumber: Analisis Kabut Riau 2009 - Satelit Modis Terra dan Aqua dari September 2000 sampai Mei 2008 - Data Kedalaman Gambut Wetland International 2002 Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa distribusi titik api paling banyak terdapat pada gambut dengan kedalaman 4 meter lebih dengan jumlah titik api ditemukan sebanyak 13909 atau 24,37%. Sedangkan paling kecil berada pada kawasan gambut dangkal dengan kedalaman kurang dari 0,5 meter dengan jumlah titik api sebanyak 239 buah atau 0,4%. Dalam beberapa regulasi telah ditegaskan bahwa kawasan bergambut dengan kedalama 3 meter atau lebih harus dilindungi. Regulasi yang mengatur itu diantaranya: 1. Kepres No 32 tahun 1990 tentang kawasan lindung 3

2. PP 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional yang sebelumnya diatur dengan PP 47 tahun 1997. 3. SK.101/Menhut-II/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas. 4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 246/Kpts-II/1996 tentang Pengaturan Tata Ruang Hutan Tanaman Industri 5. UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Dalam implementasinya regulasi tentang perlindungan kawasan bergambut ini tidak dijalankan dengan sungguh sungguh, yang terjadi adalah Baik mentri, guberbur maupun bupati berlomba menerbitkan izin pemanfaatan ruang pada kawasan tersebut. Jadi tidaklah mengherankan kalau kebakaran hutan dan lahan sudah menjadi langganan tahunan di provinsi riau. Kebakaran pada lahan gambut ini selalu berulang setiap tahun pada lokasi yang sama, ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan gambut memiliki resiko yang besar terhadap kebakaran. Hal ini dikarenakan oleh pembuatan kanal kanal sebagai drainase untuk pengeringan lahan gambut tersebut. Sehingga terjadi penurunan muka air tanah pada kawasan bergambut yang akhirnya berdampak pada kekeringan yang tinggi dan mudah terbakar baik disengaja maupun tidak. Dibukanya lahan gambut oleh perusahaan besar berdampak nyata dengan kedatangan migran dan masyarakat lokal yang juga berlomba membuka lahan yang berdekatan dengan konsesi perusahaan karena telah dibuat akses jalan/ kanal sehingga memudahkan eksploitasi oleh masyarakat tempatan. Akibatnya terjadi pergeseran pola penggunaan lahan yang biasanya arif dan bijaksana oleh masyarakat ke pola pola destruktif. Distribusi Titik api berdasarkan penguasaan lahan Berdasarkan Pola penguasaan lahan atau izin pemanfaatan ruang maka titik api terdistribusi pada 1. Kawasan Kelola masyarakat dan kawasan lindung 2. Kawasan yang telah diberikan hak pemanfaatan ruang (HTI dan Perkebunan) Tabel 2. Distribusi Titik Api Berdasarkan Penguasaan Lahan No Pola Penguasaan Lahan Jumlah Titik Api Persentase 1 Kawasan Kelola Masyarakat dan kawasan 22324 39.12% lindung 2 Kawasan yang telah diberikan izin pemanfaatan ruang (HTI dan Perkebunan) 34748 60,88% Dilihat dari pola penguasaan lahan maka distribusi titik api lebih banyak berada pada kawasan yang telah diberikan izin pemanfaatan ruang (HTI dan Perkebunan). Sekitar 60,88% sedangkan pada kawasan kelola masyarakat dan kawasan lindung hanya 39,12% 4

Dari porsi ini dapat secara jelas terlihat bahwa yang berkontribusi besar dalam melakukan kebakaran hutan adalah pemilik izin pemanfaatan ruang (HTI dan Perkebunan). Karena ketika izin tersebut diberikan oleh negara terhadap pemilik izin tersebut maka serta merta tanggung jawab negara dalam mengelola kawasan tersebut berpindah ketangan penerima izin, beserta dampak dampak yang ditimbulkannya. Posisi pemerintah dalam hal ini berada pada penegakan hukum lingkungan baik itu atas kesengajaan maupun kelalaian. Fakta penegakan hukum yang dilakukan aleh aparat penegak hukum lebih cenderung pada petani skala kecil, yang melakukan pembakaran lahan utk bertani maupun berkebun. Sedangkan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh koorporasi atau perusahaan sangat minim. Semenjak tahun 2000, Perusahaan yang divonis bersalah oleh pengadilan hanya 2 perusahaan yaitu PT Jatim jaya Perkasa dan PT Adei Plantation. Sedangkan gugatan lingkungan yang dilakukan oleh para aktifis lingkungan selalu kalah di pengadilan Titik Api pada konsesi Perusahaan Tabel 3 Distribusi Titik Api pada jenis konsesi No Konsesi Jumlah Titik api % dari total titik api 1 Perkebunan 14395 25.22% 2 HTI 20353 35.66% Jumlah 34748 60.88% Dari tabel 3 dapat kita lihat bahwa titik api terbanyak dijumpai pada konsesi HTI, yaitu sekitar 20.353 atau sekitar 35,66% sedangkan pada konsesi perkebunan sebanyak 14395 titik api atau 25,22%. Tabel 4. Sepuluh Konsesi HTI terbanyak yang terdeteksi memiliki titik api dari 68 perizinan HTI. No Perusahaan Jumlah Titik Api Persentase dari ditemukan Total Titik api 1 PT Arara Abadi 2800 4.91% 2 PT Tiara Cahaya Delima 2518 4.41% 3 PT Bukit Batu Hutani Alam 1704 2.99% 4 PT Sakato Pratama Makmur 1450 2.54% 5 PT Inhutani IV 1445 2.53% 6 PT RAPP 1132 1.98% 7 PT Satria Perkasa Agung 1106 1.94% 8 PT Surya Dumai Agrindo 984 1.72% 9 CV Geosilva Prima 819 1.43% 10 PT Rimba Rokan Lestari 785 1.38% 5

Tabel 5. Sepuluh titik api terbanyak pada konsesi perkebunan dari 157 perkebunan yang terdeteksi mempunyai titik api No Perusahaan Jumlah Titik Persentase Dari Total Api Titik api 1 PT. Guntung Hasrat Makmur 1679 2.94% 2 PT. Bumi Reksa Nusa Sejati 1259 2.21% 3 PT. Budi Daksa Dwi Kusuma 1139 2.00% 4 PT. Mega Nusa Inti Sawit 543 0.95% 5 PT. Surya Inti Sari Raya 523 0.92% 6 PT. Sawit Asahan Indah 458 0.80% 7 PT. Tumpuan 448 0.78% 8 PT. Perkebunan V 343 0.60% 9 PT. Perdana Inti Sawit 302 0.53% 10 PT. Sabira Negeri Utama 294 0.52% Kebakaran berulang pada tempat yang sama (Studi kasus PT Bukit Batu Hutani Alam) Jumlah titik api yang dijumpai Konsesi PT Bukit Batu Hutani Alam pada periode september 2000 sampai Juli 2008 adalah sebanyak 1704 atau 2,99% dari total titik api. Setiap tahun ditemukan titik api pada kawasan ini. Gambar 3 Frekwensi titik api periode 2002-2008 Pada PT Bukit Batu Hutani Alam 60 50 51 40 30 20 16 29 40 14 26 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 10 0 6 2 2 0 0 4 5 3 4 4 1 12 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 6

Gambar 4 Distribusi Titik api pada PT Bukit Batu Hutani Alam Penyebab Kebakaran Lahan Gambut Pengelolaan lahan gambut pada umumnya dilakukan dengan cara membuat kanal sebagai upaya pengeringan lahan tersebut untuk ditanami tanaman pertanain, perkebunan maupun kehutanan. Akibat dari pembuatan kanal ini maka akan terjadi penurunan muka air pada kawasan gambut. Pada musim kemarau terjadi kekeringan pada permukaan gambut, sedangkan gambut dengan kadar air rendah akan sifatnya sangat mudah terbakar karena mempunya kandungan karbon yang cukup tinggi. 7

Gambar 5 Plang Nama Perusahaan Doc Kabut Riau 2005 Gambar 6 Lahan Gambut Bekas Terbakar Doc Kabut Riau 2005 Gambar 7Kanal Utama Sebagai Jalur Transportasi Doc: Kabut Riau 2005 Gambar 8Gambut Kering Doc: Kabut Riau 2005 Kawasan Rawan Bencana Kalau dilihat dari pemakaian istilah kebakaran hutan kuranglah tepat. Yang tepat adalah pembakaran hutan. Kenapa? karena istilah pertama cenderung menghasilkan perngertian ketidaksengajaan dalam kejadian kebakaran. Padahal dengan kondisinya yang seperti itu, hutan, sangatlah tidak mungkin menciptakan kondisi dimana api dapat menyala secara alami. Olah karenanya, pembakaran hutan merupakan istilah yang sangat tepat. Dan yang dapat mengintervensi segitiga api adalah manusia. Terjadinya kebakaran hutan dan lahan dengan karakteristik lahan yang sama setiap tahun. Beberapa dampak yang ditimbulkan diantaranya: Box 2. Beberapa Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran lahan antara lain: 1. Menyebarkan emisi gas karbon dioksida ke atmosfer. Kebakaran hutan pada 1997 menimbulkan emisi / penyebaran sebanyak 2,6 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer (sumber majala Nature 2002). Sebagai perbandingan total emisi karbon dioksida di seluruh dunia pada tahun tersebut adalah 6 miliar ton. 2. Terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat menyebabkan banyak spesies endemik/khas 8

di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti. 3. Meningkatnya jumlah penderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru-paru. Hal ini bisa menyebabkan kematian bagi penderita berusia lanjut dan anak-anak. Polusi asap ini juga bisa menambah parah penyakit para penderita TBC/asma. 4. Asap yang ditimbulkan menyebabkan gangguan di berbagai segi kehidupan masyarakat antara lain pendidikan, agama dan ekonomi. Banyak sekolah yang terpaksa diliburkan pada saat kabut asap berada di tingkat yang berbahaya. Penduduk dihimbau tidak bepergian jika tidak ada keperluan mendesak. Hal ini mengganggu kegiatan keagamaan dan mengurangi kegiatan perdagangan/ekonomi. Gangguan asap juga terjadi pada sarana perhubungan/transportasi yaitu berkurangnya batas pandang. Banyak pelabuhan udara yang ditutup pada saat pagi hari di musim kemarau karena jarak pandang yang terbatas bisa berbahaya bagi penerbangan. Sering terjadi kecelakaan tabrakan antar perahu di sungai-sungai, karena terbatasnya jarak pandang. Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/kebakaran_liar Kawasan bergambut yang setiap tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan menunjukkan bahwa kawasan tersebut telah gagal dikelola sebagai kawasan budidaya. Melihat dari besarnya dampak yang ditimbulkan sudah seharusnya dilakukan penanggulangan menyeluruh terhadap kebakaran ini dalam rencana tata ruang provinsi dengan menetapkan kawasan rawan kebakaran ini sebagai kawasan rawan bencana. Kesimpulan: 1. Munculnya bencana asap di riau setiap tahun (periode 2000-2008) diakibatkan oleh izin pemanfaatan ruang yang diberikan terhadap perusahaan besar yang ada di provinsi riau dengan kontribusi titik api berjumlah sekitar 34748 atau 60,88%. 2. Kebakaran Terjadi Akibat degradasi lingkungan sebagai akibat dari pemberian izin pemanfaatan ruang pada kawasan yang berkategori lindung menurut kepres 32 tahun 1990, PP 47 tahun 1997 dan PP 26 tahun 2008. 3. Jumlah Titik api yang menimbulkan asap berada pada kawasan bergambut pada periode 200-2008 dengan jumlah titik api 39.813 atau 69,76% dari total titik api. 4. Penyebab dari kebakaran pada kawasan bergambut terjadi karena pembuatan drainase skala besar, sehingga mengganggu keseimbangan hidrologi pada kawasan gambut pada musim kemarau. 5. Terjadinya kebakaran berulang setiap tahun mengindikasikan bahwa pengelolaan kawasan bergambut gagal dikelola sebagai kawasan budidaya. Saran: 1. Kawasan bergambut dengan kedalaman 3 meter atau lebih harus ditetapkan sebagai kawasan lindung dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) maupun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) sebagaimana yang diamanatkan Kepres No 32 Tahun 1990 dan PP 26 tahun 2008. 2. Kawasan Bergambut yang rawan terbakar atau terjadi kebakaran berulang setiap tahun sebaiknya ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana dalam Rencana tata ruang Provinsi maupun kabupaten, serta dilakukan pemulihan 9

fungsi hidrologi dengan menutup kanal kanal yang terdapat pada kawasan tersebut. 3. Seluruh Izin Pemanfaatan ruang yang berada pada kawasan bergambut dengan kedalaman 3 meter atau lebih harus dicabut perizinannya sesuai dengan amanat UU no 26 tahun 2007. 4. Kawasan budidaya yang berada pada kawasan bergambut yang kurang dari 3 meter, harus dikelola dan diawasi dengan ketat. 5. Melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan yang melakukan pembakaran lahan baik secara sengaja ataupun akibat dari kelalaian pengelolaan. 6. Menghentikan sementara (moratorium) aktifitas konversi lahan gambut serta melakukan riset dan pembuatan peta lahan gambut yang boleh dikonversi atau harus dilindungi sebagai kawasan bergambut atau kawasan rawan bencana. Daftar Pustaka: 1. http://www.detiknews.com/read/2009/02/18/154817/1086819/10/pempro v-riau-nilai-kebakaran-hutan-tidak-disengaja 2. Kepres No 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung 3. PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 4. UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang 5. http://id.wikipedia.org/wiki/kebakaran_liar 6. Draft Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau 2001-2015 7. Data Hotspot November 2000 sampai Juli 2008 satelit Modis (terra dan Aqua) 10