Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Respon Petani Terhadap Lahan Pertanian Kritis di Wilayah Hulu Sud Das Cisangkuy Kabupaten Bandung

Lampiran 1 Lokasi dan kondisi Banjir Kota Bekasi (Lanjutan)

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

Gambar 1. Peta DAS penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

commit to user BAB I PENDAHULUAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

KAJIAN LAHAN KRITIS SUB DAERAH ALIRAN CI KERUH DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

EVALUASI KEKRITISAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN MENDESAKNYA LANGKAH-LANGKAH KONSERVASI AIR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

Pada tahun 2008 telah dilakukan penelitian mengenai

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) di Pulau Madura

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGERTIAN HIDROLOGI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

14/06/2013. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh faktor utama penyebab banjir Membuat Model Pengendalian Banjir Terpadu

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

Transkripsi:

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum Oleh Idung Risdiyanto, Nana Mulyana, F.S. Beny, Sudharsono 1. Analisis perubahan penutupan lahan Dinamika perubahan penggunaan lahan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kondisi hidrologis suatu DAS. Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain adalah perubahan iklim mikro, limpasan permukaan, erosi dan sedimentasi. Perubahan penggunaan lahan dapat diketahui dengan melakukan suatu analisis terhadap jenis penutupan lahan. Jenis-jenis penutupan lahan yang merupakan representasi dari penggunaannya antara laian adalah lahan berhutan, kebun/perkebunan, semak belukar, tegalan, tanah kosong, badan air dan lahan terbangun. Analisis perubahan penutupan lahan di wilayah DAS Cisangkuy menggunakan data citra satelit Landsat 5 TM untuk tahun dan Landsat 7 ETM untuk 21 dan. Hasil interpretasi dari ketiga data tersebut, menunjukkan bahwa terjadi perubahan jenis penutupan lahan yang dinyatakan dengan penambahan atau pengurangan luas dari masing-masing jenis. Tabel 1 menunjukan perubahan penutupan lahan di DAS Cisangkuy dan Gambar 1 menunjukkan peta jenis penutupan lahan untuk tahun, 21 dan. Tabel 1. Jenis penutupan lahan DAS Cisangkuy dan perubahan luasnya pada tahun, 21 dan. No Penutupan Lahan Tahun Perubahan (%) 21-21 21- - 1 Hutan 8738.8 6157.6 572. -29.5-7.4-34.8 2 Kebun/Perkebunan 3452.2 3961.6 3575.8 14.8-9.7 3.6 3 Permukiman/terbangun 1283.7 1549. 3482. 2.7 124.8 171.2 4 Sawah Irigasi 2736.4 2661. 2171.1-2.8-18.4-2.7 5 Sawah Tadah Hujan 232.6 1963.8 1826.1-3.4-7. -1.2 6 Semak belukar 116.7 3271.2 2754.7 195.6-15.8 148.9 7 Tegalan/Ladang 477.5 3464.7 3933.4-27.4 13.5-17.5 8 Tegalan/Ladang bersemak 3376.2 4379.2 3952.9 29.7-9.7 17.1 9 Tubuh air 298.1 387.2 397.4 29.9 2.6 33.3 Luas Total 27795.3 27795.3 27795.3 Jenis tutupan lahan berhutan, sawah irigasi dan sawah tadah hujan mengalami penurunan luas dengan pola yang berbeda. Selama tahun -, luas lahan berhutan mengalami penurunan sebesar 34.8% dengan jumlah penurunan terbesar terjadi pada periode -21 yaitu sebesar 29.5%, sedangkan untuk tahun 21- adalah 7.4%. Perubahan yang terbesar dari lahan berhutan tersebut adalah menjadi semak belukar, tegalan/ladang, tegalan/ladang bersemak masing-masing sebesar 1624 ha, 518 ha, 164 ha pada periode -21 dan 925 ha, 316 ha, 321 ha pada 21-.

Berbeda dengan pola penurunan lahan berhutan, pada lahan tanah sawah irigasi dan tadah hujan penurunan terbesar terjadi pada tahun 21- yaitu masing-masing sebesar 18.4% dan 7%. Perubahan lahan terbesar pada dua penutupan lahan tersebut adalah menjadi pemukiman/ terbangun, tegalan/ladang dan semak belukar sebesar 523 ha, 52 ha dan 45 ha untuk sawah irigasi dan 158 ha, 65 ha dan 97 ha untuk sawah tadah hujan. Sedangkan pada periode -21 penurunan lahan sawah irigasi adalah 2.8% dan sawah tadah hujan 3.4%, dengan perubahan terbesar menjadi permukiman/terbangun masing-masing 63 ha dan 39 ha. Jenis penutupan lahan yang perubahannya fluktuatif adalah kebun/perkebunan, semak belukar, tegalan/ladang dan tegalan/ladang bersemak. Luas penutupan lahan kebun/perkebunan mengalami peningkatan sebesar 14.8% pada periode -21 dan mengalami penurunan pada periode 21- sebesar 9.7%. Peningkatan luas kebun/perkebunan didapatkan dari perubahan tegalan/ladang (7 ha) dan tegalan/ladang bersemak (914 ha) dan berhutan (483.2 ha), sedangkan penurunan yang terjadi karena terdapat konversi menjadi semak belukar (137 ha), tegalan/ladang (387 ha), tegalan/ladang bersemak (12 ha) dan hutan (158 ha) Luas semak belukar juga mengalami peningkatan sebesar 195.6% pada periode - 21 dan mengalami penurunan pada tahun 21- sebesar 15.8%. Kenaikan luas tersebut disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada lahan berhutan (1624 ha) tegalan/ladang (664 ha) dan tegalan/ladang bersemak (526 ha). Sedangkan penurunan luas terjadi karena terdapat konversi menjadi lahan berhutan (793 ha), tegalan/ladang bersemak (658 ha) dan tegalan/ladang (528 ha) Luas tegalan/ladang mengalami penurunan pada periode -21 sebesar 27.4% dan mengalami peningkatan pada periode 21- sebesar 13.5%. Penurunan terjadi karena terdapat konversi tegalan/ladang menjadi tegalan/ladang bersemak (123 ha), kebun/perkebunan (7 ha), semak belukar (664 ha) dan hutan (458 ha). Sedangkan untuk peningkatanya terjadi karena konversi dari hutan (316 ha), kebun/perkebunan (387 ha), semak belukar (523 ha) dan tegalan/ladang bersemak (133 ha). Perubahan luas tegalan/ladang bersemak mengalami peningkatan pada periode - 21sebesar 29.7% dan penurunan pada periode 21- sebesar 9.7%. Peningkatan luas terjadi karena konversi dari hutan (164 ha), kebun/perkebunan (977 ha), semak belukar (257 ha) dan tegalan/ladang (123 ha). Sedangkan penurunan luas terjadi karena konversi menjadi hutan (359 ha), kebun/perkebunan (918 ha), permukiman/terbangun (294 ha) semak belukar (36 ha) dan tegalan/ladang (132 ha). Pola perubahan yang terjadi pada lahan bervegatasi seperti berhutan, kebun/perkebunan, semak belukar, tegalan/ladang dan tegalan/ladang bersemak merupakan suatu dinamika perubahan yang saling mempengaruhi. Berdasarkan pola perubahan tersebut maka dapat diketahui jika di suatu lokasi terjadi peningkatan kerapatan vegetasi maka di lokasi lainnya akan terjadi penurunan. Lebih lengkap mengenai dinamika perubahan lahan untuk wilayah DAS Cisangkuy dapat dilihat pada Lampiran xxx yang menunjukkan lokasi/sub DAS dimana perubahanperubahan tersebut terjadi.

Gambar 1. Jenis penutupan lahan di DAS Cisangkuy

Konversi lahan berhutan tahun, 21 dan Berdasarkan tingkat klasifikasi yang digunakan dalam interpretasi data satelit, lahan berhutan adalah jenis tutupan dengan kerapatan vegetasi yang paling tinggi. Tingkat kerapatan vegetasi ini sangat berpengaruh terhadap keseimbangan neraca air dalam suatu DAS. Lahan berhutan akan menghasilkan jumlah limpasan permukaan yang lebih rendah dibandingkan jenis tutupan lahan yang lain, dan sebaliknya akan mempunyai tingkat infiltrasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu dinamika perubahan lahan berhutan dalam kajian DAS Cisangkuy ini menjadi penting. Perubahan lahan berhutan menjadi jenis tutupan lahan yang lain, menunjukkan bahwa pada periode -21 lebih besar dibandingkan pada periode tahun 21-. Pada tahun 21, luas lahan berhutan turun 29.5% (2581 ha) dari kondisi tahun, sedangkan pada tahun turun sekitar 7.4% (456 ha) dari kondisi tahun 21. Pada Gambar 2 ditunjukkan bahwa perubahan lahan berhutan pada dua periode tersebut didominasi dengan konversi menjadi semak belukar, tegalan/ladang dan tegalan/ladang bersemak. Konversi lahan berhutan Luas (ha) 18 16 14 12 1 8 6 4 2 Kebun/Perkebunan -21 21- Permukiman Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Semak belukar Tegalan/Ladang Tegalan/Ladang bersemak Gambar 2. Konversi lahan berhutan menjadi non-hutan tahun, 21 dan Pada periode tahun 21- terjadi penambahan luas hutan di zona 1, 2, 3 dan 5, walaupun pada periode tersebut secara keseluruhan untuk DAS Cisangkuy mengalami penurunan. Sedangkan pada periode -21, hanya zona 8 yang mengalami peningkatan luas lahan berhutan. Hal ini merupakan indikasi bahwa masih terdapat upaya peningkatan luas lahan berhutan walaupun jumlahnya tidak sebanding dengan degradasinya (Gambar 3 dan Lampiran xxx) Gambar 3. Perubahan lahan berhutan di masing-masing zona (-21 dan 21-)

2. Analisis limpasan permukaan dan Infiltrasi Perubahan lahan penutupan lahan di suatu DAS menyebabkan perubahan jumlah air hujan yang menjadi limpasan permukaan dan infiltrasi. Limpasan permukaan akan meningkat jika kemampuan lahan untuk menginfiltrasikan air hujan berkurang. Lahan-lahan dengan penutupan vegetasi akan memberikan nilai infiltrasi yang lebih besar dibandingkan dengan non-vegetasi. Untuk menghitung perubahan kemampuan lahan untuk menginfiltrasikan air hujan digunakan pendekatan SCS dengan bilangan kurva (CN) yang merupakan fungsi dari jenis tekstur tanah (SHG-Soil Hydrology Group) dan tutupan lahan diatasnnya. Pada metode ini setiap perubahan tutupan lahan akan menyebabkan perubahan nilai CN. Pada lahan-lahan bervegetasi mempunyai nilai CN yang relatif lebih rendah sesuai dengan SHG-nya. Nilai CN yang rendah adalah indikasi kemampuan lahan untuk infiltasi tinggi dan limpasan permukaan yang rendah. 2.1. Perubahan nilai CN DAS Cisangkuy Sesuai dengan perubahan lahan yang terjadi, secara keseluruhan wilayah DAS Cisangkuy mengalami peningkatan nilai CN. Pada periode tahun -21 nilai CN naik sebesar 1.1% dan periode 21- naik 2.% (Gambar 4). Meskipun penurunan lahan berhutan menjadi non hutan pada periode -21 lebih besar, namun karena perubahan yang terjadi pada periode 21- banyak menjadi lahan non-vegetasi (terutama di daerah hilir) maka menyebabkan peningkatan CN yang lebih besar. Gambar 5 menunjukkan peta sebaran nilai CN di DAS Cisangkuy. 87. 86.5 86.68 Nilai CN 86. 85.5 85. 84.5 84. 83.5 83. 84.8 85.2 82.5 21 Tahun Gambar 4. Rata-rata nilai CN DAS Cisangkuy tahun, 21 dan Peningkatan nilai CN pada periode -21 didominasi oleh perubahan lahan hutan menjadi tegalan/ladang, semak belukar dan tegalan/ladang bersemak di daerah hulu, yaitu zona 1, 2 dan 6. Sedangkan peningkatan nilai CN pada periode tahun 21- lebih banyak disebabkan perubahan lahan bervegetasi menjadi lahan permukiman/terbanguan yang terjadi daerah hilir seperti zona 8, 9, 1 dan 5. Gambar 6 menunjukkan perubahan nilai CN di masing-masing zona.

Gambar 5. Sebaran nilai CN di wilayah DAS Cisangkuy tahun, 21 dan Gambar 6. Perubahan nilai CN di masing-masing zona pada periode -21 dan 21-. 2.2. Curah hujan wilayah Sebagai masukan untuk menghitung nilai limpasan adalah curah hujan wilayah DAS Cisangkuy dan CN. Curah hujan tahunan di wilayah ini berkisar antara 19-25 mm/tahun dengan rata-rata jumlah kering adalah empat (Juni-September), dua lembab (Mei dan Oktober) dan 6 basah (Januari-April dan November-Desember) seperti yang tersaji dalam Gambar 7. Wilayah-wilayah yang menerima jumlah curah hujan tahunan persatuan luas (ha) yang terbesar adalah zona 9

sebesar 17.5% dari total hujan yang diterima DAS Cisangkuy seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Curah hujan tahunan di masing-masing zona DAS Cisangkuy zona subdas luas (ha) CH tahunan mm juta m3 juta m3/ha 1 Cisangkuy hulu, Cibereum, Citere 328.2 2421 73.31.24 2 Situ Cipanunjang, Situ Cileunca 2553.5 2349 59.98.23 3 Cisarua 2852.7 2399 68.43.24 4 Cinyiruan, Cimalawindu, Cisurili, Cibiana, Cibanjaran, Cisadawindu 338.9 2226 73.65.22 5 Cilaki, Cileutik, Ciherang, Cimedal, Cirangang 294.6 229 64.95.22 6 Cikalong 123.7 2198 27.6.22 7 Cigereuh 361.7 2292 7.18.23 8 Citalitik 1574.1 238 36.33.23 9 Citalutug 4763.3 2344 111.65.23 1 Cibintuni 2419. 2273 54.97.23 Rata-rata/Jumlah 27732.6 232 638.35.23 Gambar 7. CH wilayah tahunan dan an DAS Cisangkuy 2.3. Limpasan permukaan DAS Cisangkuy Berdasarkan kondisi curah hujan, CN dan luas wilayah masing-masing zona subdas pada saat ini maka diperoleh bahwa zona-zona yang berada di bagian hilir memberikan nilai limpasan yang tinggi dibanding dengan zona di bagian hulu. Untuk zona yang memberikan limpasan tertinggi adalah zona 9 dengan nilai limpasan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan zona 1 di bagian hulu, kondisi ini sesuai dengan jenis tutupan lahan yang di zona tersebut. Gambar 8 menunjukkan kontribusi limpasan permukaan masing-masing zona DAS Cisangkuy.

9. 8. limpasan (juta m3/tahun) 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1.. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 zona Gambar 8. Kontribusi limpasan permukaan (juta m3/tahun) masing-masing zona di wilayah DAS Cisangkuy pada tahun Untuk mengetahui pengaruh perubahan jenis tutupan lahan yang terjadi di DAS Cisangkuy, maka nilai limpasan permukaan yang terjadi dihitung dengan input curah hujan yang sama. Perubahan lahan yang terjadi dalam waktu - telah menyebabkan peningkatan jumlah limpasan permukaan di hampir setiap zona, kecuali di zona 1 pada periode -21 dan zona 3 pada periode 21- mengalami penurunan. Tabel 3 menunjukkan jumlah limpasan permukaan dalam satu tahun yang terjadi di masing-masing zona pada tahun, 21 dan. Tabel 3. Limpasan permukaan di tiap zona DAS Cisangkuy pada tahun, 21 dan. Zona Sub DAS Limpasan permukaan (juta m3/tahun) Luas (ha) 21 1 Cisangkuy hulu, Cibereum, Citere 328.2 46.7 48.1 48.4 2 Situ Cipanunjang, Situ Cileunca 2553.5 42.5 43.7 44.1 3 Cisarua 2852.7 45.6 46.5 46.4 4 Cinyiruan, Cimalawindu, Cisurili, Cibiana, Cibanjaran, Cisadawindu 338.9 49. 49.9 5.9 5 Cilaki, Cileutik, Ciherang, Cimedal, Cirangang 294.6 45.5 45.6 46.9 6 Cikalong 123.7 18.1 18.6 18.8 7 Cigereuh 361.7 46.3 47.3 48.3 8 Citalitik 1574.1 26.8 26.8 27.5 9 Citalutug 4763.3 82.6 82.8 84.1 1 Cibintuni 2419. 44.5 44.2 44.8 Jumlah 27732.6 447.7 453.5 46.1 Hal yang menarik adalah prosentase perubahan limpasan permukaan pada periode 21- di daerah hulu seperti zona 1, 2, 3, 6 dan 7 lebih rendah dibandingkan pada periode -21 terutama di zona 1. Bahkan di zona 3 yang terjadi adalah penurunan jumlah limpasan permukaan. Sedangkan untuk zona 4, 5, 8, 9 dan 1 yang terjadi adalah perubahan peningkatan limpasan yang lebih besar dengan jumlah yang signifikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa perubahan lahan vegetasi menjadi non-

vegetasi di zona-zona kawasan hulu pada periode 21- lebih rendah dibandingkan pada periode -21, dan perubahan lebih banyak terjadi di kawasan hilir. Gambar 1 menunjukkan jumlah peningkatan limpasan permukaan pada periode -21 dan 21- untuk masing-masing zona di DAS Cisangkuy. Distribusi jumlah limpasan menurut wilayah menunjukkan bahwa limpasan permukaan yang ada di bagian Utara (zona 8, 9 dan 1) mempunyai nilai yang lebih besar dan semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini berbeda dengan di kawasan Selatan (bagian hulu, zona 1-5) yang jumlah limpasan permukaannya relatif lebih stabil dibandingkan bagian hilir terutama periode 21-. Gambar 11 menunjukkan distribusi limpasan permukaan di DAS Cisangkuy pada tahun, 21 dan. Gambar 1. Perubahan jumlah limpasan (%) di masing-masing zona DAS Cisangkuy tahun, 21 dan

Gambar 11. Distribusi perubahan jumlah limpasan di masing-masing zona DAS Cisangkuy tahun, 21 dan

Wilayah DAS Cisangkuy merupakan bagian hulu dari DAS Citarum yang mempunyai ketinggian antara 63-23 m dpl. Terkait dengan besar limpasan permukaan yang terjadi di wilayah ini, nilai terbesar lebih banyak dihasilkan dari wilayah-wilayah yang menjadi bagian hilir DAS Cisangkuy (<1 mdpl), yang besarnya sekitar 57.7% dari seluruh limpasan permukaan yang dihasilkan. Sedangkan untuk bagian tengah (1-15 mdpl) adalah 24.6% dan bagian hulu (>15 mdpl) adalah 17.7%. Hal ini menunjukkan bahwa bagian bahwa bagian hilir yang mempunyai luas wilayah sekitar 28.1% dari luas DAS Cisangkuy ternyata memberikan sumbangan limpasan yang sangat besar jika dibandingkan dengan bagian tengah yang mempunyai luas sekitar 41.6% dan hulu sekitar 3.3%. Selain itu kondisi ini menunjukkan bahwa daerah hulu sebagai daerah tangkapan air untuk DAS Cisangkuy masih terindikasi baik dan bukan sebagai penyebab utama banjir di bagian hilir. Gambar 9 menunjukkan kontribusi limpasan permukaan menurut ketinggian tempat di wilayah DAS Cisangkuy pada tahun. 12 limpasan permukaan (juta m3/tahun) 1 8 6 4 2 <1 1-15 15-2 >2 ketinggian ( mdpl) Gambar 9. Kontribusi limpasan permukaan menurut ketinggian tempat di wilayah DAS Cisangkuy pada tahun. 2.4. Infiltrasi Sampai dengan tahun, jumlah curah hujan yang menjadi limpasan permukaan telah menunjukkan peningkatan sebesar 2.8% dari tahun. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya penurunan jumlah air yang dapat disimpan oleh tanah melalui proses infiltrasi. Secara keseluruhan sampai dengan tahun, wilayah DAS Cisangkuy telah mengalami penurunan infiltrasi sampai dengan 6.5% dari tahun. Pada periode -21, kemampuan infiltrasi telah turun 3.% dari tahun dan periode 21- telah turun 3.6% dari tahun 21. Meskipun angka prosentase penurunan infiltrasi ini terlihat kecil, namun jika dilihat dari besaran volume air yang seharusnya dapat diinfiltrasikan, maka pada tahun 21 telah terjadi penurunan sebesar 5.8 juta m3/tahun dan tahun sebesar 12.4 juta m3/tahun dari tahun. Gambar 12 menunjukkan perubahan jumlah air yang dapat diinfiltrasikan oleh DAS Cisangkuy dari tahun -

194. 192. 19. infiltrasi (juta m3/tahun) 188. 186. 184. 182. 18. 178. 176. 174. 172. 21 tahun Gambar 12. Perubahan jumlah infiltrasi DAS Cisangkuy tahun - Perubahan infiltrasi untuk masing-masing zona menunjukkan suatu pengurangan laju perubahan yang berbeda. Zona 1, 2, 3, 4 dan 6 menunjukkan laju perubahan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan zona yang lainnya. Pada zona tersebut, jumlah penurunan kapasitas infiltrasi pada periode 21- menunjukkan pengurangan yang tidak sebesar pada periode -, terutama di zona 1, 2, 3 dan 6. Dari zona-zona tersebut, zona 3 justru menunjukkan peningkatan infiltrasi sampai dengan 3.3 % antara tahun 21-. Hal ini menunjukkan, bahwa di kawasan-kawasan tersebut terdapat suatu usaha perbaikan lahan untuk meningkatkan kapasitas infiltrasinya, walaupun belum menyamai kondisi tahun, kecuali pada zona 3. Sedangkan untuk selain zona tersebut diatas, menunjukkan nilai penurunan infiltasi yang lebih besar pada periode 21- jika dibandingkan dengan periode - 21. Namun demikian, untuk zona 8 dan 1 pernah mengalami peningkatan infiltasi yaitu pada periode -21 dan kemudian mengalami penurunan hampir 2-4 kali lipat pada periode 21-. Gambar 13 menunjukkan perubahan kapasitas infiltrasi lahan di DAS Cisangkuy untuk masing-masing zona.

Gambar 13. Perubahan kapasitas infiltrasi lahan di DAS Cisangkuy untuk masing-masing zona 3. Neraca Air DAS Cisangkuy Neraca air digunakan untuk mengetahui kesetimbangan kondisi sumberdaya air dalam suatu DAS, sehingga dapat diketahui masa atau periode surplus dan defisit air wilayah. Faktor-faktor yang mempengaruhi neraca air adalah kondisi tutupan/penggunaan lahan, jenis tanah dan iklim, yang masing-masing ditunjukkan dengan peubah-peubah curah hujan, limpasan permukaan dan evapotranspirasi. Oleh karena itu, setiap bentuk perubahan dari penggunaan lahan yang mempengaruhi kondisi hidrologi dan iklim mikro suatu wilayah akan merubah kondisi neraca airnya. Wilayah DAS Cisangkuy mempunyai rata-rata status cadangan air yang defisit baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Nilai defisit air pada - basah (November-April) berkisar antara 2-15 mm/, sedangkan pada - kering (Mei-Oktober) berkisar antara 2-68 mm/. Kondisi defisit terbesar didapatkan pada terkering yaitu hampir 9% dari nilai evapotranspirasi potensialnya. Perubahan-perubahan tutupan/penggunaan lahan yang terjadi di wilayah ini mempengaruhi peningkatan defisit air pada - basah. Pada periode - 21, nilai defisit ini meningkat rata-rata 49.1% dan pada tahun 21- meningkat rata-rata 38.1%. Sedangkan jika tahun digunakan sebagai tahun dasar, maka sampai dengan tahun, wilayah ini rata-rata mengalami peningkatan defisit ratarata sebesar 19.1%. Gambar 14 menunjukkan fluktuasi neraca air di wilayah DAS Cisangkuy.

defisit (mm/). -1. -2. -3. -4. -5. -6. -7. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Gambar 14. Fluktuasi neraca air an di wilayah DAS Cisangkuy (mm/) Dalam konteks hulu-hilir, DAS Cisangkuy bagian hulu mempunyai kondisi surplus dan defisit sesuai dengan kondisi iklim di wilayah ini. Pada tahun, meskipun di kawasan hulu (zona 1, 2, 3 dan 4) terdapat - dengan surplus air, tetapi jika diakumulasikan dalam satu tahun dan satuan luas wilayah masing-masing zona, maka yang terjadi adalah wilayah dengan defisit air. Sedangkan kondisi di bagian hilir mengalami defisit sepanjang tahun yang disebabkan oleh jenis penutupan dan penggunaan lahan di kawasan tersebut (Gambar 15). Perubahan-perubahan yang terjadi selama periode, 21 dan juga mempengaruhi keadaan neraca air di kawasan ini. Pada periode tersebut, kondisi surplus cenderung menurun dan defisit cenderung untuk meningkat dengan laju perubahan pada tahun -21 secara umum lebih besar jika dibandingkan pada periode tahun 21-. Hal ini berkorelasi dengan pola dan laju perubahan lahan yang terjadi pada periode tersebut. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, perubahan lahan-lahan bervegetasi menjadi non-vegetasi mengalami perlambatan pada periode 21- dibandingkan pada periode -21. Gambar 15. Perubahan distribusi surplus dan defisit air DAS Cisangkuy tahun, 21 dan (mm/ tahun)

Berikut ini penjelasan kondisi neraca air masing-masing zona untuk tahun, 21 dan. Zona 1 (Cisangkuy hulu, Cibereum dan Citere) ds (mm/) 4 2-2 -4-6 -8 zona 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Pada tahun, wilayah ini mempunyai 8 surplus air yaitu Januari-Mei dan Oktober- Desember dan defisit air pada Juni-September. Namun kondisi ini berubah pada tahun 21 dan, yang menunjukkan periode defisit bertambah satu pada Oktober. Selain itu, jumlah surplus tersebut juga menurun sekitar 3% dari tahun -21 dan turun 1% dari tahun 21-. Zona 2 (Situ Cipanunjang, Situ Cileunca) ds (mm/) 2-2 -4-6 -8 zona 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Wilayah ini adalaha pemasok utama pembangkit listrik yang ada di dalam DAS Cisangkuy. Bulan surplus air pada tahun adalah 3 (Desember-Februari) dan pada tahun 21 dan berkurang menjadi satu (Februari). Rata-rata penurunan surplus atau peningkatan defisit pada tahun -21 adalah 23% dan pada tahun 21- adalah 9% Zona 3 (Cisarua) ds (mm/) 4 2-2 -4-6 zona 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Jumlah surplus air pada tahun adalah delapan (Oktober- Mei) dan kemudian menjadi enam pada tahun 21 (November- April) dan tujuh (November-Mei). Penurunan surplus atau peningkatan defisit dari tahun -21 rata-rata 53%. Kondisi ini berubah pada tahun 21 s.d. dengan peningkatan surplus air ratarata 5%. -8

Zona 4 (Cinyiruan, Cimalawindu, Cisurili, Cibiana, Cibanjaran, Cisadawindu) ds (mm/) 2-2 -4-6 zona 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Rata-rata penurunan surplus air di wilayah ini pada tahun -21 adalah 21% dan pada tahun 21- adalah 19%. Wilayah ini mempunyai periode surplus air pada tahun dan 21 adalah enam dan pada tahun berkurang menjadi lima. -8 Zona 5 (Cilaki, Cileutik, Ciherang, Cimedal, Cirangang) ds (mm/) -2-4 -6-8 zona 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Wilayah ini sepanjang tahun mengalami defisit air dengan peningkatan defisit yang makin besar sampai dengan tahun. Defisit air meningkat sebesar.4% dari tahun -21 dan meningkat sampai dengan 18% dari tahun 21-. Lahan terbangun dan sawah irigasi yang luas di kawasan ini menjadi penyebab utama kondisi defisit ini. Zona 6 (Cikalong) ds (mm/) 2-2 -4-6 -8 zona 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Pada tahun, wilayah ini masih mempunyai lima dengan kondisi surplus, kemudian pada tahun 21 menjadi satu surplus dan pada tahun mengalami defisit sepanjang tahun. Dari tahun - 21 rata-rata penurunan cadangan air sampai dengan 21% dan pada tahun 21- adalah 6%. Perubahan lahan bervegetasi menjadi non-vegetasi/tegalan menjadi penyebab penurunan cadangan air tanah

Zona 7 (Cigereuh) ds (mm/) 2-2 -4-6 -8 zona 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Jumlah surplus air pada tahun adalah lima. Kondisi ini ini berubah pada tahun 21 yang hanya menjadi dua dan pada tahun terjadi defisit cadangan air sepanjang tahun. Rata-rata penurunan yang terjadi adalah 17% dari tahun -21 dan 18% dari tahun 21-. Zona 8 (Citalitik) ds (mm/) -2-4 -6-8 zona 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Bagian hilir dari DAS Cisangkuy ini mempunyai jenis tutupan lahan pemukiman dan sawah yang cukup luas, sehingga menyebabkan sepanjang tahun terjadi defisit. Pada tahun -21 terjadi penurunan defisit cadangan air sampai dengan 3%, tetapi mengalami peningkatan kembali sampai dengan 12% pada tahun 21-. Zona 9 (Citalutug) ds (mm/) -2-4 -6-8 zona 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Wilayah ini merupakan bagian terluas dari DAS Cisangkuy dan merupakan penyumbang terbesar limpasan permukaan. Dengan kondisi tutupan lahan yang didominasi oleh lahan terbangun, tegalan dan sawah, maka wilayah ini mengalami defisit cadangan air subdas sepanjang tahun. Berkorelasi dengan peningkatan luas lahan terbangun, maka terjadi peningkatan defisit air pada tahun -21 adalah 2% dan pada tahun 21- adalah 7%.

Zona 1 (Cibintuni) ds (mm/) -2-4 -6 zona 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 21 Sebagian wilayah ini adalah bagian Selatan dari cekungan Bandung yang sepanjang tahun mengalami defisit air. Peningkatan defisit air pada tahun -21 adalah 1% dan pada tahun 21- adalah 5%. -8 Luas wilayah dengan kondisi laju simpanan air yang surplus di wilayah ini pada tahun adalah 4342.7 ha atau sekitar 15.6% dari seluruh luas wilayah DAS Cisangkuy. Jumlah ini merupakan suatu kenaikan laju simpanan air sebesar 14.2% dari luas surplus pada tahun 21. Hal ini menunjukkan terdapat suatu upaya untuk meningkatkan laju simpanan air pada periode 21-, terutama di bagian hulu

DAS Cisangkuy. Pada Gambar 16 ditunjukkan bahwa pada periode -21, wilayah-wilayah surplus air mengalami penurunan sebesar 17.5% dan mengalami peningkatan pada periode 21-, dan Gambar 17 menunjukkan sebaran lokasi yang mempunyai laju simpanan air pada kondisi surplus. 5. perubahan luas surplus (ha) 45. 4. 35. 3. 21 tahun Gambar 16. Perubahan luas wilayah yang mempunyai laju simpanan air surplus (ha) Gambar 17. Distribusi wilayah yang mempunyai laju simpanan air surplus (ha) Bagian hulu DAS Cisangkuy (zona 1, 2, 3, 4, 5, dan 6) mengalami peningkatan luas wilayah yang mempunyai laju simpanan surplus pada periode 21-, bahkan jika dibandingkan dengan tahun untuk beberapa zona 4, 5 dan 6 juga menunjukkan peningkatan. Namun demikian, secara kesluruhan luas tersebut turun sampai dengan 5.8% jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun. Tabel 4 menunjukkan

perubahan luas wilayah dengan kondisi laju simpanan air surplus masing-masing zona dan Gambar 18 menunjukkan fluktuasi perubahan luas tersebut. Tabel 4. Luas wilayah dengan kondisi laju simpanan air surplus Zona Sub DAS Luas subdas Luas wilayah surplus (ha) (ha) 21 1 Cisangkuy hulu, Cibereum, Citere 328.2 1418. 1172.2 1292.4 2 Situ Cipanunjang, Situ Cileunca 2553.5 61.9 454.7 59.9 3 Cisarua 2852.7 133.8 132.6 128.4 4 Cinyiruan, Cimalawindu, Cisurili, Cibiana, 338.9 Cibanjaran, Cisadawindu 596. 499.3 625.8 5 Cilaki, Cileutik, Ciherang, Cimedal, Cirangang 294.6 143.4 119.9 27.6 6 Cikalong 123.7 29.4 28.9 86.3 7 Cigereuh 361.7 315.3 271.9 265.3 8 Citalitik 1574.1 67.2 8.1 19.3 9 Citalutug 4763.3 115. 123.6 5.7 1 Cibintuni 2419. 19.2 18.1 5. Jumlah 27732.6 469.1 381.2 4342.7 1 9 8 7 zona 6 5 4 3 21- -21 2 1-1. -5.. 5. 1. 15. 2. 25. perubahan luas surplus (%) Gambar 18. Perubahan luas wilayah di tiap zona dengan kondisi laju simpanan air surplus (%)