Kelompok 3 : 1. Anggraini Widjanarti ( ) 2. Annisa Utami ( ) 3. Maria Gracia Deita ( Y)

dokumen-dokumen yang mirip
Dimensi Subjektif - Objektif

$ [8] [176] Lusiana Darmawan Suryamita Harindrari

Ringkasan Artikel Social Paradigm and Organizational Analysis Chapter 1-3

Ringkasan Paper : Sociological Paradigms and Organizational Analysis

Sociological Paradigms and Organizational Analysis

Kelompok 165 Kelas Seminar B Tahun 2006

Sosiological paradigm and organization analysis

Sociological Paradigms and Organisational Analysis, Element of the Sociology of Corporate life

A. Filasafat Ilmu sebagai Akar Metodologi Penelitian

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

MEMAHAMI SOSIOLOGI. Drs. Yulius Slamet, MSc PhD. Universitas Sebelas Maret

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

DASAR-DASAR MIKRO BAGI SOSIOLOGI MAKRO

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

METODE PENELITIAN DALAM AKUNTANSI: PENGANTAR KULIAH

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis

PARADIGMA INTERPRETIVISME

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

METODE-METODE DALAM PENELITIAN ILMU SOSIAL

Ilmu Hubungan Internasional: Tinjauan epistemologi, Metodologi dan Ontologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB XI TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

Modul Perkuliahan I. Metode Penelitian Kualitatif. Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah. Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm.

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL

TEORI DAN METODOLOGI

Hubungan Sains dan Agama

Pendekatam Teoritik dalam Memahami Sistem Sosial Budaya Indonesia. Disampaikan pada Kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia, Pertemuan Ke-4

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu.

PARADIGMA PENDIDIKAN. Bahan Kuliah S2 Sosiologi Pendidikan dan Perubahan Sosial. Ravik Karsidi 2015

Kuliah 3 KPM 398-MPS

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

Etika dan Filsafat. Komunikasi

MODUL 5 SOSIOLOGI KOMUNIKASI

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

HUKUM DALAM PERSPEKTIF TEORI INTEGRASI DAN TEORI KONFLIK. Sunarto 1

BAB I. PENDAHULUAN BAB. II PANDUAN CRITICAL BOOK REVIEW / REPORT

BAB II TEORI KONFLIK RALF DAHRENDORF. dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

PARADIGMA-PARADIGMA SOSIOLOGI DAN ANALISIS SOSIAL : SUATU PENGANTAR

ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH KULIAH MATERI

More-Than-Human Sociology: Pentingnya Peran Materi dalam Kehidupan Sosial

BAB II KERANGKA TEORI

69. Mata Pelajaran Sosiologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

Metodologi Penelitian Pertemuan 1 Disampaikan oleh: Budi Setiawan

3 METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Paradigma Penelitian

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN X (SEPULUH) SOSIOLOGI SOSIOLOGI: ILMU MASYARAKAT

BAB IV METODE PENELITIAN

Kritik terhadap Doktrin Positivisme Hukum

Facebook :

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

PENDEKATAN- PENDEKATAN KEILMUAN. Modul ke: 1Ilmu Komunikasi MATAKULIAH KEWARGANEGARAAN. Fakultas. Muhamad Rosit, M.Si. Program Studi Penyiaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

Untuk menggambarkan kegiatan rekayasa persyaratan pokok dan hubungan mereka. Untuk memperkenalkan teknik untuk elisitasi persyaratan dan analisis.

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

Kuliah ke-7 Amika Wardana, PhD. Teori Sosiologi Kontemporer

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

BAB II TEORI KRITIK SOSIAL. Kata Inggris criticism (baca: kritik) diturunkan dari kata Prancis critique, dan

Teori-teori Umum (LittleJohn) Drs. Alex Sobur, M.Si. Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

Towards Critical Reflection Curriculum Work *)

1. Fungsionalisme Struktural Perkembangannya

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

SOSIOLOGI AGAMA PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEMESTER VI PERTEMUAN I OLEH: AJAT SUDRAJAT

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

NATURALISME (1) Naturalisme 'natura' Materialisme

Perspektif dalam Ilmu Komunikasi

BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD. interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan

BAB III: METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) penelitian adalah

Transkripsi:

Kelompok 3 : 1. Anggraini Widjanarti (1201000148) 2. Annisa Utami (1201000156) 3. Maria Gracia Deita (120100066Y) Judul Buku : Sociological Paradigms and Organisational Analysis Bab : 1. Assumptions about the Nature of Social Science 2. Assumptions about the Nature of Society 3. Two Dimensions : Four Paradigms Penulis Buku : Gibson Burrell dan Gareth Morgan Diterbitkan Oleh : Heinemann, London 1979 Diizinkan untuk menyalin, mengedarkan, dan/ atau memodifikasi dokumen ini sesuai dengan ketentuan Lisensi Dokumen Bebas GNU versi 1.1, (tanpa bagian invarian, tanpa halaman depan), atau versi lanjutannya yang diterbitkan oleh Free Software Foundation (FSF, Yayasan Perangkat Lunak Bebas). Semua teori organisasi berdasarkan akan filosofi akan ilmu pengetahuan dan teori sosial. Pada bagian pertama akan dibahas mengenai aspek pertama dari tesis ini dan meneliti semua asumsi-asumsi filosofi yang mempunyai pendekatan yang berbeda tentang ilmu sosial. Ada empat asumsi yang dapat digunakan untuk mengkonseptualisasi ilmu sosial,yaitu : 1. Ontology Asumsi yang berhubungan dengan intisari / pokok persoalan dari fenomena yang sedang diteliti. 2. Epistomology Asumsi ini adalah mengenai dasar dari knowledge (groud of knowledge), bagaimana seseorang dapat memahami / mengerti tentang lingkungan / dunia dan berkomunikasi dengan menggunakan knowledge terhadap sesama manusia. 3. Human Nature Asumsi mengenai hubungan antara mahluk hidup dan lingkungan. Kita dapat mengidentifikasi perspektif pada ilmu sosial yang memerlukan pandangan dari sisi manusia ke dalam situasi yang terjadi di dunia luar. Perpektif ini bertentangan dengan perspektif dimana manusia dianggap sebagai pencipta dari lingkungan manusia tersebut. Manusia mengontrol dan memiliki lingkungan yang dia ciptakan. 4. Methodology Ketiga asumsi diatas mempunyai implikasi langsung akan suatu metodologi. Perbedaan antara ketiga asumsi tersebut cenderung memicu para peneliti sosial untuk lakukan penelitiannya melalui metodologi yang berbeda. Setelah melihat penjelasan mengenai keempat asumsi diatas, dapat diilustrasikan dalam gambar berikut yang mengidentifikasikan keempat asumsi yang relevan terhadap pengertian akan ilmu sosial, setiap asumsi dikarakterisikan menjadi dimensi subjektif dan objektif.

Gambar diatas menggambarkan pertentangan yang terjadi terhadap setiap keempat asumsi tersebut. Yang pertama adalah pertentangan ontologi antara nominalism dan realism. Nominalism berkembang diantara asumsi akan dunia sosial yang terletak diluar kesadaran/pengertian suatu individu adalah terbuat tidak lebih dari nama, konsep dan lebel yang digunakan untuk membuat struktur pada realitas. Sedangkan realism menyatakan bahwa dunia sosial yang terletak di luar kesadaran/pengertian suatu individu adalah suatu dunia nyata yang keras dan nyata dan mempunyai struktur yang relatif kekal / abadi. Yang kedua adalah pertentangan epistemologi anatara anti-positivism dan positivsm. Penulis menggunakan positivist pada tulisan ini untuk mengkarakterisasikan epistemology yang mencari tahu penjelasan dan memprediksikan apa yang terjadi di dunia sosial dengan mencari untuk regularisasi dan hubungan yang disebabkan antara elemen-elemen pemilih. Esensi dari positivist epistemology adalah berdasarkan pendekatan tradisional yang mendominasi ilmu pengetahuan yang alami. Untuk anti-positivist, dunia sosial hanya dapat dimengerti dari sudut pandang dari seorang individu yang secara langsung terlibat di dalam aktifitas yang akan dipelajari. Selanjutnya adalah pertentangan human nature antara voluntarism dan determinism. Pertentangan ini berkembang disekitar isu akan seperti apa seorang manusia yang di refleksikan berdasarkan teori-teori sosial. Penulis mengidentifikasikan pandangan determinism yang memperhatikan manusia dan aktifitas yang dikerjakannya secara tekun oleh situasi atau lingkungan tempat dia berada. Kemudian penulis mengidentifikasikan voluntarist sebagai seorang manusia yang autonom dan mempunyai keinginan yang bebas. Dan yang terakhir adalah pertentangan methodology antara ideographic dan nomothetic theory. Pendekatan ideographic kepada ilmu sosial berdasarkan pandangan akan seseorang hanya akan mengerti dunia sosial dengan memperoleh first-hand knowledge dari subyek yang sedang diteliti. Metode ideographic mementingkan pentingnya untuk membiarkan salah satu subyek membuka kealamian dan karakteristiknya selama proses investigasi. Sedangkan pendekatan nomothetic

kepada ilmu sosial mendapat perhatian akan pentingnya akan melakukan riset berdasarkan atas protokol yang sistematis dan teknis. Contohnya adalah : survei, kuesioner, personality test sebagai alat yang membantu nomothetic methodology. Perbedaan yang besar terhadap setiap posisi akan keempat asumsi diatas direfleksikan di dalam dua tradisi intelektual utama yang telah mendominasi ilmu sosial selama kurang lebih 200 tahun. Yang pertama biasa dideskripsikan sebagai sociological positivsm. Intisari dari sociological positivism merefleksikan keinginan untuk mengaplikasikan model dan metode yang dihasilkan dari natural science dari studi akan perkara manusia. Kemudian yang kedua adalah German idealism yang sangat bertentangan dari yang pertama. Intisari dari German idealism berdasarkan atas dasar pikiran akan realitas pokok dari alam semesta terletak di dalam semangat atau ide dibandingkan pada data akan tanggapan dan pikiran. Kedua tradisi intelektual ini kemudian mendefiniskan perbedaan besar dari objektif dan subjektif dari model yang ada. Dimensi objektif dan subjektif, adalah dua dimensi yang menangkap inti atas kesamaan antara empat analisis asumsi diatas. Selanjutnya akan dibahas mengenai perkembangan asumsi yang digunakan dalam menganalisa dan meneliti sifat masyarakat. Perkembangan asumsi tersebut dipicu oleh adanya berbagai pendapat yang berbeda dari para ahli. Perbedaan pendapat ini menimbulkan terjadinya debat dan diskusi terhadap asumsi yang diajukan. Berikut adalah penjelasan Teori Keteraturan vs Konflik. Konsep asumsi ini diajukan pertama kali oleh Dahrendorf (1959) dan Lockwood (1956). Mereka membedakan pendekatan dalam analisa sosiologi, dimana di satu sisi terdapat konsep yang konsentrasinya adalah menjelaskan sifat dari keteraturan sosial, dengankan di sisi lain terdapat konsep yang terkonsentasi pada masalah perubahan, konflik, dan kekerasan(paksaan) dalam struktur sosial. Pada masa ini, jumlah pemeluk paham teori keteraturan lebih banyak dari teori konflik Berdasarkan teori Dharendorf ini, Cohen (1968) mengelaborasi beberapa ide dasar pada teori keteraturan vs konflik, dan mengkritik bahwa Dharendorf salah, karena memperlakukan teori keteraturan vs konflik secara terpisah. Menurut Cohen, teori keteraturan vs konflik tidak bersifat mutually exclusive (salah satu konsep bisa merupakan bagian dari konsep lain)beberapa tahun kemudian, debat ini surut karena pengaruh menghangatnya isu-isu seputar filosofi dan metode dari ilmu sosial.berdasarkan anggapan penulis, artikel Dahrendorf dan Lockwood ini berupaya mengembalikan pemikiran Marx, yang merupakan pencetus dari konsep konflik. Pemikiran Marx ini diabaikan oleh banyak pencetus teori modern (Durkheim, Weber, Pareto). Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk mengevaluasi ulang teori keteraturan vs konflik ini. Evaluasi Teori Keteraturan vs Konflik : Berdasarkan pemikiran Dahrendorf,kedua teori ini dapat digambarkan sbb: Sudut pandang order atau integrationsit Stabilitas Integrasi Koordinasi fungsional Konsensus Sudut pandang konflik atau kekerasant Perubahan Konflik Disintegrasi Kekerasan Karena adanya demonstrasi dari Coser yang menyatakan bahwa konflik adalah mekanisme dalam membentuk integrasi, oleh karena itu konsep konflik dipaksakan

masuk ke dalam konsep integrasi. Konsep lain yang dipermasalahkan adalah konsep konsensus dan kekerasan, dimana timbul kecurigaan bahwa kemungkinan konsensus terbentuk akibat adanya kekerasan. Konsep stabilitas dan perubahan juga dipertanyakan, sehubungan dengan adanya kemungkinan status quo pada konsep stabilitas yang mencegah terjadinya perubahan. Konsep lain yang dipermasalahkan adalah konsep konsensus dan kekerasan, dimana timbul kecurigaan bahwa kemungkinan konsensus terbentuk akibat adanya kekerasan. Mengenai Regulasi vs Perubahan Radikal,menurut penulis, walaupun konsepkonsep yang diidentifikasi Dahrendorf cukup penting dalam membedakan teori keteraturan vs konflik, namun ciri-ciri dari teori konflik ini masih kurang radikal untuk membedakannya dari ciri-ciri teori keteraturan atau integrasi. Oleh karena itu, penulis mengajukan konsep baru dari teori keteraturan vs konflik yang merupakan modifikasi dari pemikiran Dahrendorf, yang disebut teori regulasi dan perubahan radikal., yang dapat digambarkan sbb: Sudut pandang Regulasi Status quo Social Order Konsensus Integrasi sosial dan kohesi Pemenuhan kebutuhan Aktualitas Sudut pandang Perubahan Radikal Perubahan Radikal Konflik Struktural Adanya dominasi Kontradiksi Kehilangan, kerugian, atau perampasan Potensialitas Sejak 1960 debat sosiologis ada kecenderungan untuk fokus pada isu yang berkaitan dengan dimensi subyektif-obyektif dan mengabaikan dimensi regulasiradikal. Dalam konteks regulasi, ada pertentangan antara sosiologi interpretive dan fungsionalisme interpretive. Dalam konteks perubahan radikal ada pembagian antara penteori pandangan subyektif dengan pandangan obyektif. Pada pertengahan sampai akhir 1960 terjadi pergeseran fokus kepada masing-masing aliran subyektif dan obyektif. Akhirnya dimensi regulasi-perubahan radikal makin terabaikan. Jika kedua dimensi yang ada tersebut digabungkan, akan memberikan empat paradigma sosial yang dapat digunakan untuk menganalisis teori sosial, yaitu radikal humanis; radikal strukturalis; interpretive; dan fungsionalis. Keempatnya harus dipandang secara berkaitan sekaligus terpisah. Keempat paradigma tersebut dipandang sebagai asumsi meta-teoretis yang mendasar, yang menekankan perspektif yang menyatukan sekelompok penteori sedemikian hingga mereka melakukan pendekatan terhadap teori sosial dalam masalah yang sama. Keempatnya mendefinisikan pandangan terhadap dunia sosial berdasarkan asumsi-asumsi meta-teoretis dikaitkan dengan dasar ilmu pengetahuan dan masyarakat. Dalam analisis organisasi, pergeseran paradigma dapat diketahui melalui pergeseran paradigma fungsional ke interpretive. Keempat paradigma tersebut saling eksklusif dengan sudut pandang yang berbeda. Pada dasarnya keempatnya saling bertentangan, jika menerima asumsi salah satu di antaranya, asumsi yang lainnya ditolak. Paradigma fungsional merepresentasikan perspektif yang berakar pada sosiologi regulasi dengan pendekatan obyektif. Paradigma ini menghasilkan sosiologi regulative dalam bentuk yang paling lengkap, dan memperhatikan regulasi efektif dan kontrol masalah sosial. Pendekatan ilmu sosial secara fungsionalis cenderung

mengasumsikan bahwa dunia sosial terdiri dari produk empiris yang relatif konkret serta hubungan yang dapat diidentifikasi, dipelajari, dan diukur melalui pendekatan ilmu pengetahuan. Sejak awal abad kedua puluh, paradigma fungsionalis dipengaruhi cara pikir sosial idealis Jerman. Sejak 1940-an, ada pengaruh Marxis terhadap sosiologi perubahan radikal. Hal tersebut dilakukan melalui usaha radikalisasi teori fungsionalis dan menolak tuntutan bahwa fungsionalisme itu tidak dapat menjelaskan perubahan sosial. Secara kasar, pembentukan paradigma fungionalis dapat dikaitkan dengan interaksi tiga set kekuatan intelektual, yakni: positivisme sosiologis, idealisme Jerman, dan teori Marxis. Paradigma interpretive merepresentasikan perspektif yang berakar pada sosiologi regulasi dengan pendekatan subyektif, yang menyebabkan hubungannya dengan sosiologi regulasi seringkali implisit. Komitmen para sosiolog interpretive terhadap sosiologi regulasi pun jadi implisit. Pendekatannya ke ilmu sosial secara nominal, antipositif, voluntaris, ideografis. Paradigma ini memandang dunia sosial sebagai proses sosial yang dihasilkan oleh individual yang terkait. Sosiologi interpretive berkaitan dengan memahami esensi dunia sehari-hari. Paradigma interpretive merupakan hasil pandangan sosial idealis Jerman. Perkembangannya sebagai framework analisis sosial dibantu oleh Dilthey, Weber, Husserl, dan Schutz. Ada beberapa usaha untuk memahami konsep keorganisasian dan situasi berdasarkan teori sosial. Tapi paradigma interpretive tidak menghasilkan teori organisasi yang memenuhinya. Paradigma humanis radikal mengembangkan sosiologi perubahan radikal secara subyektif. Perspektifnya nominalis, antipositif, voluntaris, dan ideografis. Yang diutamakan penteori yang menganutnya adalah dengan keluaran dari batasan yang diletakkan oleh pengaturan sosial pada perkembangan manusia. Hal tersebut adalah suatu brand dari teori sosial yang dirancang untuk memberi kritik terhadap status-quo. Humanis radikal menekankan pada perubahan radikal, cara dominasi, emansipasi, deprivasi, dan potensialitas. Pandangan humanis radikal menekankan pada human consciousness. Paradigma ini diturunkan dari tradisi idealis Jerman. Inti paradigma humanis radikal berdasarkan kepada invers dari asumsi yang mendefinisikan paradigma fungsionalis. Paradigma strukturalis radikal mendukung sosiologi radikal dari sudut pandang obyektif. Pendekatannya terhadap teori sosial banyak kesamaan dengan teori fungsionalis. Tetapi arahnya kepada perubahan radikal, emansipasi, dan potensialitas. Paradigma ini menekankan konflik struktural, cara dominasi, kontradiksi, dan deprivasi. Strukturalis radikal berkonsentrasi pada hubungan struktural dalam dunia sosial yang realis. Beberapa aliran dari paradigma ini fokus pada kontradiksi internal, ada juga yang fokus pada struktur dan analisis hubungan kekuasaan. Tetapi semuanya sepaham untuk pandangan bahwa masyarakat kontemporer dicirikan oleh konflik mendasar yang menghasilkan perubahan radikal melalui krisis politik dan ekonomi. Paradigma ini banyak sekali mendapat kontribusi dari Marx. Pada akhir 1970- an, sekelompok penteori sosial mencoba mengeksplorasi pemikiran Marz dan Weber, dan menghasilkan cara pandang yang disebut teori konflik. Paradigma strukturalis radikal memberi banyak dampak signifikan terhadap ilmu organisasi, tetapi dalam bentuk yang paling dasar.