HUKUM DALAM PERSPEKTIF TEORI INTEGRASI DAN TEORI KONFLIK. Sunarto 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUKUM DALAM PERSPEKTIF TEORI INTEGRASI DAN TEORI KONFLIK. Sunarto 1"

Transkripsi

1 HUKUM DALAM PERSPEKTIF TEORI INTEGRASI DAN TEORI KONFLIK Sunarto 1 Abstrak: Keberadaan masyarakat dijelaskan antara lain oleh dua teori besar yaitu teori integrasi dan teori konflik. Dua teori tersebut memiliki pandangan yang berbeda tentang masyarakat, bahkan dalam banyak hal saling bersebarangan satu sama lain. Dalam pandangan teori integrasi, hakekat masyarakat adalah bersatu, karena dipersatukan oleh nilai-nilai yang menjadi kesepakatan bersama. Kalaupun dalam masyarakat terjadi konflik, konflik tersebut akan mengarah pada keseimbangan atau equilibrium menuju integrasi. Sebaliknya menurut teori konflik, hakekat masyarakat adalah konflik atau pertentangan. Pertentangan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara satu orang atau kelompok dengan orang atau kelompok lainnya. Kalaupun masyarakat bersatu, hal itu karena adanya kekuatan pemaksa. Dua teori tersebut juga memiliki pandangan yang berbeda tentang keberadaan hukum di tengah-tengah masyarakat. Dalam pandangan teori integrasi, hukum dalam masyarakat merupakan manivestasi dari nilai-nilai yang disepakati bersama, yang digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar dapat terintegrasi dengan baik. Sebaliknya dalam pandangan teori konflik, hukum dalam masyarakat adalah manivestasi dari nilai yang dipaksakan oleh kelompok yang kuat untuk mendominasi kelompok yang lemah. Dua teori tersebut memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Oleh karena itu untuk dapat memahami keberadaan masyarakat secara lebih cermat, disarankan kedua teori tersebut secara bersama dijadikan sebagai acuan untuk dapat saling melengkapi satu sama lain. Kata kunci: hukum, teori integrasi, teori konflik PENDAHULUAN Kehidupan masyarakat di samping menampakkan kondisi yang terintegrasi juga tidak dapat dilepaskan dari pertentangan atau konflik. Dalam kondisi yang terintegrasi dapat dilihat bahwa dalam masyarakat ada banyak orang yang hidup bersama dalam waktu yang relatif lama, bekerjasama satu dengan yang lain, membangun kesepakatan-kesepakatan, serta menjunjung tinggi suatu kebudayaan tertentu. Namun di lain pihak masyarakat juga tidak dapat lepas dari adanya konflik. Konflik dalam masyarakat dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk, disebabkan oleh berbagai macam faktor, dan terjadi dalam eskalasi dan intensitas yang berbeda. Singkatnya bahwa di mana ada masyarakat, di situ ada atau pernah terjadi konflik. Dengan demikian mengharapkan adanya masyarakat yang senantiasa tenang, tentram, dan sama sekali tidak pernah terjadi gejolak, adalah harapan yang tidak realistis. Berkenaan dengan fenomena kemasyarakatan tersebut ada dua teori besar yang menjelaskan, yaitu teori integrasi atau yang biasa disebut 1 Dosen Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 87

2 teori fungsionalisme struktural dan teori konflik. Pada sisi lain, baik dalam kondisi masyarakat yang terintegrasi maupun terjadinya konflik di dalamnya, hukum merupakan sesuatu yang tidak pernah lepas dari padanya. Di mana ada masyarakat, di situ ada tatanan hukum yang mengaturnya untuk mewujudkan ketenteraman dan ketertiban. Dengan berusaha memisahkan apa yang dinamakan hukum dengan dimensi ruang dan waktu, yakni melepaskan hukum dari persoalan kapan berlaku dan di mana berlakunya, menurut Hans Kelsen (Kelsen, 2008:24) hukum adalah suatu tatanan yang bersifat memaksa. Hukum merupakan tatanan sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para individu sesuai dengan yang diharapkan melalui pengundangan tindakan-tindakan paksaan. Tindakan paksaan itu yang disebut dengan sanksi hukum. Dari pengertian hukum tersebut, dapat dinyatakan bahwa aspek yang menonjol dari tatanan sosial yang dinamakan hukum adalah sifatnya yang memaksa. Dikaitkan dengan fenomena integrasi dan konflik dalam masyarakat, persoalannya adalah siapa yang menimbulkan paksaan dan untuk kepentingan siapa paksaan itu harus diciptakan. Persoalan itu mendorong untuk melakukan analisis tentang pandangan dua teori tersebut terhadap keberadaan hukum dalam masyarakat dan bagaimana bekerjanya hukum dalam masyarakat yang bersangkutan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum diberlakukan untuk menciptakan ketenteraman dan ketertiban dalam masyarakat serta mewujudkan keadilan. Namun dari realitas penerapan hukum sering muncul fenomena di mana berlakunya hukum jauh dari rasa keadilan masyarakat itu sendiri. Realitas berlakunya hukum sering menunjukkan adanya perbedaan perlakuan hukum antara kelompok masyarakat atas yang nota bene memiliki cukup kemampuan untuk mempengaruhi berlakunya hukum, dengan kelompok masyarakat bawah yang tidak memiliki kemampuan untuk itu. Dari situ kemudian memunculkan pertanyaan yang bernada gugatan mengenai untuk siapa sebenarnya hukum itu diciptakan. Pertanyaan dimaksud secara lebih jelas dapat dinayatakan, yakni apa hakekat peraturan hukum itu dan untuk kepentingan siapa sebenarnya peraturan hukum itu diciptakan? Melalui tulisan ini pertanyaan tersebut akan dicari jawabnya dengan melihat dari perspektif dua teori besar (grand theory), yaitu teori integrasi atau yang sering disebut dengan teori fungsionalisme struktural (structural functional theory) dan teori konflik (conflict theory). Pergulatan pandangan sering muncul di antara dua teori tersebut, karena satu sama lain memunculkan penjelasan tentang fenomena kemasyarakatan yang berbeda, termasuk pandangannya tentang apa dan bagaimana berlakunya hukum di tengah-tengah kehidupan masyarakat. 88

3 PANDANGAN POKOK TEORI INTEGRASI Teori integrasi atau teori fungsionalisme struktural dikembangkan oleh Talcott Parsons, Kingsley Davis, dan Robert K. Merton. Dalam perspektif ini masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi dalam suatu cara yang teratur menurut seperangkat norma dan nilai yang dianut oleh sebagian besar masyarakat tersebut. Dengan demikian dalam pandangan teori ini, masyarakat pada dasarnya terintegrasi oleh adanya kesepakatan tentang nilai-nilai tertentu yang dijunjung tinggi secara bersama oleh sebagian besar warga masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat juga dipandang sebagai sistem yang secara fungsional terintegrasi ke arah terwujudnya keseimbangan atau equilibrium. Oleh karena itu pendekatan intergrasi juga disebut sebagai pendekatan equilibrium. Pendekatan integrasi atau pendekatan fungsionalisme struktural sebagaimana dikembangkan oleh Parsons dan para pengikutnya dapat dikaji melalui sejumlah anggapan dasar sebagai berikut (Nasikun, 1993: 11): a. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem yang didalamnya terdiri dari bagian-bagian yang berhubnungan satu sama lain. b. Hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut bersifat ganda dan timbal balik. c. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial cenderung bergerak kearah equilibrium yang bersifat dinamis. d. Sekalipun disfungsi, keteganganketegangan, dan penyimpanganpenyimpangan senantiasa terjadi, akan tetapi dalam jangka panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi. Dengan kata lain, sekalipun integrasi sosial pada tingkatan yang sempurna tidak akan pernah tercapai, akan tetapi setiap sistem sosial akan senantiasa berproses kearah itu. e. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual, melaui penyesuaianpenyesuaian dan tidak secara revolusioner. f. Pada dasarnya perubahanperubahan sosial terjadi melalui tiga macam kemungkinan, yaitu penyesuaian sistem sosial terhadap perubahan yang datang dari luar, pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional, serta penemuanpenemuan baru oleh anggota masyarakat. Sejalan dengan anggapan dasar tersebut, dapatlah dikatakan bahwa perspektif integrasi bukannya mengingkari adanya perbedaanperbedaan dan pertentanganpertentangan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan status, peran, dan kepentingan dalam masyarakat 89

4 senantiasa ada dan tidak mungkin dielakkan. Namun perspektif ini lebih melihat perbedaan-perbedaan itu sebgai kondisi yang saling berhubungan, saling melengkapi, bahkan saling beergantung, sehingga membentuk sebuah jaringan sistem sosial. Adanya perbedaan kepentingan juga memungkinkan terjadinya pertentangan, akan tetapi pertentangan itu pada akhirnya akan mengarah pada kondisi keseimbangan yang dapat diterima oleh semua pihak. Perspektif integrasi memandang betapa pentingnya nilai-nilai sosial yang secara bersama-sama dijunjung tinggi oleh masyarakat. Nilai-nilai yang menjadi kesepakatan itu dianggap sebagai faktor utama yang mempersatukan masyarakat. Penjelasan yang dapat diberikan dalam hal ini aalah bahwa dengan adanya nilai-nilai tertentu yang menjadi kesepakatan bersama, maka masing-masing anggota masyarakat akan memiliki atau menganut pengertian yang sama mengenai situasi yang sedang dihadapi. Dengan kata lain bahwa dengan adanya kesepakatan nilai-nilai itu maka masing-masing warga masyarakat akan memiliki persepsi yang sama dalam memandang setiap persoalan yang timbul dan akan memiliki persepsi yang sama mengenai tantangan yang dihadapi. Dengan dmikian masyarakat akan mampu mengatasi adanya perbedaan-perbedaan di antara mereka, memiliki komitmen kebersamaan, sebagai suatu hal yang sangat diperlukan untuk mewujudkan integrasi sosial. Dapat juga dikatakan bahwa keteraturan dalam interaksi sosial di antara para anggota masyarakat dapat terjadi oleh karena komitmen mereka terhadap norma-norma social, yang menghasilkan daya untuk mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan diantara mereka, suatu hal yang memungkinkan mereka menemukan keselarasan di antara satu sama lain didalam suatu tingkat integrasi tertentu. Dalam pada itu keseimbangan (equilibrium) dari suatu sistem sosial terpelihara oleh berbagai proses dan mekanisme sosial. Dua macam mekanisme sosial yang terpenting melalui mana hasrat-hasrat para anggota masyarakat dapat dikendalikan pada tingkat dan arah yang menuju terpeliharanya keberlangsungan sistem sosial, adalah mekanisme sosialisasi dan mekanisme pengawasan social (Parson and Shils, 1962: 227). PANDANGAN POKOK TEORI KONFLIK Berbeda sekali dengan teori integrasi yang melihat masyarakat pada hakekatnya terintegrasi atas dasar nilainilai yang menjadi kesepakatan bersama, teori konflik memandang masyarakat pada hakekatnya berada dalam konflik yang terus-menerus diantara kelompok dan kelas yang berbeda. Kalaupun kemudian masyarakat itu bersatu, hal itu disebabkan oleh adanya kekuatan dominan yang mempersatukan. Teori ini mengacu pada pemikiran Karl Marx, dan dibangkitkan kembali oleh Lewis Coser dan Dahrendorf. 90

5 Para penganut teori konflik memandang bahwa suatu masyarakat terikat bersama oleh adanya kelompok atau kelas yang dominan. Mereka menyatakan bahwa nilai-nilai bersama yang oleh para fungsionalis srtuktural dilihat sebagai ikatan pemersatu tidaklah benar-benar merupakan konsensus, akan tetapi merupakan ciptaan kelompok yang dominan untuk memaksakan nilai-nilai serta peraturan mereka terhadap semua orang. Suatu keseimbangan yang serasi yang oleh paham fungsionalisme structural dikatakan menguntungkan setiap orang, bagi penganut paham konflik hal itu hanya menguntungkan beberapa orang tertentu dan merugikan orang-orang yang lain (Horton&Hunt, 1987: 20). Berbeda dari pandangan fungsionalisme struktural, pandangan teori konflik berpangkal pada anggapananggapan dasar sebagai berikut: a. Setiap masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir, atau dengan perkataan lain, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat didalam setiap masyarakat. b. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya, atau dengan perkataan lain, konflik merupakan gejala yamg melekat didalam setip masyarakat. c. Setiap unsur di dalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial. d. Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang atas sejumlah orang yang lain (Nasikun 1993: 16). Para penganut paham konflik melihat bahwa dalam setiap masyarakat terdapat perbedaan, yaitu adanya kelompok yang memiliki otoritas dan kelompok yang tidak memiliki otoritas. Masing-masing kelompok itu memiliki kepentingan yang berbeda, dan dengan perbedaan kepentingan itulah maka dalam masyarakt senantiasa dijumpai adanya konflik. Dalam hubungan ini kita ingat pada teori elite dari Gaetano Mosca, bahwa dalam setiap masyarakat dapat dijumpai adanya dua kelas yaitu kelas yang menguasai dan kelas yang dikuasai. Kelas yang disebut pertama, yang jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan, dan menikmati keuntungan yang berasal dari kekuasaan itu. Sedangkan kelas lainnya, yang jumlahnya jauh lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas yang pertama (Mosca, 1939: 50). Berkenaan dengan kedua teori di atas, sosiolog Harsja W. Bachtiar menyatakan bahwa dalam masyarakat, terlebih lagi masyarakat yang kompleks seperti masyarakat Indonesia, terdapat gejala-gejala yang merupakan wujud dari integrasi sosial maupun gejalagejala yang merupakan wujud dari pertentangan sosial. Oleh karena itu menurutnya, kita perlu memperhatikan keduanya agar tidak memberikan gambaran dan penjelasan yang kurang memperhatikan gejala-gejala yang berlawanan dengan gejala-gejala yang 91

6 ditampilkan sebagai hasil kajian (Bachtiar, 1992: 14). HUKUM DALAM PANDANGAN TEORI INTEGRASI DAN KRITIK TERHADAPNYA Hukum dipandang sebagai bagian dari konsensus nilai dalam masyarakat yang terbentuk melalui lembaga-lembaga yang mewakili semua kelompok dalam masyarakat. Hukum berperan mewujudkan keseimbangan di antara berbagai kepentingan dalam masyarakat sehingga terwujud kondisi yang selaras dalam masyarakat yang bersangkutan. Kepentingan warga masyarakat yang berbeda satu sama lain memang mengandung potensi terjadinya konflik, namun dengan adanya peraturan hukum kepentingan yang berbeda atau bahkan bertentangan satu sama lain itu diselaraskan dengan saling beradaptasi dan saling memberi kesempatan satu sama lain untuk mewujudkan kepentingan masingmasing. Demikianlah secara terus menerus berlangsung sehingga setiap konflik atau pertentangan yang terjadi merupakan fenomena yang sifatnya sementara dan akan mengarah pada konsensus yang integratif. Sebagaimana pandangan dari Talcott Parsons bahwa dalam sistem sosial terdapat 4 (empat) sub sistem, yaitu budaya, ekonomi, politik dan hukum. Demi kelangsungan sistem sosial yang bersangkutan, hukumlah yang ditugaskan untuk menata keserasian dan gerak sinergis dari tiga sub sistem yang lain. Berkenaan dengan hal tersebut menurut Steeman apa yang secara formal membentuk masyarakat adalah penerimaan terhadap aturan umum yang normatif, yang harus dipandang sebagai unsur paling teras dari sebuah sistem sebagai struktur yang terintegrasi (Tanya dkk, 2010: 152). Dalam kedudukan sebagai suatu institusi yang melakukan pengintegrasian terhadap proses-proses yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat, hukum menerima asupanasupan dari bidang ekonomi, politik dan budaya untuk kemudian diolahnya menjadi keluaran-keluaran yang dikembalikan ke dalam masyarakat. Pada waktu bahan yang harus diolah itu masuk, wujudnya berupa sengketa atau konflik. Hukum dengan perlengkapan dan otoritas yang ada padanya, menyelesaikan sengketa tersebut sehingga muncul struktur baru yang kemudian dikembalikan ke dalam masyarakat (Rahardjo, 2006: 144). Dengan demikian hakekat keberadaan hukum merupakan sarana untuk mengintegrasikan masyarakat yang di dalamnya diwarnai oleh kepentingan yang berbeda, bahkan bertentangan satu sama lain. Hukum tidak mewakili kepentingan pihak tertentu dalam masyarakat melainkan mewujudkan keseimbangan yang dinamis di antara kepentingan yang berbeda sehingga terwujud integrasi masyarakat yang bersangkutan. Sebagaimana pandangan teori ini bahwa masyarakat adalah sebuah sistem yang di dalamnya terdiri dari komponenkomponen yang saling berkaitan dan saling bergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan. 92

7 Agar sistem dapat bertahan, sistem tersebut harus menjalankan 4 (empat) fungsi, yaitu (Ritzer & Goodman, 2003:121). 1. Adaptasi: Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. 2. Pencapaian tujuan: Sistem harus mendefinisikan tujuan dan mencapai tujuan utamanya. 3. Integrasi: Sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. 4. Pemeliharaan pola: Sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Pemikiran teori integrasi yang biasanya ditampilkan sebagai teori fungsionalisme struktural (structural functionalism) bukannya tidak mengandung kelemahan yang menyebabkan munculnya kritik. Di Eropa Barat dan Amerika Serikat tahun-tahun 1960-an dan permulaan tahun 1970-an banyak dikritik dan dikecam, terutama oleh para ahli sosiologi radikal, sebagai terkait pada ideology yang bersifat konservatif, mencerminkan pemikiran politik yang naïf, dan berpedoman pada nilai-nilai golongan borjuis atau nilai-nilai kaum kapitalis (Bachtiar, 1992: 14). Kritik yang lain dikemukakan oleh David Lockwood, yang menyatakan bahwa pendekatan fungsionalisme struktural terlalu menekankan anggapan-anggapan dasarnya pada peranan unsur-unsur normatif dari tingkah laku sosial, khususnya pada proses-proses dengan mana hasrat-hasrat perseorangan diatur secara normatif untuk menjamin terpeliharanya stabilitas sosial. Sedangkan menurutnya, bahwa setiap situasi sosial mengandung dalam dirinya dua hal, yaitu tata tertib sosial yang bersifat normatif dan sub stratum yang melahirkan konflik-konflik (Nasikun, 1993: 13). Pendekatan fungsionalisme struktural juga sering dipandang sebagai pendekatan yang bersifat reaksioner karena mengabaikan kenyataankenyataan yang ada dalam masyarakat, dan dengan demikian kurang mampu menganalisis masalah-masalah perubahan sosial. Pendekatan tersebut di samping mengabaikan terdapatnya konflik dan kontradiksi dalam masyarakat, juga kurang memberikan tempat bagi suatu kenyataan bahwa sistem sosial tidak selalu mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan yang datang dari luar. Sedangkan ketidakmampuan itu pada akhirnya akan bermuara pada timbulnya disintegrasi dalam masyarakat. HUKUM DALAM PANDANGAN TEORI KONFLIK DAN KRITIK TERHADAPNYA Hukum merupakan pencerminan keinginan dari kelompok masyarakat yang kuat dan berkuasa untuk dipaksakan pada kelompok masyarakat lainnya. Hukum berperan sebagai 93

8 sarana mengatur dan mengendalikan kehidupan masyarakat untuk mewujudkan keinginan pihak yang sedang berkuasa. Masyarakat bersedia mentaati peraturan hukum karena tidak ada pilihan lain kecuali harus tunduk pada keinginan penguasa. Menurut Dahrendorf hukum dikuasai oleh mereka yang memiliki kekuasaan. Struktur sosial sesungguhnya terkonfigurasi dalam relasi kekuasaan. Di dalam struktur tersebut terdapat dikotomi antara mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai. Dengan kata lain, beberapa orang turut serta dalam struktur kekuasaan, sedangkan yang lain tidak. Beberapa orang memiliki kekuasaan, sedang yang lain tidak (Tanya dkk, 2010: 174). Bedanya dengan pandangan Karl Marx, kalau Karl Marx memandang faktor ekonomi atau kepemilikan faktor pruduksi adalah faktor yang menentukan posisi seseorang dalam suatu struktur soaial, sedangkan bagi Dahrendorf, faktor penentu keberadaan seseorang dalam struktur sosial adalah faktor kekuasaan politik. Dalam pandangan ini hukum merupakan produk dari pihak yang berkuasa. Oleh karena itu hukum menggambarkan kepentingan pihak yang sedang berkuasa dan cenderung melayani pihak yang berkuasa. Sedangkan menurut Karl Marx hukum adalah alat legitimasi dari kelas ekonomi tertentu. Mangapa peraturan di bidang perburuhan cenderung menggelisahkan buruh, menurutnya karena hukum telah dikuasai oleh kelas pemilik modal. Isu utama dalam hukum menurut Marx bukanlah keadilan. Anggapan bahwa hukum itu tatanan keadilan menurutnya hanyalah omong kosong belaka. Sedangkan faktanya hukum melayani kepentingan orang berpunya. Hukum tidak lebih dari sarana penguasaan dan piranti para pengeksploitasi yang menggunakannya sesuai kepentingan mereka (Tanya dkk, 2010: 97). Dalam uraiannya tentang lapisan sosial, kekuasaan, dan hukum, Soerjono Soekanto sampai pada suatu hipotesis bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi, semakin sedikit hukum yang mengaturnya. Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi, semakin banyak hukum yang mengaturnya (Soekanto, 2006: 94). Walaupun statemen tersebut baru merupakan hipotesis yang perlu dibuktikan kebenaranannya, akan tetapi setidaknya dalam hipotesis tersebut telah tampak kesesuaian dengan pandanganpandangan yang telah ada selama ini, setidak-tidaknya pada sebagian orang. Dengan demikian menurut pandangan teori ini hakekat keberadaan hukum adalah sebagai sarana yang digunakan oleh kelompok yang kuat dalam masyarakat untuk mengendalikan kelompok yang lemah dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan mereka. Sejalan dengan pandangan itu pula, keberadaan peraturan hukum adalah mewakili kepentingan-kepentingan pihak yang kuat yang sedang berkuasa. Dalam kenyataan terlihat betapa ketentuan hukum sering menampakkan keberpihakannya pada kelompok 94

9 menengah ke atas, atau kepentingan pihak-pihak yang berwenang membuat hukum itu sendiri. Sebuah analog yang sering terdengar bahwa hukum ibarat sebatang tombak yang selalu runcing ke bawah dan tumpul ke atas. Analog itu menggambarkan betapa peraturan hukum lebih banyak mengenai kelompok masyarakat bawah dan kurang mengena bagi kelompok masyarakat atas. Kalau teori integrasi dikritik karena terlalu menekankan pada unsurunsur normatif dan dianggap mengabaikan kenyataan-kenyataan yang sebenarnya ada dalam masyarakat, sebaliknya teori konflik dikritik oleh banyak ahli sosiologi sebagai terkait pada ideologi radikal yang menghendaki perubahan total dari struktur masyarakat. Di samping itu teori konflik dianggap hanya melihat pada adanya pertentangan antar golongan (terutama antar kelas sosial), serta memihak pada golongan buruh dan tani yang dianggap sebagai golongan yang tertindas (Bachtiar, 1992: 14).. Teori atau pendekatan konflik lebih melihat bahwa perbedaan kepentingan itu identik dengan pertentangan, maka di mana ada kepentingan yang berbeda di situ ada pertentangan. Karena di dalam masyarakat selalu ada perbedaan kepentingan, maka masyarakat pada hakekatnya adalah konflik. Kalau konflik itu tidak muncul ke permukaan, hal itu disebabkan karena adanya kekuatan kelompok dominan yang meredam. Sedangkan menurut pendekatan atau teori fungsionalisme struktural, perbedaan kepentingan tidaklah identik dengan konflik. Sebab menurut pendekatan ini dalam setiap masyarakat terdapat mekanisme yang mengarahkan pada kondisi keseimbangan. Kalau konflik suatu saat timbul, hal itu disebabkan karena adanya unsur tertentu dalam jalinan sistem sosial yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Di samping itu bersatunya suatu masyarakat bukan karena adanya kekuatan dominan yang menekan, melainkan karena adanya nilai-nilai tertentu yang menjadi konsensus atau kesepakatan bersama. SIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dua teori besar (grand theory), yaitu teori integrasi atau teori fungsionalisme struktural dan teori konflik memiliki pandangan yang sangat berbeda satu sama lain dalam memandang keberadaan hukum dalam masyarakat. Perbedaan itu disebabkan karena dua teori dimaksud memiliki pandangan yang sangat berbeda, bahkan berkebalikan dalam melihat hakekat keadaan masyarakat. Teori integrasi memandang hakekat masyarakat adalah terintegrasi, karena dipersatukan oleh nilai-nilai sosial yang menjadi kesepakatan bersama. Sedangkan teori konflik sebaliknya, yaitu memandang hakekat masyarakat adalah konflik. Kalaupun masyarakat suatu saat bersatu, hal itu karena adanya kekuatan pemaksa yaitu kekuatan dari kelompok yang kuat dalam masyarakat. 95

10 Perbedaan kedua teori tersebut kemudian membawa perbedaan dalam pandangannya terhadap hukum yang berlaku di masyarakat. Menurut teori integrasi, hukum pada hakekatnya merupakan bagian dari nilai-nilai sosial yang berperan mengintegrasikan masyarakat yang di dalamnya terdapat kepentingan yang berbeda-beda, bahkan bertentangan satu sama lain. Hukum tidak mewakili kepentingan pihak tertentu dalam masyarakat melainkan menggambarkan kebutuhan suatu masyarakat untuk mewujudkan keseimbangan yang dinamis di antara kepentingan yang berbeda sehingga terwujud integrasi masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan menurut pandangan teori konflik, hakekat keberadaan hukum adalah sebagai sarana yang digunakan oleh kelompok yang kuat dalam masyarakat untuk mengendalikan kelompok yang lemah dalam rangka mewujudkan tujuantujuan mereka. Sejalan dengan pandangan itu pula, keberadaan peraturan hukum adalah mewakili kepentingan-kepentingan pihak yang kuat yang sedang berkuasa. Kalau dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat, integrasi dan konflik merupakan dua fenomena yang tidak pernah lepas dari keberadaan setiap masyarakat. Begitu pula pandangan yang ditampilkan oleh kedua teori sebagaimana diuraikan di atas, masing-masing juga mewakili kenyataan yang ada dalam masyarakat. Bahwa hukum menciptakan ketenteraman dan ketertiban dalam masyarakat yang diwarnai berbagai kepentingan yang berbeda sehingga masyarakat yang bersangkutan terintegrasi, adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Namun demikian adanya keberpihaan hukum terhadap kelompok masyarakat atas juga sering muncul dalam kenyataan. Oleh karena itu upaya memadukan kedua teori itu dan menggunakannya secara bersama-sama sebagai acuan berfikir kita, merupakan tindakan yang lebih bermanfaat daripada kita hanya terpaku pada salah satu teori dan menafikan teori yang lain. DAFTAR RUJUKAN Bachtiar, Harsya W Masyarakat, Bangsa, Negara, dan Umat di Indonesia: Teori Sosiologi dan Kenyataan Sosial. (Makalah Seminar). Bandung. Horton, Paul B. & Hunt, Chester L, Sosiologi (Terjemahan). Jakarta: Erlangga. Kelsen, Hans, Teori Umum tentang Hukum dan Negara (Terjemahan), Bandung: Nusa Media, 2008 Mosca, Gaetano The Ruling Class. New York: McGraw-Hill. Nasikun Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press Parsons, Talcott & Shils, Edward A Toward A General Theory of Action. New York: Halper and Row Publishers. Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Ritzer, George & Goodman, Douglas J, 2003, Teori Sosiologi Modern 96

11 (Terjemahan), Jakarta: Prenada Media. Soekanto, Soerjono, 2006, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tanya, Bernard L. Dkk Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing. 97

Pendekatam Teoritik dalam Memahami Sistem Sosial Budaya Indonesia. Disampaikan pada Kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia, Pertemuan Ke-4

Pendekatam Teoritik dalam Memahami Sistem Sosial Budaya Indonesia. Disampaikan pada Kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia, Pertemuan Ke-4 Pendekatam Teoritik dalam Memahami Sistem Sosial Budaya Indonesia Disampaikan pada Kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia, Pertemuan Ke-4 STRUKTURAL FUNGSIONAL Asumsi Dasar: MASYARAKAT TERINTEGRASI ATAS

Lebih terperinci

SISTEM SOSIAL (SOCIAL SYSTEM)

SISTEM SOSIAL (SOCIAL SYSTEM) SISTEM SOSIAL (SOCIAL SYSTEM) APA ITU SISTEM?! Secara etimologis berasal dr bhs Yunani systema artinya sehimpunan dari bagian2 atau komponen2 yg saling berhubungan satu sama lain secara teratur dan merupakan

Lebih terperinci

1. Fungsionalisme Struktural Perkembangannya

1. Fungsionalisme Struktural Perkembangannya PENDEKATAN TEORETIK Menurut Slamet Margono : Masyarakat sebagai sistem sosial dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut, 1. Ekologi, lokasi, dan geografi di mana masyarakat tsb berada 2. Demografi,

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial MODUL PERKULIAHAN Sistem Sosial FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 2 Abstract Dalam pokok bahasan ini adalah memperkenalkan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional oleh Talcott Parsons. 45 Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu

Lebih terperinci

SISTEM SOSIAL (SOCIAL SYSTEM)

SISTEM SOSIAL (SOCIAL SYSTEM) SISTEM SOSIAL (SOCIAL SYSTEM) APA ITU SISTEM?! Secara etimologis berasal dr bhs Yunani systema artinya sehimpunan dari bagian2 atau komponen2 yg saling berhubungan satu sama lain secara teratur dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme Ada tiga hal penting yang perlu kita tanyakan pada diri kita; Yakni: Apa yang perlu kita ketahui dan pahami tentang Sosiologi dan Politik? Mengapa kita perlu mengetahui dan memahami Sosiologi dan Politik?

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL

BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. STRUKTURAL FUNGSIONAL Untuk mendukung penelitian ini, peneliti mengkaji lebih lanjut dengan teori Struktural Fungsional.Dan berikut merupakan penjelasan teori struktural

Lebih terperinci

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan pangajian taaruf (studi kasus eksistensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fakta Sosial Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: 1. Dalam bentuk material,

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya 36 BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF A. Teori Konflik Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI-TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id TEORI TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI STRUKTURAL

Lebih terperinci

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik Pokok Bahasan Pada umumnya, dalam dunia ilmu pengetahuan orang mencoba untuk melihat dan menjelaskan suatu fenomena sosial menggunakan alur dan logika

Lebih terperinci

MATERI 6 HUBUNGAN INTERAKSI DAN DINAMIKA SOSIAL

MATERI 6 HUBUNGAN INTERAKSI DAN DINAMIKA SOSIAL MATERI 6 HUBUNGAN INTERAKSI DAN DINAMIKA SOSIAL 1. Hubungan Interaksi Sosial dan Dinamika Kehidupan Sosial Interaksi sosial akan menyebabkan kegiatan hidup seseorang semakin bervariasi dan kompleks. Jalinan

Lebih terperinci

HUKUM SEBAGAI MEKANISME PENGINTEGRASI

HUKUM SEBAGAI MEKANISME PENGINTEGRASI HUKUM SEBAGAI MEKANISME PENGINTEGRASI Oleh: Syamsulbahri Salihima A. Pendahuluan Manusia selain makhluk biologis juga ia sebagai makhluk sosial, olehnya itu manusia selalu didorong untuk melakukan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK RALF DAHRENDORF. dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan

BAB II TEORI KONFLIK RALF DAHRENDORF. dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan BAB II TEORI KONFLIK RALF DAHRENDORF Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL. juga tata letak teori dalam pembahasan dengan judul Industri Rumah

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL. juga tata letak teori dalam pembahasan dengan judul Industri Rumah BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL A. FUNGSIONALISME STRUKTURAL Dalam bab ini peneliti akan menjabarkan pembahasanya yang dikaitkan dengan teori, korelasi pembahasan penelitian dengan teori dan juga

Lebih terperinci

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF NUR ENDAH JANUARTI, MA TUJUAN PEMBELAJARAN : Mahasiswa mampu memahami masalah sosial budaya dalam berbagai perspektif Mahasiswa mampu menganalisa

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

STUDI MASYARAKAT INDONESIA STUDI MASYARAKAT INDONESIA 1. Prinsip Dasar Masyarakat Sistem Sistem kemasyarakatan terbentuk karena adanya saling hubungan di antara komponenkomponen yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK MASING-MASING SUB STRUKTUR BERJALAN DENGAN SISTEMNYA MASING-MASING

Lebih terperinci

VII KONFLIK DAN INTEGRASI

VII KONFLIK DAN INTEGRASI VII KONFLIK DAN INTEGRASI Pengertian Konflik Konflik adalah perselisihan atau persengketaan antara dua atau lebih kekuatan baik secara individu atau kelompok yang kedua belah pihak memiliki keinginan untuk

Lebih terperinci

1) MERUMUSKAN SOSIOLOGI (1840) SBG ILMU EMPIRIK ( BAPAK SOSIOLOGI)

1) MERUMUSKAN SOSIOLOGI (1840) SBG ILMU EMPIRIK ( BAPAK SOSIOLOGI) a. AUGUSTE COMTE (1798 1857) 1) MERUMUSKAN SOSIOLOGI (1840) SBG ILMU EMPIRIK ( BAPAK SOSIOLOGI) 2) SOSIOLOGI TDA : SOS STATIS (ASPEK STRUKTUR) SOS DINAMIS (ASPEK PROSES, PERUBAHAN) 3) MASY DIPANDANG SBG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Interaksi Sosial Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah masyarakat. Seperti di Indonesia dapat

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

KAWIN TANGKAP PENGENDALIAN PERILAKU REMAJA DI NAGARI AIR BANGIS KABUPATEN PASAMAN BARAT

KAWIN TANGKAP PENGENDALIAN PERILAKU REMAJA DI NAGARI AIR BANGIS KABUPATEN PASAMAN BARAT KAWIN TANGKAP PENGENDALIAN PERILAKU REMAJA DI NAGARI AIR BANGIS KABUPATEN PASAMAN BARAT Dedi Mardia Fitri 1 Erianjoni, M.Si 2 Elvawati, M.Si 3 Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL-TALCOTT PARSONS. (PNPM) Mandiri Perdesaan dalam menanggulangi kemiskinan (Studi di Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL-TALCOTT PARSONS. (PNPM) Mandiri Perdesaan dalam menanggulangi kemiskinan (Studi di Desa 45 BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL-TALCOTT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural Skripsi yang berjudul Peran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dalam menanggulangi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB II FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSON. paham atau prespektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu

BAB II FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSON. paham atau prespektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu BAB II FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSON A. Fungsionalisme Struktural Dalam penelitian ini menggunakan Teori fungsional struktural yang pencetusnya adalah Talcott Parson. Asumsi dasar dari Teori

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pola Asuh Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (dalam Isni Agustiawati, 2014), kata pola berarti model,

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

Sistem Politik Gabriel Almond. Pertemuan III

Sistem Politik Gabriel Almond. Pertemuan III Sistem Politik Gabriel Almond Pertemuan III Teori Fungsionalisme Lahir sebagai kritik terhadap teori evolusi, yang dikembangkan oleh Robert Merton dantalcott Parsons. Teori fungsional memandang masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: PARADIGMA SOSIOLOGI DAN TEORI PENDEKATANNYA 1.1 Paradigma Sosiologi dan Teori Pendekatannya... 1.3 Latihan... 1.11 Rangkuman... 1.12 Tes Formatif 1.....

Lebih terperinci

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi. Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi BROADCASTING

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi. Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi BROADCASTING Modul ke: Sosiologi Komunikasi Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi BROADCASTING www.mercubuana.ac.id Pengertian Sosiologi Sosiologi Komunikasi

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) 1. Nama Mata Kuliah : Sosiologi Terapan 2. Kode Mata Kuliah : ISS 701 3. Status Matakuliah : Wajib Prodi 4. Semester : VII 5. Matakuliah Prasyarat

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS 17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

KEKUASAAN DAN WEWENANG

KEKUASAAN DAN WEWENANG KEKUASAAN DAN WEWENANG A. Pengantar Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB XI TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA

BAB XI TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA BAB XI TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA 11.1 Pengantar Pada dasarnya setiap ilmu pngetahuan tediri dari dua bagian penting, yaitu teoritik dan empirik. Teoritik menunjuk pada skema konseptual, seperti

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat yang tercakup atas aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

Kapita Selekta Sosial

Kapita Selekta Sosial Modul ke: Kapita Selekta Sosial Sistem Sosial Fakultas FIKOM Yuni Tresnawati, S.Sos., M.Ikom. Program Studi Public Relations http://www.mercubuana.ac.id APA ITU SISTEM?! Secara etimologis berasal dari

Lebih terperinci

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER Silabus Semester Genap 2013-2014 Dosen : Amika Wardana, Ph.D. Email : a.wardana@uny.ac.id Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta S I

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis

Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis K U L I A H KE- 5: A M I K A W A R D A N A, P H. D A. W A R D A N A @ U N Y. A C. I D T E O R I S O S I O L O G I K O N T E M P O R E R Materi: Fungsionalisme Versus

Lebih terperinci

TEORI KEJAHATAN SECARA SOSIOLOGIS

TEORI KEJAHATAN SECARA SOSIOLOGIS TEORI KEJAHATAN SECARA SOSIOLOGIS A. Dilihat dari penyebab perbedaan angka kejahatan (Topo&Zulfa, 2010) 1.TEORI STRAIN Durkheim : melihat bagian komponen utk mengetahui bagian-bagian komponen berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berinteraksi dengan sesama secara baik agar tercipta masyarakat yang tentram dan damai.

BAB II KAJIAN TEORI. berinteraksi dengan sesama secara baik agar tercipta masyarakat yang tentram dan damai. BAB II KAJIAN TEORI A. Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial Manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia bergantung dan membutuhkan individu lain atau makhluk lainnya. Dalam hidup bermasyarakat,

Lebih terperinci

STRATIFIKASI SOSIAL DAN DIFERESIASI SOSIAL

STRATIFIKASI SOSIAL DAN DIFERESIASI SOSIAL VIII STRATIFIKASI SOSIAL DAN DIFERESIASI SOSIAL Pengertian Stratifikasi Sosial Gejala penggolong-golongan manusia berdasarkan kriteria sosial secara vertikal merupakan gejala yang telah lazim di setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Tinjauan Teori Fungsionalisme struktural Robert King Merton

BAB II KAJIAN TEORI. Tinjauan Teori Fungsionalisme struktural Robert King Merton BAB II KAJIAN TEORI Tinjauan Teori Fungsionalisme struktural Robert King Merton Dalam penelitian mengenai peran pesantren dalam menunjang prestasi akademik santri-mahasiswa di Pesantren Mahasiswa An-Nur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN Manusia pertama-tama ada, berjumpa dengan dirinya, muncul di dunia dan setelah itu menentukan dirinya. (Jean-Paul Sartre) A. MANUSIA DAN KESADARAN DIRI Sebagian

Lebih terperinci

STRATIFIKASI SOSIAL NUR ENDAH JANUARTI, M.A.

STRATIFIKASI SOSIAL NUR ENDAH JANUARTI, M.A. STRATIFIKASI SOSIAL NUR ENDAH JANUARTI, M.A. TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu memahami konsep stratifikasi sosial Mahasiswa mampu menganalisa bentuk stratifikasi sosial di lingkungannya KONSEP DASAR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL BAB V STRATIFIKASI SOSIAL 6.1 Pengantar Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat manusia. Dalam kehidupan sosial masyarakat terdapat diferensiasi sosial dalam arti, bahwa dalam masyarakat

Lebih terperinci

Dimensi Subjektif - Objektif

Dimensi Subjektif - Objektif Sociological Paradigms and Organisational Analysis [chapter 1-3] Gibson Burrell & Gareth Morgan Heinemann, London 1979 Empat Asumsi Tentang Sifat Ilmu Sosial (1) Ontology Asumsi yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FEM3313

SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FEM3313 SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FEM3313 PENGENALAN TEORI ILMU SOSIAL MODEN KULIAH MINGGU 2 MEMAHAMI MAKSUD TEORI/PERSPEKTIF Kerja-kerja ahli sosiologi dan antropologi sosial adalah diasaskan dan dipandu oleh

Lebih terperinci

BAB II TEORI AGIL TALCOTT PARSONS DAN PERUBAHAN SOSIAL SEBAGAI ALAT ANALISA. bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian lain.

BAB II TEORI AGIL TALCOTT PARSONS DAN PERUBAHAN SOSIAL SEBAGAI ALAT ANALISA. bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian lain. BAB II TEORI AGIL TALCOTT PARSONS DAN PERUBAHAN SOSIAL SEBAGAI ALAT ANALISA A. Teori AGIL Talcott Parsons Menurut teori fungsionalis ini masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan 31 BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF A. TEORI KONFLIK Ralf Dahrendorf melihat proses konflik dari segi intensitas dan sarana yang digunakan dalam konflik. Intensitas merupakan sebagai tingkat

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH Pokok Bahasan : Perkembangan teori sosiologi dan antropologi. Pertemuan ke- : 1 dan 2 Mahasiswa memiliki pemahaman dan wawasan mengenai perkembangan teori sosiologi dan antropologi. 1. Menjelaskan pengertian

Lebih terperinci

BAB II FUNGSIONALISME STRUKTURAL : ROBERT K. MERTON. pernah kenal berhenti, untuk terus menerus mewujudkan perubahan-perubahan

BAB II FUNGSIONALISME STRUKTURAL : ROBERT K. MERTON. pernah kenal berhenti, untuk terus menerus mewujudkan perubahan-perubahan 33 BAB II FUNGSIONALISME STRUKTURAL : ROBERT K. MERTON A. Pembangunan Jalan Tol Pembangunan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan yang tidak pernah kenal berhenti, untuk terus menerus mewujudkan

Lebih terperinci

RALF DAHRENDORF ( )

RALF DAHRENDORF ( ) RALF DAHRENDORF (1929 - ) 1 TEORI KONFLIK: RALF DAHRENDORF Oleh: ANIEK RAHMANIAH 1. Konteks sosial yang melatari pemikiran Dahrendorf Revolusi politik dan revolusi industri yang melanda masyarakat Eropa

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH, TOKOH DAN PERSPEKTIF SOSIOLOGI

BAB II SEJARAH, TOKOH DAN PERSPEKTIF SOSIOLOGI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB II SEJARAH, TOKOH DAN PERSPEKTIF SOSIOLOGI ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPKS)

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPKS) RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPKS) 1. Mata Kuliah Teori Sosiologi Modern 2. Kode Mata Kuliah ISS 301 3. Semester Ganjil 2010/2011 4. Status Wajib 5. Mata Kuliah Persyarat Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. motif batik terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Dusun. Dongkelan Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul

BAB V PENUTUP. motif batik terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Dusun. Dongkelan Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan mengenai dampak industri kerajinan kayu motif batik terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Dusun Dongkelan Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon

Lebih terperinci

KONTROL PENGENDALIAN SOSIAL

KONTROL PENGENDALIAN SOSIAL KONTROL PENGENDALIAN SOSIAL Dosen Pengampun : Antonius Ng Cambu S.Sos.,M.I.Kom Mata Kuliah : Pengantar Antropoligi Disusun Oleh Kelompok 4 Risal.A (201663301053) (kk) Risdayanti (201663201052) Rasdi Adnan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 3 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 3 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 3 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang: Teori system, teori struktural fungsional, teori konflik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sejarah konvensional, paparan yang analitis harus digunakan untuk. memberikan nilai lebih bagi penulisan sejarah modern.

BAB II LANDASAN TEORI. sejarah konvensional, paparan yang analitis harus digunakan untuk. memberikan nilai lebih bagi penulisan sejarah modern. BAB II LANDASAN TEORI Penelitian dan penulisan sejarah yang baik menurut sejarawan melengkapi dirinya dengan teori dan metodologi sejarah selain historiografi yang menyajikan cerita sejarah sebagai uraian

Lebih terperinci

TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL

TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL TEORI-TEORI PERUBAHAN SOSIAL Perubahan sosial merupakan sebuah keniscayaan yang berlangsung tidak terbendung dalam kehidupan. Baik perubahan yang cepat maupun lambat. Berbagai factor yang mendasarinya.

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Struktural Fungsional Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang fungsionalisme struktural dalam sosiologi (Sztompka, 2000;Tiryakin, 1991). Merton menjelaskan

Lebih terperinci

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990, hlm. 301

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990, hlm. 301 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Perubahan Sosial a. Definisi Perubahan Sosial Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahanperubahan yang terjadi dalam struktur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta antar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta antar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Fakta Sosial Paradigma fakta sosial fakta sosial terpaut kepada antar hubungan antara struktur sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. 1. Pengertian Perubahan Sosial Dan Perubahan Budaya. beberapa tipe perubahan struktur sosial, yaitu Pertama perubahan

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. 1. Pengertian Perubahan Sosial Dan Perubahan Budaya. beberapa tipe perubahan struktur sosial, yaitu Pertama perubahan 23 BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Perubahan Sosial Dan Perubahan Budaya Menurut Harper perubahan sosial didefinisikan sebagai pergantian (perubahan) yang signifikan mengenai

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK SOSIAL DALAM PERSPEKTIF KARL MARX

BAB II TEORI KONFLIK SOSIAL DALAM PERSPEKTIF KARL MARX 38 BAB II TEORI KONFLIK SOSIAL DALAM PERSPEKTIF KARL MARX A. Teori Karl Marx 1. Teori Konflik Sosial Teori konflik sosial yang muncul pada abad 18 dan 19 dapat di mengerti sebagai respon dari lahirnya

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE

PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE Pandangan Freire tentang Netralitas Kelompok Netralitas yang memiliki ideologi yang sama Netralitas gereja yang berkaitan dengan sejarah dan politik

Lebih terperinci

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Kehidupan Masyarakat adalah Sistem Sosial

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Kehidupan Masyarakat adalah Sistem Sosial 37 BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Kehidupan Masyarakat adalah Sistem Sosial Manusia adalah makhluk sosial atau individu yang membutuhkan individu lain untuk hidup. Individu-individu tersebut akan saling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Interaksi Sosial Interaksi Sosial dalam masyarakat merupakan syarat utama terjadinya aktivitasaktivitas sosial. Dalam bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKUTRAL FUNGSIONAL TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. AUGUSTE COMTE (1798 185) 4. CHARLES DARWIN (1809 1882) 2. HERBERT SPENCER (1820 1903) 5. TALCOT PARSON

Lebih terperinci

BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL

BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL 23 BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Struktural Fungsional (Talcott Parsons) Dalam penelitian ini berparadigma fakta social menggunakan teori structural fungsional yang mempunyai empat imperetatif

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik KONFLIK SOSIAL 1. Pengertian Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) Mata Kuliah : Sosiologi dan Politik (Lingkungan Bisnis) Kode Mata Kuliah : SKS : 2 (2-50) Pertemuan ke : 1 (pertama) A. Tujuan 1. Instruksional Umum Setelah menyelesaikan

Lebih terperinci

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat) Teori Sosial (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat) Apa itu Teori dalam Sosiologi? Pada saat kita menanyakan mengapa dunia sosial kita seperti ini dan kemudian membayangkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPKS)

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPKS) RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPKS) 1. Mata Kuliah Teori Sosiologi Modern 2. Kode Mata Kuliah ISS 301 3. Semester Ganjil 2012/2013 4. Status Wajib 5. Mata Kuliah Persyarat Teori

Lebih terperinci

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA 1. Hakekat Perubahan Sosial yang Terjadi di Masyarakat Perubahan sosial merupakan sebuah proses yang tidak dapat dihindari dalam sebuah masyarakat, baik perubahan

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagai bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita. Dan di dalam Pancasila ini terkandung banyak nilai di mana dari keseluruhan nilai tersebut terkandung

Lebih terperinci

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga kini belum ada upaya kongkrit untuk mengatasi tawuran pelajar di Kota Yogya, akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

Lebih terperinci

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak P A R A D I G M A (Penelitian Sosial) I Paradigma Merton universalisme, komunalisme, pasang jarak/ tanpa keterlibatan emosional, skeptisisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Partai dan Fungsinya Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai serta cita-cita yang sama, dan mempunyai tujuan

Lebih terperinci

CONTOH BAHAN AJAR. A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA

CONTOH BAHAN AJAR. A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA CONTOH BAHAN AJAR A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA 1. Pengantar Pemahaman Sosiologi tentang masyarakat bagaimanapun juga dalamnya dan detailnya tidak akan lengkat tanpa mengikut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian. Dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci