Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

dokumen-dokumen yang mirip
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016

Periode Februari 2018

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

PROVINSI SUMATERA UTARA

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II-2017

Periode November 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

PROVINSI SUMATERA UTARA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL


Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Mei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. Dwiki K.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

Transkripsi:

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju Sulawesi Barat 91511, Indonesia Telepon: 0426-22192, Faksimili: 0426-21656

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan disajikan secara triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek perkembangan ekonomi makro, keuangan pemerintah, perkembangan inflasi, stabilitas sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah di samping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui perolehan data internal yaitu survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data dan informasi secara kontinu, tepat waktu, dan reliable. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Penanggung Jawab Asep Budi Brata Koordinator Penyusun Surya Alamsyah Editor Departemen Regional III Layout Anton Kisworo Tim Penulis Surya Alamsyah Anton Kisworo Dien M.I. Idris Kontributor Unit Pengelolaan Uang Rupiah Unit Operasional Sistem Pembayaran Email s_alamsyah@bi.go.id anton_k@bi.go.id Mamuju, November 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI BARAT ttd Asep Budi Brata Deputi Direktur

Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity - Professionalism - Excellence - Public Interest - Coordination and Teamwork.

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vii DAFTAR GRAFIK viii RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 5 1. Perkembangan Ekonomi 7 1.1 Kondisi Umum 9 1.2 Sisi Permintaan 10 1.3 Sisi Penawaran 17 2. Keuangan Pemerintah 27 2.1 Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat 29 2.2 Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat 30 3. Inflasi 37 3.1 Inflasi Secara Umum 39 3.2 Inflasi Bulanan 40 3.3 Inflasi Dari Sisi Penawaran 42 3.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan 43 3.5 Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas 44 3.6 Disagregasi Inflasi 48 4. Stabilitas Keuangan Daerah 55 4.1 Perkembangan Stabilitas Keuangan 57 4.2 Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi 62 4.3 Perkembangan Institusi Perbankan 63 4.4 Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan 64 5. Sistem Pembayaran 67 5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai 69 5.2 Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 70 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 73 6.1 Ketenagakerjaan 75 6.2 Pengangguran 77 6.3 Nilai Tukar Petani 77 6.4 Tingkat Kemiskinan 79 7. Prospek Perekonomian 81 7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi 83 7.2 Prospek Inflasi 85

7.3 Rekomendasi Kebijakan 87 LAMPIRAN 89

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan 11 Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran 18 Tabel 3. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) 33 Tabel 4. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) 34 Tabel 5. Komoditas Andil Terbesar 41 Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 45 Tabel 7. Inflasi Kelompok Bahan Makanan 46 Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang 46 Tabel 9. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan bahan Bakar 46 Tabel 10. Inflasi Kelompok Kesehatan 47 Tabel 11. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 48 Tabel 12. Inflasi Kelompok Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 48 Tabel 13. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (jiwa) 75 Tabel 14. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan 76 Tabel 15. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan 77 Tabel 16. NTP Setiap Sub Sektor 78 Tabel 17. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan 80

Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat 9 Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan 11 Grafik 3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan 11 Grafik 4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat 12 Grafik 5. Andil Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat 12 Grafik 6. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu 12 Grafik 7. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Sulawesi Barat 13 Grafik 8. Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat 14 Grafik 9. Perkembangan Giro Pemerintah 14 Grafik 10. Investasi Bangunan 15 Grafik 11. Realisasi Pengadaan Semen 15 Grafik 12. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat 15 Grafik 13. Perkembangan Ekspor Impor 17 Grafik 14. Negara Tujuan Ekspor CPO 17 Grafik 15. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran 18 Grafik 16. Perkembangan Sektor Pertanian 19 Grafik 17. Perkembangan Kredit Pertanian 20 Grafik 18. Perkembangan Sektor Perdagangan 21 Grafik 19. Perkembangan Kredit Perdagangan 21 Grafik 20. Perkembangan Sektor Industri 22 Grafik 21. Pertumbuhan Industri Menengah dan Kecil 22 Grafik 22. Perkembangan Sektor Konstruksi 23 Grafik 23. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi 23 Grafik 24. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 24 Grafik 25. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di Triwulan III 30 Grafik 26. Komponen APBN Sulawesi Barat di Sulawesi Barat 30 Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat 31 Grafik 28. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat 32 Grafik 29. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat 32 Grafik 30. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju 39 Grafik 31. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Mamuju 40 Grafik 32. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju 40 Grafik 33. IKK, IKE dan IEK 43 Grafik 34. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 43 Grafik 35. Andil Inflasi Triwulan III 2016 44 Grafik 36. Andil terhadap Inflasi Tahunan 44 Grafik 37. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya 45

Grafik 38. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi 49 Grafik 39. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi 49 Grafik 40. Inflasi Bulanan Sulawesi Barat 52 Grafik 41. Inflasi Tahunan Sulawesi Barat 52 Grafik 42. Pertumbuhan DPK Perseorangan 53 Grafik 43. Kondisi Ekonomi Saat ini dibandingkan 6 bulan lalu 53 Grafik 44. Perkembangan Kredit Konsumsi 53 Grafik 45. Konsumsi Rumah Tangga 57 Grafik 46. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju 57 Grafik 47. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju 58 Grafik 48. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen 58 Grafik 49. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang 59 Grafik 50. Penggunaan Penghasilan Konsumen 59 Grafik 51. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat 60 Grafik 52. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat 60 Grafik 53. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat 61 Grafik 54. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat 61 Grafik 55. Perkembangan Kredit Rumah Tangga 61 Grafik 56. Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga 61 Grafik 57. Perkembangan Kredit Korporasi 62 Grafik 58. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi 62 Grafik 59. Perkembangan Aset dan DPK 64 Grafik 60. Perkembangan Penyaluran Kredit 64 Grafik 61. Perkembangan Kredit UMKM 65 Grafik 62. Perkembangan Risiko Kredit UMKM 65 Grafik 63. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat 69 Grafik 64. Pertumbuhan Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat 69 Grafik 65. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar 70 Grafik 66. Perputaran Kliring di Sulawesi Barat 70 Grafik 67. Pangsa Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor 76 Grafik 68. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya 78 Grafik 69. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat 79 Grafik 70. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Triwulanan) 83 Grafik 71. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Tahunan) 83 Grafik 72. Perkembangan Harga CPO Dunia 84 Grafik 73. Prakiraan Curah Hujan 85 Grafik 74. Prakiraan Sifat Hujan 85 Grafik 75. Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI) 86 Grafik 76. Prospek Inflasi 86

1. SDM Berkualitas sebagai Landasan Perekonomian yang Kuat 24 2. Pelemahan Domestic Demand di Sulawesi Barat 52

Perkembangan Ekonomi Akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat terjadi pada triwulan III 2016 Aktivitas perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 mencapai Rp7,01 triliun atau tumbuh 5,97% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015. Pertumbuhan secara tahunan tersebut mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh 4,80% (yoy). Kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat sejak triwulan II 2016, mampu menopang perekonomian Sulawesi Barat di tengah perlambatan ekonomi yang sedang terjadi. Konsumsi pemerintah yang tumbuh 28,18% (yoy), menyumbang 4,53% terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat secara keseluruhan. Pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDRB) atau bisa juga disebut sebagai investasi yang berhasil tumbuh 10,10% (yoy). Investasi banyak dilakukan dari pihak swasta yang berupaya meningkatkan keuntungan dengan menambah modal atau memperluas jaringan usahanya. Investasi asing meningkat signifikan pada triwulan III 2016 terkait pembangunan pembangkit listrik di Mamuju. Lapangan usaha indusri pengolahan belum pulih secara utuh. Walaupun mengalami sedikit peningkatan, lapangan usaha industri pengolahan masih tumbuh negatif 5,74% (yoy), sedikit lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh -6,20% (yoy). Belum pulihnya perekonomian global menyebabkan ekspor CPO ke luar negeri mengalami penurunan. Meskipun perkembangan triwulan III cukup baik, perekonomian Sulawesi Barat di tahun 2016 secara keseluruhan akan lebih rendah dibandingkan tahun 2015. El Nino memberikan dampak terhadap produksi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menyebabkan hasil produksi sumber daya alam di Sulawesi Barat. Meskipun secara hasil terlihat tidak terdapat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, lapangan usaha ini merupakan yang terbesar di Sulawesi Barat. Keuangan Pemerintah Persentase realisasi belanja pemerintah daerah masih rendah Pagu APBN Provinsi Sulawesi Barat pada periode laporan sebesar Rp3,18 triliun, turun 19,67% atau Rp778,97 miliar dibandingkan triwulan III 2015 (yoy). Penurunan pagu tersebut seiring dengan kebijakan pengetatan fiskal oleh pemerintah pusat sehingga membuat anggaran ke setiap daerah di Indonesia menjadi berkurang. Kenaikan realisasi belanja yang tumbuh sebesar 28,94% (yoy) menjadi Rp198,81 miliar menjadi pendorong pada peningkatan belanja pemerintah di triwulan laporan. Faktor pendorong berikutnya yaitu adalah pertumbuhan belanja operasional yang tumbuh sebesar 8,12% (yoy). Meskipun realisasi belanja pada triwulan laporan meningkat, namun kumulatif realisasi belanja pemerintah ditambah transfer sampai dengan triwulan laporan masih relatif rendah, baru mencapai 46,03%.

Pencapaian target pendapatan daerah sampai dengan triwulan III 2016 sebesar 67,24%. Masih dibutuhkan banyak terobosan dan upaya untuk mendorong pencapaian target pendapatan di tahun 2016 sebesar Rp1,71 triliun. Inflasi Tekanan inflasi Sulawesi Barat di Triwulan III 2016 rendah Laju inflasi pada triwulan III 2016 sebesar 3,43%, menurun dari 4,30% pada triwulan II 2016. Menurunnya tekanan inflasi utamanya bersumber dari komponen volatile food, dimana sumbangan yang diberikan adalah sebesar 1,01%. Meningkatnya produksi beras dan komoditas hortikultura telah memberikan sumbangan berarti terhadap realisasi inflasi triwulan III 2016 yang cenderung menurun. Hal ini tercermin dari andil inflasi kelompok komoditas bahan makanan yang menurun dari 2,14% (triwulan II) menjadi 1,14%. Pengaruh paling besar terhadap penurunan inflasi triwulan laporan diberikan oleh Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang tercatat sebesar -0,47% (yoy). Efek penurunan harga BBM masih terus berlanjut dan memiliki pengaruh untuk terus menjaga pencapaian inflasi pada level moderat triwulan ini. Inflasi Sulawesi Barat selama tahun 2016 akan lebih rendah dibandingkan 2015. Adanya penurunan pencapaian inflasi tahunan tersebut diprediksi karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, adanya efek penurunan harga BBM yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat pada triwulan II 2016 lalu, peningkatan produksi beras dan hortikultura, musim migrasi ikan yang lebih lama dari seharusnya akibat anomali efek La Nina, perbaikan infrastruktur kota seperti penghubung jalan antar Provinsi dan kabupaten serta adanya peningkatan koordinasi di antara anggota TPID. Stabilitas Keuangan Daerah Stabilitas keuangan daerah di Sulawesi Barat terkendali Dalam kondisi perekonomian masih cenderung melambat dan permintaan konsumen cenderung melemah, rumah tangga cenderung menggunakan penghasilannya untuk meningkatkan konsumsi. Pada triwulan III 2016, pangsa konsumsi didalam pengeluaran rumah tangga sebesar 66,18%, meningkat dibandingkan 64,25% pada triwulan II 2016. Rumah tangga tetap berupaya untuk menjaga kestabilan tabungannya, sehingga pangsa tabungan hanya sedikit menurun, dari 14,95% menjadi 14,70%. Kredit rumah tangga pada triwulan III 2016 tumbuh 10,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan 18,03% pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut didorong pertumbuhan kredit multiguna (KMG) dan kredit pemilikan rumah (KPR), yang masing-masing mencatat pertumbuhan sebesar 29,40% dan 8,58%. Sementara, kredit untuk pembelian kendaraan bermotor (KKB) masih mengalami kontraksi 73,98% (yoy). NPL kredit rumah tangga pada triwulan III 2016 berada pada level 1,0%, relatif sama dengan triwulan lalu sebesar 1,1%. Terdapat empat sektor yang mendominasi penyaluran kredit di Sulawesi Barat, terbesar pada sektor perdagangan, yang di triwulan III 2016 nilainya sebesar Rp1,87 triliun atau 68,33%. Meskipun menjadi primadona, tetapi penyaluran kredit di sektor perdagangan cenderung melemah pertumbuhannya. NPL kredit

korporasi menunjukkan peningkatan, pada triwulan laporan sebesar 4,17% lebih tinggi dibandingkan 3,82% pada triwulan II 2016. Kredit UMKM tumbuh sebesar 11,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan 15,5% pada triwulan lalu. Meskipun melambat, namun pertumbuhan tersebut cukup baik, karena penyaluran UMKM di sektor yang produktif, seperti industri pengolahan dan konstruksi tumbuh cukup pesat, masing-masing sebesar 23,19% dan 40,08%. Sistem Pembayaran Transaksi di Sulawesi Barat mengalami peningkatan Selama triwulan III 2016, tercatat aliran uang mengalami net outflow sebesar Rp110 miliar. Posisi net outflow pada periode laporan lebih rendah dibandingkan net outflow pada triwulan sebelumnya yang mencapai Rp664 miliar. Sejak bulan Juli hingga September 2016 aliran uang masuk (inflow) sebesar Rp194 miliar sedangkan aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp304 miliar. Selama triwulan laporan, setoran UTLE berjumlah Rp109miliar. Angka tersebut jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya Rp18 miliar. Dengan kata lain, pertumbuhan setoran UTLE pada triwulan III 2016 sebesar 503% dibandingkan triwulan II 2016 (qtq). Transaksi kiliring mengalami peningkatan sejak menjelang sampai dengan hari raya Idul Adha. Pada bulan Agustus 2016 transaksi yang terjadi senilai Rp1,7 miliar atau tumbuh 15,8% (mtm) sedangkan pada bulan September 2016 transaksi terjadi senilai Rp3,2 miliar atau tumbuh 87,2% (mtm). Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat pengangguran berada pada level 3,33% Jumlah tenaga kerja Sulawesi Barat meningkat pada periode Agustus 2016. Jumlah penduduk yang berada pada usia kerja atau usia di atas 15 tahun pada Agustus 2016 mencapai 897.964 jiwa atau meningkat 2,3% dibandingkan Agustus 2015 (yoy). Pertumbuhan penduduk dalam usia produktif tersebut mengindikasikan prospek ketenagakerjaaan di Sulawesi Barat. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami sedikit penurunan dimana TPT pada periode Agustus 2016 sebesar 3,33%, cukup stabil dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,35%. Secara tahunan, kesejahteraan petani meningkat, ditandai dengan menguatnya tingkat pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) dari 3,00% (yoy) menjadi 3,38% (yoy) ditriwulan III 2016 dengan indeks sebesar 108,77. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor hortikultura sebesar 6,94% menjadi 105,56. Prospek Perekonomian Konsumsi belum akan meningkat di awal tahun 2017 Seperti pola tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 akan mengalami perlambatan pada kisaran 6,78% - 7,01% (yoy). Perlambatan akan lebih disebabkan rendahnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Paska perayaan tahun baru, masyarakat akan kembali menahan konsumsinya di triwulan I 2017 demi mempersiapkan keuangan menjelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri pada triwulan II 2017.

Pada tahun 2017, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang lebih tinggi dibandingkan 2017 yaitu 6,78% - 7,17% (yoy). Pengaruh pemerintahan baru memberikan angin segar baru bagi Sulawesi Barat. Program-program pemerintahan selanjutnya akan terus berlangsung disertai program-program baru yang diharapkan akan semakin mengundang investor untuk masuk ke Sulawesi Barat. Inflasi pada triwulan I 2017 akan cenderung rendah. Berlimpahnya produksi sumber daya alam kebutuhan sehari-hari masyarakat pada periode ini membuat harga-harga yang beredar pun akan rendah. Normalisasi paska perayaan tahun baru juga menjadi penyebab rendahnya tingkat permintaan. Potensi inflasi tinggi bersumber dari bumbu-bumbuan yang produksinya cenderung terbatas pada periode ini. Inflasi Sulawesi Barat di 2017 diperkirakan akan meningkat. Meski pencapaian tersebut masih sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4% +/- 1%. Berdasarkan proyeksi tahunan, pencapaian inflasi pada tahun 2017 akan berada pada kisaran angka sebesar 4,30% - 4,60% (yoy). Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan ekonomi Sulawesi Barat, kemungkinan pemerintah menaikkan BBM dan TDL.

Produk Domestik Regional Bruto & Inflasi INDIKATOR 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sisi Permintaan Harga Konstan (Rp Miliar) Konsumsi Rumah Tangga 3,072.9 3,102.2 3,236.3 3,245.6 3,228.2 3,253.7 3,401.1 3,419.6 3,390.1 3,486.0 3,515.5 Konsumsi Lembaga Non Profit RT 48.4 51.3 46.8 48.0 46.1 47.2 48.7 49.7 48.3 49.2 50.4 Konsumsi Pemerintah 710.0 847.9 926.3 1,406.1 600.2 1,003.0 1,064.9 1,564.9 591.3 1,136.9 1,365.0 Investasi 1,570.1 1,639.5 1,727.8 1,789.2 1,683.3 1,751.3 1,845.5 1,943.3 1,838.7 1,933.3 2,031.8 Ekspor 2,809.6 3,050.8 3,230.9 3,266.2 2,811.0 3,366.4 3,503.2 3,594.2 3,090.9 3,314.9 3,445.3 Impor 2,736.1 2,934.6 3,005.7 3,212.4 2,561.0 3,072.5 3,108.8 3,592.2 2,643.2 2,972.3 3,327.4 Total PDRB 5,688.5 5,960.1 6,224.8 6,326.8 6,006.5 6,479.8 6,618.6 6,878.5 6,382.5 6,791.0 7,013.8 Pertumbuhan Tahunan (% yoy) Konsumsi Rumah Tangga 5.34 5.03 4.46 4.78 5.06 4.88 5.09 5.36 5.01 7.14 3.36 Konsumsi Lembaga Non Profit RT 21.62 23.50 6.22 5.45-4.69-8.00 4.16 3.57 4.67 4.25 3.40 Konsumsi Pemerintah -2.29-0.53 2.06 19.14-15.45 18.29 14.96 11.29-1.50 13.35 28.18 Investasi 7.40 2.82 5.40 14.83 7.21 6.82 6.81 8.61 9.23 10.40 10.10 Ekspor -3.02-3.43 5.66 11.06 0.05 10.34 8.43 10.04 9.96-1.53-1.65 Impor -6.82-7.60-2.57 6.08-6.40 4.70 3.43 11.82 3.21-3.26 7.03 Total PDRB 7.13 6.26 10.60 11.39 5.59 8.72 6.33 8.72 6.26 4.80 5.97 Sisi Penawaran Harga Konstan (Rp Miliar) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,393.1 2,615.3 2,533.0 2,211.9 2,474.6 2,779.3 2,611.1 2,477.6 2,538.6 2,738.2 2,718.5 Pertambangan dan Penggalian 109.6 119.3 125.7 161.5 122.6 132.9 143.1 159.1 132.9 151.9 160.4 Industri Pengolahan 548.3 630.1 728.3 767.0 656.7 733.4 733.8 842.4 714.9 687.9 691.7 Pengadaan Listrik dan Gas 3.4 3.6 3.6 3.6 3.4 3.6 3.7 4.1 4.4 4.5 4.6 Pengadaan Air 9.7 9.5 9.7 10.3 9.8 10.4 10.7 11.2 11.0 11.3 11.4 Konstruksi 429.9 390.0 452.3 577.6 430.8 453.1 508.0 621.5 475.9 514.7 566.9 Perdagangan Besar dan Eceran 600.1 604.0 628.0 628.8 605.6 647.3 661.2 647.8 640.2 675.5 671.5 Transportasi dan Pergudangan 90.7 94.2 103.2 106.2 97.7 101.7 109.3 113.9 99.2 111.0 115.4 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14.1 14.5 14.7 16.0 14.3 15.0 15.7 17.1 15.6 16.7 17.4 Informasi dan Komunikasi 242.0 251.8 269.3 275.3 269.0 272.2 291.8 318.3 304.6 311.9 313.9 Jasa Keuangan dan Asuransi 116.0 120.3 119.5 123.1 118.6 117.4 134.5 138.4 137.6 155.4 150.0 Real Estate 168.9 170.6 173.4 174.2 175.3 178.8 182.2 185.2 186.8 188.6 193.5 Jasa Perusahaan 5.4 5.2 5.2 5.6 5.5 5.8 5.7 6.0 5.9 5.9 6.1 Administrasi Pemerintahan 452.6 422.7 495.9 623.8 477.9 479.0 591.3 686.4 514.1 593.9 706.7 Jasa Pendidikan 286.5 285.4 322.6 386.3 309.9 310.8 356.7 383.9 345.0 361.6 400.7 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 108.9 112.2 122.6 139.2 120.8 121.3 131.0 138.8 134.8 134.9 148.1 Jasa lainnya 109.1 111.5 117.8 116.4 114.0 117.7 128.8 126.7 121.2 127.0 136.9 Inflasi Indeks Harga Konsumen 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23 123.74 123.94 Laju Inflasi Tahunan (% yoy) 6.24 6.68 4.61 8.05 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19 4.29 3.42 Laju Inflasi Tahun Berjalan (% ytd) 0.72 1.98 4.07 8.05-0.56 1.54 2.56 5.07-0.45 0.78 0.94 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Stabilitas Keuangan & Sistem Pembayaran INDIKATOR 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III Stabilitas Keuangan Perbankan Nominal (Rp Miliar) Total Aset 4,416.8 4,551.8 4,666.8 4,792.4 4,745.3 5,008.2 5,086.1 5,135.5 5,297.8 5,909.3 5,990.8 Total DPK 2,789.4 3,035.0 3,154.0 2,916.0 3,170.6 3,508.3 3,872.9 3,304.6 3,593.2 4,164.5 3,862.3 Giro 822.2 914.3 981.4 504.9 860.3 972.4 1,144.5 477.6 1,142.6 1,372.9 1,078.7 Tabungan 1,789.2 1,815.0 1,854.8 2,189.9 1,819.1 1,902.0 2,033.5 2,529.9 2,098.4 2,390.3 2,373.8 Deposito 177.9 305.7 317.8 221.3 491.3 634.0 694.9 297.0 352.2 401.2 409.8 Total Kredit (Lokasi Proyek) 5,321.7 5,471.2 5,573.8 5,734.8 5,836.1 6,043.8 6,237.9 6,530.8 6,207.7 6,527.6 6,732.9 Kredit Modal kerja 1,606.4 1,690.7 1,712.3 1,750.0 1,746.0 1,818.4 1,874.5 1,980.9 2,073.4 1,969.7 1,948.4 Kredit Investasi 826.4 803.1 765.1 818.6 841.3 899.4 938.8 1,090.1 820.3 784.2 784.5 Kredit Konsumsi 2,888.9 2,977.4 3,096.4 3,166.1 3,248.8 3,326.0 3,424.6 3,459.9 3,314.0 3,773.7 4,000.0 Kredit UMKM 2,045.4 2,130.5 2,175.4 2,279.7 2,298.6 2,316.6 2,410.4 2,718.5 2,819.9 2,675.9 2,681.3 Risiko Keuangan NPL Gross (%) Total Kredit (Lokasi Proyek) 4.50 4.54 4.33 3.57 3.95 3.40 2.78 2.08 2.03 2.06 2.08 Kredit Modal kerja 10.18 10.38 10.29 8.50 9.05 7.71 6.04 3.80 3.73 3.86 3.92 Kredit Investasi 3.41 3.35 3.22 2.53 4.34 2.98 2.57 2.39 3.14 3.71 4.18 Kredit Konsumsi 1.65 1.55 1.31 1.12 1.10 1.16 1.06 0.99 0.90 0.79 0.77 Kredit UMKM 6.33 8.88 8.66 6.91 7.93 6.59 5.15 3.64 3.48 3.72 3.98 Sistem Pembayaran Sistem Pembayaran Tunai Nominal (Rp Miliar) In Flow 49.2 160.4 39.4 47.5 Out Flow 647.1 136.5 703.7 167.5 Net Flow -597.8 24.0-664.3-120.0 Sistem Pembayaran Non Tunai Nominal Kliring (Rp Miliar) 9.6 7.7 6.7 6.4 Jumlah Warkat Kliring 138 168 187 220 Sumber: Laporan Bank Umum Bank Indonesia

1.1 Kondisi Umum Perekonomian Sulawesi Barat triwulan III 2016 mengalami akselerasi dibandingkan periode sebelumnya. Berdasarkan harga konstan, ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 mencapai Rp7,01 triliun atau tumbuh 5,97% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015. Pertumbuhan secara tahunan tersebut mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh 4,80% (yoy). Kinerja perekonomian Sulawesi Barat pada periode ini melebihi pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional yang mampu tumbuh 5,02% (yoy). Secara triwulanan, perekonomian Sulawesi Barat tumbuh 3,28% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh 2,14% (qtq). Konsumsi pemerintah menjadi penopang perekonomian Sulawesi Barat selama triwulan III 2016. Kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat sejak triwulan II 2016, mampu menopang perekonomian Sulawesi Barat di tengah perlambatan ekonomi yang sedang terjadi. Konsumsi pemerintah yang tumbuh 28,18% (yoy), menyumbang 4,53% terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat secara keseluruhan. Komponen lain yang memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada periode laporan yaitu pembentukan modal tetap domestik regional bruto (PMTDRB) atau bisa juga disebut sebagai investasi yang berhasil tumbuh 10,10% (yoy). Perkembangan investasi di Sulawesi Barat di tahun 2016 ini sangat baik dibandingkan tahun sebelumnya dengan terus tumbuh di atas 9% (yoy). Investasi yang dilakukan banyak dari pihak swasta yang berupaya meningkatkan keuntungan dengan menambah modal atau memperluas jaringan usahanya. Sementara itu, konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan pada triwulan III 2016 dengan hanya tumbuh 3,36% (yoy). Pertumbuhan ini jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,14% (yoy). Pertumbuhan ini menjadi yang paling rendah setidaknya sejak 2012. Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Seiiring meningkatnya konsumsi pemerintah, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib juga mengalami pertumbuhan yang menggembirakan. Lapangan usaha telah meningkat cukup pesat sejak triwulan lalu dan pada triwulan III 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 19,52% (yoy). Pertumbuhan yang cukup tinggi ini menjadikan pangsa lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang terbesar ketiga di Sulawesi Barat dengan cakupan 9,4%. Pangsa lapangan usaha ini menggeser

lapangan usaha industri pengolahan yang masih mengalami kontraksi (5,74%, yoy) seperti triwulan sebelumnya. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami akselerasi yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya dengan tumbuh 4,12% (yoy). Lapangan usaha ini berhasil kembali tumbuh positif setelah pada triwulan II 2016 mengalami kontraksi -1,48% (yoy). Perekonomian Sulawesi Barat di triwulan IV akan semakin meningkat. Memasuki periode terakhir di 2016, perekonomian akan lebih banyak ditopang konsumsi. Konsumsi masyarakat bersumber dari masa kampanye menjelang pemilihan kepala daerah dan hari raya Natal dan Tahun Baru. Selain itu, konsumsi pemerintah juga akan semakin meningkat untuk mempercepat realisasi anggaran. Meskipun terganggu pemangkasan anggaran, aktivitas instansi baru di Sulawesi Barat akan mendorong konsumsi pemerintah. Dari sisi sektoral, curah hujan yang baik disertai infrastruktur yang lebih baik akan menyebabkan produksi pertanian dan perkebunan akan mengalami perbaikan. Meningkatnya harga CPO akibat perbaikan permintaan yang bersumber dari India dan Korea dapat menjadi tumpuan di tengah produksi kelapa sawit yang terganggu. Meskipun perkembangan triwulan III cukup baik, perekonomian Sulawesi Barat di tahun 2016 secara keseluruhan proyeksi akan lebih rendah dibandingkan tahun 2015. El Nino memberikan dampak terhadap produksi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menyebabkan hasil produksi sumber daya alam di Sulawesi Barat. Meskipun secara hasil terlihat tidak terdapat peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, lapangan usaha ini merupakan yang terbesar di Sulawesi Barat. Hal ini menyebabkan sedikit penurunan pada lapangan usaha ini akan mempengaruhi perekonomian Sulawesi Barat secara keseluruhan. Di samping itu, lapangan usaha industri pengolahan juga terkena dampak lanjutannya karena lapangan usaha ini mengandalkan hasil produksi dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Dari sisi pengeluaran, konsumsi pemerintah menjadi motor penggerak perekonomian Sulawesi Barat di 2016 mengingat hadirnya instansi pemerintah yang baru di salah satu provinsi termuda ini. Kehadiran instansi tersebut memberikan dampak yang positif tidak hanya sisi perekonomian namun juga terlihat peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Peningkatan yang terjadi pada konsumsi pemerintah menjadi alternatif setelah konsumsi rumah tangga terdampak pelemahan ekonomi secara nasional. Masyarakat cenderung berbelanja pada periode tertentu saja dan akan menahan konsumsi untuk kebutuhan-kebutuhan yang tidak terlalu diperlukan seperti kebutuhan sekunder dan tersier. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, diperkirakan ekonomi Sulawesi Barat di tahun 2016 akan tumbuh dalam rentang 5,95% - 6,34% (yoy). 1.2 Sisi Permintaan Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi disumbang konsumsi pemerintah dan investasi. Konsumsi pemerintah masih terus tumbuh tinggi dengan pertumbuhan sebesar 28,18% (yoy), meneruskan pertumbuhan pada triwulan II sebesar 13,35% (yoy). Begitu pula investasi yang tumbuh di atas 10% sejak triwulan II 2016. Pada periode laporan investasi mampu tumbuh 10,10% (yoy). Di sisi lain, konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh 3,36% (yoy). Kondisi ini membuat konsumsi rumah tangga hanya menyumbang 1,73% dari total pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat di triwulan III 2016.

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan 2014 2015 2016 PERTUMBUHAN YOY (%) TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV p TOTAL p KONSUMSI RUMAH TANGGA 4.89 5.06 4.88 5.09 5.36 5.10 5.01 7.14 3.36 5.59 5.08-5.45 KONSUMSI LNPRT 13.80-4.69-8.00 4.16 3.57-1.40 4.67 4.25 3.40 4.05 3.87-4.27 KONSUMSI PEMERINTAH 6.09-15.45 18.29 14.96 11.29 8.81-1.50 13.35 28.18 14.71 15.26-15.68 PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 7.56 7.21 6.82 6.81 8.61 7.38 9.23 10.40 10.10 9.93 9.71-10.12 PERUBAHAN PERSEDIAAN 9.88-7.02-35.60-318.21-53.20-64.89-66.52-220.14-50.88 68.01-454.37 - -453.98 EKSPOR 7.56 7.21 6.82 6.81 8.61 7.38 9.23 10.40 10.10 9.93 1.8-2.21 IMPOR 9.9-7.0-35.6-318.2-53.2-64.9-66.5-220.1-50.9 68.0 2.38-2.79 TOTAL PDRB 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 6.26 4.80 5.97 7.60 5.99-6.37 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p: proyeksi Bank Indonesia Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan Grafik 3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pangsa konsumsi rumah tangga masih mendominasi perekonomian Sulawesi Barat. Meskipun mengalami perlambatan, pangsa konsumsi rumah tangga mencapai 51,5%. Pangsa konsumsi rumah tangga mengalami tren penurunan sejak kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat. Padahal pada awal tahun 2016, pangsa konsumsi rumah tangga mencapai 55,3%. Konsumsi pemerintah memang mengalami peningkatan di tahun 2016 ini dengan pangsa yang terus tumbuh dari 10,4% di awal tahun menjadi 21,9% di triwulan III 2016. Pangsa perekonomian terbesar kedua setelah konsumsi rumah tangga yaitu investasi yang mencapai 30,6%. Perlahan tapi pasti porsi investasi terus meningkat. Perlambatan ekonomi tidak mempengaruhi minat investasi di Sulawesi Barat yang masih banyak potensi yang belum tereksplor. Investasi yang saat ini banyak terjadi lebih kepada investasi pengembangan pelaku usaha agar dapat memperoleh keuntungan yang semakin besar. 1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga pada periode laporan tercatat mengalami perlambatan dari 7,14% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 3,36% (yoy) pada triwulan III 2016. Meskipun melambat, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat sebesar 1,73%. Perlambatan pada komponen konsumsi rumah tangga disebabkan lemahnya konsumsi makanan dan minuman. Pelemahan ini akibat normalisasi konsumsi masyarakat paska bulan puasa dan hari raya Idul Fitri. Kondisi masyarakat Sulawesi Barat yang terpengaruh perlambatan ekonomi nasional, membuat masyarakat menahan perilaku konsumsi pada periode-periode yang tidak seharusnya. Masyarakat akan meningkatkan konsumsi pada periode penting seperti hari raya keagamaan atau pun tahun baru.

Grafik 4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat Grafik 5. Andil Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu Sumber: Survei Bank Indonesia, diolah Pelemahan konsumsi rumah tangga ditengarai disebabkan penghasilan yang menurun. Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, Indeks Penghasilan Konsumen mengalami penurunan yang cukup dalam pada akhir triwulan III 2016. Di akhir periode triwulan II 2016, Indeks Penghasilan Konsumen berada pada angka 149 sedangkan pada periode laporan indeks tersebut turun jauh ke angka 109. Penurunan pendapatan masyarakat sebagai akibat pelemahan lapangan usaha industri pengolahan yang sedang terjadi di Sulawesi Barat. Penjualan sumber daya alam dan hasilnya menurun karena tingka permintaan di Sulawesi Barat juga sedang menurun. Tidak hanya berdampak pada masyarakat yang bekerja di industri, masyarakat yang berdagang pun terkena imbas penjualan yang tidak sebaik 6 bulan sebelumnya. Kecenderungan masyarakat menahan konsumsi dan lebih mementingkan kebutuhan pokok agar kondisi stabilitas keuangan rumah tangga tetap terjaga. Konsumsi rumah tangga di triwulan IV 2016 akan meningkat. Pertumbuhan konsumsi akan ditopang konsumsi makanan dan sandang. Kampanye calon kepala daerah Sulawesi Barat akan semakin intens di akhir tahun 2016 agar memanfaatkan momen euforia masyarakat yang meningkat di periode menjelang perayaan tahun baru. Selain itu, hari raya Natal juga berpotensi semakin meningkatkan konsumsi masyarakat.

Ada potensi konsumsi rumah tangga secara keseluruhan di 2016 mengalami perlambatan dibandingkan 2015. Hal ini disebabkan pelemahan tingkat permintaan di Sulawesi Barat telah mempengaruhi pergerakan harga-harga yang beredar. Namun, tendensi konsumsi pada periode tertentu diharapkan masih dapat menggerakkan konsumsi untuk lebih tinggi dibandingkan periode 2015. Kondisi tersebut diperkirakan masih akan terjadi pada 2017 dengan potensi lebih meningkat dibandingkan 2016. Antusiasme masyarakat diharapkan lebih tinggi pada 2017 dengan kepala daerah yang baru. 1.2.2 Konsumsi Pemerintah Konsumsi pemerintah Sulawesi Barat mengalami akselerasi pada triwulan laporan. Konsumsi pemerintah semakin tumbuh tinggi paska hadirnya instansi baru yang sebagai bentuk pemisahan administrasi yang dahulunya digabung Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Setelah triwulan II 2016 konsumsi pemerintah tumbuh 13,35% (yoy), pada periode laporan konsumsi pemerintah tumbuh lebih tinggi 28,18% (yoy). Meskipun konsumsi pemerintah dibayangi pembatasan anggaran dari pemerintah pusat, kehadiran instansi baru tersebut mampu menahan perekonomian Sulawesi Barat dari pelemahan lanjutan sejak triwulan II 2016. Pengetatan fiskal yang dilakukan secara nasional untuk menstabilkan perekonomian, berdampak pada pertumbuhan belanja pemerintah provinsi Sulawesi Barat yang tidak setinggi periode sebelumnya. Secara total, belanja pemerintah provinsi Sulawesi Barat tumbuh 22% (yoy) dengan peningkatan dari Rp811,5 miliar menjadi Rp992,8 miliar. Kenaikan belanja ini didukung kenaikan belanja operasional dan transfer yang berhasil direalisasikan sebesar Rp794,0 miliar. Belanja modal juga masih mampu tumbuh meskipun beberapa rencana program pemerintah ditunda pelaksanaannya. Belanja modal yang direalisasikan pada triwulan III mencapai Rp198,8 miliar. Rendahnya pendapatan daerah membuat surplus anggaran Provinsi Sulawesi Barat menurun. Pada periode yang sama tahun lalu pendapatan yang diperoleh pemerintah provinsi Sulawesi Barat mencapai Rp1,17 triliun. Pada triwulan III 2016, pendapatan tersebut menurun 2,0% menjadi Rp1,15 triliun. Penurunan tersebut menyebabkan surplus anggaran juga menurun menjadi Rp154,5 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, surplus anggaran pemerintah provinsi Sulawesi Barat mencapai Rp359,4 miliar. Penurunan pendapatan disebabkan turunnya pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan lain. Grafik 7. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Sulawesi Barat Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Kinerja konsumsi pemerintah semakin meningkat di triwulan IV 2016. Menjelang tutup buku anggaran 2016, pemerintah daerah akan berupaya meningkatkan realisasi anggaran yang sampai triwulan IIII masih minim. Pemerintah daerah akan memanfaatkan bulan-bulan terakhir di 2016 untuk melaksanakan program yang sempat tertunda dan program unggulan lainnya. Meskipun belanja modal cenderung terbatas, pemerintah daerah akan mengoptimalkan belanja operasional. Grafik 8. Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat Grafik 9. Perkembangan Giro Pemerintah Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat benar-benar mempengaruhi komponen konsumsi pemerintah. Hal ini membuat komponen ini tumbuh paling tidak di atas 10% secara keseluruhan karena selama ini pertumbuhan tahunan konsumsi pemerintah masih di bawah 10%. Selain itu, aktivitas pemerintahan akan semakin meningkat menjelang berakhirnya periode pemerintahan provinsi Sulawesi Barat. Untuk tahun 2017, pola konsumsi pemerintah akan kembali normal seperti sebelum tahun 2016. Normalisasi ini berpotensi berpotensi dapat tumbuh lebih tinggi mengingat pemerintahan baru akan hadir di tahun 2017. Harapan akan program-program baru yang lebih baik meneruskan pemerintahan sebelumnya akan meningkatkan konsumsi pemerintah 1.2.3 Investasi Investasi di Sulawesi Barat masih terus mengalir. Sejak awal 2016, pertumbuhan investasi tergolong tinggi. Setelah pada triwulan II 2016 investasi tumbuh 10,4% (yoy), investasi Sulawesi Barat tumbuh 10,1% (yoy) pada triwulan laporan. Investasi di Sulawesi Barat selama tahun 2016 didominasi oleh pihak swasta. Pemangkasan anggaran pemerintah membuat investasi yang dilakukan pemerintah lebih terbatas. Pihak swasta berupaya meraih keuntungan dari provinsi Sulawesi Barat sebagai salah satu provinsi termuda di Indonesia. Hal ini disebabkan karena adanya harapan masih banyak yang belum dieksplor di Sulawesi Barat dan dapat memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi. Tren investasi non bangunan meningkat. Konsentrasi investasi Sulawesi Barat sejak berdiri adalah ke arah pembangunan infrastruktur. Namun, dengan terbatasnya anggaran, pada tahun 2016 ini pembangunan infrastruktur lebih terbatas dan lebih fokus ke penyelesaian pembangunan yang telah dimulai seperti pembangunan jalan arteri yang menghubungkan kota Mamuju dengan Bandara Tampa Padang. Kondisi ini menyebabkan investasi bangunan menjadi semakin terbatas hingga triwulan III 2016. Tercatat pertumbuhan investasi bangunan melemah menjadi 10,39%

(yoy). Padahal pada triwulan sebelumnya investasi bangunan mampu tumbuh 12,21% (yoy). Hal tersebut dikonfirmasi dengan perlambatan pertumbuhan realisasi pengadaan semen di Sulawesi Barat yang hanya tumbuh 5,5% (yoy). Pertumbuhan pengadaan semen selama 2016 terus mengalami penurunan. Pada triwulan I, pengadaan semen tumbuh 25,0% (yoy) sedangkan pada triwulan II semakin melambat menjadi 9,4% (yoy). Di sisi lain, investasi non bangunan semakin meningkat dengan tumbuh 9,52% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 6,73% (yoy). Pihak swasta telah banyak berinvestasi di bidang bangunan sehingga pada periode laporan lebih banyak berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas produksinya seperti pembelian mesin dan alat-alat pendukung produksi. Grafik 10. Investasi Bangunan Grafik 11. Realisasi Pengadaan Semen Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Penanaman modal dari asing meningkat signifikan. Pada triwulan III 2016, penanaman modal dari asing yang berhasil terealisasi berjumlah Rp156 miliar sedangkan yang berasal dari dalam negeri berjumlah Rp52 miliar. Konsentrasi penanaman modal asing lebih banyak pada pembangunan PLTU Belang-belang di kecamatan Kalukku dengan kapasitas 2x25 MW untuk mendukung pasokan listrik di Sulawesi Barat. Pembangunan ini menjadi salah satu bentuk upaya pemerintah mengembangkan kawasan industri di Mamuju, Tampa Padang, dan Belang-belang. Dengan tersedianya infrastruktur pendukung industri, diharapkan investor dapat lebih tertarik menanamkan dananya di Sulawesi Barat dan mengeksplor sumber daya alam agar lebih bernilai tinggi. Grafik 12. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

Iklim investasi Sulawesi Barat akan semakin membaik di triwulan IV 2016. Peningkatan nilai penanaman modal asing dalam 2 triwulan terakhir, mengindikasikan investor mulai berusaha mengeksplor Sulawesi Barat lebih jauh. Diperkirakan eksplorasi tambang di Sulawesi Barat menjadi daya tarik investor selain hilirisasi industri terhadap komoditas unggulan Sulawesi Barat. Pada periode triwulan IV 2016, investor akan lebih banyak fokus membangun infrastruktur pendukung sembari menunggu terpilihnya kepala daerah yang baru di awal tahun 2017. Investasi pada 2016 lebih difokuskan pada penyediaan infrastruktur pendukung usaha. Pertumbuhan investasi di Sulawesi Barat akan mengalami peningkatan selama 2016. Meskipun belum ada lagi investor yang masuk untuk mengelola sumber daya alam di Sulawesi Barat, investasi akan dilakukan untuk mendukung aktivitas perekonomian di Sulawesi Barat. Para pelaku usaha akan meningkatkan nilai tambah produksinya tanpa membangun gedung baru atau memperluas pasar. Hal ini disebabkan kondisi perekonomian yang belum kondusif sehingga akan berisiko tinggi jika akan melakukan ekspansi. Sementara di tahun 2017, ekspektasi bahwa tahun 2017 akan lebih baik dibandingkan 2016 membuat optimisme investasi akan meningkat pada 2017. Namun, investasi besar diperkirakan belum akan terjadi pada tahun 2017. Investor akan melihat kondisi terkini perekonomian paska terpilihnya kepala daerah baru pada awal 2017. 1.2.4 Ekspor dan Impor Impor Sulawesi Barat meningkat di tengah penurunan Ekspor. Ekspor Sulawesi Barat tumbuh negatif 1,65% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan ekspor triwulan sebelumnya -1,53%(yoy). Pelemahan ekspor diakibatkan penurunan kinerja industri di Sulawesi Barat. Selain itu, tingkat permintaan global akan komoditas masih belum membaik sehingga ekspor Sulawesi Barat ke luar negeri cenderung terbatas. Di sisi lain, impor justru mengalami peningkatan yang signifikan dengan tumbuh 7,03% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya -3,26% (yoy). Peningkatan impor disebabkan pemenuhan persediaan barang bagi para pelaku usaha setelah penjualan yang meningkat pada triwulan sebelumnya. Neraca perdagangan Sulawesi Barat mengalami penurunan. Neraca perdagangan Sulawesi Barat mencatat nilai Rp117,9 miliar lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp342,6 miliar. Penurunan surplus neraca ini disebabkan peningkatan ekspor yang tidak setinggi kenaikan impor. Penurunan produksi kelapa sawit menyebabkan penurunan nilai ekspor CPO dari Sulawesi Barat. Namun, nilai ekspor yang baik diiringi peningkatan nilai impor yang cukup tinggi karena tingginya kebutuhan masyarakat. Impor ditujukan bagi para pedagang yang melakukan restock terhadap barang persediaan. Selain itu, impor dari luar negeri mulai menunjukkan ada peningkatan. Belum banyaknya industri di Sulawesi Barat menyebabkan barang kebutuhan masyarakat masih harus didatangkan dari luar daerah. Negara tujuan ekspor Sulawesi Barat mengalami pergeseran. Tiongkok merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor Sulawesi Barat sampai tahun 2015. Perlambatan ekonomi yang melanda Tiongkok menyebabkan negara tersebut membatasi impor dari negara lain. Pada tahun 2016, negara tujuan ekspor Sulawesi Barat beralih ke negara dengan kondisi ekonomi yang sedang membaik di benua Asia. Republik Korea menjadi salah satu alternatif pasar ekspor baru Sulawesi Barat karena saat ini negara tersebut sedang berupaya mengembangkan energi alternatif.

Grafik 13. Perkembangan Ekspor Impor Grafik 14. Negara Tujuan Ekspor CPO Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Pada triwulan IV 2016, ekspor akan meningkat disertai pertumbuhan impor yang cenderung terbatas. Kinerja industri yang diperkirakan akan membaik membuat ekspor Sulawesi Barat juga akan meningkat. Harga CPO sebagai komoditas ekspor luar negeri Sulawesi Barat juga sedang dalam tren meningkat. Sementara itu, impor yang terbatas disebabkan masih lemahnya permintaan di Sulawesi Barat sehingga pedagang yang mengimpor barang dari luar Sulawesi Barat akan menunggu persediaan habis terlebih dahulu. Ekspor luar negeri Sulawesi Barat masih tergantung produksi kelapa sawit. Belum adanya hilirisasi industri terhadap sumber daya alam di Sulawesi Barat dalam skala besar, membuat kegiatan ekspor luar negeri masih bergantung terhadap produksi CPO. Secara total, ekspor luar neger selama 2016 akan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Produksi yang terganggu selama triwulan II dan III menyebabkan pertumbuhan ekspor tidak bisa lebih tinggi. Produksi akan lebih baik pada triwulan IV 2016. Tahun 2017, diperkirakan ekspor akan kembali meningkat. Selain produksi akan membaik karena curah hujan yang mendukung, peningkatan ekspor diharapkan akan terjadi akibat perbaikan ekonomi di luar negeri. Penambahan mesin-mesin pendukung produksi juga akan meningkatkan produktivitas yang selama ini terhambat kapasitas produksi. 1.3 Sisi Penawaran Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib dan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan memberikan andil besar terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat di triwulan III 2016. Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial mengalami pertumbuhan menggembirakan sebesar 19,52% (yoy). Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 4,12% (yoy), setelah sebelumnya mengalami kontraksi -1,48% (yoy). Lapangan usaha lain yang memberikan konstribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu lapangan usaha konstruksi yang berhasil tumbuh 11,60% (yoy). Pertumbuhan tertinggi berada pada lapangan usaha pengadaan listrik dan gas yang mengalami pertumbuhan 25,96% (yoy). Namun, karena pangsanya yang masih kecil di Sulawesi Barat, pertumbuhan tinggi tersebut hanya sedikit mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Barat.

Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran 2014 2015 2016 PERTUMBUHAN YOY (%) TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV p Total p Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.93 3.40 6.27 3.08 12.01 6.04 2.59-1.48 4.12 5.44 2.38-2.76 Pertambangan dan Penggalian 8.04 11.89 11.37 13.82-1.48 8.06 8.45 14.30 12.15 13.76 12.12-12.49 Industri Pengolahan 35.92 19.76 16.40 0.77 9.82 10.95 8.86-6.20-5.74 6.84 0.74-1.16 Pengadaan Listrik dan Gas 10.55-0.65 1.26 1.65 13.62 4.05 28.52 25.74 25.96 26.16 26.37-26.75 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6.46 1.04 9.22 10.15 8.82 7.32 12.07 9.41 6.40 5.66 8.05-8.48 Konstruksi 8.11 0.20 16.17 12.30 7.60 8.84 10.47 13.59 11.60 9.25 10.86-11.3 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.10 0.91 7.17 5.29 3.01 4.10 5.71 4.36 1.56 4.71 3.85-4.25 Transportasi dan Pergudangan 7.39 7.73 7.95 5.95 7.29 7.20 1.52 9.15 5.56 6.42 5.51-5.9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.53 1.32 3.65 6.87 6.61 4.69 8.74 11.21 10.91 11.92 10.56-10.96 Informasi dan Komunikasi 7.20 11.13 8.12 8.35 15.63 10.87 13.25 14.58 7.57 5.52 9.77-10.2 Jasa Keuangan dan Asuransi 3.77 2.20-2.42 12.55 12.46 6.26 16.01 32.44 11.51 9.84 16.74-17.14 Real Estate 4.14 3.82 4.82 5.05 6.32 5.01 6.52 5.48 6.22 6.39 5.96-6.36 Jasa Perusahaan 3.01 2.29 11.56 9.07 7.77 7.63 6.64 1.60 6.95 4.92 4.81-5.21 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6.16 5.59 13.32 19.24 10.05 12.02 7.58 23.99 19.52 16.26 16.74-17.12 Jasa Pendidikan 4.02 8.17 8.91 10.57-0.60 6.29 11.33 16.34 12.32 6.52 11.16-11.57 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.05 10.91 8.08 6.90-0.29 6.01 11.53 11.21 13.06 15.68 12.79-13.18 Jasa lainnya 8.92 4.48 5.62 9.33 8.88 7.14 6.31 7.84 6.26 5.85 6.36-6.73 TOTAL PDRB 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 6.26 4.80 5.97 7.60 5.99-6.37 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p: proyeksi Bank Indonesia Grafik 15. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pangsa lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dalam tren menurun. Perekonomian Sulawesi Barat terus berkembang dari tahun ke tahun. Kehidupan masyarakat pun dirasakan sudah lebih baik dibandingkan sebelum menjadi provinsi. Akses ke luar daerah Sulawesi Barat saat ini sudah lebih mudah dibandingkan pada saat masih bergabung Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan pengaruh luar sudah lebih banyak masuk ke Sulawesi Barat. Masyarakat yang tadinya banyak bertani atau pun melaut sudah mulai bergeser ke lapangan usaha lain yang memberikan imbal hasil lebih baik seperti industri, perdagangan, maupun ikut ambil bagian dalam pemerintahan yang masih terus berkembang. Hal ini banyak berlaku bagi penduduk yang berkembang pada masa setelah Sulawesi Barat menjadi provinsi. Pangsa untuk lapangan usaha favorit masyarakat Sulawesi Barat tersebut adalah sebegai berikut: industri pengolahan pangsanya 9,0%, perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor pangsanya 10,1%, dan administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib pangsanya 9,4%. Selama tahun 2016, lapangan usaha yang menopang perekonomian Sulawesi Barat yaitu (1) pertanian, kehutanan, dan perikanan, (2) konstruksi, dan (3) administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib. Meskipun terganggu kondisi cuaca ekstrim yang sering terjadi di Sulawesi Barat, namun pertanian, kehutanan, dan perikanan tetap menjadi andalan

perekonomian Sulawesi Barat dan akan mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi. Antisipasi kondisi cuaca yang tidak menentu telah diupayakan pemerintah dengan penggunaan bibit unggul, pembuatan irigasi, dan program-program lainnya. Untuk konstruksi, meskipun terbatasnya anggaran, pembangunan di Sulawesi Barat meneruskan proyek yang sudah berjalan. Memang beberapa proyek menjadi tertunda akibat pengetatan fiskal ini. Sementara, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib menjadi primadona baru di Sulawesi Barat mengingat setelah menjadi provinsi, instansi-instansi perwakilan perlahan-lahan hadir di Sulawesi Barat termasuk di tahun 2016. Tahun 2017 menjadi tahun perbaikan bagi pertanian, kehutanan, dan perikanan. Dengan jumlah curah hujan yang mendukung, hasil produksi sumber daya alam diperkirakan akan meningkat di tahun 2017. Apalagi ditambah infrastruktur pendukung yang lebih baik setelah pengadaan dilakukan tahun 2016. Lapangan usaha konstruksi juga akan membaik seiiring pemerintahan baru yang akan hadir di Sulawesi Barat di 2017. Diharapkan pemerintahan baru ini dapat membawa sentimen positif untuk pembangunan infrastruktur tidak hanya dari pemerintahan namun juga dari swasta. Saat ini pihak swasta berharap dapat mengembangkan sektor properti di Sulawesi Barat. Sementara, industri pengolahan akan meningkat pada tahun 2017 mengingat tren harga komoditas yang meningkat disertai perbaikan permintaan terhadap komoditas ekspor yang berasal dari Indonesia. 1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami akselerasi. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh positif 4,12% (yoy). Kondisi ini berbalik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 1,48% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha ini disebabkan curah hujan yang membaik selama periode triwulan III 2016 disertai efek El Nino pada tahun 2015 sudah mulai mereda. Selain itu, sebagai bentuk balasan El Nino, terjadi La Nina selama triwulan III 2016. Kondisi La Nina membuat perairan Sulawesi Barat menghangat sehingga menjadi habitat yang cocok bagi beberapa komoditas ikan laut. Hal tersebut ditandai dengan produksi ikan yang meningkat pada bulan September 2016. Padahal di periode yang sama tahun sebelumnya produksi ikan laut cenderung terbatas. Grafik 16. Perkembangan Sektor Pertanian Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perbaikan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan ditandai dengan pertumbuhan kredit di lapangan usaha ini yang membaik. Meskipun masih kontraksi, kredit pertanian

menunjukkan ada peningkatan. Kredit yang berhasil direalisasikan pada periode ini sejumlah Rp388 miliar, sedikit lebih baik dibandingkan periode sebelumnya Rp370 miliar. Kenaikan ini disebabkan para petani berupaya mengembangkan hasil produksinya agar menghasilkan panen yang lebih baik dengan menggunakan bibit unggul dan peralatan yang lebih memadai. Grafik 17. Perkembangan Kredit Pertanian Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Pada triwulan IV 2016, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan akan tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun produksi padai sebagai salah satu komoditas unggulan cenderung terbatas pada periode ini, produksi sumber daya alam lain diperkirakan akan meningkat. Peningkatan ini seiiring dengan perbaikan infrastruktur dan perluasan lahan yang dilakukan sehingga secara produktivitas akan meningkat. Selain itu, perkiraan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa curah hujan di Sulawesi Barat akan sangat baik hingga awal tahun 2017. Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan masih menjadi andalan Sulawesi Barat. Meskipun secara pangsa mengalami penurunan, namun lapangan usaha ini masih tumbuh dengan baik. Panen raya dengan produksi yang baik menjadi penopang lapangan usaha ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Namun, yang berpotensi mengalami penurunan berasal dari produksi ikan yang cenderung menurun hingga akhir tahun 2016. Di 2017, harapan lapangan usaha ini lebih baik lagi bersumber dari program-program pemerintah yang dalam beberapa periode terakhir mendukung lapangan usaha terbesar di Sulawesi Barat ini. Pembangunan irigasi, penggunaan bibit unggul dan penyuluhan kepada para petani menjadi contoh berbagai upaya yang dapat meningkatkan produksi sumber daya alam di 2017. 1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran kembali melambat pada triwulan III 2016. Lapangan usaha yang mencakup perdagangan besar, perdagangan eceran, reparasi mobil dan motor, tumbuh 1,56% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 4,36% (yoy). Hal tersebut terindikasi dari kredit perdagangan yang juga mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh 10,1% (yoy), melanjutkan perlambatan pertumbuhan kredit perdagangan di periode sebelumnya 10,6% (yoy). Gairah perdagangan belum membaik seiiring tingkat permintaan masyarakat yang masih lemah. Harga-harga di tingkat pedagang banyak yang tidak berubah secara signifikan atau kadang cenderung menurun karena rendahnya tingkat pembelian.

Grafik 18. Perkembangan Sektor Perdagangan Grafik 19. Perkembangan Kredit Perdagangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Lapangan usaha perdagangan besar dan kecil pada triwulan terakhir 2016 cenderung terbatas. Pelemahan konsumsi rumah tangga menyebabkan pelaku usaha cenderung berhati-hati dalam melakukan persediaan barang. Pertumbuhan yang tinggi pada triwulan III 2016 diperkirakan tidak akan terjadi pada triwulan IV 2016. Perdagangan akan kembali menggeliat pada periode awal tahun 2017. Perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha perdagangan besar dan kecil berimbas perlambatan lapangan usaha ini sepanjang 2016. Perkiraan hingga akhir tahun, tingkat permintaan masyarakat belum juga akan pulih meskipun memasuki liburan akhir tahun yang dimulai dengan hari raya Natal. Belum pulihnya perekonomian nasional ditengarai membuat masyarakat hanya berbelanja kebutuhan inti saja dan akan mengabaikan kebutuhan yang tidak esensial seperti kendaraan atau elektronik. 1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan usaha indusri pengolahan belum pulih. Lapangan usaha industri pengolahan mengalami kontraksi dengan tumbuh -5,74% (yoy), lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh -6,20% (yoy). Belum pulihnya perekonomian global menyebabkan ekspor CPO ke luar negeri mengalami penurunan. Tingkat permintaan global yang masih rendah menyebabkan masih rendahnya penjualan komoditas Indonesia ke luar negeri. Salah satu negara importir utama CPO Sulawesi Barat yaitu Tiongkok belum juga pulih ekonominya. Pasar ekspor industri CPO Sulawesi Barat bergeser ke negara lain di Asia Timur yaitu Republik Korea namun jumlahnya belum mampu meningkatkan penjualan hasil industri Sulawesi Barat. Meskipun industri besar sedang mengalami penurunan, industri mikro dan kecil semakin tumbuh. Upaya masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya alam terlihat dari upaya membentuk usaha mikro dan kecil. Industri mikro dan kecil tumbuh 30,69% (yoy). Pertumbuhan ini semakin meningkat sejak awal tahun. Lapangan usaha yang dijadikan bentuk usaha masyarakat sebagian besar yang terkait kebutuhan pokok masyarakat yaitu makanan dan pakaian. Industri mikro dan kecil makanan tumbuh 23,27% (yoy) sedangkan tekstil tumbuh 29,96% (yoy).

Grafik 20. Perkembangan Sektor Industri Grafik 21. Pertumbuhan Industri Menengah dan Kecil Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan akan pulih pada triwulan IV 2016. Setelah mengalami kontraksi 2 triwulan berturut-turut, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan membaik pada periode terakhir di 2016. Efek El Nino yang telah usai paska hadirnya masa La Nina, diperkirakan akan meningkatkan produksi sumber daya alam di Sulawesi Barat terutama perkebunan. Lapangan usaha industri pengolahan akan mengalami pertumbuhan yang terbatas pada 2016. Harga CPO yang mengalami peningkatan diharapkan dapat memberikan angin segar bagi industri pengolahan Sulawesi Barat. Selain itu, tren negara-negara di dunia yang mencari energi alternatif diharapkan dapat menggunakan CPO sebagai salah satu sumber energi. Dengan begitu, maka permintaan akan CPO akan meningkat. Tingkat permintaan akan CPO diperkirakan akan tumbuh pada 2017 meskipun tidak terlalu siginifikan. Industri kecil dan menengah diharapkan terus tumbuh hingga menjadi besar agar dapat berkontribusi lebih terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Peningkatan kapasitas produksi banyak dilakukan para pelaku usaha agar dapat meningkatkan kapasitas usahanya menjadi lebih besar. 1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mengalami akselerasi pada periode laporan. Lapangan usaha ini tumbuh 19,52% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (23,99%, yoy) namun menjadi salah satu pertumbuhan tertinggi di triwulan III 2016. Pertumbuhan positif ini membuat lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib menjadi lapangan usaha terbesar ketiga menggeser industri pengolahan yang sedang dalam tren penurunan. Masuknya instansi baru di Sulawesi Barat pada triwulan II 2016 turut memberikan kontribusi terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Instansi baru tersebut langsung aktif dan berbaur dengan masyarakat Sulawesi Barat untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Sulawesi Barat. Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib masih akan tumbuh hingga akhir tahun 2016. Instansi pemerintah lainnya hadir pada triwulan IV 2016 dan akan semakin memberikan kontribusi terhadap perekonomian Sulawesi Barat bersama dengan pemerintah daerah Sulawesi Barat. Proses realisasi program pemerintahan akan semakin

meningkat seiiring proses penyelesaian program pemerintah yang selesai pada periode semester II. Selain itu, aktivitas pemerintahan akan meningkat akibat proses pemilihan umum kepala daerah. Secara umum, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib tumbuh signifikan di tahun 2016. Hadirnya instansi baru di Sulawesi Barat memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Aktivitas pemerintah semakin meningkat pada 2017 mengingat pemerintahan baru akan hadir di Sulawesi Barat. Ekspektasi muncul pemerintahan baru akan melanjutkan pemerintahan selanjutnya dengan disertai pemikiranpemikiran baru untuk mengembangkan Sulawesi Barat dalam segala aspek. 1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi Pertumbuhan konstruksi di Sulawesi Barat mengalami perlambatan. Di tengah wacana pengembangan kawasan Indonesia Timur, perkembangan konstruksi di Sulawesi Barat tidak begitu menggembiarakan. Lapangan usaha ini tumbuh 11,6% (yoy) atau lebih rendah dari periode sebelumnya 13,6% (yoy). Sumber pendanaan yang masih berasal dari pemerintah pusat karena masih terbatasnya pendapatan asli daerah, membuat proyek pembangunan yang dicanangkan awal tahun menjadi tertunda. Pemerintah pusat sedang menggalakkan pengetatan fiskal untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional di tengah perlambatan ekonomi yang terjadi secara global. Pembangunan lebih banyak dilakukan pihak swasta meliputi pertokoan, perumahan, hotel non bintang maupun pusat perbelanjaan di ibukota Mamuju. Grafik 22. Perkembangan Sektor Konstruksi Grafik 23. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Di triwulan IV 2016, lapangan usaha konstruksi lebih fokus meneruskan pembangunan yang ada. Terbatasnya belanja modal pemerintah, membuat tidak ada proyek besar yang terjadi pada triwulan IV 2016. Program yang sedang berjalan diharapkan dapat selesai pada akhir tahun ini seperti perbaikan jalan, perumahan, rumah toko atau pun gedung perkantoran. Selama tahun 2016, pembangunan akan lebih banyak dilakukan oleh pihak swasta. Terbatasnya anggaran pemerintah daerah membuat upaya pemerintah mengundang swasta untuk membangun Sulawesi Barat diharapkan mampu menopang perekonomian yang sedang dalam tren melambat. Beberapa proyek pemerintah yang tertunda pada 2016, diharapkan dapat terealisasi pada 2017 disertai momentum pemerintahan yang baru.

BOKS 1 1. SDM Berkualitas sebagai Landasan Perekonomian yang Kuat Kualitas sumber daya manusia (SDM) di Sulawesi Barat menghambat pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Padahal sumber daya alam yang dimiliki melimpah sehingga berpotensi menjadi daerah pengekspor yang baik. IPM Sulawesi Barat berada pada urutan 31 dari 34 provinsi di Indonesia. IPM yang sebesar 62,96 masih berada di bawah rata-rata nasional pada angka 69,55. Angka IPM ini disertai dengan rendahnya rata-rata lama sekolah yang hanya mencapai 7,42 tahun atau setara lulusan SD. Persentase buta huruf untuk usia produktif (15-44 tahun) di Sulawesi Barat pun termasuk tinggi di Indonesia yang mencapai 3,33%. Kualitas SDM yang rendah ditengarai kondisi topografi Sulawesi Barat yang dahulunya terisolir dari daerah luar. Kondisi yang menyebabkan masyarakat sulit memperoleh informasi dari daerah lain. Daerah lain sudah berkembang cukup pesat dengan peningkatan kualitas dalam berbagai aspek melalui teknologi informasi yang berkembang sejak dimulainya abad ke-21. Sementara daerah Sulawesi Barat sebelum menjadi provinsi seperti tidak terpengaruh apa pun. Kehidupan masyarakat cenderung stagnan tanpa peningkatan akitivitas perekonomian dimana sulitnya mencapai pusat perdagangan. Meskipun secara jarak Makassar cukup dekat, dahulu menempuh perjalanan dari Sulawesi Barat ke daerah Makassar merupakan hal yang berat untuk dilakukan. Grafik 24. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Meskipun perkembangan IPM di Sulbar mengalami peningkatan yang pesat, namun masih perlu perbaikan dalam berbagai aspek untuk meningkatkan kualitas SDM menjadi lebih baik. Kondisi SDM saat ini menjadi perhatian bagi para pelaku usaha atau investor dari luar yang membutuhkan tenaga kerja berkualitas yang masih sulit ditemui di Sulawesi Barat. Para pelaku usaha atau investor dari luar harus merekrut tenaga kerja dari luar Sulawesi Barat saat membutuhkan tenaga ahli di bidang tertentu. Sebagaimana diketahui bahwa harapan pelaku usaha dan investor menggunakan tenaga kerja yang berkualitas adalah agar produktivitas lebih tinggi. Berdasarkan Forum Group Discussion (FGD) pada Oktober 2016 yang dilakukan Bank Indonesia bersama pemerintah daerah dan para pengusaha di Sulawesi Barat, permasalahan SDM kembali

mencuat menjadi penghambat pengembangan UMKM di Sulawesi Barat. Pemerintah memberikan keringanan kepada para pelaku usaha yang membutuhkan modal dalam bentuk pinjaman. Namun, dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, pinjaman modal tersebut tidak dioptimalkan untuk pengembangan usaha. Bahkan ada anggapan karena pinjaman tersebut merupakan program dari pemerintah sehingga pinjaman modal dianggap sebagai hibah yang tidak perlu dikembalikan. Permasalahan dalam pinjaman UMKM ini hanyalah contoh kecil yang menjadi penyebab perbankan enggan menyalurkan kreditnya untuk usaha sehingga berakibat menghambat berkembangnya perekonomian di Sulbar. Salah satu indikator yang dapat diupayakan dalam peningkatan kualitas SDM adalah peningkatan rata-rata lama sekolah. Dengan semakin lama seorang penduduk mengenyam pendidikan, maka paling tidak penduduk tersebut memiliki banyak pengetahuan selama bersekolah. Belum lagi, beberapa keterampilan yang hanya diajarkan di sekolah. Berdasarkan simulasi CGE-Indoterm, jika rata-rata lama sekolah ditingkatkan menjadi 9.23 tahun saja atau rata-rata lulusan SMP, maka berdampak positif pada pertumbuhan rata-rata PDRB mencapai 0.48% di tahun 2020 dan tenaga kerja terserap meningkat 0.83% per tahunnya. Simulasi tersebut menggunakan asumsi: 1. Koefisien Return on Education (ROE) Investment untuk wilayah Sulawesi Barat adalah 0,16, yang artinya setiap kenaikan rata-rata lama sekolah akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebesar 0,16 2. Peningkatan rata-rata lama sekolah akan berpotensi meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang bekerja pada bidang clerical dan administration Kalau melirik apa yang diinvestasikan oleh Jepang sejak dahulu, kita pantas mencontoh mereka dalam mengembangkan SDM. Dahulu mereka sengaja mengirimkan banyak penduduk untuk belajar di luar Jepang untuk diterapkan di negaranya sendiri. Tentu sebelum pergi belajar, mereka sudah dibekali dengan pemikiran-pemikiran dasar yang membuat mereka tetap loyal dan punya budaya yang tidak akan hilang. Saat ini, Jepang sudah meraih apa yang semua negara impikan. Negara yang maju dalam ekonomi, industri, dan perkembangan teknologi. Tidak jarang penduduk Jepang menjadi sosok pelopor dalam menemukan terobosan yang mempengaruhi dunia. Rakyat Jepang terkenal pekerja keras di tengah minimnya sumber daya alam di negara mereka. Negara mereka terkenal dengan mudahnya terkena bencana alam. Namun, di zaman sekarang, ketika Jepang dilanda bencana alam, dampak yang terjadi tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan manusiamanusia berkualitas Jepang selalu menemukan solusi untuk masalah negaranya dan diterapkan dengan sebaik-baiknya. Di saat Jepang sedang dilanda perlambatan ekonomi pun, kondisi ekonomi dan keuangan negara Jepang relatif stabil tanpa gonjang-ganjing yang membuat khawatir penduduknya. Tidak seperti jepang, Sulawesi Barat dimanjakan dengan sumber daya alam yang melimpah. Masyarakat banyak yang dapat mengandalkan hidup dari wilayah sekitarnya saja. Di sisi lain, dengan beberapa wilayah yang sulit dijangkau membuat akses terhadap pendidikan, kesehatan atau peluang pendapatan lain menjadi sangat jauh dan menyulitkan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa saat pembangunan infrastruktur terus dikembangkan perlu dikembangkan pula kualitas SDM. Tidak hanya sekedar SDM berijazah namun SDM dengan produktivitas terbaik dan memiliki moral perilaku yang baik pula. Karena SDM berkualitas tanpa moral perilaku yang baik akan

menjadi bumerang tersendiri. Hal tersebut mengingat potensi tingginya kriminalitas yang sulit diberantas akibat kriminalitas yang dibangun dengan intelektualitas yang tinggi.

2.1 Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat 1 Pagu APBN Provinsi Sulawesi Barat mengalami penurunan sejalan dengan kebijakan pengetatan anggaran oleh pemerintah pusat. Pagu APBN Provinsi Sulawesi Barat pada periode laporan sebesar Rp3,18 triliun, turun 19,67% atau Rp778,97 miliar dibandingkan triwulan III 2015 (yoy). Penurunan pagu tersebut seiring dengan kebijakan pengetatan fiskal oleh pemerintah pusat sehingga membuat anggaran ke setiap daerah di Indonesia menjadi berkurang. Berdasarkan jenisnya, pagu anggaran terbesar diperuntukan bagi belanja modal (41,15%), diikuti belanja barang (40,53%), sisanya sebesar 17,83% untuk belanja pegawai dan bantuan sosial (0,49%). Kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat menyasar kepada anggaran belanja modal dan bantuan sosial yang dianggap penyalurannya kurang efisien. Pada triwulan laporan, pagu anggaran kedua komponen tersebut masing-masing mengalami penurunan masing-masing 37,27% (yoy) dan 92,95% (yoy). Sementara pagu untuk belanja barang meningkat 10,68% (yoy) dan belanja pegawai tumbuh 12,95% (yoy). Realisasi APBN pada periode laporan mengalami peningkatan. Meskipun pagu APBN mengalami penurunan, namun realisasi belanja APBN pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan sebesar Rp314,60 miliar atau meningkat 18,57% (yoy). Dengan demikian nilai realisasi APBN pada triwulan III 2016 sebesar Rp2,01 triliun atau 63,14% dibandingkan pagu APBN. Berdasarkan jenisnya, realisasi terbesar dalam realisasi APBN adalah belanja modal, yakni sebesar 43,06% dari total belanja, diikuti belanja barang 36,13%, belanja pegawai 20,49% dan belanja bantuan sosial 0,32%. Dibandingkan pagu APBN, realisasi terbesar berupa belanja pegawai, 72,55% dari total belanja atau setara Rp411,67 miliar. Realisasi terbesar kedua adalah belanja modal sebesar 66,07% atau Rp864,98 miliar, diikuti belanja barang 56,28% atau Rp725,73 miliar dan terendah berupa belanja untuk bantuan sosial sebesar 41,22% atau Rp6,37 miliar. Secara tahunan (yoy), pertumbuhan belanja pegawai di triwulan III 2016 meningkat 20,48% atau setara Rp69,97 miliar menjadi Rp411,67 miliar. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 26,26% atau triwulan lalu sebesar 46,05%. Melambatnya pertumbuhan tersebut secara tidak langsung dipengaruhi oleh kebijakan pengetatan anggaran yang dicanangkan oleh pemerintah pusat serta normalisasi belanja pegawai paska pemberian THR dan gaji ke 13 dan 14 yang dilakukan menjelang hari raya Idul Fitri atau akhir triwulan II 2016. Realisasi belanja modal tumbuh 6,12% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2015, yakni sebesar 28,92% (yoy) atau turun sebanyak Rp27,01 miliar. Pada periode laporan, masih terdapat realisasi belanja modal yang mengalami penundaan, yaitu sebesar Rp8,84 miliar. Sementara itu, sebagian besar belanja modal pada triwulan laporan masih digunakan untuk pembangunan infrastruktur, terbesar berupa pembangunan jaringan sumber dan pemanfaatan air untuk area Kaluku - Karama dan area Palu (Sulawesi Tengah) - Lariang (Sulawesi Barat), yaitu sebesar Rp338,42 miliar diikuti pemeliharaan jalan nasional wilayah I dan II di Sulawesi Barat sebesar Rp297,01 miliar serta program penataan & penyehatan lingkungan pemukiman sebesar 1 DJPBN Provinsi Sulawesi Barat

Rp119,20 miliar. Sementara rencana untuk pembangunan terminal baru Bandara Tampa Padang telah mulai direalisasikan dengan pencairan APBN sebesar Rp13,21 miliar atau setara dengan 53,01% dari pagu anggaran. Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas infrastruktur yang tersedia di Sulawesi Barat. Realisasi belanja barang sebesar Rp725,73 miliar atau tumbuh 75,68% (yoy) dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp413,09 miliar. Meskipun tumbuh pesat, namun pertumbuhan belanja barang tesebut merupakan yang terendah di tahun 2016, dimana pencairan APBN untuk belanja barang pada triwulan I 2016 sebesar 202,84% (yoy) dan triwulan II 2016 sebesar 121,17% (yoy). Peningkatan belanja barang tersebut seiring dengan mulai beroperasinya beberap instansi pemerintah di Sulawesi Barat pada tahun 2016 dan mendorong peningkatan permintaan kebutuhan dinas/instansi vertikal pada periode laporan. Realisasi belanja bantuan sosial sebesar Rp6,37 miliar, turun drastis dibandingkan Rp124,21 miliar pada triwulan III 2015. Meskipun turun drastis namun secara nilai, pencairan belanja bantuan sosial di triwulan laporan merupakan yang terbesar di tahun 2016. Grafik 25. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di Triwulan III Grafik 26. Komponen APBN Sulawesi Barat di Sulawesi Barat Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Barat, diolah 2.2 Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat Pertumbuhan PAD masih di level negatif dengan kecenderungan membaik. Moderasi pertumbuhan ekonomi yang terjadi masih mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam mengelola pendapatan daerah, terindikasi dari pertumbuhan pendapatan daerah yang masih berada pada level negatif, sebesar -2,10% (yoy), namun lebih baik dibandingkan triwulan lalu sebesar -4,94% (yoy). Koreksi pertumbuhan ini dirasakan cukup signifikan mengingat pada triwulan III 2015, pertumbuhan PAD merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir, yaitu sebesar 19,72% (yoy). Secara nominal, koreksi nilai pendapatan daerah tersebut sebesar Rp23,56 miliar, dari Rp1.170,89 miliar pada triwulan III 2015 menjadi Rp1.147,34 miliar di periode laporan. Penurunan pendapatan tersebut terutama berasal dari penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya pajak daerah. Secara triwulanan, kinerja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 patut diapresiasi dengan peningkatan pendapatan sebesar Rp446,55 miliar dibandingkan triwulan lalu, menjadi Rp1,15 triliun atau setara dengan 26,17% dari target tahunan (rata-rata tiap triwulan sebesar 25%). Secara kumulatif, pencapaian target pendapatan daerah sampai dengan triwulan III

2016 sebesar 67,24%. Masih dibutuhkan banyak terobosan dan upaya untuk mendorong pencapaian target pendapatan di tahun 2016 sebesar Rp1,71 triliun. Potensi penerimaan pajak maupun retribusi perlu dioptimalkan dan didukung dengan kebijakan pemerintah daerah. Upaya ini dibutuhkan disebabkan karena realisasi kumulatif pada triwulan II 2016 tersebut merupakan yang terendah dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir. Meskipun pendapatan daerah menurun, namun realisasi belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat hingga triwulan III 2016 tumbuh sebesar 12,07% (yoy) menjadi sebesar Rp990,47 miliar. Pertumbuhan angka belanja pemerintah pada triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 62,67% (yoy), namun lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III 2015 sebesar 10,93% (yoy). Kenaikan realisasi belanja yang tumbuh sebesar 28,94% (yoy) menjadi Rp198,81 miliar,menjadi pendorong pada peningkatan belanja pemerintah di triwuwlan laporan. Faktor pendorong berikutnya yaitu adalah pertumbuhan belanja operasional sebesar 8,12% (yoy). Meskipun realisasi belanja pada triwulan laporan meningkat, namun kumulatif realisasi belanja pemerintah ditambah transfer sampai dengan triwulan laporan masih relatif rendah, baru mencapai 46,03%. Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah Upaya menggenjot pendapatan daerah. Guna mengimbangi tendensi peningkatan pengeluaran pada triwulan berjalan, pemerintah provinsi pun berinisiasi untuk menggenjot penerimaan daerah, baik bersumber dari retribusi maupun potensi pajak daerah yang belum dikelola secara optimal, seperti pengenaan pajak sarang burung walet yang banyak dibudidayakan di wilayah Mamuju, pembenahan pengelolaan parkir, percepatan proses pembayaran pajak mobil dan balik nama, serta kebijakan lainnya. Realisasi Belanja diperkirakan meningkat pada triwulan berjalan. Di tengah pengetatan anggaran yang ditetapkan pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Sulawesi Barat meyakini bahwa realisasi DAU yang tertunda akan dicairkan pada akhir tahun, dan hal ini terkonfirmasi dari hasil liaison pada bulan November 2016. Pengeluaran anggaran untuk belanja modal dan barang akan mengalami peningkatan cukup pesat, dimana secara historis akselerasi terbesar belanja pemerintah terjadi pada triwulan IV 2016. Belanja modal dan barang tersebut terutama untuk pembangunan infrastruktur, seiring dengan banyaknya investasi yang masuk ke Sulawesi Barat.

2.2.1 Pendapatan Koreksi pertumbuhan PAD dipengaruhi oleh penurunan PAD. Pada triwulan III 2016, pendapatan daerah masih tumbuh negatif, sebesar 2,01% (yoy). Meskipun masih negatif, pencapaian ini merupakan yang terbaik di tahun 2016, dibandingkan triwulan I 2016 (-35,86%) dan triwulan lalu (-4,94%). Menurunnya pertumbuhan PAD menjadi alasan utama yang melatar belakangi terkontraksinya pertumbuhan pendapatan daerah pada periode laporan. Pertumbuhan PAD mengalami terkoreksi -15,27% (yoy). Melemahnya Pendapatan Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan, dengan pertumbuhan -15,27% (yoy), atau mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp29,17 miliar menjadi Rp161,92 miliar di triwulan III 2016. dari Rp1,17 triliun pada triwulan II 2016. Koreksi pertumbuhan tersebut cukup dalam, mengingat pada triwulan II 2016 pendapatan daerah tumbuh sebesar 68,85% (yoy) dan periode yang sama tahun lalu meningkat 19,72% (yoy). Secara tahunan (yoy), komponen PAD yang mengalami penurunan nilai yang terbesar yaitu pajak daerah, turun sebanyak Rp15,80 miliar (-9,91%) menjadi Rp143,64 miliar, diikuti dengan lain-lain PAD yang sah sebanyak Rp14,95 miliar (-64,53%) menjadi Rp8,22 miliar. Sementara penerimaan dari retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah menunjukkan peningkatan. Grafik 28. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat Grafik 29. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah Berbeda halnya dengan PAD, dana perimbangan/transfer dan lain-lain pendapatan yang sah di triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu, masingmasing tumbuh sebesar 0,48% (yoy) dan 56,61% (yoy) sehingga nilainya tercatat sebesar Rp982,99 miliar dan Rp2,42 miliar. Meskipun pertumbuhan dana perimbangan/ transfer masih rendah, namun lebih baik dibandingkan 2 (dua) triwulan sebelumnya di tahun 2016 yang masih mencatat kontraksi pertumbuhan. Pertumbuhan pendapatan transfer ditopang oleh peningkatan dana alokasi khusus (DAK) di APBD yang mengalami lonjakan signifikan (lebih dari 300%, yoy). Sementara komponen lain dan dana perimbangan, seperti transfer dari pemerintah pusat, bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak dan dan alokasi umum (DAU) mencatat akselerasi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu.

Turunnya nilai DAU tersebut dipengaruhi oleh penundaan realisasi anggaran oleh Pemerintah Pusat dengan nilai sekitar Rp22 miliar 2. Tabel 3. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) Uraian Anggaran 2015 Anggaran 2016 Tw I 2016 Tw II 2016 Tw III 2016 % Pendapatan 1,450,184.1 1,706,336.9 270,741.40 700,781.68 1,147,336.03 67.2% Pendapatan Asli Daerah (PAD) 239,795.8 278,766.5 30,602.3 101,169.4 161,919.71 58.1% Pendapatan Pajak Daerah 216,196.5 243,211.1 28,824.7 90,811.1 143,640.38 59.1% Pendapatan Retribusi Daerah 4,141.8 12,177.3 1,088.3 4,409.4 6,723.56 55.2% Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di Pisahkan 1,175.0 1,225.0 - - 3,337.84 272.5% Lain - lain PAD yang Sah 18,282.5 22,143.1 6,893.0 5,948.9 8,217.93 37.1% Pendapatan Transfer 1,004,208.8 1,425,086.6 238,356.8 597,360.54 982,992.68 69.0% Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 1,004,208.8 1,425,086.6 238,356.8 597,360.54 42,404.95 3.0% Bagi Hasil Pajak 36,113.9 25,362.0 6,673.0 11,632.67 11,977.21 47.2% Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam - 1,986.4 396.9 396.85 495.75 25.0% Dana Alokasi Umum (DAU) 895,580.9 925,147.6 231,285.9 539,669.42 677,109.57 73.2% Dana Alokasi Khusus (DAK) 72,514.0 152,205.3-45,661.59 251,005.19 164.9% Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik - 277,980.4-0 0.0% Dana Insentif Daerah (DID) - 42,405.0-0 42,404.95 100.0% Lain - lain Pendapatan Daerah yang Sah 206,179.5 2,483.8 1,782.3 2,251.8 2,423.6 97.6% Pendapatan Hibah 742.7 742.7-146.4 170.8 23.0% Pendapatan Lainnya 205,436.8 1,741.1 1,782.3 2,105.4 2,252.8 129.4% Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah 2.2.2 Belanja Pemerintah Belanja Pemerintah tumbuh melambat. Belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III tahun 2016 mencapai Rp909,47 miliar, tumbuh melambat dibandingkan triwulan lalu, dari 62,67% (yoy) menjadi 12,07% (yoy). Namun tingkat pertumbuhan ini lebih baik dibandingkan triwulan III 2015 sebesar 10,93% (yoy). Secara kumulatif, realisasi belanja pemerintah Provinsi sampai dengan triwulan III 2016 sebesar 42,16%, Realisasi belanja APBD untuk periode triwulan III 2016 merupakan yang terendah dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir. Melambatnya tingkat pertumbuhan dibandingkan triwulan lalu disebabkan melemahnya pertumbuhan belanja modal dari 164,28% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 28,94% (yoy), diikuti dengan turunnya pertumbuhan belanja operasional dari 49,00% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 8,12% (yoy). Hal ini tak lepas dari kebijakan pengetatan anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pertumbuhan belanja operasional dan transfer pada triwulan laporan didorong oleh hibah. Secara tahunan, seluruh komponen belanja operasional mengalami penurunan nominal dibandingkan triwulan III 2015, dengan penurunan terbesar pada belanja pegawai sebesar 10,56% (yoy). Namun demikian, peningkatan signifikan dari belanja hibah memberikan dampak signifikan terhadap belanja operasional, dan mampu mendorong belanja operasional mampu tumbuh positif dibandingkan triwulan III 2015. 2 Hasil Liaison bulan November 2016.

Tabel 4. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) Uraian Anggaran 2015 Anggaran 2016 Tw II 2016 Tw III 2016 % BELANJA 1,354,142.8 2,005,650.8 677,997.9 909,470.4 45.3% BELANJA OPERASI 910,562.6 1,172,242.5 518,034.7 710,664.0 60.6% Belanja Pegawai 241,370.0 260,365.7 135,501.2 158,971.3 61.1% Belanja Barang dan Jasa 429,066.8 505,862.8 158,236.8 232,210.3 45.9% Belanja Bunga - 5,842.5-524.8 9.0% Belanja Hibah 228,625.8 388,165.0 218,456.2 309,972.9 79.9% Belanja Bantuan Sosial 11,500.0 12,006.5 5,840.5 8,984.6 74.8% BELANJA MODAL 443,580.2 832,581.4 130,597.0 198,806.5 23.9% Belanja Modal Tanah - 6,000.0 5,937.3 5,937.3 99.0% Belanja Modal Peralatan dan Mesin - 126,257.5 25,257.8 37,590.9 29.8% Belanja Modal Gedung dan Bangunan - 415,901.6 64,032.0 68,748.8 16.5% Belanja Modal Jalan. Irigasi dan Jaringan - 276,893.2 33,697.9 83,147.1 30.0% Belanja Modal dan Tetap Lainnya - 7,529.1 1,672.0 3,382.3 44.9% BELANJA TAK TERDUGA - 827.0-0.0% Belanja Tak Terduga 1,000.0 827.0-0.0% TRANSFER - 151,344.4 29,366.2 83,329.6 55.1% TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 86,281.0 116,188.4 20,160.2 68,326.1 58.8% Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 86,281.0 116,188.4 20,160.2 68,326.1 58.8% TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 66,066.0 35,156.0 9,206.0 15,003.5 42.7% Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya 66,066.0 34,087.0 9,206.0 15,003.5 44.0% Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 1,000.0 1,069.0 9,206.0-0.0% SURPLUS/ (DEFISIT) - (450,658.4) 22,783.8 154,535.9-34.3% PEMBIAYAAN - - PENERIMAAN PEMBIAYAAN - 450,691.0 29,362.1 6.5% Penggunaan SILPA - 90,000.0 29,362.1-0.0% Pinjaman Dalam Negeri - 360,691.0 29,362.1 8.1% PENGELUARAN PEMBIAYAAN - 2,000.0 2,000.0 2,000.0 100.0% Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah - 2,000.0 2,000.0 2,000.0 100.0% PEMBIAYAAN NETTO - 448,691.0 27,362.1 27,362.1 6.1% SISA LEBIH PEMBIAYAN ANGGARAN (SILPA) - (1,967.4) 50,145.8 181,898.0 Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Barat, diolah Realisasi belanja modal mengalami penurunan dibanding triwulan lalu. Pertumbuhan belanja modal yang sebesar 28,94% (yoy) mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan 164,28% (yoy) pada triwulan lalu. Koreksi pertumbuhan untuk belanja tanah sebesar -69,99% (yoy) dan rendahnya pertumbuhan belanja modal untuk jalan, irigasi dan jaringan (3,08%) dimana komponen ini memiliki pangsa terbesar dalam belanja modal, telah mempengaruhi lambatnya pertumbuhan belanja modal di triwulan III 2016. Sementara itu berdasarkan pangsanya di triwulan laporan, terbesar (41,82%) digunakan untuk jalan, irigasi dan jaringan atau sebesar Rp83,15 miliar, belanja gedung dan bangunan sebesar 34,58% atau Rp68,75 miliar, belanja peralatan dan mesin sebesar 18,91% atau Rp37,59 miliar dan sisanya diperuntukan bagi belanja tanah dan aset tetap lainnya. Rendahnya realisasi belanja modal mempengaruhi capaian belanja pemerintah sebesar 42,16% (kumulatif). Sampai dengan tiwulan III 2016, capaian belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat sebesar 42,16% (ytd). Kondisi ini dipengaruhi oleh realisasi belanja modal yang relatif masih rendah, sebesar 23,88% (ytd) sementara realisasi belanja operasional lebih baik, sebesar 53,69% (ytd). Pertumbuhan belanja modal tersebut merupakan yang terendah dalam 4 tahun terakhir, ratarata sebesar 49,01%.

2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian Kinerja keuangan pemerintah daerah membaik. Berdasarkan alokasi antara pendapatan dan belanja di atas, terdapat surplus pendapatan sebesar Rp154,54 miliar. Namun surplus tersebut lebih disebabkan karena rendahnya realisasi belanja APBD hingga triwulan III 2016, terutama belanja modal. Unutk mendorong kinerja pemerintah dalam mengelola pendapatan dan belanja, pemerintah provinsi berupaya untuk terus melakukan optimalisasi kebijakan dan tindakan untuk mendorong pencapaian penerimaan dan pengeluaran sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Sementara itu, rasio kemandirian pemerintah yang mengindikasikan kemampuan pemerintah untuk mendapatkan penghasilan dari daerahnya sendiri, pada triwulan III 2016 sebesar 14,11%, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar 14,44%.

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

3.1 Inflasi Secara Umum Tekanan inflasi pada triwulan III 2016 cenderung rendah. Secara tahunan (yoy), laju inflasi pada triwulan III 2016 sebesar 3,43%, melemah dibandingkan 4,30% pada triwulan II 2016. Menurunnya tekanan inflasi utamanya bersumber dari komponen volatile food, dimana sumbangan yang diberikan adalah sebesar 1,01%. Meningkatnya produksi beras dan komoditas hortikultura telah memberikan sumbangan berarti terhadap realisasi inflasi triwulan III 2016 yang cenderung menurun. Hal ini tercermin dari andil inflasi kelompok komoditas bahan makanan yang menurun dari 2,14% (triwulan II) menjadi 1,14%. Inflasi bulanan kota Mamuju relatif lebih lebih tinggi dibandingkan inflasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan nasional. Dalam triwulan III 2016, fluktuasi inflasi kota Mamuju sampai dengan bulan Agustus 2016 relatif lebih terkendali dibandingkan inflasi KTI dan Indonesia. Namun demikian meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap transportasi udara pada saat hari raya Idul Qurban dan berkurangnya pasokan ikan akibat musim migrasi ikan yang beralih ke perairan di luar Sulawesi Barat telah mendongkrak inflasi Mamuju di bulan September 2016 hingga melampaui tingkat inflasi KTI dan nasional. Pada periode September, inflasi bulanan (mtm) Mamuju meningkat dari - 0,79% menjadi 0,32%, sementara inflasi KTI meningkat lebih moderat. Inflasi wilayah KTI naik dari -0,12% menjadi 0,05% dan inflasi nasional dari -0,02% menjadi 0,22%. Grafik 30. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Secara kumulatif, hingga triwulan III 2016 inflasi terjaga pada level moderat. Dampak normalisasi harga transportasi udara paska hari raya Idul Fitri dan membaiknya pasokan bahan pangan, mengakibatkan sampai dengan bulan Agustus 2016 Kota Mamuju tercatat mengalami inflasi sebesar 0,62% (kumulatif/year to date). Namun demikian meningkatnya permintaan masyarakat terhadap transportasi udara pada bulan September akibat hari raya Idul Qurban menyebabkan tekanan inflasi meningkat pada level yang moderat menjadi 0,94%. Peningkatan tekanan inflasi ini disumbang oleh komponen core sebesar 1,70%, yang berasal dari komoditas penunjang masyarakat dalam merayakan hari raya Idul Qurban seperti tarif pulsa ponsel dengan andil inflasi sebesar 0,06%, minyak kemasan dan pembantu rumah tangga dengan andil masing-masing sebesar 0,01%.

Grafik 31. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Mamuju Grafik 32. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pada triwulan IV 2016, inflasi relatif akan meningkat dengan level yang moderat. Kelompok bahan makanan diperkirakan mengalami kenaikan, seiring dengan berkurangnya produksi ikan akibat musim migrasi yang telah berakhir, dan berakhirnya musim panen. Selain itu, adanya perayaan hari raya Natal dan masuknya musim kampanye sebagai bentuk persiapan pemilihan Gubernur pada bulan Februari juga diprediksi dapat menambah tekanan inflasi kota Mamuju. Secara tahunan proyeksi inflasi Kota Mamuju 2016 diperkirakan berada pada kisaran angka 3,00% (yoy) - 3,40% (yoy) atau sesuai dengan target inflasi yang telah ditetapkan oleh Nasional sebesar 4% +/- 1%. Proyeksi tersebut jauh lebih rendah dari pencapaian inflasi Kota Mamuju pada tahun 2015 yang tercatat sebesar 5,07% (yoy). Adanya penurunan pencapaian inflasi tahunan tersebut diprediksi karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, adanya efek penurunan harga BBM yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat pada triwulan II 2016 lalu, peningkatan produksi beras dan hortikultura, musim migrasi ikan yang lebih lama dari seharusnya akibat anomali efek La Nina, perbaikan infrastruktur kota seperti penghubung jalan antar Provinsi dan kabupaten serta adanya peningkatan koordinasi di antara anggota TPID. Di sisi lain, beberapa hal yang patut diwaspadai dan diprediksi dapat meningkatkan tekanan inflasi akhir tahun 2016 adalah berakhirnya musim panen raya beras, tingginya curah hujan akibat masuknya musim penghujan, berakhirnya musim migrasi ikan, adanya kemungkinan Pemerintah Pusat menaikkan harga BBM dan TDL serta adanya persiapan kampanye untuk menghadapi pemilihan kepala daerah 2017. 3.2 Inflasi Bulanan Juli: Dampak migrasi ikan ke perairan Sulawesi Barat sangat terasa pada bulan Juli 2016 dan menyebabkan inflasi tercatat sebesar 0,64% (mtm). Meningkatnya produksi ikan tangkap tercermin dari andil yang dicapai dari beberapa ikan laut seperti Cakalang sebesar -0,19%, Layang sebesar - 0,10%, Tuna sebesar -0,02%, Tongkol sebesar -0,02%. Selain itu produksi komoditas hortikultura yang meningkat hampir di seluruh wilayah juga tercatat memberikan andil negatif seperti Tomat Sayur sebesar -0,02%, Jagung Muda sebesar -0,01%, Bawang Putih sebesar -0,01% dan Tomat Sayur sebesar -0,01%.

Agustus: Inflasi mengalami pelemahan lebih jauh dan berada pada angka -0,79% (mtm) akibat melimpahnya produksi ikan dan hortikultura serta normalisasi angkutan udara. Puncak migrasi ikan terjadi pada bulan ini dan menyebabkan andil beberapa komoditas ikan terhadap inflasi menjadi berkurang, seperti Cakalang sebesar -0,52% dan Layang sebesar -0,14%. Normalisasi angkutan udara setelah Hari Raya Idul Fitri juga terjadi pada bulan ini dan mengakibatkan andil yang dicapai oleh komoditas ini tercatat sebesar -0,16%. Komoditas lainnya yang berpengaruh terhadap pencapaian inflasi bulan ini disumbang dari komoditas hortikultura seperti Tomat Sayur ang tercatat sebesar -0,05%, Wortel sebesar -0,02% dan Kol Putih sebesar 0,01%. Seluruh pencapaian tersebut juga direfleksikan oleh pencapain inflasi berdasarkan komponennya. Tercatat bahwa komponen Administered Prices memberikan andil sebesar -0,11% dan komponen Volatile Food sebesar 0,72%. September: Berakhirnya musim migrasi ikan dan perayaan hari haya Idul Qurban mendorong pencapaian inflasi lebih tinggi pada bulan laporan, dengan pencapaian sebesar 0,32% (mtm). Pencapaian tersebut utama didorong oleh berkurangnya produksi ikan tangkap akibat berakhirnya musim migrasi ikan di perairan Sulawesi Barat. Hal ini dibuktikan oleh andil komoditas ikan-ikanan seperti Cakalang yang tercatat sebesar 0,10% dan Layang sebesar 0,06%. Selain hal tersebut, masuknya perayaan hari raya Idul Qurban juga diketahui menjadi penyebab peningkatan inflasi akibat meningkatnya permintaan masyarakat terhadap komoditas angkutan udara, yang tercatat memberikan andil sebesar 0,05% (mtm). Adanya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan Tarif Dasar Listrik juga berdampak terhadap daya beli masyarakat dan memberikan sumbangan sebesar 0,04%. Peningkatan tekanan inflasi pada bulan ini, juga tercermin pada komponen inflasi Volatile Food yang tercatat memberikan andil sebesar -0,03% atau melemah jauh dibandingkan bulan lalu yang tercatat sebesar -0,72% (mtm). Selain itu tingginya permintaan masyarakat terhadap kebutuhan angkutan udara untuk menghadapi hari raya Idul Qurban juga menyebabkan andil yang diberikan oleh komponen Administered Prices tercatat sebesar 0,18%. Tingginya masyarakat terhadap kebutuhan sandang seperti baju muslim juga turut menyebabkan komponen inflasi Core/inti juga mengalami peningkatan andil inflasi sebesar 0,17%. Tabel 5. Komoditas Andil Terbesar Juli 0.64 Agustus -0.79 September 0.32 Bawang Merah 0.03 Cakalang/Sisik -0.52 Cakalang/Sisik 0.10 Makanan Ringan/Snack 0.03 Angkutan Udara -0.16 Bandeng/Bolu 0.08 Celana Panjang Jeans 0.17 Layang/Benggol -0.14 Tarip Pulsa Ponsel 0.06 Baju Kaos Berkerah 0.20 Tomat Sayur -0.05 Layang/Benggol 0.06 Baju Muslim 0.26 Gula Merah -0.03 Angkutan Udara 0.05 Cakalang/Sisik -0.20 Sekolah Dasar 0.09 Beras -0.09 Layang/Benggol -0.13 Jeruk Nipis/Limau 0.04 Bayam -0.05 Bandeng/Bolu -0.12 Makanan Ringan/Snack 0.04 Gula Pasir -0.04 Telur Ayam Ras -0.12 Tarip Listrik 0.04 Daging Sapi -0.03 Tuna -0.04 Beras 0.04 Tomat Sayur -0.03 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.3 Inflasi Dari Sisi Penawaran Laju inflasi berada pada level yang terkendali akibat kecukupan pasokan. Masuknya musim migrasi ikan di perairan Sulawesi Barat terbukti meningkatkan produksi ikan tangkap oleh nelayan dan berdampak terhadap pelemahan tekanan inflasi pada triwulan laporan. Selain itu, melimpahnya hasil hortikultura juga memberikan stimulasi terhadap keseluruhan hasil pencapaian inflasi pada triwulan III 2016. Masuknya musim panen pada bulan September juga berpengaruh terhadap produksi beras di sentra-sentra produksi Sulawesi Barat seperti di Polewali Mandar dan Majene. Di sisi lain, terbatasnya maskapai penerbangan di Sulawesi Barat menyebabkan tekanan inflasi sangat terasa pada hari raya keagamaan. Hal tersebut berdampak pada pencapaian inflasi Sulawesi Barat pada triwulan laporan. Pada triwulan berjalan (triwulan IV 2016), tekanan inflasi diprediksi akan menguat seiring dengan berakhirnya musim migrasi ikan di perairan Sulawesi Barat, berakhirnya musim panen padi, libur akhir tahun, perayaan Hari Raya Natal dan persiapan pelaksanaan kampanye menjelang pemilihan kepala daerah Sulawesi Barat tahun 2017. Berdasarkan hasil survei pusat informasi harga pangan strategis, rata-rata harga komoditas hortikultura pada triwulan III secara stabil berkisar mulai dari Rp19.000,- hingga Rp44.000,-. Ratarata harga cabai merah selama triwulan laporan untuk jenis Cabai Merah Besar adalah sebesar Rp31.937/kg, Cabai Merah Keriting Besar sebesar Rp29.625/kg, Cabai Rawit Hijau Segar sebesar Rp19.369/kg dan Cabai Rawit Merah Segar sebesar Rp30.208/kg. Komoditas hortikultura lainnya seperti Bawang Merah dan Bawang Putih berada pada level harga yang lebih tinggi. Tercatat Bawang Merah adalah sebesar Rp44.057 dan Bawang Putih sebesar Rp33.666/kg. Stabilnya harga komoditas hortikultura disebabkan oleh panen hortikultura yang terjadi secara serentak di hampir seluruh wilayah dan arus distribusi barang yang lancar. Peningkatan produksi ikan pada triwulan laporan diketahui meningkat dan berdampak pada menurunnya sumbangan inflasi yang diberikan. Menyikapi adanya peningkatan produksi hasil tangkap ikan, pemerintah daerah diketahui akan mulai mengoperasikan cold storage di Kabupaten Polewali Mandar sebagai sarana penyimpanan hasil tangkap nelayan untuk dapat dipergunakan pada waktu-waktu yang diperlukan. Berdasarkan hasil liaison yang telah kami lakukan ke Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar, pengoperasian cold storage tersebut nantinya akan dapat menampung penyimpanan sebanyak 50 ton ikan, yang dilengkapi dengan kemampuan untuk memproduksi es balok sebanyak 500 batang/hari. Namun demikian, hingga saat ini cold storage tersebut masih belum dapat dioperasikan karena terkendala oleh pihak pengelola yang belum selesai proses penunjukannya. Untuk komoditas beras yang sebelumnya diprediksi akan mengalami masa panen raya pada bulan Agustus dan September 2016, akibat efek anomali El Nino yang terjadi pada tahun 2015 lalu, pada kenyataannya hanya mengalami panen raya pada bulan September 2016. Hal ini diprediksi menjadi salah satu penyebab mengapa pencapaian inflasi triwulan ini masih berada di atas Nasional dan KTI. Hasil pemantauan harga pangan strategis yang kami lakukan pada triwulan laporan, mencatat bahwa harga rata-rata beras untuk jenis premium berkisar pada harga Rp9.765/kg, jenis medium sebesar Rp8.998/kg dan jenis rendah sebesar Rp8.614/kg. Secara umum harga beras pada triwulan laporan diketahui lebih rendah dibandingkan harga rata-rata beras pada triwulan

sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil produksi beras sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada triwulan ini. 3.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan Normalisasi permintaan paska bulan Ramadhan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri menyebabkan pelemahan tekanan inflasi. Historis data menunjukkan bahwa permintaan masyarakat cenderung melambat, baik dari sisi permintaan bahan makanan hingga kebutuhan transportasi baik darat dan udara. Hal ini dicerminkan oleh tingkat pencapaian inflasi pada bulan Juli dan Agustus yang masingmasing tercatat mengalami inflasi yang jauh lebih rendah dari triwulan II, yaitu sebesar 0,64% (mtm) dan -0,79% (mtm). Namun demikian, masuknya Idul Qurban pada bulan September menyebabkan permintaan kebutuhan masyarakat kembali menguat pada akhir triwulan laporan. Hal ini sejalan dengan pola historisnya, dimana permintaan masyarakat terhadap bahan makanan dan transportasi cenderung meningkat dalam rangka merayakan hari raya Idul Qurban. Namun demikian, masuknya musim panen raya pada bulan September menyebabkan kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dengan baik dan optimal. Satu-satunya kebutuhan masyarakat yang belum terkelola dengan baik adalah penyediaan alat transportasi yang beragam. Hal ini menyebabkan komoditas inflasi yang tergabung di dalam kelompok transportasi mengalami pertumbuhan inflasi yang cukup tinggi pada bulan September yaitu sebesar 0,64% (mtm). Grafik 33. IKK, IKE dan IEK Grafik 34. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Ekspektasi konsumen mengalami pelemahan optimisme akibat pengaruh perlambatan ekonomi yang terjadi. Persepsi terhadap perekonomian menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan triwulan lalu. Hal ini disebabkan oleh menurunnya optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang. Seluruh informasi tersebut, dibuktikan oleh Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 3 pada bulan September 2016 sebesar 127,0 menurun dari 146,8 di bulan Juni 2016. Penurunan optimisme ini disebabkan antara lain oleh adanya pengetatan anggaran oleh pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah, yang dikhawatirkan dapat mengganggu perekonomian daerah. Penurunan optimisme ini berdampak pada indeks penghasilan konsumen yang menurun cukup jauh dari 149,0 pada 3 Survei Konsumen KPw BI Provinsi Sulawesi Barat

triwulan II menjadi 109,0 pad triwulan laporan. Hal tersebut juga mempengaruhi pola konsumsi masyarakat terhadap barang tahan lama yang menurun sebesar 12 poin dari 124,0 pada triwulan II menjadi 112,0 pada triwulan III 2016. Keseluruhan hal tersebut menjaga tingkat permintaan inflasi pada level moderat. Jika dilihat dari sisi permintaan penurunan optimisme tersebut berdampak pada pola konsumsi masyarakat dan berujung pada terjaganya tingkat pencapaian inflasi pada triwulan laporan. 3.5 Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas Pengaruh paling besar terhadap penurunan inflasi triwulan laporan diberikan oleh Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang tercatat sebesar -0,47% (yoy). Efek penurunan harga BBM masih terus berlanjut dan memiliki pengaruh untuk terus menjaga pencapaian inflasi pada level moderat triwulan ini. Sementara itu, lonjakan permintaan masyarakat menjelang Idul Qurban dan adanya peningkatan ekspektasi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menaikan harga rokok, terlihat pada tekanan sumbangan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau yang tercatat sebesar 1,21% (yoy), diikuti oleh Kelompok Bahan Makanan yang tercatat memberikan andil sebesar 1,14% (yoy) serta Kelompok Sandang sebesar 0,93% (yoy). Grafik 35. Andil Inflasi Triwulan III 2016 Grafik 36. Andil terhadap Inflasi Tahunan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 36 menggambarkan pengaruh konsumsi masyarakat terhadap inflasi terutama inflasi pada kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Kondisi tersebut mengindikasikan potensi tekanan harga yang rentan dengan kenaikan konsumsi makanan menjelang perayaan hari besar keagamaan, seperti pada saat memasuki perayaan hari raya Idul Qurban. Sementara itu pada grafik 37 terlihat dominasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau diikuti dengan Kelompok Bahan Makanan. Andil kedua kelompok tersebut cenderung mengalami penurunan dalam 2 triwulan terakhir.

Grafik 37. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Andil terbesar inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau berasal dari Rokok Kretek Filter. Hal ini disebabkan oleh peningkatan ekspektasi masyarakat terhadap isu harga rokok yang akan dinaikkan oleh pemerintah pusat untuk menekan jumlah perokok Indonesia. Hal ini telah meningkatkan andil Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau terhadap pencapaian inflasi tahunan kota Mamuju dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,84% (yoy) menjadi 1,21% (yoy). Selain rokok, komoditas lainnya yang berpengaruh terhadap kelompok ini adalah komoditas makanan pelengkap seperti Makanan Ringan/Snack dengan andil sebesar 0,22% (yoy), disusul dengan Minuman yang Tidak Beralkohol dengan andil sebesar 0,18% (yoy), Air Kemasan dengan andil sebesar 0,07% (yoy) dan Mie 0,07% (yoy). Hal ini didorong oleh kebutuhan masyarakat dalam menghadapi Hari Raya Idul Qurban. Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 2016 Tw III 2016 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0.84 1.21 Makanan Jadi 0.29 0.48 Minuman yang Tidak Beralkohol 0.14 0.18 Tembakau dan Minuman Beralkohol 0.42 0.54 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pada triwulan IV 2016, inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh permintaan masyarakat dalam menghadapi Hari Raya Natal yang diiringi oleh berakhirnya musim migrasi ikan dan berakhirnya musim panen. Kelompok Bahan Makanan merupakan kelompok dengan andil terbesar ke dua pada triwulan laporan, atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,14% (yoy). tekanan tersebut disumbang oleh subkelompok Padi-Padian, Umbi-Umbian dan hasilnya sebesar 0,46% (yoy). Pelemahan andil pada kelompok ini disebabkan oleh meningkatnya hasil produksi komoditas beras dan komoditas hortikultura. Selain itu masuknya musim migrasi ikan ke wilayah perairan Sulawesi Barat juga berperan dalam mendukung pelemahan andil inflasi kelompok ini.

Pada triwulan berjalan tekanan inflasi pada kelompok ini juga diperkirakan masih cukup tinggi, mengingat bahwa akhir tahun masyarakat banyak membutuhkan komoditas yang tergabung dalam kelompok ini untuk mendukung perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru. Tabel 7. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kelompok Komoditas Andil Inflasi Tahunan Tw II 2016 Tw III 2016 Bahan Makanan 2.14 1.14 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 0.62 0.46 Daging dan Hasil-hasilnya 0.01-0.05 Ikan Segar 0.88 0.18 Ikan Diawetkan 0.04 0.04 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya -0.05-0.08 Sayur-sayuran 0.45 0.08 Kacang-kacangan 0.01 0.00 Buah-buahan 0.12 0.18 Bumbu-bumbuan -0.02 0.32 Lemak dan Minyak 0.02 0.02 Bahan Makanan Lainnya 0.00 0.00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 2016 Tw III 2016 Sandang 0.58 0.93 Sandang Laki-Laki 0.30 0.31 Sandang Wanita 0.17 0.31 Sandang Anak-Anak 0.07 0.22 Barang Pribadi dan Sandang Lain 0.04 0.09 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan inflasi Kelompok Sandang meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya harga komoditas dunia untuk emas. Kenaikan harga komoditas tersebut berpengaruh terhadap andil komoditas emas sebesar 0,02% (yoy). Diperkirakan pada triwulan berjalan kelompok ini perlu diwasapadai, mengingat persiapan atribut dalam mendukung kampanye pemilihan kepala daerah akan mulai dipersiapkan, seperti kaos berkerah, kaos tanpa kerah, kemeja lengan pendek dan kemeja lengan panjang. Sumbangan inflasi Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar menurun menjadi 0,41%, dibandingkan 0,81% pada triwulan II 2016. Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan harga bahan baku pembuatan tempat tinggal yang tergabung di dalam sub kelompok Biaya Tempat Tinggal. Tabel 9. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan bahan Bakar Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 2016 Tw III 2016 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0.81 0.41 Biaya Tempat Tinggal 0.63 0.10 Bahan Bakar, Penerangan dan Air -0.02 0.13 Perlengkapan Rumah Tangga 0.21 0.19 Penyelenggaraan Rumah Tangga 0.00-0.01 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Penurunan harga bahan baku tersebut tercermin dari andil subkelompok tersebut yaitu sebesar 0,10% (yoy) dibandingkan triwulan lalu sebesar 0,63% (yoy). Pada triwulan berjalan diperkirakan tekanan inflasi pada kelompok ini akan meningkat, seiring dengan rencana kenaikan harga tarif dasar listrik oleh pemerintah pusat. Tabel 10. Inflasi Kelompok Kesehatan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 2016 Tw III 2016 Kesehatan 0.06 0.11 Jasa Kesehatan 0.03 0.02 Obat-obatan 0.01 0.01 Jasa Perawatan Jasmani 0.00 0.02 Perawatan Jasmani dan Kosmetika 0.02 0.04 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi pada kelompok kesehatan meningkat pada level moderat menjadi 0,11% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 0,06% (yoy). Peningkatan inflasi tersebut utamanya disumbang dari biaya komoditas Tarif Gunting Rambut sebesar 0,02% (yoy). Hal ini disebabkan karena pada triwulan laporan diketahui bahwa banyak bermunculan kedai potong rambut modern di Kota Mamuju. Hal ini diprediksi menjadi sebab berubahnya harga cukur rambut tradisional menjadi tarif cukur rambut modern. Untuk triwulan IV 2016 diperkirakan bahwa Kelompok Kesehatan masih akan mengalami inflasi, mengingat dalam menghadapi hari raya Natal dan Tahun Baru, masyarakat akan banyak membutuhkan komoditas yang tergabung di dalam kelompok ini seperti Perawatan Jasmani Dan Kosmetika serta Jasa Perawatan Jasmani. Tekanan inflasi pada Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga sedikit menurun, menjadi 0,10% dibandingkan 0,11% pada triwulan lalu. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh rendahnya sumbangan inflasi pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan, yang tercatat sebesar -0,01% (yoy). Rendahnya andil inflasi pada subkelompok ini dipengaruhi oleh berakhirnya efek tahun ajaran baru. Satu-satunya kelompok yang tercatat mengalami deflasi pada triwulan laporan adalah Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang tercatat sebesar 0,47% (yoy). Pelemahan inflasi pada Kelompok ini disebabkan oleh subkelompok transportasi yang tercatat memberikan andil sebesar -0,50% (yoy) atau melemah lebih jauh dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar - 0,25% (yoy). pelemahan menunjukkan beberapa hal yaitu, (i) efek penurunan BBM oleh pemerintah pusat yang dilakukan pada triwulan I 2016 dan (ii) permintaan kebutuhan transportasi udara masyarakat pada perayaan hari raya Idul Qurban tidak sebesar permintaan yang terjadi pada hari raya Idul Fitri. Pada triwulan berjalan diperkirakan tekanan inflasi pada kelompok ini akan menguat, terkait dengan adanya kemungkinan pemerintah pusat menaikkan harga BBM pada akhir tahun dan adanya kenaikan permintaan masyarakat pada hari raya Natal dan Tahun Baru terhadap komoditas transportasi udara.

Tabel 11. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 2016 Tw III 2016 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0.11 0.10 Pendidikan 0.08 0.10 Kursus-Kursus / Pelatihan 0.01 0.00 Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0.01-0.01 Rekreasi 0.01 0.01 Olahraga 0.01 0.00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 12. Inflasi Kelompok Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 2016 Tw III 2016 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -0.24-0.47 Transpor -0.25-0.50 Komunikasi dan Pengiriman -0.03-0.01 Sarana dan Penunjang Transpor 0.04 0.04 Jasa Keuangan 0.00 0.00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 3.6 Disagregasi Inflasi Tekanan inflasi disumbang oleh seluruh komponen baik Volatile Food (VF), Core dan Administered Prices (AP). Secara triwulanan, realisasi inflasi (tahunan) pada triwulan III 2016 lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yaitu sebesar 3,43% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 4,30% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh sumbangan komponen VF sebesar 1,01% (yoy). Namun demikian, kuatnya tekanan inflasi pada komponen AP dan core meyebabkan pelemahan inflasi tertahan lebih jauh lagi. Hal tersebut tercermin dari adanya peningkatan andil kelompok AP sebesar 0,04% (yoy) atau meningkat dari -0,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya dan komponen core yang andilnya meningkat sedikit menjadi 2,38% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 2,35% (yoy). Shock atau tekanan inflasi dapat pada triwulan laporan dapat tergambarkan secara jelas melalui tracking inflasi bulanan. Pada bulan Juli tingkat inflasi adalah sebesar 0,64% (mtm), lalu kemudian kembali melemah pada bulan Agustus sebesar -0,79% (mtm) dan akhirnya kembali menguat menjadi 0,32% (mtm) akibat didorong oleh tingginya kebutuhan masyarakat untuk merayakan hari raya Idul Qurban dan ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga rokok. Hal tersebut dapat terlihat pada andil Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau dan Kelompok Bahan Makanan, dimana kedua kelompok tersebut merupakan kelompok yang tergabung di dalam Komponen VF yang tercatat memiliki andil sebesar -0,03% (mtm) dan Komponen AP yang tercatat sebesar 0,18% (mtm). Meski tercatat memberikan andil yang cukup besar, diketahui bahwa jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya andil pada ke dua komponen tersebut mengalami pelemahan. Hal ini menunjukkan bahwa pada triwulan laporan kecukupan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat mengalami peningkatan dan efek perayaan hari raya Idul Qurban masih belum sekuat efek perayaan hari raya Idul Fitri. Secara tahunan (yoy) realisasi inflasi pada akhir triwulan III 2016 untuk masing-masing komponen adalah sebesar 5,06% (yoy) untuk VF, 3,68% untuk komponen Core dan 0,27% untuk komponen AP. 3.6.1 Volatile Food Panen raya yang terjadi pada triwulan laporan membantu pencapaian deflasi pada bulan laporan. Secara bulanan inflasi pada komponen VF mengalami deflasi yaitu sebesar 0,13% (mtm) atau

melemah dibandingkan denga triwulan lalu yang tercatat mengalami inflasi sebesar 2,61% (mtm). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya hasil produksi beras akibat panen raya yang terjadi pada akhir triwulan III 2016. Jika dilihat secara tahunan, komponen ini mengalami tingkat pelemahan inflasi yang paling tinggi, yaitu sebesar 5,06% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,30% (yoy). Penurunan tekanan inflasi tersebut secara tahunan diakibatkan oleh meningkatnya hasil produksi kan-ikanan, seperti ikan Cakalang yang tercatat memiliki andil sebesar -0,76% (yoy), dan hortikultura seperti komoditas cabai rawit dengan andil sebesar -0,06% (yoy), cabai merah dengan andil sebesar -0,06% (yoy), tomat sayur dengan andil sebesar -0,03% (yoy) dan tomat buah sebesar -0,03% (yoy). Secara bulanan, pelemahan inflasi VF mencapai puncaknya pada bulan Agustus sebesar -3,46% (mtm), yang disebabkan oleh melimpahnya hasil produksi ikan seperti Cakalang dengan andil sebesar -0,52% dan Layang dengan andil sebesar -0,14%. Selain komoditas ikan-ikanan, komoditas hortikultura juga tercatat menjadi penyebab dalamnya deflasi pada bulan tersebut, seperti tomat sayur sebesar -0,05%, wortel sebesar -0,02% dan kol putih sebesar -0,01%. Inflasi beras, hortikulura dan ikan berpotensi meningkat pada triwulan berjalan, namun terjaga pada level moderat. Hal ini disebabkan karena telah selesainya musim migrasi ikan melewati perairan Sulawesi Barat dan berakhirnya musim panen raya. Namun demikian, berdasarkan rencana pengoperasian cold storage di Polewali Mandar, kesulitan penangkapan ikan akibat berakhirnya musim migrasi akan dapat diatasi mengingat bahwa pada akhir tahun penunjukan pengelola cold storage diperkirakan sudah selesai. Berakhirnya musim panen raya baik untuk beras maupun untuk komoditas hortikultura diprediksi juga akan terjadi. Grafik 38. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi Grafik 39. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Memperhatikan informasi di atas, maka komponen VF diprediksi masih akan menjadi komponen yang pencapaian inflasinya paling tinggi di antara komponen lainnya, yaitu sebesar 6,60% (yoy) 7,00% (yoy). Namun demikian pencapaian tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian inflasi VF tahun kemarin yang mencapai angka sebesar 12,19% (yoy). Pada tahun 2017 diproyeksikan inflasi VF secara tahunan akan kembali menguat dalam level yang moderat yaitu dalam rentang 7,2% (yoy) - 7,5% (yoy). Hal ini disebabkan karena musim migrasi ikan yang kemungkinan tidak akan sepanjang tahun 2016.

3.6.2 Administered Price Secara bulanan tradisi mudik pada saat hari raya Idul Qurban menjadi salah satu penyebab tekanan inflasi pada triwulan laporan. Hal tersebut menyebabkan inflasi pada komponen ini mengalami inflasi yang paling tinggi pada triwulan laporan yaitu sebesar 1,20% (mtm). Komoditas yang berperan terhadap pencapaian hal tersebut yaitu transportasi udara dengan andil sebesar 0,05% (mtm). Adanya isu yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat terkait dengan rencana peningkatan harga rokok juga berdampak cukup besar terhadap pencapaian inflasi komponen ini. Tercatat bahwa komoditas rokok kretek filter memberikan andil sebesar 0,05% (mtm) sedangkan rokok putih memberikan andil sebesar 0,03% (mtm). Meski demikian secara umum hasil capaian inflasi komponen ini pada triwulan laporan mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,28% (mtm). Jika dilihat secara tahunan, terjadi peningkatan yang cukup jauh dibandingkan dengan triwulan lalu. Pada triwulan laporan tercatat pencapaian tahunan adalah sebesar 0,27% (yoy) atau meningkat dari -0,76% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan tekanan inflasi tersebut sangat dipengaruhi oleh isu kenaikan harga rokok, yang menyebabkan andil inflasi yang diberikan oleh rokok kretek filter menjadi 0,35% (yoy), disusul oleh rokok putih sebesar 0,14% (yoy) dan terakhir adalah rokok kretek dengan andil sebesar 0,05% (yoy). Perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru serta adanya kemungkian kenaikan TDL dan BBM berpotensi menyebabkan tekanan inflasi pada triwulan berjalan. Keseluruhan hal tersebut diprediksi menjadi penyebab peningkatan inflasi komponen ini, terlebih apabila dikaitkan dengan peningkatan penggunaan daya listrik oleh rumah tangga dalam rangka mempersiapkan atribut kampanye bagi kampanye pemilihan Gubernur. Memperhatikan informasi di atas, maka pencapaian inflasi komponen AP diprediksi akan sedikit menguat dalam level yang moderat, yaitu sebesar 2,90% (yoy) 3,10% (yoy). Proyeksi pencapaian tersebut diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar -2,50% (yoy). Pada tahun 2017 diproyeksikan inflasi AP secara tahunan akan kembali menguat dalam level yang moderat yaitu dalam rentang 3,30% (yoy) 3,50% (yoy). Hal ini disebabkan karena efek kenaikan harga BBM dan TDL oleh Pemerintah Pusat dampaknya akan sampai dengan akhir tahun 2017. 3.6.3 Core Inflation Pencapaian inflasi Core melemah. Pada grafik 39 terlihat bahwa tekanan inflasi dari komponen core memiliki pergerakan yang paling perlahan dibandingkan komponen lainnya. Pada akhir triwulan III 2016, inflasi di bulan September sebesar 0,26% (mtm) atau 3,68% (yoy) lebih tinggi dibandingkan 3,65% (yoy) pada triwulan II 2016. Secara bulanan, pelemahan tekanan inflasi tersebut disumbang oleh penurunan harga pelengkap minuman seperti gula pasir dengan andil sebesar -0,04% (mtm), disusul oleh pelemahan harga mobil dengan andil sebesar -0,01% (mtm). Adanya pelemahan harga mobil ini sesuai dengan hasil survei konsumen KPw BI Prov. Sulawesi Barat, dimana tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan laporan sedikit menurun. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa sebagian besar masyarakat melakukan penghematan pembelian untuk barangbarang berdaya tahan lama seperti mobil dan berdampak pada adanya pelemahan permintaan

terhadap penjualan mobil sehingga mengakibatkan turunnya andil inflasi komoditas barang tersebut. Tekanan inflasi komponen Core diperkirakan meningkat pada triwulan berjalan. Ekspektasi ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan komoditas sandang yang akan dibutuhkan untuk menyemarakkan atribut kampanye pemilihan kepala daerah. Selain itu, adanya kebutuhan masyarakan untuk melakukan pembelian baju baru untuk menghadapi hari raya Natal dan Tahun baru juga diprediksi akan berpengaruh terhadap peningkatan pencapaian inflasi pada triwulan berjalan. Dari kelompok ikan segar, berakhirnya musim migrasi ikan juga diprediksi akan berdampak pada kelompok ikan-ikanan yang tergabung di dalam kompnen Core inflasi, seperti ikan tuna.

BOKS 2 2. Pelemahan Domestic Demand di Sulawesi Barat Pola konsumsi Sulawesi Barat sebenarnya cenderung sama sejak 2013, dimana konsumsi meningkat di saat bulan puasa dan akhir tahun. Selain pola konsumsi, inflasi tinggi di akhir tahun 2014 dan 2015 lebih disebabkan pasokan ikan yang terbatas di saat kebutuhan akan komoditas ini sedang tinggi-tingginya. Penurunan tingkat permintaan masyarakat (domestic demand) Sulawesi Barat terlihat sejak pertengahan 2015 dimana kecenderungan inflasi tahunan yang terus menurun. Kondisi ini diperparah dengan turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 2 (dua) kali di awal 2016 yaitu bulan Januari 2016 (dari Rp7.300 menjadi Rp7.050, atau turun 3,4%) dan April 2016 (dari Rp7.050 menjadi Rp6.450 atau turun 8,5%). Sejak penurunan BBM tersebut, tren inflasi Sulawesi Barat terus melandai. Hingga Oktober 2016, inflasi tahun kalender hanya mencapai 0,78% (ytd). Dengan tersisa dua bulan di 2016, diperkirakan inflasi ini menjadi yang terendah bagi Sulawesi Barat. Jika dua bulan terakhir itu masing-masing terjadi inflasi tinggi sekitar 1%, maka inflasi Sulawesi Barat 2016 mencapai 2,78% (yoy). Jelas angka tersebut berada di bawah target 4±1% dimana inflasi terendah berada di angka 3%. Kondisi inflasi yang sangat rendah mengindikasikan adanya aktivitas perekonomian yang lemah yang dapat bersumber dari konsumsi masyarakatnya. Grafik 40. Inflasi Bulanan Sulawesi Barat Grafik 41. Inflasi Tahunan Sulawesi Barat Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Indikasi selanjutnya bersumber dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang terdiri dari tabungan, deposito, dan giro, perseorangan di Sulawesi Barat dimana pertumbuhan DPK selama 2016 cukup tinggi dengan selalu di atas 10% (yoy). Penurunan hanya terjadi pada saat periode tertentu seperti hari raya keagamaan, selebihnya masyarakat cenderung menahan dananya di bank. Berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia, masyarakat merasakan kondisi saat ini penghasilan mereka tidak seperti periode sebelumnya (6 bulan sebelumnya) dimana penghasilan cenderung turun. Hal tersebut membuat mereka berjaga-jaga dengan menyimpan uang di bank terhadap kondisi ke depan.

Grafik 42. Pertumbuhan DPK Perseorangan Grafik 43. Kondisi Ekonomi Saat ini dibandingkan 6 bulan lalu Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Perlambatan ekonomi akibat pelemahan konsumsi diantisipasi Bank Indonesia dengan menurunkan suku bunga kebijakan hingga pada periode November BI 7-Day (Reverse) Repo Rate berada pada angka 4,75%. Penurunan suku bunga yang bersifat nasional ini, berdampak positif terhadap perkembangan kredit di Sulawesi Barat. Sejak bulan Mei 2016, kredit konsumsi terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Tentunya masih banyak yang dapat dilakukan untuk meningkatkan gairah perekonomian masyarakat yang harus disertai koordinasi instansi di daerah. Pemerintah dapat melaksanakan event-event khusus di periode-periode selain hari besar keagamaan seperti pariwisata, UMKM, ataupun pendidikan. Selain untuk mendorong aktivitas perekonomian masyarakat, event tersebut dapat menjadi ajang penarik bagi investor maupun wisatawan. Namun, penyelenggaraan event harus diiringi pencarian potensi pendapatan daerah agar pembangunan dapat terus berkelanjutan. Grafik 44. Perkembangan Kredit Konsumsi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

1.

4.1 Perkembangan Stabilitas Keuangan Kondisi stabilitas sistem keuangan di Provinsi Sulawesi Barat masih stabil. Terutama dari ketahanan sektor rumah tangga. Konsumsi masyarakat cukup tinggi dengan perilaku untuk berhutang yang masih terjaga. Secara total, risiko kredit di Sulawesi Barat masih stabil dengan rasio Non Performing Loan (NPL) pada triwulan III 2016 sebesar 2,08%, relatif stabil dibandingkan 2,06% pada triwulan II 2016. Seiring dengan stabilitas risiko tersebut, kinerja perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasi pun meningkat. Rasio LDR perbankan Sulawesi Barat menurut lokasi proyek meningkat dari 156,74% di triwulan II 2016 menjadi 174,32% pada triwulan laporan. Peningkatan LDR tersebut terlihat semakin besar jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, sebesar 145,68%. 4.1.1 Kondisi Sektor Rumah Tangga 4.1.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat. Sektor rumah tangga memiliki peranan penting dalam perekonomian dan sistem keuangan. Dalam perekonomian Sulawesi Barat, rumah tangga memiliki porsi yang terbesar, lebih dari 70% merupakan konsumsi rumah tangga. Dalam institusi keuangan pun peran rumah tangga cukup besar, terindikasi dari besarnya pangsa tabungan dalam bank umum di Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 sebesar 61,46%. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi keuangan rumah tangga, yaitu tingkat pendapatan, tingkat penciptaan lapangan kerja, pengangguran dan kondisi pembiayaan/ kredit oleh rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dalam perekonomian (PDRB) di triwulan III 2016 tumbuh melambat, dengan perubahan angka pertumbuhan dari 7,14% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 3,36% (yoy) pada triwulan III 2016. Seiring dengan perlambatan tersebut, pangsa konsumsi rumah tangga dalam perekonomian pun turun dari sekitar 74,60% menjadi 71,30%. Grafik 45. Konsumsi Rumah Tangga Grafik 46. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Melambatnya pertumbuhan konsumsi sejalan dengan hasil Survei Konsumen periode September 2016, dimana Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 127,0, turun 19,8 poin dibandingkan IKK Juni 2016 sebesar 146,8. Meskipun secara bulanan dalam triwulan III 2016 terdapat peningkatan IKK di bulan Agustus dari 142,7 menjadi 143,0. Di samping itu, konsumen pun mengutarakan penurunan konsumsinya pada saat ini lebih rendah dibandingkan triwulan lalu,

dengan perubahan indeks dari 190,0 menjadi 154,0 sehingga angka nett balance 4 -nya pun turun dari 90,0 menjadi 54,0. Sementara pada IKK, pelemahan konsumsi pada saat ini dibandingkan dengan triwulan lalu selain dipengaruhi oleh faktor seasonal seperti Ramadhan dan Idul Fitri, konsumen beranggapan bahwa kondisi ekonomi pada saat ini masih relatif lesu namun akan mulai mengalami perbaikan kinerja pada 6 bulan kedepan. Kedua komponen pembentuk IKK mengalami penurunan. Seiring dengan berlalunya Ramadhan dan Idul Fitri, konsumen pun meyakini bawa terjadi penurunan pendapatan dan kembali normalnya konsumsi (terutama barang tahan lama), sehingga Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE), turun dari 144,7 (triwulan II 2016) menjadi 128,0. Namun demikian, persepsi tersebut tidak lepas dari pengaruh melemahnya kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat secara umum. Melemahnya optimisme konsumen terlihat dari penurunan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari 149,0 (triwulan II 2016) menjadi 126,0 (triwulan III 2016), meskipun masih berada pada level optimis. Konsumen menengarai bahwa kebijakan pengetatan anggaran oleh pemerintah pusat akan mempengaruhi kemampuan dan kebijakan pemerintah provinsi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap harapan kenaikan pendapatan pada masyarakat. Di samping masih terdapat belum pastinya siapa pemimpin daerah Sulawesi Barat nantinya, sehingga menurunkan optimisme konsumen dalam melakukan kegiatan usaha. Grafik 47. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju Grafik 48. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Hasil Survei Konsumen di wilayah Mamuju mengungkapkan bahwa optimisme rumah tangga terhadap penghasilannya pada saat ini dan 6 bulan ke depan relatif sama. Tiadanya faktor yang menjadi pendorong peningkatan permintaan mempengaruhi optimisme rumah tangga terhadap kestabilan pendapatan. Kondisi tersebut diindikasikan dengan indeks penghasilan pada saat ini (dalam IKE) sebesar 109,0 dan indeks ekspektasi penghasilan pada 6 bulan mendatang (dalam IKE) sebesar 108,0. Sementara itu konsumen melihat bahwa beleid kebijakan anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, mempengaruhi kemampuan pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Terlebih kondisi ekonomi cenderung melambat dan rumah tangga mengekspektasikan belum ada perkembangan berarti ke depannya. 4 Selisih antara orang yang menjawab meningkat dan menurun, dengan mengabaikan jawaban sama/tetap

Sejalan dengan hal tersebut, indeks ketersediaan lapangan kerja pada saat ini dan 6 bulan kedepan belum mengalami prospek yang berarti. Namun demikian penurunan optimisme tersebut berada pada level yang cukup tinggi, sebagaimana terlihat pada perubahan indeks dari 163,0 (pada IKE) menjadi 155,0 (pada IEK). Selain sektor formal, rumah tangga memperkirakan hal serupa terjadi pada sektor informal, dimana optimisme rumah tanggal terhadap indeks kegiatan usaha pada 6 bulan ke depan cenderung mengalami penurunan, yakni dari 152,0 pada triwulan II 2016 menjadi 115,0 pada triwulan III 2016. Meskipun kondisi perekonomian diperkirakan belum sepenuhnya pulih, namun rumah tangga memperkirakan kerentanan harga pada triwulan IV 2016 akan meningkat, seiring dengan adanya moment pergantian tahun, intensitas kampanye dan kondisi cuaca yang ekstrim. Berbagai event tersebut mempengaruhi ekspektasi rumah tangga terhadap tekanan harga, diindikasikan dengan indeks sebesar 169,0, meningkat signifikan dibandingkaan ekspektasi untuk triwulan III 2016 sebesar 17,0. Grafik 49. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang Grafik 50. Penggunaan Penghasilan Konsumen Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah 4.1.1.2 Kinerja Keuangan Rumah Tangga Konsumsi cenderung meningkat. Meskipun kondisi perekonomian masih cenderung melambat dan permintaan konsumen cenderung melemah, namun hasil SK menginformasikan bahwa rumah tangga semakin cenderung menggunakan penghasilannya untuk meningkatkan konsumsi. Pada triwulan III 2016, pangsa konsumsi didalam pengeluaran rumah tangga sebesar 66,18%, meningkat dibandingkan 64,25% pada triwulan II 2016. Meskipun telah melewati Lebaran, namun banyaknya event, seperti pameran dan bazaar di Sulawesi Barat, sehingga masyarakat memanfaatkan moment tersebut untuk berbelanja. Efek dari peningkatan konsumsi tersebut, rumah tangga mengurangi keinginan berhutangnya, diindikasikan dari penurunan pangsa penghasilan untuk membayar cicilan, dari 20,80% menjadi 19,12%. Sementara itu, hal positif adalah rumah tangga tetap berupaya untuk menjaga kestabilan tabungannya, sehingga pangsa tabungan hanya sedikit menurun, dari 14,95% menjadi 14,70%. Relatif kecilnya porsi pendapatan untuk tabungan mengindikasikan kerentanan rumah tangga di sektor keuangan, dan hal ini menjadi salah satu kendala bagi perbankan dalam mendorong

percepatan kinerja usahanya. Seiring dengan hal tersebut, jumlah rumah tangga yang memiliki rasio kredit terhadap pendapatan (debt service to ratio/dsr) cenderung menurun, jika pada triwulan II 2016 sebesar 20,80% maka pada triwulan III 2016 sedikit melandai menjadi 19,12%. 4.1.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan Sektor rumah tangga mendominasi pangsa dana pihak ketiga (DPK) di Sulawesi Barat. Jumlah simpanan perseorangan di perbankan Sulawesi Barat pada triwulan III 2016 sebesar Rp2,81triliun atau sebesar 70,14% dari total dana pihak ketiga. Pangsa tersebut naik dibandingkan 65,96% pada triwulan II 2016. Meskipun dominan, namun pertumbuhan dana perseorangan tersebut melemah dari 19,92% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 9,86% (yoy) pada triwulan laporan. Berdasarkan jenisnya, kecenderungan masyarakat untuk menempatkan dananya pada produk tabungan cenderung meningkat, dengan pangsa 83,65%, sedikit lebih tinggi dibandingkan 82,19% pada triwulan II 2016. Preferensi ini antara lain didorong oleh peningkatan layanan perbankan kepada nasabahnya, dan berbagai fasilitas penggunaan tabungan. Sementara itu, indikasi mengenai minimnya pengetahuan berbisnis dan investasi ditengarai menjadi salah satu penyebab keengganan depositor perseorangan untuk menempatkan dananya dalam bentuk giro dan deposito, meskipun perbankan telah memberikan suku bunga yang cukup tinggi untuk simpanan deposito, yaitu sekitar 7,4%. Grafik 51. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat Grafik 52. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Pertumbuhan DPK perseorangan lebih baik dibandingkan DPK bukan perseorangan. Di tengah kondisi yang kurang kondusif dan melemahnya daya beli masyarakat, DPK perseorangan masih mampu mencatatkan pertumbuhan positif secara tahunan, sebesasr 9,86% (yoy). Sebaliknya DPK non perseorangan setelahj mencatat pertumbuhan pesat di triwulan lalu sebesar 35,88% (yoy), pada triwulan III 2016 menurun drastis menjadi -8,85% (yoy). Pertumbuhan DPK perseorangan tersebut mempu mendukung pertumbuhan DPK secara total yang tumbuh sebesar 3,52% (yoy). Sementara itu berdasarkan jenis simpanan, pertumbuhan tertinggi terdapat pada deposito sebesar 19,37%, hal ini antara lain dipengaruhi oleh perkembangan tingkat suku bunga deposito yang cenderung meningkat dibandingkan triwulan lalu dari sekitar 6,4% menjadi 7,4%. Berikutnya pertumbuhan tabungan sebesar 16,96% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada tiwulan II 2016 sebesar 26,31% (yoy). Kondisi yang cukup meresahkan terjadi pada simpanan giro perseoranga, dimana koreksi pertumbuhannya di triwulan laporan semakin dalam dibandingkan

periode sebelumnya, dari -19,87% (yoy) menjadi -47,22% (yoy). Pangsanya pun didalam DPK perseorangan hanya sekitar 5,49%. Grafik 53. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat Grafik 54. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah 4.1.3 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Pertumbuhan kredit RT melambat Secara total, kredit rumah tangga pada triwulan III 2016 tumbuh 10,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan 18,03% pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut didorong pertumbuhan kredit multiguna (KMG) dan kredit pemilikan rumah (KPR), yang masing-masing mencatat pertumbuhan sebesar 29,40% dan 8,58%. Sementara, kredit untuk pembelian kendaraan bermotor (KKB) masih mengalami kontraksi 73,98% (yoy). Pangsa ketiga macam kredit tersebut di dalam kredit rumah tangga sangat besar, yaitu 97,64%. Kontraksi pada KKB disinyalir dipengaruhi oleh pertumbuhan industri kelapa sawit yang belum sepenuhnya pulih. Sebagai informasi, konsumen KKB banyak yang berkecimpung di industri kelapa sawit. Grafik 55. Perkembangan Kredit Rumah Tangga Grafik 56. Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Risiko kredit rumah tangga tergolong rendah. NPL kredit rumah tangga pada triwulan III 2016 berada pada level 1,0%, relatif sama dengan triwulan lalu sebesar 1,1%. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, rasio NPL kredit rumah tangga cenderung menurun. Pada tahun 2015, NPL kredit rumah tangga sebesar 1,4%. Berdasarkan jenisnya, NPL terbesar terdapat pada pembiayaan kredit untuk ruko dan KPA, sementara NPL untuk KPR relatif masih terjaga, sebesar

2,4%, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu 2,2%. NPL untuk KMG dan KKB pun terbilang rendah, di bawah 1%. 4.2 Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi Pertumbuhan kredit korporasi terkoreksi 2,85% (yoy). Secara umum, terdapat empat sektor yang mendominasi penyaluran kredit di Sulawesi Barat, terbesar pada sektor perdagangan, yang di triwulan III 2016 nilainya sebesar Rp1,87 triliun atau 68,33%. Meskipun menjadi primadona, tetapi penyaluran kredit di sektor perdagangan cenderung melemah pertumbuhannya, di periode laporan sebesar 10,12% (yoy) lebih rendah dibandingkan 14,04% (yoy) pada triwulan lalu. Kondisi serupa terjadi pada sektor pertanian, konstruksi, dan jasa sosial masyarakat, bahkan pertumbuhan kredit di sektor pertanian mengalami kontraksi -37,04% (yoy). Pertumbuhan kredit di pertanian sangat dipengaruhi oleh penurunan kinerja industri kelapa sawit sehingga menurunkan aktivitas usaha di sektor pertanian. Sementara kredit konstruksi sedikit terkendala dengan kebijakan anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hal serupa terjadi pula pada kredit di sektor jasa sosial masyarakat, meskipun tertinggi (23,13%, yoy) namun lebih rendah dibandingkan 29,89% (yoy) pada triwulan lalu. Berbagai kendala tersebut menyebabkan pertumbuhan kredit korporasi di triwulan III 2016 mengalami koreksi sebesar 2,85% (yoy), sementara pada triwulan lalu pertumbuhannya masih 1,32% (yoy). Tingkat risiko kredit korporasi meningkat. Berbeda halnya dengan NPL kredit perseorangan, NPL kredit k orporasi justru menunjukkan peningkatan, pada triwulan laporan sebesar 4,17% lebih tinggi dibandingkan 3,82% pada triwulan II 2016. Kondisi ini mencerminkan kerentanan pada sektor korporasi yang cenderung meningkat, dimana pada tahun lalu NPL sektor korporasi berada di bawah 4%. Peningkatan NPL tersebut dipengaruhi oleh kecenderungan meningkatnya NPL pada sektor pertanian dan sektor perdagangan, dimana kedua sektor tersebut mendominasi penyaluran kredit di Sulawesi Barat. Grafik 57. Perkembangan Kredit Korporasi Grafik 58. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Kinerja kredit diperkirakan membaik pada periode mendatang 5. Kontak liaison di bidang perbankan mengungkapkan hal tersebut, diindikasikan dengan penyaluran kredit yang diperkirakan tumbuh cukup pesat pada triwulan IV 2016. Membaiknya kinerja kredit tak lepas dari 5 Liaison kepada pelaku usaha di bidang perbankan.

kuatnya kenaikan permintaan seiring dengan semakin banyaknya institusi pemerintahan dan non pemerintah yang beroperasi. Hal ini mendorong meningkatnya kebutuhan terhadap barang seharihari, terutama makanan dan tempat tinggal. Kondisi ini memicu tingginya permintaan untuk pembangunan rumah kos dan pengembangan usaha perdagangan. Secara umum perbankan memperkirakan bahwa target penyaluran kredit di tahun 2016 dapat tercapai. 4.3 Perkembangan Institusi Perbankan Akselerasi perbankan tertahan dengan melambatnya pertumbuhan DPK dan kredit. Kinerja perbankan pada triwulan III 2016 menunjukkan penurunan kinerja pada variabel keuangannya. Secara tahunan (yoy), asset, DPK dan kredit tumbuh melemah dibandingkan triwulan lalu,masingmasing dari 18,0% menjadi 15,92%, DPK dari 18,70% menjadi 0,27%, demikian pula kredit dari 8,00% menjadi 7,03%. Berbagai faktor mempengaruhi pertumbuhan kinerja perbankan yang cenderung melambat, mulai dari kebijakan pengetatatan anggaran yang diterapkan pemerintah pusat, yang berimbas terhadap perolehan dana di perbankan dan terkendalanya penyaluran kredit yang terkait dengan kegiatan pemerintahan, seperti sektor konstruksi. Kendala dana pun turut membatasi ekspansi kredit yang dapat dilakukan oleh perbankan. Berbagai kendala tersebut turut memperlemah kondisi ekonomi masyarakat, yang sebelumnya telah menunjukkan perlemahan daya beli. Melambatnya pertumbuhan asset dipengaruhi oleh pertumbuhan dana. Seiring dengan penundaan realisasi sebagian APBN kepada provinsi, bank di Sulawesi Barat yang masih mengandalkan penanaman dana dari pemerintah turut terkena imbasnya. DPK yang triwulan lalu mencatat pertumbuhan fantastis sebesar 18,70% (yoy), pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar 0,27% (yoy). Hal ini tentu mempengaruhi aset perbankan yang turut mengalami pelemahan pertumbuhan dibandingkan triwulan lalu. Eksistensi perbankan dalam penyaluran kredit masih terjaga, dimotori oleh kredit konsumsi. Meskipun sumber pendanaan perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup besar, namun penyaluran kredit oleh perbankan di triwulan laporan masih relatif terjaga, hanya sedikit menurun dari 8,00% (yoy) di triwulan lalu menjadi 7,03%. Kebutuhan masyarakat yang meningkat seiring dengan arus migrasi ke Sulawesi Barat yang cukup pesat dalam setahun terakhir mendorong kredit konsumsi tumbuh cukup kuat dan menjadi salah satu pondasi dalam pertumbuhan kredit perbankan. pada periode ini, kredit konsumsi tumbuh sebesar 16,13% (yoy) lebih tinggi dibandingkan 13,46% (yoy) padfa tirwulan lalu. Penurunan suku bunga acuan (BI 7-Day (Reverse) Repo Rate), serta kebijakan BI dalam melonggarkan penyaluran kredit mulai memberikan dampak positif terhadap penyaluran kredit di Sulawesi Barat. Animo masyarakat untuk mengajukan kredit dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya meningkat. Hal ini terlihat pula pada penyaluran kredit di sektor perdagangan yang tumbuh 8,58% (yoy). Dominasi kredit konsumsi di perbankan Sulawesi Barat semakin menunjukkan keperkasaannya dengan pangsa kredit yang semakin dominan, dari 57,81% menjadi 59,57% di triwulan ini. Sementara pangsa kredit modal kerja dan investasi cenderung menurun. Pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja pada periode ini mengalami penurunan, masing-masing sebesar -17,02% dan 2,44%, lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar -12,81% dan 8,32%. Penurunan

pertumbuhan kredit modal kerja antara lain dipengaruhi oleh musim tanam di sektor pertanian yang telah lewat, serta berlalunya Lebaran, sehingga animo untuk bisnis jangka pendek dalam menghadapi momen tersebut turut berkurang. Grafik 59. Perkembangan Aset dan DPK Grafik 60. Perkembangan Penyaluran Kredit Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah 4.4 Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM masih berlanjut. Melambatnya pertumbuhan kredit UMKM yang telah terjadi sejak triwulan lalu, kembali berlanjut pada triwulan III 2016, dimana kredit UMKM tumbuh sebesar 11,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan 15,5% pada triwulan lalu. Meskipun melambat, namun pertumbuhan tersebut cukup baik, karena penyaluran UMKM di sektor yang produktif, seperti industri pengolahan dan konstruksi tumbuh cukup pesat, masingmasing sebesar 23,19% dan 40,08%. Pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit di Sulawesi Barat mencapai 34,66%, pangsanya menurun dibandingkan 36,08% pada triwulan lalu. Penyaluran kredit pada industri pengolahan tersebut cukup menggembirakan dana mengindikasikan mulai berkembangnya perekonomian yang berbasis kepada pengolahan, meskipun mungkin kasih pada level sederhana namun tidak sepenuhnya mengandalkan kepada hasil alam semata. Sementara, risiko kredit UMKM mulai menunjukkan peningkatan secara moderat, pada triwulan III 2016 sebesar 3,98% lebih tinggi dibandingkan 3,72% pada triwulan lalu. Untuk menjaga NPL tersebut berada pada level rendah perbankan secara aktif menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit UMKM. Ke depannya, penyaluran UMKM diperkirakan akan kembali tumbuh. Hal tersebut dikonfirmasi oleh hasil kegiatan liaison di bidang perbankan. Kontak memperkirakan UMKM di sektor perdagangan dan jasa masyarakat akan tumbuh cukup pesat pada triwulan mendatang, terutama dengan maraknya intensitas kampanya dan adanya momen pergantian tahun.

Grafik 61. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 62. Perkembangan Risiko Kredit UMKM Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Bank Indonesia berupaya agar akses keuangan masyarakat meningkat di tengah keterbatasan infrastruktur yang ada. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan pemetaan terhadap potensi Layanan Keuangan Digital (LKD). Hasil penelitian pemetaan potensi daerah Layanan keuangan Digital Provinsi Sulawesi Barat bekerjasama dengan UNHAS adalah sebagai berikut: 1. Jaringan komunikasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan jaringan telkomsel di seluruh kabupaten; 2. Terdapat 3 Kabupaten terpilih sebagai wilayah potensial implementasi LKD berdasarkan perbandingan jumlah kantor cabang dengan penduduk dewasa, yakni: (1) Kab. Mamasa (5,26), (2) Kab. Mamuju Tengah (6,52), dan (3) Kab. Polewali Mandar (9,13). Hal ini mengindikasikan bahwa kantor cabang bank di Kabupaten Mamasa jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan Kabupaten lainnya di Sulawesi Barat, dimana pada setiap 100.000 penduduk dewasa hanya dapat dilayani oleh 5,26 kantor cabang; 3. Terdapat 3 Kabupaten terpilih sebagai wilayah potensial implementasi LKD berdasarkan perbandingan jumlah kantor cabang dengan luas wilayah, yakni: (1) Kab. Mamuju Tengah (1,66), (2) Kab. Mamasa (1,66), dan (3) Kab. Mamuju Utara (4,60). Hal ini mengindikasikan bahwa kantor cabang bank di Kabupaten Mamuju Tengah jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan Kabupaten lainnya di Sulawesi Barat, dimana pada setiap 1000 km2 luas wilayah hanya dapat dilayani oleh 1,66 kantor cabang, hal yang sama juga terjadi pada wilayah Kabupaten Mamasa; 4. Terdapat variasi jumlah agen LKD potensial pada setiap Kabupaten. Adapun 3 (tiga) kabupaten dengan jumlah agen LKD individual tertinggi adalah: (1) Kabupaten Polewali Mandar (118 unit), (2) Kabupaten Mamuju (72 unit), dan (3) Kabupaten Majene (44 unit). Kemudian wilayah yang paling sedikit agen LKD adalah Kabupaten Mamuju Tengah (33 unit); 5. Terdapat 2 dimensi utama, dan 8 indikator yang dijadikan dasar untuk menentukan 3 Kabupaten/wilayah potensi untuk implementasi LKD. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh 3 Kabupaten/wilayah terpilih dan nilai skoringnya, yakni: (1) Kab. Mamuju Tengah (32,17); (2) Kab. Mamasa (42,33); dan (3) Kab. Polewali Mandar (68,62).

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

1. Pertumbuhan Ekonomi

5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai Selama triwulan III 2016, tercatat aliran uang mengalami net outflow sebesar Rp110 miliar. Posisi net outflow pada periode laporan lebih rendah dibandingkan net outflow pada triwulan sebelumnya yang mencapai Rp664 miliar. Sejak bulan Juli hingga September 2016 aliran uang masuk (inflow) sebesar Rp194 miliar sedangkan aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp304 miliar. Inflow terbesar pada triwulan III 2016 terjadi pada bulan Juli 2016 yang mencapai Rp97 miliar. Kondisi tersebut ditengarai besarnya kebutuhan masyarakat pada saat hari raya Idul Fitri yang jatuh pada periode tersebut. Selain itu, kebutuhan dana di Sulawesi Barat meningkat pada triwulan III 2016 seiiring aktivitas masyarakat yang banyak terjadi selama periode ini selain hari raya Lebaran seperti Polewali Mandar International Folk and Art Festival (PIFAF), perayaan hari jadi Provinsi Sulawesi Barat atau pun hari raya Idul Adha. Grafik 63. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat Grafik 64. Pertumbuhan Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Bank Indonesia semakin gencar menjaga kualitas uang yang beredar di Sulawesi Barat. Hal ini tercermin tingginya setoran uang tidak layak edar (UTLE) selama triwulan III 2016. Setoran UTLE pada periode ini paling tidak mencapai Rp30 miliar per bulannya. Selama triwulan laporan, setoran UTLE berjumlah Rp109miliar. Angka tersebut jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya Rp18 miliar. Dengan kata lain, pertumbuhan setoran UTLE pada triwulan III 2016 sebesar 503% dibandingkan triwulan II 2016 (qtq). Pencapaian ini tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia dalam mengurangi uang lusuh di Sulawesi Barat dengan melakukan kegiatan kas keliling. Dalam periode Juli sampai September 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat melaksanakan kas keliling dalam kota Mamuju sebanyak 26 kali dan luar kota Mamuju sebanyak 4 kali yang telah mencakup seluruh kabupaten di Sulawesi Barat (Majene, Polewali Mandar, Mamasa, Mamuju Tengah dan Mamuju Utara).

Grafik 65. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar Sumber: Bank Indonesia, diolah 5.2 Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai Transaksi kiliring mengalami peningkatan sejak menjelang sampai dengan hari raya idul Adha. Pada bulan Agustus 2016 transaksi yang terjadi senilai Rp1,7 miliar atau tumbuh 15,8% (mtm) sedangkan pada bulan September 2016 transaksi terjadi senilai Rp3,2 miliar atau tumbuh 87,2% (mtm). Tendensi transaksi kliring di Sulawesi Barat masih seperti periode sebelumnya dimana hanya terjadi pada periode tertentu saja. Hal tersebut sejalan dengan tingkat konsumsi masyarakat yang mengalami peningkatan pada saat perayaan hari keagamaan. Grafik 66. Perputaran Kliring di Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengupayakan berkembangnya elektronifikasi di Sulawesi Barat. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Barat telah melaksanakan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan pemerintah kabupaten Mamuju Tengah untuk pemberlakuan elektronifikasi untuk pembayaran honorarium tenaga honorer di instansi setempat. Meskipun program elektronifikasi tersebut telah berjalan sejak 2013, koordinasi antar instansi ini diharapkan mampu meningkatkan intensitas transaksi dan keragaman instrumen pembayaran di Mamuju Tengah. Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Barat telah berinisiasi untuk kegiatan yang sama pada pemerintah Kabupaten Mamasa dan Mamuju Utara. Bank Indonesia mengusahakan agar elektronifikasi di Sulawesi Barat paling tidak menjangkau ke seluruh pemerintahan yang ada di Sulawesi Barat hingga tingkat

kabupaten. Dengan begitu, pemerintah sebagai pengatur tata kelola di suatu daerah dapat menjadi bagian terdepan untuk menyebarluarkan elektronifikasi di Sulawesi Barat. Upaya elektronifikasi di Sulawesi Barat terkendala infrastruktur pendukung seperti jaringan internet dan seluler yang masih terbatas. Program Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia yaitu proyek Sulawesi-Maluku-Papua Cable System (SMPCS) yang menjangkau jaringan internet di Indonesia timur diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang ada.

2. Pertumbuhan Ekonomi

6.1 Ketenagakerjaan Jumlah tenaga kerja Sulawesi Barat meningkat pada periode Agustus 2016. Jumlah penduduk yang berada pada usia kerja atau usia di atas 15 tahun pada Agustus 2016 mencapai 897.964 jiwa atau meningkat 2,3% dibandingkan Agustus 2015. Pertumbuhan penduduk dalam usia produktif tersebut mengindikasikan prospek ketenagakerjaaan di Sulawesi Barat. Jumlah penduduk produktif ini meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tersedia di Sulawesi Barat. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2016 mengalami peningkatan 4.8% (yoy) menjadi 645.971 orang, dan 71,90% diantaranya merupakan tenaga kerja atau sebanyak 624.182 orang. Peningkatan jumlah tenaga kerja ini disebabkan banyaknya pendatang ke Sulawesi Barat untuk mencari penghasilan. Prospek Sulawesi Barat yang masih baru sebagai provinsi memunculkan harapan banyak lapangan pekerjaan baik itu bersumber dari pemerintahan, pihak swasta, maupun kesempatan berwirausaha. Tabel 13. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (jiwa) Keterangan 2013 2014 2015 2016 Feb Feb Feb Feb Penduduk Usia Kerja (15+) 835,797 856,255 877,444 897,964 Angkatan Kerja 558,574 608,446 616,549 645,971 Bekerja 545,438 595,797 595,905 624,182 Pengangguran 13,136 12,649 20,644 21,489 Bukan Angkatan Kerja 277,223 247,809 260,865 252,293 Tingkat Partisipasi Kerja/TPAK (%) 66.83 71.06 70.27 71.90 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2.35 2.08 3.35 3.33 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tingkat pengangguran Sulawesi Barat stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat pengangguran di Sulawesi Barat masih terjaga dalam level yang rendah meskipun saat ini sedang terjadi perlambatan ekonomi. Kontraksi yang terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan tidak sampai menimbulkan pemutusan hubungan tenaga kerja dengan perusahaan. Malah sebagian penduduk mendirikan usaha sendiri meskipun dalam skala mikro dan kecil namun dapat menyerap tenaga kerja yang ada di sekitarnya. Jumlah penduduk yang bekerja pada periode Agustus 2016 meningkat sebanyak 4,7% (yoy) menjadi 624.182 jiwa. Pada saat bersamaan, jumlah pengangguran masih stabil di angka 3,3% dengan jumlah 21.289 jiwa. Tren yang berubah adalah dimana jumlah pekerja tidak dibayar mengalami penurunan. Padahal dari periode ke periode angka ini terus mengalami peningkatan. Semakin terbukanya perekonomian Sulawesi Barat membuat masyarakat berupaya meningkatkan kesejahteraan dan tidak lagi bekerja tanpa mendapat upah. Seiiring menurunnya pangsa ekonomi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, tenaga kerja pada lapangan usaha tersebut juga mengalami penurunan. Pada periode Agustus 2016, tercatat 310.605 penduduk atau 49.8% dari total penduduk bekerja di Sulawesi Barat, bekerja pada lapangan usaha pertaninan, kehutanan, dan perikanan. Penurunan penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha ini cukup tajam karena pada periode yang sama tahun sebelumnya pangsa tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mencapai 58,5%. Lapangan usaha lain yang banyak diminati angkatan kerja yaitu lapangan usaha

perdagangan yang menyerap 82.761 penduduk dan lapangan usaha jasa kemasyarakatan yang menyerap 92.170 penduduk. Penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha perdagangan dan jasa kemasyarakatan semakin meningkat seiiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan konsumsi masyarakat. Kondisi ini mendorong penciptaan nilai tambah yang lebih baik dibandingkan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, sehingga membuat calon tenaga kerja yang akan memasuki dunia kerja cenderung memilih bekerja di lainnya. Grafik 67. Pangsa Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pekerja di sektor informal terus menurun. Dengan jumlah tenaga kerja mencapai 70,2% dari total penduduk yang bekerja atau menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 73,7%. Sisanya 29,9% atau sebanyak 186.318 bekerja di sektor formal seperti industri, perdagangan maupun jasa. Sejalan dengan perkembangan perekonomian Sulawesi Barat, peningkatan pekerja di bidang formal selain pertanian seperti perdagangan dan jasa, jumlah pekerja di sektor formal meningkat dari 156.848 di Agustus tahun 2015 menjadi 186.318 di Agustus 2016. Tabel 14. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Status Pekerjaan Utama 2013 2014 2015 2016 Agt Agt Agt Agt Berusaha Sendiri 106,510 95,694 114,787 128,355 Berusaha dibantu buruh tidak tetap 140,965 148,518 138,544 151,650 Berusaha dibantu buruh tetap 9,498 11,989 17,120 18,098 Buruh/Karyawan 135,863 147,814 139,728 168,236 Pekerja Bebas 27,408 39,290 36,728 40,577 Pekerja Tak Dibayar 125,194 152,492 148,998 117,266 Jumlah Tenaga Kerja 545,438 595,797 595,905 624,182 Sektor Formal 26.7% 26.8% 26.3% 29.9% Sektor Informal 73.3% 73.2% 73.7% 70.2% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Mayoritas tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah. Berdasarkan data Agustus 2016, mayoritas tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah dengan porsi mencapai 54,8% dari total penduduk yang bekerja atau sebesar 342.124 orang. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 326.720 orang. Perkembangan positif terjadi pada pekerja yang berpendidikan universitas, dengan porsi 8,4% dari total penduduk yang bekerja. Angka tersebut

meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya dengan porsi sebesar 7,6%. Peningkatan terjadi pula pada TK berpendidikan menengah ke atas. Semakin banyaknya lapangan usaha yang berkembang di Sulawesi Barat membuat kebutuhan akan tenaga kerja berkualitas meningkat. Tabel 15. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan Tingkat Pendidikan 2013 2014 2015 2016 Agt Agt Agt Agt SD ke bawah 311,077 333,457 326,720 342,124 SMP 73,840 92,134 90,023 92,302 SMA 69,918 76,964 84,647 81,442 SMK 36,536 31,186 33,290 43,035 Diploma 13,918 15,982 15,819 12,574 Universitas 40,149 46,074 45,406 52,705 Total 545,438 595,797 595,905 624,182 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 6.2 Pengangguran Berdasarkan data Agustus 2016, angka pengangguran mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan jumlah pengangguran pada Agustus 2016 tercatat sebesar 4,09% (yoy), menurun dibandingkan pertumbuhan pada Agustus 2015 sebesar 63,21%. Sejalan dengan hal tersebut, dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami sedikit penurunan dimana TPT pada periode Agustus 2016 sebesar 3,33%, cukup stabil dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,35%. 6.3 Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP mengalami kenaikan dari 106,92 pada triwulan II 2016 menjadi 108,77 pada triwulan III 2016. Pada periode laporan, NTP tumbuh 3,38% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,00% (yoy). peningkatan NTP tersebut disebabkan harga gabah acuan pada triwulan III lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2016 sehingga harga yang diterima petani lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Secara tahunan, kesejahteraan petani tumbuh meningkat. Hal tersebut ditandai dengan menguatnya tingkat pertumbuhan NTP dari 3,00% (yoy) menjadi 3,38% (yoy) di triwulan III 2016 dengan indeks sebesar 108,77. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor hortikultura sebesar 6,94% menjadi 105,56. Stabilnya harga komoditas hortikultura pada level yang cukup tinggi, cukup berperan dalam peningkatan NTP subsektor ini. Selain itu, peningkatan yang secara tahunan meningkat juga terjadi pada subsektor perikanan tangkap yang meningkat sebesar 3,15% atau menjadi 106,7. Hal ini terjadi karena produksi ikan pada triwulan ini cenderung meningkat akibat adanya musim migrasi ikan di wilayah perairan Sulawesi Barat yang diikuti oleh tingginya

permintaan masyarakat terhadap komoditas tersebut. Sementara itu, subsektor tanaman perkebunan rakyat juga mengalami peningkatan sebesar sebesar 2,78% (yoy). Grafik 68. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 16. NTP Setiap Sub Sektor 2015 2016 URAIAN I II III IV I II III NILAI TUKAR PETANI (NTP) 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07 106.92 108.77 Indeks Harga diterima 116.92 118.91 121.82 123.57 125.03 125.98 129.34 Indeks Harga dibayar 114.38 114.55 115.77 116.40 117.88 117.82 118.90 Tanaman Pangan (NTPP) 95.27 97.13 97.48 103.68 105.78 100.40 100.57 Indeks Harga diterima 108.90 111.27 112.87 120.80 124.96 118.72 120.08 Indeks Harga dibayar 114.32 114.55 115.78 116.50 118.14 118.25 119.40 Hortikultura (NTPH) 101.84 100.05 98.71 100.34 103.19 105.58 105.56 Indeks Harga diterima 116.28 114.36 114.10 116.28 121.13 123.96 125.21 Indeks Harga dibayar 114.19 114.30 115.59 115.89 117.39 117.41 118.61 Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 108.11 112.00 115.15 113.29 110.72 114.70 118.35 Indeks Harga diterima 125.13 129.75 134.79 133.31 132.00 136.65 142.36 Indeks Harga dibayar 115.74 115.84 117.05 117.67 119.23 119.14 120.29 Peternakan (NTPT) 101.04 101.47 103.36 103.34 102.33 103.52 105.88 Indeks Harga diterima 113.33 113.99 117.31 118.13 118.56 119.76 123.37 Indeks Harga dibayar 112.17 112.34 113.49 114.31 115.85 115.70 116.52 Perikanan (NTNP) 99.33 100.27 102.11 100.17 100.58 101.66 103.00 Indeks Harga diterima 114.64 116.36 119.95 118.23 118.51 119.27 121.90 Indeks Harga dibayar 115.42 116.04 117.47 118.03 117.82 117.32 118.35 NTN (nelayan) 99.39 100.26 103.48 101.57 102.68 104.85 106.75 Indeks Harga diterima 115.91 117.81 123.11 121.42 121.86 123.53 126.81 Indeks Harga dibayar 116.63 117.50 118.97 119.54 118.68 117.81 118.80 NTPI (pembudidaya ikan) 99.22 100.29 99.64 97.66 96.86 96.05 96.43 Indeks Harga diterima 112.44 113.84 114.45 112.70 112.69 111.88 113.37 Indeks Harga dibayar 113.33 113.51 114.86 115.41 116.34 116.48 117.57 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Jika dilihat secara triwulanan, seluruh subkelompok NTP mengalami peningkatan, kecuali NTP hortikultura yang mengalami koreksi pertumbuhan. Peningkatan NTP pada triwulan III 2016 didukung oleh pertumbuhan pada sebagian besar subkelompoknya. Pertumbuhan terbesar pada perkebunan rakyat sebesar 3,18% (qtq) yang didukung oleh membaiknya harga CPO internasional dari triwulan lalu, diikuti oleh peternakan sebesar 2,28% (qtq) akibat adanya perayaan hari raya

Idul Qurban. Subsektor hortikulutra pada triwulan ini terkoreksi sangat dalam yaitu sebesar 0,02% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,32% (qtq). 6.4 Tingkat Kemiskinan Secara umum, tingkat kemiskinan Sulawesi Barat tetap rendah. Sebagai provinsi baru yang terus berkembang, Sulawesi Barat memberikan dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, salah satunya penurunan tingkat kemiskinan. Pada periode Maret 2016, tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat mencapai 11,74% dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 152,73 ribu orang, menurun 4,83% (yoy) dibandingkan 160,48 ribu orang pada Maret 2015. Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin baik yang berada di pedesaan maupun perkotaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan menurun sebanyak 3,21 ribu orang (tahunan) menjadi 129,88 ribu orang pada Maret 2016 jiwa. Sementara jumlah penduduk miskin di perkotaan pun mengalami penurunan sebanyak 4,54 ribu orang menjadi 22,85 ribu orang pada Maret 2016. Grafik 69. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Penurunan kemiskinan dipengaruhi oleh rendahnya kenaikan garis kemiskinan. Terjaganya tingkat inflasi pada selama 2016 memberikan stimulus positif terhadap rendahnya kenaikan garis kemiskinan di Sulawesi Barat. Pada Maret 2016, garis kemiskinan di Sulawesi Barat mengalami kenaikan 9,53% (yoy) menjadi Rp286.840/kap/bulan. Kenaikan tersebut lebih rendah dibandingkan September 2015 yang sebesar 12,56% (yoy). Peningkatan garis kemiskinan yang terbesar terdapat di daerah perdesaan, yaitu sebesar 10,35% (yoy) menjadi Rp290.340/kap/bulan. Sementara garis kemiskinan di perkotaan sebesar Rp273.224/kap/bulan, meningkat 6,31% (yoy). Peningkatan garis kemiskinan (GK) tertinggi pada non makanan. Meskipun nilai garis kemiskinan (GK) non makanan lebih rendah dibandingkan GK makanan, namun pertumbuhannya meningkat cukup pesat. Pada Maret 2016, GK Non makanan sebesar Rp59.632/kap/bulan, meningkat 12,31% (yoy) dibandingkan Rp53.095/kap/bulan pada Maret 2015. Meskipun pertumbuhannya

masih 2 digit, namun cenderung menurun dibandingkan periode sebelumnya (17,81%, yoy). Pada saat bersamaan, GK makanan meningkat 8,82% (yoy) menjadi Rp227.208/kap/bulan di bulan Maret 2016. Kenaikan GK makanan pun melambat dibandingkan 19,35% (yoy) pada Maret 2015. Tertahannya kenaikan garis kemiskinan tersebut tak lepas dari upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah dan berbagai instansi lainnya dalam menjaga tekanan inflasi dan kenaikan garis kemiskinan. KOTA Daerah Makanan Bukan Makanan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 17. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan Total Makanan Bukan Makanan Total Jumlah (ribu) Pertumbuhan (tahunan) Tingkat Kemiskinan Maret 2013 173,274 45,155 218,429 27.10 9.19% September 2013 184,670 46,303 230,973 24.60 8.57% Maret 2014 188,201 47,732 235,933 8.61% 5.71% 8.01% 26.30-2.95% 9.16% September 2014 196,282 49,667 245,949 6.29% 7.27% 6.48% 29.87 21.42% 9.99% Maret 2015 204,476 52,529 257,005 8.65% 10.05% 8.93% 27.39 4.14% 10.52% September 2015 212,226 56,854 269,080 8.12% 14.47% 9.40% 22.51-24.64% 8.69% Maret 2016 215,503 57,721 273,224 5.39% 9.88% 6.31% 22.85-16.58% 8.59% DESA Maret 2013 171,344 40,506 211,850 126.90 13,27% September 2013 185,377 42,969 228,346 129.60 13,31% Maret 2014 189,491 43,724 233,215 10.59% 7.94% 10.08% 127.60 0.55% 13,19% September 2014 197,261 49,074 246,335 6.41% 14.21% 7.88% 124.82-3.69% 12,67% Maret 2015 209,873 53,237 263,110 10.76% 21.76% 12.82% 133.09 4.30% 12,87% September 2015 221,332 58,262 279,594 12.20% 18.72% 13.50% 130.70 4.71% 12,70% Maret 2016 230,339 60,001 290,340 9.75% 12.71% 10.35% 129.88-2.41% 12,56% KOTA DAN DESA Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Pertumbuhan (tahunan) Penduduk Miskin Maret 2013 171,800 41,603 213,403 151.10 12,30% September 2013 185,216 43,728 228,944 151.70 12,23% Maret 2014 189,196 44,642 233,838 10.13% 7.30% 9.58% 153.90 1.85% 12,27% September 2014 197,309 49,214 246,523 6.53% 12.55% 7.68% 154.69 1.97% 12,05% Maret 2015 208,787 53,095 261,882 10.35% 18.94% 11.99% 160.48 4.28% 12,40% September 2015 219,500 57,979 277,479 11.25% 17.81% 12.56% 153.21-0.96% 11,90% Maret 2016 227,208 59,632 286,840 8.82% 12.31% 9.53% 152.73-4.83% 11,74%

3. Pertumbuhan Ekonomi

7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Seperti pola tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 akan mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 2017 diperkirakan berada pada kisaran 6,78% - 7,01% (yoy). Perlambatan akan lebih disebabkan rendahnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Paska perayaan tahun baru, masyarakat akan kembali menahan konsumsinya di triwulan I 2017 demi mempersiapkan keuangan menjelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri pada triwulan II 2017. Konsumsi pemerintah juga akan lebih rendah dari triwulan IV 2016 karena awal tahun dimana realisasi anggaran belum terlalu tinggi. Namun, aktivitas perekonomian diharapkan meningkat mengingat periode ini memasuki pemilihan umum kepala daerah. Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran akan mengalami peningkatan akiabt event 5 (lima) tahunan tersebut. Sementara itu, lapangan usaha industri mengalami perbaikan seiiring produksi yang optimal pada periode ini. Diiringi dengan harga CPO yang cenderung meningkat, ekspor Sulawesi Barat juga diharapkan akan lebih baik pada triwulan I 2017. Grafik 70. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Triwulanan) Grafik 71. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Tahunan) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Proyeksi Bank Indonesia Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Proyeksi Bank Indonesia Perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan semakin baik pada tahun 2017. Pada tahun 2017, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang lebih tinggi dibandingkan 2017 yaitu 6,78% - 7,17% (yoy). Pemerintahan baru akan menghadiri Sulawesi Barat pada tahun 2017 setelah Gubernur yang menjabat sejak Sulawesi Barat berdiri, sudah habis masa jabatannya. Pengaruh pemerintahan baru memberikan angin segar baru bagi Sulawesi Barat. Program-program pemerintahan selanjutnya akan terus berlangsung disertai program-program baru yang diharapkan akan semakin mengundang investor untuk masuk ke Sulawesi Barat. Beberapa modal yang sudah dimasukkan oleh pihak swasta diharapkan dapat memberikan dampak positif di 2017. 7.1.1 Prospek Sisi Permintaan Pada awal tahun 2017, konsumsi rumah tangga dan pemerintah belum meningkat. Pola awal tahun dimana normalisasi konsumsi akan terjadi setelah tahun baru terjadi. Begitu pula dengan investasi, yang diperkirakan akan menggeliat mulai dari triwulan II 2017 paska terpilihnya kepala daerah yang baru. Namun, ekspor Sulawesi Barat akan menjadi penopang perekonomian di triwulan I 2017.

Dengan produksi yang baik dan harga pasaran yang meningkat, akan mendorong ekspor Sulawesi Barat ke luar daerah dan luar negeri lebih tinggi dibandingkantahun sebelumnya. Grafik 72. Perkembangan Harga CPO Dunia Sumber: Bloomberg, diolah Pada tahun 2017, konsumsi pemerintah dan investasi masih menjadi penopang perekonomian. Pemerintahan yang baru akan hadir pada 2017 dimana pembangunan akan melanjutkan yang tertunda di 2016 serta beberapa pemikiran-pemikiran baru yang belum ada pada pemerintahan sebelumnya. Selain itu, pihak swasta memiliki ekspektasi yang positif terhadap prospek perekonomian Sulawesi Barat yang belum tereksplor lebih jauh. Pihak swasta akan meningkatkan investasinya di Sulawesi Barat agar meriah keuntungan yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2017 juga berpotensi mendatangkan investor-investor baru yang sudah sejak lama memantau potensi yang ada di Sulawesi Barat seperti potensi tambang ataupun hilirisasi industri terhadap komoditas-komoditas utama di Sulawesi Barat. Tercatat, perusahaan asing telah melakukan eksplorasi cadangan minyak dan gas di perairan Sulawesi Barat. Pola perekonomian Sulawesi Barat masih akan sama di 2017. Tingkat permintaan masyarakat akan mengalami peningkatan pada triwulan II 2016 yaitu memasuki bulan puasa dan hari raya Idul Fitri. Selebihnya tingkat permintaan cenderung stagnan atau bahkan menurun pada saat setelah hari raya Idul Fitri. Konsumsi pemerintah akan tumbuh secara normal, tidak seperti 2016 yang dihadiri instansi baru. Konsumsi pemerintah berpotensi lebih tinggi jika investasi yang dilakukan di 2016 berhasil memberikan dampak. Pembangunan pembangkit listrik di 2016 diharapkan menarik investor untuk membangun industri berbasis sumber daya alam yang belum dieksplor lebih jauh seperti kakao, kopi, atau pun ikan laut. 7.1.2 Prospek Sisi Penawaran Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan akan mengalami sedikit perlambatan dibandingkan periode sebelumnya. Dengan curah hujan yang cukup baik akan mendukung produksi komoditas di Sulawesi Barat. Namun, mengingat masa di triwulan I 2017 bukan periode panen raya, jumlah produksi tidak setinggi pada triwulan IV 2016. Hambatan produksi sumberd daya alam bersumber dari cuaca ekstrim terjadi dengan kemungkinan gagal panen dan nelayan tidak dapat melaut. Selain menjadi lahan kelapa sawit yang cukup luas, Sulawesi Barat juga

memiliki industri pengolahan CPO yang berada di beberapa wilayah. Harga CPO akan mempengaruhi harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang dihasilkan dari petani lokal Sulawesi Barat. Grafik 73. Prakiraan Curah Hujan Grafik 74. Prakiraan Sifat Hujan Prakiraan Desember 2016 Prakiraan Januari 2017 Prakiraan Desember 2016 Prakiraan Januari 2017 Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Administrasi pemerintahan dan konstruksi juga akan melambat. Seiring periode awal tahun, kecenderungan penyerapan dan realisasi program masih belum akan banyak. Pemilihan kepala daerah yang akan jatuh pada bulan Februari menjadi perhatian seluruh masyarakat Sulawesi Barat. Kedua lapangan usaha ini akan meningkat paska terpilihnya kepala daerah yang baru atau pada triwulan II 2017. Di tahun 2017, lapangan usaha Sulawesi Barat tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 2016. Lapangan usaha utama seperti pertanian, industri, perdagangan, konstruksi, dan administrasi pemerintahan, diharapkan akan semakin meningkat. Lapangan usaha tersebut banyak berinvestasi pada tahun 2016. Penambahan modal banyak dilakukan pada lapangan usaha yang menjadi motor perekonomian Sulawesi Barat. 7.2 Prospek Inflasi Inflasi pada triwulan I 2017 akan cenderung rendah. Berlimpahnya produksi sumber daya alam kebutuhan sehari-hari masyarakat pada periode ini membuat harga-harga yang beredar pun akan rendah. Normalisasi paska perayaan tahun baru juga menjadi penyebab rendahnya tingkat permintaan. Potensi inflasi tinggi bersumber dari bumbu-bumbuan yang produksinya cenderung terbatas pada periode ini. Namun, kondisi inflasi ini dapat berubah sesuai dengan kebijakan pemerintah terkait harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik. Jika ada kenaikan pada kedua komoditas tersebut maka berpotensi memberikan tekanan tinggi terhadap inflasi di Sulawesi Barat.

Grafik 75. Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI) Grafik 76. Prospek Inflasi Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Proyeksi Bank Indonesia Inflasi Sulawesi Barat di 2017 diperkirakan akan meningkat. Meski demikian pencapaian tersebut masih sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4% +/- 1%. Berdasarkan proyeksi tahunan, pencapaian inflasi pada tahun 2017 akan berada pada kisaran angka sebesar 4,30% - 4,60% (yoy). Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan ekonomi Sulawesi Barat, kemungkinan pemerintah menaikkan BBM dan TDL. Di sisi lain, jalinan kerjasama yang mulai dibina oleh anggota TPID pada tahun 2016 diprediksi akan memberikan dampak terhadap pencapaian inflasi yang lebih terkontrol pada tahun 2017 akibat adanya peningkatan koordinasi yang lebih baik lagi. Internalisasi roadmap inflasi pada RPJMD dan RKPD juga diprediksi akan memudahkan Pemprov dan Pemkab untuk mendapat suntikan anggaran pengelolaan inflasi lebih besar dibandingkan tahun 2016. Dengan adanya roadmap pengendalian inflasi, Sulawesi Barat dapat memiliki arah yang lebih jelas dalam mengendalikan harga. Selain itu, adanya pencetakan lahan baru, baik untuk beras maupun hortikultura dan perbaikan infrastruktur, baik utama maupun pendukung juga dapat menjadi pemicu kestabilan inflasi. Secara umum risiko-risiko yang berpotensi memberikan tekanan terhadap inflasi di Sulawesi barat selama 2017 yaitu: Kondisi cuaca ekstrim terjadi di Sulawesi Barat yang akan mengganggu produksi sumber daya alam seperti padi dan ikan Kenaikan harga bahan bakar minyak Kenaikan harga rokok Kenaikan harga tarif dasar listrik