KAJIAN SIFAT KIMIA DAN RENDEMEN DARI TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus integer (Thunb.) Merr.) DENGAN PENGERINGAN YANG BERBEDA Marwati Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, Samarinda Email: marwatiwawa.unmul@gmail.com ABSTRAK Cempedak adalah salah satu tanaman khas Kalimantan Timur yang bersifat multiguna. Hampir semua komponen pada buah dapat dimanfaatkan termasuk biji cempedak. Biji dari buah cempedak memiliki kandungan hampir sama dengan beberapa bahan baku yang dapat dibuat tepung sehingga biji cempedak memungkinkan untuk diolah menjadi tepung. Dalam pembuatan tepung dari biji cempedak, lama pengeringan saat pengolahan sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung yang dihasilkan terutama dari segi sifat kimianya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama pengeringan dan berapa lama pengeringan yang paling baik dalam pengolahan tepung biji cempedak yang dihasilkan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Tungg al dengan lima perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Perlakuan pertama yaitu pengeringan selama 5 jam, 7 jam, 9 jam, 11 jam dan selama 13 jam. Setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Data yang diperoleh di analisa dengan sidik ragam (Anova) dan Uji Beda Nyata j r (BN ) pada taraf α 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Waktu pengeringan yang berbeda pada pengolahan tepung biji cempedak berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, protein dan rendemen yang dihasilkan. Tepung biji cemp edak yang terbaik berdasarkan standar mutu SNI-01-3751-2006 tepung terigu diperoleh dari perlakuan pengeringan selama 5 jam pada suhu 70 o C dengan nilai kadar air 13,85%, kadar abu 0,63%, protein12,81% dan rendemen 33,06%. Kata kunci : Tepung biji cempedak, waktu pengeringan. PENDAHULUAN Buah cempedak (Artocarpus integer (Thunb.) Merr.) merupakan komoditas perkebunan dan salah satu tanaman khas Kalimantan Timur yang memiliki prospek cerah di masa yang akan datang, karena di samping dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, juga dapat diproyeksikan sebagai bahan industri. Cempedak adalah buah multimanfaat. Daging buahnya kaya zat gizi, khususnya vitamin A. Kulit dan bijinya pun dapat dimakan, kulit batangnya sebagai antitumor dan antimalaria (Anshari et al., 2010). Biji buah cempedak, sebenarnya mempunyai potensi yang tak kalah besar untuk dimanfaatkan. Limbah cempedak berupa bijinya dapat dimanfaatkan sebagai tepung yang memiliki kandungan hampir sama dengan tepung dari bahan baku lainnya. Dengan perlakuan khusus, bukan tidak mungkin biji cempedak ini dapat dikembangkan menjadi salah satu bentuk bahan pangan baru. Komposisi biji cempedak mengandung protein 10-13%, lemak 0,5-1,5%, karbohidrat 77-81%, kadar air 46-78% (Verheij et al., 1997). Minyak dari biji cempedak dilaporkan mengandung asam linoleat sebesar 40,2%, asam palmitat 30,2% (Renata, 2009). Melihat kandungan dan komposisi dari nilai gizi yang terdapat dalam biji cempedak, maka peluang untuk memanfaatkan limbah biji cempedak menjadi sesuatu produk olahan salah satunya diolah menjadi tepung biji cempedak. Dalam pembuatan tepung dari biji cempedak, lama pengeringan saat pengolahan sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung yang dihasilkan terutama dari segi sifat fisika dan kimianya (Munarso et al., 2004) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama pengeringan dan berapa lama pengeringan yang paling baik dalam pengolahan tepung biji cempedak yang dihasilkan. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan - bahan yang digunakan pada penelitian adalah biji buah cempedak, aquadest dan butiran zink. Sedangkan alat-alat yang digunakan yaitu pisau, ayakan 80 mesh, blender, baskom, toples, oven, alumunium foil, timbangan digital, hot plate, desikator, cawan alumunium, cawan porselin, labu ukur, gelas ukur, pipet, kertas saring, timbangan analitik, bunsen dan tanur. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Tunggal dengan lima perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Perlakuan pertama yaitu pengeringan selama 5 jam, 7 jam, 9 jam, 11 jam dan selama 13 jam. Setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Data yang diperoleh di analisa dengan sidik ragam (Anova) dan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf α 5 %.
Prosedur Penelitian Pembuatan tepung biji cempedak di mulai dengan pemisahan biji dengan daging buah, pencucian, pengukusan (blanching dengan suhu 70 o C selama 10 menit), pengupasan, pengirisan, pengeringan sesuai dengan perlakuan, penggilingan danpengayakan dengan ukuran 70 mesh. Analisis Tepung biji cempedak kemudian dianalisa kadar air dan kadar abu (Apriyantono et al., 1989), protein dengan metode Kjeldahl (Sudarmadji, 1997) dan penentuan rendemen (Cahyadi, 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Kandungan air sangat berpengarung dalam daya tahan suatu produk makanan. Selain itu kadar air juga berpengaruh terhadap tekstur, penampakan dan rasa. Menurut winarno, (2008), makanan yang kering sekali pun seperti buah kering, tepung, biji-bijian memiliki kandungan air dalam jumlah tertentu. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengeringan yang berbeda-beda pada pembuatan tepung biji cempedak menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap kadar air tepung biji cempedak. Kadar air tertinggi diperoleh dari perlakuan pengeringan pada waktu 5 jam sebesar 13,84 % dan perlakuan waktu pengeringan yang paling rendah kadar airnya pada perlakuan 13 jam yaitu 12,53 % (Gambar 1). Gambar 1. Grafik rata-rata kadar air tepung biji cempedak dengan waktu pengeringan yang berbeda-beda. Keterangan : Diagram batang yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf α 5% = 0,04 Berdasarkan gambar 1, semakin lama waktu pengeringan maka kadar air yang dihasilkan akan se makin berkurang. Hal ini disebabkan karena waktu pengeringan yang berbeda, air yang terdapat dalam bahan berlahan akan menguap sempurna. Lubis (2008), menyatakan bahwa lama pengeringan berpengaruh terhadap kadar air, hal ini dikarenakan pengeringan yang cukup lama menyebabkan jumlah air yang teruapkan lebih banyak sehingga kadar air dalam tepung berkurang. Dari semua perlakuan dengan lama waktu pengeringan yang berbeda pada tepung biji cempedak, semua perlakuan waktu pengeringan memenuhi syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan berdasarkan SNI 3751-2006. Kadar Abu Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen -komponen organik dalam bahan pangan. Menurut Winarno (2004), dalam proses pembakaran bahan-bahan organik yang terbakar tetapi zat anorganiknya tidak ikut terbakar maka disebut abu. Bahan makanan sebagian besar mengandung bahan organik sebesar 96%, sedangkan sisanya merupakan unsur mineral. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan waktu p engeringan yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan oleh tepung biji cempedak. Kadar abu
tertinggi diperoleh dari perlakuan waktu pengeringan 13 jam 1,23 % dan kadar abu terendah diperoleh dari perlakuan waktu pengeringan 5 jam 0,63 % (Gambar 2). Gambar 2. Grafik rata-rata kadar abu tepung biji cempedak dengan wak tu pengeringan yang berbeda-beda. Keterangan : Diagram batang yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf α 5% = 0,04 Pada diagram batang dapat dilihat bahwa semakin rendah waktu pengeringan maka kadar abu yang didapat pada tepung biji cempedak juga semakin rendah dan sebaliknya semakin lama waktu pengeringan maka kadar abu yang didapat pada tepung biji cempedak akan semakin tinggi. Berdasarkan SNI 3751-2006 syarat mutu tepung terigu untuk kadar abu maksimal 0,6%, dari hasil kadar abu tepung biji cempedak yang mendekati pada perlakuan waktu 5 jam. Menurut Sudarmadji (2007), Kadar abu atau mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. bahwa kadar abu tergantung pada jenis bahan, cara pengabuan, waktu dan suhu yang digunakan saat pengeringan, jika bahan diolah melalui proses pengeringan maka semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu pengeringan akan meningkatkan kadar abu. Protein Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa lama waktu pengeringan yang berbeda sanga t berpengaruh terhadap protein dalam tepung biji cempedak yang dihasilkan kandungan protein tertinggi didapat pada waktu pengeringan selama 5 jam yaitu sebesar 12,81 % dan semakin berkurang seiring lamanya waktu pengeringan dan didapat protein terendah pada waktu pengeringan selama 13 jam yaitu sebesar 7,62 % (Gambar 3). Gambar 3. Grafik rata-rata protein tepung biji cempedak dengan waktu pengeringan yang berbeda-beda. Keterangan : Diagram batang yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf α 5% = 0,20
Berdasarkan gambar 3 menunjukkan bahwa lama waktu pengeringan yang berbeda mempengaruhi kadar protein yang terkandung pada tepung biji cempedak yang dihasilkan. Menurut Fennema (1996), kondisi panas dapat memutuskan ikatan hydrogen dan interaksi hidrofobik non polar yang menopang struktur sekunder dan tersier molekul protein. Hal ini di karenakan suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga menyebabkan sisi hidrofobik dari gugus samping molekul polipeptida akan terbuka. Proses denaturasi tersebut menurunkan kelarutan protein sehingga akan terjadi koagulasi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Lubis (2008), bahwa lama pengeringan berpengaruh terhadap kandungan protein tepung, ini dikarenakan pengeringan yang cukup lama menjadikan penguapan air dalam bahan sangat cepat sehingga air dalam bahan berkurang dan mempengaruhi protein dalam bahan. Dengan menggunakan waktu pengeringan yang lama maka kadar protein yang dihasilkan akan semakin sedikit dan sebaliknya semakin rendah waktu pengeringan maka kadar protein yang dihasilkan akan semakin banyak. Menurut pernyataan Munarso et al., (2004), yang mengatakan dalam pembuatan tepung d ari biji cempedak, lama pengeringan saat pengolahan sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung yang dihasilkan dari segi sifat fisik dan kimianya. Rendemen Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengeringan yang berbeda pada tepung biji cempedak menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap rendemen tepung biji cempedak. Rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan waktu pengeringan pada 5 jam sebesar 33,06 %, sedangkan pada perlakuan waktu pengeringan terendah didapat pada pengeringan waktu selama 13 jam sebesar 23,03 % (Gambar 4). Gambar 4. Grafik rata-rata rendemen tepung biji cempedak dengan waktu pengeringan yang berbeda-beda. Keterangan : Diagram batang yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf α 5 % = 0,45 Pada gambar 4 dapat dilihat semakin lama waktu pengeringan maka rendemen yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Desrosier dalam lubis (2008), bahwa pengeringan yang cukup lama menjadikan massa air berkurang sehingga pemisahan tepung lebih sempurna dan diperoleh rendemen yang lebih rendah. KESIMPULAN Waktu pengeringan yang berbeda pada pengolahan tepung biji cempedak berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, protein dan rendemen yang dihasilkan. Tepung biji cempedak yang terbaik berdasarkan standar mutu SNI-01-3751-2006 tepung terigu diperoleh dari perlakuan pengeringan selama 5 jam pada suhu 70 o C dengan nilai kadar air 13,85%, kadar abu 0,63%, protein12,81% dan rendemen 33,06%. DAFTAR PUSTAKA Anshari, H., Olenka, D., Marliana, M. 2010. Pemanfaatan Biji Cempedak Sebagai Alternatif Pengganti Tepung Terigu Dengan Kualitas dan Gizi Tinggi. UNM. Malang. Apriantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, dan S. Bidiyanto. 1989. Analisa Pangan. IPB. Bogor. Badan Standar Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3751-2006. Tentang Standardisasi Tepung Terigu. Cahyadi, W. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc.
Kusumawati, D.D, Amanto, B.S. dan R. A. M. Dimas. 2012. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Sensori Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus). Jurnal Teknosains Pangan Vol 1. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Lidiasari, E., Syahfutri, M.I. dan F. Syaiful. 2006. Pengaruh perbedaan suhu pengeringan tepung tapai ubi kayu terhadap mutu fisik dan kimia yang dihasilkan. Jurnal ilmu-ilmu pertanian indonesia, 8(2) : 141-146. Lubis, I.H. 2008. Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Pandan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan. Munarso, S.J, Muchtadi, D., Fardiaz, D. dan R. Syarief. 2004. Perubahan Sifat Fisikokimia dan Fungsional Tepung Beras Akibat Proses Modifikasi Ikat Silang. Jurnal. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Feb: 104-110. Renata, A. 2009. Profil Asam Lemak dan Trigliserida Biji-Bijian. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sudarmadji, S., Bambang, H. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. U.S Wheat Associates (1981). Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Jakarta: Djambatan. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc. Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel (eds.). 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah -buahan yang dapat dimakan. PROSEA Gramedia. Jakarta. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.