Produksi Antibodi Anti-Dirofilaria immitis Untuk Pengembangan Diagnosis Dirofilariasis Pada Anjing

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dirofilaria immitis (D. immitis) yang dikenal sebagai cacing jantung,

Antigen Ekskretori-Sekretori Cacing Jantung (Dirofilaria immitis) Jantan dan Betina yang Berpotensi Sebagai Marka Diagnosis

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

PENYAKIT CACING JANTUNG. Infeksi cacing jantung (dirofilariasis) disebabkan oleh D. immitis,

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Diagnosa Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi dengan Uji Capture-ELISA untuk Deteksi Antigen dalam Feses

PREVALENSI DAN RISIKO INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING YANG DIIMPOR MELALUI BANDARA SOEKARNO-HATTA ESMIRALDA EKA FITRI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prevalensi pre_treatment

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

3. METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Kata kunci: Ascaridia galli, antigen ekskretori/sekretori, ELISA ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

METODELOGI PENELITIAN

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk

Hilman Nurmahdi, Aulanni am*, Chanif Mahdi

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1a Gambar alat presto. Lampiran 1b Gambar alat oven. Lampiran 1c Gambar alat timbangan analitik

3 SEROPREVALENSI TRICHINELLOSIS PADA BABI DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN OEBA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

III. METODE PENELITIAN A.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN PERKEMBANGAN ANTIBODI TERHADAP KOMPONEN PROTEIN CACING MIKROFILARIA MALAY1 DARI TRANSMI GRAN DI SULAWESI TENGGARA ABSTRACT

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

FLUKTUASI ANTIBODI SAPI YANG DIINFEKSI DENGAN FASCIOLA GIGANTICA DAN PENGARUH PEMBERIAN OBAT TRICLABENDAZOLE

FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING TERHADAP KEJADIAN INFEKSI Dirofilaria immitis DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI RITA MARLINAWATY MANALU

Tabel 3. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-80%) dengan aktivitas spesifik enzim selulase. Aktivitas Unit (U/mL)

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGEMBANGAN ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY UNTUK DETEKSI ANTIGEN CAMPYLOBACTER JEJUNI PADA DAGING AYAM

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

(Z ½α+Zβ ) BAB III METODE PENELITIAN

BAB HI. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Ikan Fakultas

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

Lokakarya Fungsional Non Penelib' mycoplasma broth base (oxoid), D-glucose (BDH Chemicals), L.cystein HCI (BDH Chemicals), Thallous acetate (BDH Chemi

Tabel 4. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-100%) dengan aktivitas unit enzim selulase. No Fraksi Aktivitas Unit (U/mL)

PEMBUATAN KIT RIA AFLATOKSIN B1 : PEMBUATAN ANTIBODI AFLATOKSIN B1 DI PUSAT RADIOISOTOP DAN RADIOFARMAKA TAHUN 2010

Lampiran 1. DATA SHEET : RIBAVIRIN (Bertrand 2000 dalam McEvoy 2005)

Respon Imunogenitas Antibodi Poliklonal IgY terhadap Protein Adhesi Pili 95 kda Shigella dysenteriae

BAB 4 METODE PENELITIAN. (True experiment-post test only control group design). Dalam penelitian yang

Antigenisitas, Sensitivitas, dan Spesifisitas Protein Toxocara canis pada Pemeriksaan Antibodi Serum Mencit dengan Indirect-ELISA

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

BAB 4 METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN EPIGALLOCATECHIN-3-GALLAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan

3 METODE. Bahan. Alat

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in

PEMERIKSAAN RF (RHEUMATOID FACTOR)

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007

BAB IV METODE PENELITIAN

POTENSI NYAMUK Aeries albopictus (DLE'TERA : CULICIDAE) SEBAGAI. VEKTOR DirojiZaria inzmitis (NEMATODA : FILARIIDAE) PADA ANJING HAMNY B

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010)

KAJIAN RESPON ANTIBODI RABIES PADA ANJING POST VAKSINASI DI PULAU BALI (Serosurvey of Rabies Antibody Response in Vaccinated Dogs in Bali Island)

ADLN - Perpustakaan Unair

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVII, No. 87, Desember 2015 ISSN : X

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

PENGEMBANGAN METODE ELISA UNTUK MENDIAGNOSIS PENDERITA SCHISTOSOMIASIS DI NAPU SULAWESI TENGAH TAHUN 2012

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

Kadar IgG RESA (Ring-infected Erythrocyte Surface Antigen) pada Penderita Malaria di Daerah Holoendemik Malaria

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

EPIDEMIOLOGI VETERINER. Screening dan diagnostic test

DETEKSI ANTIBODI PENYAKIT FELINE PANLEUKOPENIA PADA KUCING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ELISA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul

Pemberian Ivermectin Sebelum Vaksinasi Hog Cholera Menekan Pembentukan Antibodi

Transkripsi:

Produksi Antibodi Anti-Dirofilaria immitis Untuk Pengembangan Diagnosis Dirofilariasis Pada Anjing (THE PRODUCTION OF ANTI-Dirofilaria immitis ANTIBODIES FOR THE DIAGNOSIS DEVELOPMENT OF DIROFILARIASIS IN DOGS) I Gusti Made Krisna Erawan 1, Ida Tjahajati 2, Wisnu Nurcahyo 3, Widya Asmara 4 1 Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jln. Sudirman, Denpasar-Bali, Email: krisnaerawan@yahoo.com 2 Bagian Penyakit Dalam, 3 Bagian Parasitologi, 4 Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRAK Dirofilaria immitis (D. immitis) sebagai agen penyebab penyakit cacing jantung tidak hanya menimbulkan masalah pada hewan tetapi juga bersifat zoonosis. Untuk mendiagnosis dirofilariasis (penyakit yang disebabkan oleh D. immitis) secara serologis dibutuhkan antibodi anti-d. immitis. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi antibodi terhadap antigen ekskretori-sekretori cacing jantan dan cacing betina untuk pengembangan diagnosis berbasis deteksi antigen. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa antigen ekskretori-sekretori jantan ( male excretorysecretory antigens/mes), antigen ekskretori-sekretori betina ( female excretory-secretory antigens FES) dan antigen ekskretori-sekretori jantan dicampur dengan betina (MES+FES) D. immitis dapat merangsang pembentukan antibodi poliklonal pada mencit BALB/c dengan pola produksi yang sama. Antibodi telah terbentuk pada hari ke-21 dan titernya mencapai puncak pada hari ke-35 setelah imunisasi. Kata kunci: Dirofilaria immitis, antibodi, antigen ekskretori-sekretori ABSTRACT Dirofilaria immitis (D. immitis) as a causative agent of heartworm disease is not only caused problems in animals but also zoonoses. For diagnosis of dirofilariasis (disease caused by D. immitis) serologically is needed anti-d. immitis antibodies. The objective of this study was to produce antibodies against excretory-secretory antigens produced by male and female worms for developing the diagnosis of dirofilariasis based on the antigens detection. Base on this study can be concluded that male excretory-secretory antigens (MES), female excretory -secretory antigens (FES), and MES+FES can stimulate BALB/c mouse to produce polyclonal antibodies in the same pattern. Antibodies have been produced at day 21 and the peak titter was at day 35 after first immunization. Keywords: Dirofilaria immitis, antibodies, excretory-secretory antigens PENDAHULUAN Infeksi cacing jantung (dirofilariasis) yang disebabkan oleh D. immitis telah tersebar luas di daerah tropis dan subtropis (Aranda et al., 1998; Bolio- Gonzalez et al., 2007). Cacing D. immitis merupakan parasit filaria yang paling penting pada anjing (Reifur et al., 112 2004). Sebagai agen penyebab penyakit cacing jantung D. immitis tidak hanya menimbulkan masalah pada hewan tetapi juga bersifat zoonosis (Cruz -Chan et al., 2009; Genchi et al., 2009; Alia et al., 2013). Pada survey epidemiologi dirofilariasis, berbagai metode telah

Buletin Veteriner Udayana Erawan et al. digunakan untuk menentukan status infeksi, termasuk pemeriksaan mikroskopik pada ulas darah, teknik konsentrasi sampel darah, Knott s test untuk mendeteksi mikrofilaria pada sirkulasi (Aranda et al., 1998; Meriem- Hind dan Mohamed, 2009), pemeriksaan cacing dewasa dengan nekropsi (Bolio - Gonzalez et al., 2007), radiografi dan elektrokardiografi (Akhtardanesh et al., 2010). Masalah utama dalam penegakan diagnosis adalah adanya infeksi yang bersifat samar ( occult) infeksi atau infeksi tanpa disertai adanya mikrofilaria pada darah perifer. Jumlah infeksi samar tersebut dapat mencapai 10-67% pada anjing yang terinfeksi secara alami (Song et al., 2002). Infeksi tanpa disertai mikrofilaria tersebut sangat sukar didiagnosis dengan pemeriksaan darah secara mikroskopik. Pemeriksaan dan identifikasi cacing dewasa secara nekropsi hanya dapat dilakukan pada hewan yang telah mati/dieutanasi. Penggunaan metode radiografi dan elektrokardiografi hasilnya kurang akurat. Beberapa cara untuk mendeteksi antibodi terhadap D. immitis memiliki beberapa kelemahan. Menurut Goodwin (1998), masalah utama dalam tes antibodi adalah hasilnya kurang spesifik. Sementara itu, penegakan diagnosis dengan metode molekuler membutuhkan peralatan khusus dan peralatan tersebut tidak selalu tersedia atau tidak terjangkau. Kesulitan dalam menegakkan diagnosis Dirofilaria menginspirasi upaya mendeteksi antigen parasit sebagai alternatif diagnosis yang dapat lebih diandalkan. Pada penelitian ini produksi antibodi poliklonal anti-d. immitis dengan menggunakan antigen ekskretorisekretori jantan (MES), antigen ekskretori-sekretori betina (FES) dan antigen ekskretori-sekretori jantan dicampur dengan betina (MES+FES) untuk pengembangan diagnosis dirofilariasis berbasis deteksi antigen. METODE PENELITIAN Isolasi Protein Eksretori-Sekretori D.immitis Protein ekskretori-sekretori (ES) cacing D. immitis dewasa dipersiapkan sebagai-mana dilakukan oleh Weil (1987). Secara singkat dilakukan sebagai berikut: cacing dewasa diperoleh dari arteri pulmoner dan/atau ventrikel kanan anjing penderita. Cacing tersebut dicuci dengan Phosfat Buffer Saline (PBS) ph 7,2 steril. Cacing jantan dan betina dipisahkan, ditempatkan pada media Roswell Park Memorial Institute ( RPMI 1640) dengan suplemen glukosa, penicillin G, streptomycin dan fungizone, kemudian diikubasi pada suhu 37 0 C dalam 5% CO 2. Media diganti setiap hari. Selanjutnya media kultur cacing dikonsentrasikan sebagaimana dilakukan oleh Soeyoko (1998). Media cacing jantan dan betina dipresipitasi dengan amonium sulfat jenuh selama satu malam kemudian disentrifugasi sehingga diperoleh endapan protein. Endapan protein disuspensikan, kemudian didialisis dengan larutan 0,1M PBS untuk mengurangi konsentrasi garam di dalam larutan. Untuk memastikan bahwa protein yang diisolasi mengandung antigen D. immitis dilakukan pemeriksaan dengan antibodi monoklonal anti-d. immitis menggunakan The Anigen Rapid Canine Heartworm Ag Test Kit 2.0 (Bionote, Inc.). Pembuatan antibodi poliklonal anti- D.immitis Pada penelitian ini digunakan 17 ekor mencit BALB/c jantan berumur 2 bulan. Setiap mencit diimunisasi dengan menyuntikkan 5 µg antigen MES, FES dan MES+FES masing-masing pada lima ekor mencit dalam Freund's complete adjuvant secara subkutan. Dua ekor mencit digunakan sebagai kontrol. Satu, 113

dua dan tiga minggu setelah penyuntikan yang pertama mencit disuntik lagi dengan 5 µg antigen ES dalam Freund's incomplete adjuvant secara subkutan. Darah mencit diambil pada hari ke-0, 21, 28, 35, 49 dan 63. Penentuan titer antibodi pada serum mencit dilakukan dengan metode enzymelinked immunosorbent assay (ELISA) menurut Maizels et al. (1991) dengan sedikit modifikasi. Protein/antigen ES D. immitis dilarutkan dalam 0,06 M carbonat buffer sehingga konsentrasinya menjadi 5 µg/ml. Setiap sumuran plat mikro dilapisi dengan 100 µl antigen, diinkubasi pada suhu 37 C selama semalam. Antigen dibuang, dicuci tiga kali dengan 200 µl 0,1% Tween 20 di dalam PBS (TPBS) selama 3 menit setiap pencucian, kemudian ditambah dengan 200 µl 1% bovine serum albumin (BSA) dan diinkubasi pada temperatur 37 C selama satu jam. Setiap sumuran plat mikro dicuci dengan TPBS. Sejumlah 100 µl serum yang telah dilarutkan di dalam PBS ditambahkan ke dalam setiap sumuran plat mikro, kemudian diinkubasi pada temperatur 37 C selama 1 jam. Serum dibuang dan setiap sumuran plat mikro dicuci dengan TPBS. Kemudian setiap sumuran plat mikro ditambah dengan 100 µl konjugat ( alkaline phosphataseconjugated goat anti mouse IgG) yang dilarutkan di dalam PBS dengan perbandingan 1:3000, kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 C selama 1 jam. Setelah itu dicuci tiga kali dengan TPBS (selama 3 menit setiap kali pencucian). Pada setiap sumuran plat mikro ditambah 150 µl substrat (4 - Nitrophenyl phosphat), diinkubasi kembali pada suhu 37 C. Nilai optical density (OD) dibaca pada ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Untuk mengetahui tingkat pengenceran serum yang mampu menghasilkan diagnosis yang optimal dilakukan dengan chequerboard ELISA. Serum diencerkan 25, 50, 100, 200, 400, 800, 1600 dan 3200 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pemeriksaan protein ES dengan The Anigen Rapid Canine Heartworm Ag Test Kit 2.0 (Bionote, Inc.) tampak pada Gambar 1. Untuk memastikan bahwa hasil kultur cacing mengandung antigen D. immitis, maka sebelum digunakan untuk mengimunisasi mencit diperiksa terlebih dahulu dengan antibodi monoklonal anti- D.immitis menggunakan The Anigen Rapid Canine Heartworm Ag Test Kit 2.0 (Bionote, Inc.). Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya reaksi positif yang ditunjukkan oleh munculnya dua garis berwarna ungu (Gambar 1.), sehingga dapat dipastikan bahwa suspensi MES dan FES dalam penelitian ini adalah berasal dari cacing D. immitis. Gambar 1. Pemeriksaan Protein ES dengan antibodi monoklonal anti-d. immitis (FES = prtoein ES cacing betina, MES = protein ES cacing jantan. Dua garis ungu menandakan antigen tersebut adalah positif antigen D. immitis) Pada Gambar 2 terlihat produksi antibodi poliklonal anti-d. immitis pada mencit BALB/c. Pada hari ke-21 setelah imunisasi antibodi telah diproduksi oleh mencit BALB/c. Titer antibodi mencapai puncaknya pada hari ke-35 setelah imunisasi dan setelah itu terjadi penurunan titer. Pola yang serupa 114

Buletin Veteriner Udayana Erawan et al. ditunjukkan oleh mencit yang diimunisi MES, FES maupun MES+FES. Hasil chequerboard ELISA menunjukkan bahwa antibodi pada pengenceran 1600 kali masih dapat mendeteksi antigen D. immitis pada konsentrasi 5 µg/ml pelarut. Grieve et al. (1981) menyatakan bahwa induk semang yang menerima rangsangan yang cukup akan menjadi responsif terhadap antigen cacing. Penelitian ini menunjukkan bahwa mencit BALB/c yang diimunisasi dengan antigen ES cacing D. immitis dapat menghasilkan antibodi, baik yang diimunisasi dengan MES+FES secara bersana-sama maupun yang diimunisasi dengan MES atau FES secara terpisah. Antibodi telah terbentuk pada hari ke-21 setelah imunisasi. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyoko (1998) yang menggunakan antigen ES B. malayi untuk mengimunisasi mencit. Gambar 2. Produksi antibodi poliklonal anti-d. immitis pada mencit BALB/c Pada penelitian ini titer antibodi terhadap antigen ES cacing D. immitis (MES, FES, MES+FES) mencapai puncaknya pada hari ke-35 setelah imunisasi, kemudian menurun sampai akhir penelitian. Penelitian oleh Marcos- Atxutegi et al. (2003) menemukan bahwa imunisasi pada mencit dengan antigen terlarut D. immitis menghasilkan IgG1 sebagai antibodi yang paling dominan. Titer IgG1 tertinggi dicapai pada hari ke- 25 setelah imunisasi. Puncak titer IgE dicapai pada hari ke-60 sedangan IgG2a 115 titernya terus meningkat sampai hari ke- 90. Weil dan Ottesen (1981) juga menemukan peningkatan titer IgG dan IgE secara signifikan pada anjing yang diinfeksi antigen D. immitis secara eksperimental. Menurut hasil penelitian Grieve et al. (1981), antibodi pada anjing terhadap D. immitis pertama kali terdeteksi 4 minggu setelah infeksi dan titer tertinggi diperoleh 2 minggu setelah ditemukan mikrofilaria. Hayasaki et al. (1981) menyatakan bahwa produksi antibodi waktunya berkaitan dengan penyilihan larva ke empat dan adanya mikrofilaria di dalam darah. Simpulan SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa antigen MES, FES maupun MES+FES D. immitis dapat merangsang pembentukan antibodi poliklonal pada mencit BALB/c dengan pola produksi yang sama. Antibodi telah terbentuk pada hari ke-21 dan titernya mencapai puncak pada hari ke-35 setelah imunisasi. Saran Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mengetahui kemampuan antibodi yang dihasilkan oleh mencit BALB/c untuk mendeteksi antigen D. immitis pada serum dan urin anjing. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat terlaksana degan baik berkat bantuan dari semua pihak, maka dari itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Akhtardanesh B, Radfar MH, Voosough D, Darijani N. 2010. Seroprevalence of

canine heartworm disease in Kerman, Southeastern Iran. Comp Clin Pathol, DOI 10.1007/s00580-010-1035-0. Alia YY, May HK, Amall HA. 2013. Serological study of Dirofilaria immitis in human from some villages in Al- Hindya part of Karbala Governorate. Int J of Sci and Nature, 4: 185 188. Aranda C, Panyella O, Eritja R, Castella J. 1998. Canine filariasis importance and transmission in the Baix Llobregat area, Barcelona (Spain). Vet Parasitol, 77: 267 275. Bolio-Gonzalez ME, Rodriguez-Vivas RI, Sauri-Arceo CH, Gutierrez-Blanco E, Ortega-Pacheco A, Colin-Flores RF. 2007. Prevalence of the Dirofilaria immitis infection in dogs from Merida, Yucatan, Mexico. Vet Parasitol, 148: 166 169. Cruz-Chan JV, Quijano-Hernandez I, Ramirez-Sierra MJ, Dumonteil E. 2009. Dirofilaria immitis and Trypanosoma cruzi natural co-infection in dogs. The Vet J doi: 10.1016/j.tvjl.2009. 09.012. Genchi C, Rinaldi L, Mortarino M, Genchi M, Cringoli G. 2009. Climate and Dirofilaria infection in Europe. Vet Parasitol, 163: 286 292. Goodwin J-K. 1998. The serologis diagnosis of heartworm infection in dogs and cats. Clinical Techniques in Small Animals Practice, 13: 83 87. Grieve RB, Mika-Johnson M, Jacobson RH, Cypress RH. 1981. Enzyme-linked immunosorbent assay for measurement of antibody responses to Dirofilaria immitis in experimentally infected dogs. Am J Vet Res, 42: 66 69. Hayasaki M, Nakagaki K, Kobayashi S, Ahishi I. 1981. Immunological response of dogs to Dirofilaria immitis infection. Jpn J Vet Sci, 43: 909 914. Maizels RM, Blaxter ML, Robertson BD, Selkirk ME. 1991. Parasite Antigens, Parasite Genes. A Laboratory Manual for Molecular Parasitology. Cambridge University Press, New York, Port Chester, Melbourne, Sydney. Marcos-Atzutegi C, Kramer LH, Fernandez I, Simoncini L, Genchi M, Prieto G, Simon F. 2003. TH1 response in BALB/c mice immunized with Dirofilaria immitis soluble antigens: a possible role for Wolbachia? Vet Parasitol, 112: 117 130. Meriem-Hind BM, Mohamed M. 2009. Prevalence of canine Dirofilaria immitis infection in the city of Algiers, Algeria. African J of Agri Res, 4: 1097 1100. Reifur L, Thomaz-Socco V, Montiani- Ferreira F. 2004. Epidemiological aspects of filariosis in dogs on the coast of Parana state, Brazil: with emphasis on Dirofilaria immitis. Vet Parasitol, 122: 273 286. Song KH, Hayasaki M, Cholic C, Cho KW, Han HR, Jeong BH, Jeon MH, Park BK, Kom DH. 2002. Immunological responses of dogs experimentally infected with Dirofilaria immitis. J Vet Sci, 3: 109 114. Suyoko. 1998. Pengembangan antibodi monoklonal spesifik terhadap antigen beredar Brugia malayi untuk diagnosis filariasis malayi. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Weil GJ, Ottesen EA. 1981. Dirofilaria immitis: parasiti-specific humoral and cellular immune responses in experimentally infected dogs. Exp Parasitol, 51: 80 86. Weil GJ. 1987. Dirofilaria immitis: Identification and Partial Characterization of Parasite Antigens in the Serum of Infected Dogs. Exp Parasitol, 64: 244 251. 116