Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Upaya Ini Berlanjut?

dokumen-dokumen yang mirip
Konservasi Energi Sebagai Keharusan Yang Terlupakan Dalam Manajemen Energi Nasional Indonesia: Belajar Dari Jepang dan Muangthai

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

Hemat Energi Listrik: Studi Kasus di Badan Diklat Provinsi Banten

VI. SIMPULAN DAN SARAN

MAKALAH KONSERVASI ENERGI

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan rata-rata ASEAN adalah 364 TOE/juta US$, dan negara maju 202 TOE/juta US$

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI

Perencanaan Strategis Bidang Energi Tahun Di DIY

Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1991 Tentang : Konservasi Energi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

Hasil Simulasi Kebijakan

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi proses produksinya sebagai syarat untuk bisa terus bertahan di tengah

BAB I PENDAHULUAN. keadaan alam Indonesia yang memiliki iklim tropis dan beridentitaskan sebagai

KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang pada gilirannnya akan berdampak pada terhambatnya roda

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

50001, BAB I PENDAHULUAN

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 )

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

PENDAHULUAN Latar Belakang

RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

Versi 27 Februari 2017

SITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

Indonesia Water Learning Week

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

Mendukung Pengentasan Kemiskinan melalui Perencanaan Energi Daerah di Indonesia

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya yang meliputi pada aspek sosial, ekonomi maupun politik.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB III LANDASAN TEORI

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

Transkripsi:

Konservasi Energi Pasca InPres 10/2005: Apa Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Upaya Ini Berlanjut? Hanan Nugroho Perencana Senior Bidang Energi & Pertambangan di BAPPENAS. Email: nugrohohn@bappenas.go.id 1. Pendahuluan Instruksi Presiden No. 10/2005 mengenai Penghematan Energi merupakan keputusan cerdas yang pantas disambut baik sebagai langkah untuk membuat konservasi energi gerakan nasional. Konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nyaris terabaikan dalam perencanaan dan praktek pembangunan di Tanah Air dalam kurun yang cukup lama. Akibatnya, meskipun belum semua komponen masyarakat telah memiliki akses yang memadai terhadap energi, namun konsumsi energi kita tergolong boros, bahkan termasuk yang terboros di Asia. Output yang kita hasilkan dibandingkan jumlah energi yang dikonsumsi masih terlalu kecil. Dalam situasi kita dimana pelayanan terhadap energi masih rendah (rasio elektrifikasi nasional 53 persen, BBM belum menjangkau semua wilayah di Tanah Air, gas bumi masih merupakan barang langka yang nyaris belum menjangkau rumah tangga, dstnya) maka peningkatan produksi migas, pembangunan prasarana energi serta berbagai upaya di sisi penyediaan (supply) itu memang mesti ditempuh. Namun bahwa upaya-upaya tersebut dapat dilakukan tanpa memperhatikan konservasi energi baik di sisi permintaan (demand) maupun dalam proses supply-nya adalah suatu hal yang mesti kita koreksi. Menjadikan krisis energi kini sebagai momentum untuk memulai gerakan konservasi energi nasional merupakan langkah yang tepat. Namun, untuk menjamin keberlanjutan gerakan konservasi serta memantapkan peranan konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nasional, maka sejumlah hal yang lebih detil serta yang bersifat fundamental perlu dikembangkan. Makalah ini mencoba mengusulkan beberapa di antaranya. 2. Konservasi Energi bukan kepanikan, tapi keharusan Alasan efisiensi dan ekonomi makro dari dibutuhkannya konservasi energi di Indonesia adalah intensitas energi kita yang terlalu tinggi dibandingkan banyak negara lain di Asia maupun dunia. Indikator intensitas energi, yang menunjukkan perbandingan antara jumlah energi yang dikonsumsi dengan output (GDP) yang dihasilkan, jelas menunjukkan kita termasuk negara yang boros penggunaan energinya. Indikator elastisitas energi, yaitu perbandingan laju pertumbuhan konsumsi energi dengan laju pertumbuhan ekonomi (GDP) yang belakangan berkisar antara 1,2 1,8 juga menunjukkan kecenderungan kita mengkonsumsi energi secara kurang efisien. Ini suatu hal yang perlu diperbaiki. Konservasi energi belum berkembang di Tanah Air dipengaruhi oleh pandangan bahwa Indonesia dikaruniai sumberdaya energi berlimpah sehingga menggunakan energi secara hemat bukanlah sebuah keharusan. Pandangan tersebut perlu dikoreksi. Walaupun Indonesia adalah penghasil minyak bumi dan anggota OPEC, namun produksi dan cadangan (reserves) minyak bumi kita termasuk paling kecil di antara anggota OPEC. Dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar dengan konsumsi BBM yang terus meningkat- maka kekayaan dan produksi minyak bumi kita itu sama sekali tidak besar. Kita memang memiliki sumberdaya energi lainnya dalam jumlah Sumbangan pikiran untuk Workshop Penghematan Energi Nasional, Masyarakat Hemat Energi, Agustus 2005. 1

memadai, namun sebagian besarnya belum dieksploitasi, tersimpan di tempat-tempat jauh dan masih membutuhkan pembangunan infrastruktur yang sangat besar untuk membuat sumbersumber energi itu tersedia menjadi energi yang bisa dipakai. Sumberdaya energi kita sekarang juga lebih banyak yang diekspor untuk kepentingan negara daripada digunakan di dalam negeri. Pemahaman mengenai konservasi energi sebagai tindakan praktis juga belum berkembang di masyarakat karena masih langkanya penyebarluasan informasi atau kampanye mengenai teknikteknik konservasi energi. Pemerintah masih terlalu sedikit atau lamban dalam memperhatikan perhatian terhadap gerakan konservasi energi. Pemerintah juga masih menerapkan kebijakan harga energi yang keliru, yang membuat konservasi energi tidaklah menjadi pilihan yang mesti dilakukan oleh masyarakat. Melakukan konservasi energi sesungguhnya memberikan keuntungan. Dengan konservasi seolah kita menemukan sumber energi baru. Bila Indonesia dapat menghemat konsumsi BBM sekitar 10 persen, ini berarti menemukan gratis lapangan minyak baru yang memproduksi sekitar 150.000 barel per hari. Industri dapat menurunkan biaya produksi bila menggunakan energi secara hemat terus dipraktekkan. Demikian pula, biaya operasi gedung-gedung kantor, rumah sakit, sekolah, hotel, mall, supermarket dan rumah tangga dapat lebih rendah bila efisiensi energi diterapkan. Mengubah cara berkendara serta perbaikan traffic management dapat menekan penggunaan BBM secara significant. Selain menekan biaya, konservasi energi berarti meningkatkan kapasitas pelayanan dan akses terhadap energi. Energi yang dihemat (BBM, listrik, dstnya) dapat diperluas pemanfaatannya untuk masyarakat lain, termasuk kaum dhuafa. Konservasi energi berdampak positip pada lingkungan. Pembakaran bahan bakar fosil, misalnya oleh transportasi dan pembangkit listrik batubara, menghasilkan berbagai polutan (CO x, NO x, SO x ) dan debu. Dengan konservasi, dampak negatip terhadap lingkungan diturunkan, bahkan kini melalui skim Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM)- pengurangan polusi dapat dijual ke pasar emisi dunia. Lingkungan bersih meningkatkan derajat kesehatan. Pemerintah juga memetik untung dari konservasi energi. Subsidi BBM yang kini luar biasa besar, biaya penyediaan BBM dan listrik, pembangunan prasarania energi, biaya mengurangi dampak lingkungan dapat diturunkan. Dengan demikian, kemampuan melakukan konservasi energi memperkokoh daya saing industri dan produktivitas nasional. Potensi energy saving dari melakukan konservasi energi di Indonesia sesungguhnya sangat besar. Sebuah studi Bank Dunia menyimpulkan bahwa -tanpa penambahan biayapunkonsumsi energi industri di Indonesia dapat dihemat 8 persen. Dengan sedikit investasi, penghematan konsumsi energi dapat diturunkan hingga 23 persen. Studi yang dilakukan Departemen ESDM memperkirakan potensi konservasi energi nasional antara 20-30 persen: di sektor industri 15-30 persen, transportasi 25 persen, rumah tangga dan komersial 10-30 persen. Konservasi energi perlu dilakukan bukan karena negara sekarang secara finansial mengalami kesulitan untuk menyediakan energi secara murah, tapi karena secara fundamental konservasi energi akan membuat pola konsumsi energi nasional menjadi lebih sehat. Sebagai sebuah pilar manajemen energi, konservasi energi sudah cukup lama diabaikan di Indonesia. Krisis energi belakangan ini pantas untuk dijadikan momentum untuk menempatkan konservasi energi sebagai bagian utama dari kegiatan konsumsi energi kita. Banyak upaya konservasi energi dapat dilakukan dengan biaya kecil, malah tanpa biaya. Sering yang dibutuhkan hanyalah mengubah pandangan/sikap serta menerapkan sedikit disiplin yang tidak akan membuat kita menderita, tapi akan punya dampak makro besar. Membiarkan konsumsi energi tumbuh cepat dan boros jelas sangat merugikan. Karena penyakit akibat mengabaikan konservasi energi di Tanah Air sudah cukup parah (subsidi BBM, in-efisiensi, menurunnya kualitas udara di kota-kota besar) sementara potensi konservasi energi 2

kita sangat besar, maka konservasi energi sebagai keharusan tak boleh ditunda lagi. Bahkan, bagaimana setengah memaksa atau membangun kesadaran pemerintah dan masyarakat untuk menjadikan konservasi energi sebagai budaya baru harus dilakukan. 3. Upaya yang perlu dilakukan InPres 10/2005 perlu ditindaklanjuti dengan Petunjuk Teknis yang detil tentang bagaimana konservasi energi dapat dilakukan oleh komponen-komponen masyarakat. Petunjuk Teknis tersebut mesti disebarkan ke seluruh masyarakat. Pemerintah perlu memimpin gerakan konservasi energi, selain dengan kampanye juga melalui bantuan teknis dan keuangan, yang dalam beberapa hal (misalnya untuk audit energi) dapat diberikan secara gratis. Di samping beberapa hal di atas, hal-hal yang bersifat strategis untuk menjadikan konservasi energi konservasi energi pilar manajemen energi nasional serta menjamin keberlanjutan gerakan konservasi energi dalam hemat kami adalah: 1. Membentuk Pusat Konservasi Energi Nasional 2. Menyiapkan Undang-Undang Konservasi Energi 3. Meningkatkan kedudukan Konservasi Energi dalam pengelolaan energi nasional. Beberapa alasan dikemukakan untuk mendukung usulan tersebut, dengan mengambil contoh/perbandingan dari negara lain. 3.1 Pusat Konservasi Energi Pusat Konservasi Energi bertugas sebagai pemimpin harian gerakan konservasi energi. Di sini dilakukan pelayanan pendidikan dan latihan, kampanye, riset, pembuatan data base, konsultasi, pengembangan standar, kerja sama internasional serta banyak hal lain untuk membuat kegiatan konservasi energi secara nasional berjalan lancar dan berkesinambungan. Pusat Konservasi Energi perlu dikembangkan di Tanah Air, juga dengan pertimbangan bahwa selama ini di Indonesia konservasi energi belum diperhatikan sebagai kegiatan yang perlu dikembangkan organisasinya. Kemampuan institusi selalu menjadi kendala dalam pengelolaan masalah-masalah nasional di Indonesia, apalagi bila hal itu bersifat lintas-sektor sebagai halnya masalah konservasi energi. Di dalam organisasi Pemerintahan, Konservasi Energi hanyalah unit kecil di dalam Departemen Energi & Sumberdaya Mineral yang sangat berorientasi produksi. Dengan model pengelolaan konservasi energi yang sangat terbatas sumberdaya manusia, dana dan kewenangannya tersebut, tidak dapat diharapkan bahwa gerakan konservasi energi akan berkembang luas di Tanah Air. Sebagai perbandingan, Pusat Konservasi Energi di Jepang memiliki peranan yang penting dan aktivitas yang banyak dalam membuat konservasi energi gerakan nasional. Jepang adalah negara yang efisiensi pemakaian energinya paling baik di dunia. Pusat Konservasi Energi Jepang bukanlah sebuah organisasi murni Pemerintah, namun adalah organisasi semi-swasta yang dibimbing oleh Menteri Ekonomi, Perdagangan & Industri (METI). Organisasi ini didirikan tahun 1978 sebagai tanggapan atas Krisis Minyak Dunia, sekaligus jawaban strategis untuk melakukan manajemen energi nasional. Pusat Konservasi Energi Jepang berkantor pusat di Tokyo dengan 8 cabang di seluruh Jepang dan sekitar 3.000 anggota (industri, perkantoran, ESCO, perguruan tinggi, dsb.) yang mendukung. Kegiatan Pusat Konservasi Energi Jepang dapat dikategorikan ke dalam konservasi energi untuk sektor industri, konservasi energi untuk sektor komersial dan rumah tangga, konservasi energi untuk sektor transportasi, serta kegiatan antarsektor yang menyangkut konservasi energi. Hasil yang dicapai dari pekerjaan Pusat Konservasi Energi adalah makin populernya gagasan penggunaan energi secara hemat sebagai sebuah cara hidup yang pintar (smart life) di kalangan masyarakat Jepang. Indikator yang paling jelas dari pekerjaan Pusat Konservasi 3

Energi adalah berhasilnya Jepang menempatkan diri sebagai negara yang produktivitas pemakaian energinya paling tinggi di dunia. Bagi Indonesia, langkah panjang dibutuhkan untuk membuat konservasi energi sebagai budaya dan memberikan sumbangan yang berarti terhadap ekonomi nasional. Pembentukan Pusat Konservasi Energi Nasional merupakan langkah penting dari upaya mewujudkan hal itu. Kita perlu mewujudkan hal itu segera. 3.2 Undang-Undang Konservasi Energi Pembuatan Undang-Undang Konservasi Energi dimaksudkan sebagai upaya untuk menyumbangkan pertumbuhan ekonomi dan lingkungan yang sehat melalui penerapan aturanaturan untuk menggunakan energi secara rasional di berbagai sektor pemakaian secara nasional. InPres 10/2005 mengenai Penghematan Energi Energi serta RUU Energi yang kini tengah digodok dapat merupakan embrio dari UU Konservasi Energi dimaksud. UU Konservasi memberikan kewajiban kepada Pemerintah untuk menetapkan aturan/standar yang diberikan kepada konsumen energi dalam melakukan penghematan energi. Kewajiban untuk menerbitkan petunjuk dan aturan mengenai konservasi energi dan mengawasinya tak hanya diberikan kepada Menteri Energi, tapi juga Menteri lain yang terkait. Pada prinsipnya setiap pengguna energi perlu dikenai aturan untuk menggunakan energi secara hemat. UU Konservasi Energi perlu berisi aturan yang cukup rinci, khususnya untuk kelompok yang menggunakan energi dalam jumlah besar. Misalnya, industri dalam UU Konservasi Energi dikategorikan ke dalam Indutri kelas I dan Industri Kelas II berdasarkan konsumsi tahunan bahan bakar atau listrik mereka. Selanjutnya, terhadap kelas industri yang berbeda dikenakan kewajiban yang berbeda, misalnya dalam hal penentuan manajer energi, penyampaian rencana kerja jangka menengah/panjang di bidang pengelolaan energi, periode penyampaian laporan mengenai penggunaan energi, dsbnya. Undang-Undang Konservasi Energi juga menegaskan kewajiban Pemerintah untuk mendorong pemassalan gerakan konservasi energi. Ini dilakukan antara lain dengan memberikan insentif fiskal bagi kegiatan konservasi energi oleh industri maupun servis, serta mengumandangkan gerakan dan kesadaran konservasi energi untuk semua lapisan masyarakat. Audit energi diberikan kepada pemakaian energi besar oleh ahli-ahli audit energi dengan biaya gratis/ditanggung oleh pemerintah. Bila kemudian hasil audit energi merekomendasikan penggantian peralatan baru yang bermanfaat untuk mengemat energi, maka pemerintah dapat membantu memberikan kredit bagi penggantian peralatan hemat energi tersebut. Pemerintah juga dikenai kewajiban untuk mendorong berkembangnya perusahaan jasa pelayanan energi (ESCO: energy service company), misalnya dalam bentuk keringanan pajak dan penyediaan barang modal. Keberadaan ESCO, khususnya dalam periode awal, sangat membantu mendorong pemassalan konservasi energi nasional. 3.3 Organisasi Konservasi Energi Permasalahan yang berkaitan dengan energi di Tanah Air telah berkembang semakin kompleks seiring dengan perkembangan kegiatan pembangunan di Tanah Air. Trilema 3Es (Energy, Economy, Environment) adalah hot issues yang belakangan menjadi perhatian masyarakat global, yang mau tak mau kita juga harus berpartisipasi di dalam mengatasinya. Terlepas dari perkembangan masalah terkait energi yang semakin kompleks, pengembangan organisasi yang menangani issue energi yang pada dasarnya adalah masalah lintas sektor, lintas disiplin dan lintas departemen di Tanah Air belum mengalami perkembangan secepat permasalahan yang berkembang. Hal ini sangat terlihat, khususnya dalam meletakkan posisi Konservasi Energi. Sebagai perbandingan, dalam administrasi pemerintahan Thailand (yang juga adalah negara berkembang), sektor energi mendapat tempat sangat strategis. Penanganan sektor ini tidak hanya 4

menjadi tanggung jawab suatu departemen teknis saja. Konservasi energi merupakan subjek yang diperhatikan oleh berbagai departemen dalam administrasi pemerintahan Thailand. Dalam organisasi pemerintahan Thailand, penanganan sektor energi menjadi tanggungjawab National Energy Policy Council (NEPC) yang diketuai Perdana Menteri dengan Wakil Deputi Perdana Menteri, dan beranggauta sejumlah besar Menteri (Energi, Industri, Tranportasi, Keuangan, Sains & Teknologi, dst.). Tugas utama NEPC adalah menetapkan Kebijakan Energi Nasional serta Rencana Pengembangan & Manajemen Energi Nasional. NEPC juga memiliki tugas yang cukup rinci, misalnya menetapkan harga energi yang sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional serta Rencana Pengembangan & Manajemen Energi Nasional yang berlaku. Komite Konservasi Energi (Energy Conservation Promotion Fund Committee: ECPFC) dan Komite Kebijakan Energi (Energy Policy Committee: EPC) merupakan Komite di bawah NEPC yang masing-masingnya diketuai oleh Deputi Perdana Menteri. Kantor Kebijakan Energi Nasional (National Energy Policy Office: NEPO) melakukan pekerjaan-pekerjaan teknis di bidang kebijakan energi nasional untuk dilaporkan kepada NEPC, ECPFC maupun EPC. Konservasi energi, yang banyak menangani pendanaan konservasi energi, memperoleh bobot perhatian sangat besar. Komite Konservasi Energi banyak berhubungan dengan. Komite Energi tersebut bertugas menyiapkan petunjuk, kriteria dan prioritas pemanfaatan dana Konservasi Energi sesuai petunjuk yang diberikan oleh Pasal 25 Undang-Undang Konservasi Energi Thailand. Thailand melakukan kerjasama di bidang Konservasi Energi dengan Jepang sejak awal 1980-an, dengan melakukan sejumlah training dan pembuatan master plan konservasi energi. Pusat Konservasi Energi Thailand didirikan tahun 1985, dan Undang-Undang Konservasi diterbitkan tahun 1992. Baik Pusat Konservasi Energi Nasional maupun Undang-Undang Konservasi Energi belum pernah disiapkan di Indonesia sampai hari ini. Pusat Konservasi Energi Thailand bertindak aktif dengan melakukan kampanye, latihan manajer energi, dst. Sebagai contoh, berbagai petunjuk/ buku yang disebar untuk umum mengenai konservasi seperti Bagaimana Mengendarai Dengan Menghemat Energi, Penghematan Energi Untuk Kantor Pemerintah dan BUMN, 60 juta Penduduk Thai Mengunakan Energi Yang Lebih Sedikit, Penghematan Energi di Pabrik, dan sebagainya merupakan produk dari Pusat Konservasi Energi Thailand. Pengembangan kebijakan serta monitoring masalah-masalah yang berkaitan dengan energi di Indonesia lebih banyak merupakan urusan Departemen Energi & Sumberdaya Mineral. Konsumen energi adalah masyarakat yang terbagai dalam berbagai sektor (industri, transportasi, services, dsb.) yang diperhatikan oleh organisasi-organisasi yang berbeda dalam organisasi Pemerintah Indonesia. BAKOREN (Badan Kordinasi Energi Nasional) selama ini menjadi tempat dimana issue lintas sektor yang berkenaan dengan energi dikordinasikan. Dalam perjalanannya, terlihat bahwa BAKOREN bukanlah sebuah institusi yang berperan aktif atau cukup significant dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan energi nasional. Perlu dikaji bentuk institusi baru yang lebih tanggap terhadap perkembangan masalahmasalah energi yang lintas sektoral, lintas disiplin dan lintas departemen tersebut. Khususnya dalam menempatkan dimana posisi dan dalam bobot seberapa besar organisasi yang menangani masalah Konservasi Energi harus diperhatikan. Selama ini di Indonesia belum terdapat unit organisasi Pemerintah, bahkan di Level Eselon II atau III pun dengan titel Konservasi Energi. Ini menunjukkan rendahnya perhatian terhadap persoalan konservasi energi, suatu hal yang tentunya tak dapat dipertahankan lagi dalam kerangka manajemen energi nasional yang lebih baik. 5

4. Ringkasan dan Kesimpulan Dalam kurun panjang, konservasi energi tidak berkembang di Tanah Air dipengaruhi pandangan bahwa Indonesia dikaruniai sumberdaya energi berlimpah sehingga menggunakan energi secara hemat bukanlah sebuah keharusan. Ini pandangan keliru yang mesti dikoreksi. Indonesia perlu melakukan gerakan konservasi energi berdasarkan pertimbangan bahwa pola konsumsi energi kita sekarang boros, potensi energy saving kita cukup besar dan bahwa melakukan konservasi energi itu sesungguhnya mudah dan memberikan keuntungan. Instruksi Presiden No. 10/2005 mengenai Penghematan energi merupakan keputusan cerdas yang perlu disambut sebagai langkah awal gerakan konservasi energi nasional. Namun demikian, masih dibutuhkan langkah seperti menyiapkan petunjuk teknis konservasi serta mengkampanyekan gerakan konservasi energi lebih lanjut. Beberapa hal yang bersifat strategis untuk menjadikan konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nasional serta menjamin keberlanjutan gerakan konservasi energi adalah dengan membentuk Pusat Konservasi Energi Nasional, menyiapkan Undang-Undang Konservasi Energi, serta meningkatkan kedudukan Konservasi Energi dalam organisasi pengelolaan energi nasional. --hn-- Daftar Pustaka Hanan Nugroho, 2005. Konservasi energi sebagai keharusan yang terlupakan dalam manajemen energi nasional: belajar dari Jepang dan Muangthai. Perencanaan Pembangunan X/03, Juni 2005. Hanan Nugroho, 2005. Apakah persoalannya pada subsidi BBM? Tinjauan terhadap masalah subsidi BBM, ketergantungan pada minyak bumi, manajemen energi nasional dan pembangunan infrastruktur energi. Perencanaan Pembangunan X/02, Maret 2005. Hanan Nugroho, 2005. Sembuh dari penyakit subsidi BBM. Suara Karya, 28 Mei 2005. 6