BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk miskinnya. Semakin banyak jumlah penduduk miskin, maka negara itu disebut negara miskin. Sebaliknya semakin kecil jumlah penduduk miskinnya, maka negara itu adalah negara maju. Kemiskinan merupakan problematika yang dari zaman dahulu sudah ada, dirasakan oleh masyarakat dari tingkat desa sampai di perkotaan. Masalah kemiskinan menjadi masalah internasional, sehingga dibentuk Millenium Development Goals (MDGs) yang salah satu tujuannya adalah mengurangi separuh jumlah orang yang hidup dengan penghasilan $1 per hari dan mengurangi separuh jumlah orang yang menderita kelaparan. Menurut para ahli, kemiskinan itu bersifat multidimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, kemiskinan meliputi aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, serta pengetahuan dan keterampilan, juga aspek sekunder berupa miskin akan jaringan sosial, sumbersumber keuangan, dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik dan tingkat pendidikan yang rendah (Arsyad, 2010: 299). Menurut Sugiyanto (2010: 243), ada 2 kondisi yang menyebabkan kemiskinan terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Apabila suatu 1
kondisi kemiskian disebabkan antara lain oleh sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah, dan bencana alam, hal tersebut dinamakan kemiskinan alamiah. Adapun kemiskinan buatan terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Masalah kemiskinan sangatlah kompleks dan pemecahannya pun tidak mudah. Bagi yang memperlihatkan konsep masalah-masalah kebijakan sosial secara lebih luas biasanya lebih memperhatikan konsep tingkat hidup, yaitu tidak hanya menekankan pada tingkat pendapatan saja, namun juga masalah pendidikan, perumahan, kesehatan, dan kondisi-kondisi sosial lainnya dari suatu masyarakat. Selanjutnya permasalahan standar hidup yang rendah berkaitan pula dengan jumlah pendapatan yang sedikit, perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, dan tingkat pendidikan yang rendah hingga berakibat pada rendahnya sumber daya manusia (Arsyad, 2010: 299). Dilatarbelakangi hal tersebut, dibutuhkan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan dan ketimpangan itu sendiri. Menurut Todaro dan Smith (2006: 28) tujuan inti dari pembangunan adalah sebagai berikut. 1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan. 2
2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesenjangan materiil, melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa bersangkutan. 3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negaranegara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan, diantaranya program IDT (Inpres Desa Tertinggal) berupa bantuan dana bergulir sebesar Rp20.000.000,00 dalam jangka 3 tahun. Program P3DT berupa bantuan modal digunakan untuk investasi sosial dan bersifat hibah (block grant). Program PPK berupa bantuan dengan nilai sebesar Rp250.000.000,00 sampai dengan Rp750.000.000,00 diberikan per kecamatan dan sifatnya bergulir. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yaitu bantuan yang sasarannya dititikberatkan pada kecamatan di kawasan perkotaan. Program PDMKE yaitu bantuan modal yang digunakan untuk membiaya kegiatan yang bersifat padat karya (Kuncoro, 2004: 161 162). Bantuan pemerintah yang lain untuk mengentaskan kemiskinan adalah dengan menggandeng perbankan untuk menyalurkan kredit mikro yang bernama Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada 3
pelaku usaha dengan suku bunga yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bentuk kredit yang lain, dan tanpa agunan. Bantuan perahu untuk nelayan di pesisir pantai, bantuan pupuk bersubsidi untuk petani, dan beras raskin yang menjangkau sampai ke pelosok-pelosok tanah air. Laporan BPS menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin nasional dari tahun 2005 sampai dengan 2013. Jumlah penduduk miskin nasional berturutturut dari tahun 2005 sebesar 39.300,00 (ribu jiwa); tahun 2006 sebesar 39.300,00 (ribu jiwa), tahun 2007 sebesar 37.168,30 (ribu jiwa) ada penurunan 2.131,70 (ribu jiwa); pada tahun 2008 sebesar 34.963,30 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 2.205,00 (ribu jiwa); pada tahun 2009 sebesar 32.530,00 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 2.433,30 (ribu jiwa); pada tahun 2010 sebesar 31.023,40 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 1.506,60 (ribu jiwa); pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin sebesar 30.018,93 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 1.004,47 (ribu jiwa); pada tahun 2012 sebesar 29.132,40 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 886,53 (ribu jiwa) dan pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin sebesar 28.070,00 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 1.062,40 (ribu jiwa). Jumlah penduduk miskin Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2005 sampai dengan 2013 berturut-turut dari tahun 2005 sebesar 245,60 (ribu jiwa); tahun 2006 sebesar 205,20 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 40,4 (ribu jiwa); tahun 2007 sebesar 189,90 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 15,3 (ribu jiwa); pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin sebesar 156,80 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 33,10 (ribu jiwa); pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin sebesar 155,31 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 1,49 (ribu jiwa); pada tahun 2010 jumlah penduduk 4
miskin sebesar 171,00 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 15,69 (ribu jiwa); pada tahun 2011 sebesar 163,10 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 7,90 (ribu jiwa); pada tahun 2012 sebesar 160,60 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 2,5 (ribu jiwa) dan tahun 2013 jumlah penduduk miskin sebesar 151,69 (ribu jiwa) ada penurunan sebesar 8,91 (ribu jiwa). Secara keseluruhan terjadi penurunan penduduk miskin Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2005 sampai dengan 2013 sebesar 93,91 (ribu jiwa). Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Nasional dan Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Barat serta Garis Kemiskinan Provinsi Sulawesi Barat, 2005 2013 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jumlah Penduduk Miskin Nasional (ribu) 35.100,00 39.300,00 37.168,30 34.963,30 32.530,00 31.023,40 30.018,93 29.132,40 28.070,00 Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Barat (ribu) 245,60 205,20 189,90 156,80 155,31 171,00 163,10 160,60 151,69 Sumber: BPS, 2006 2014 dan www.bps.go.id Persentase Penduduk Miskin Nasional 15,97 17,75 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Barat 25,33 20,74 19,03 16,73 15,29 13,58 13,89 13,24 12,30 Garis Kemiskinan Provinsi Sulawesi Barat (Rp/kapita/bulan) - 130.480 135.242 146.492 163.224 171.356 186.041 198.792 213.403 Persentase penduduk miskin nasional tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 berturut turut pada tahun 2005 sebesar 15,97 persen; tahun 2006 sebesar 17,75 persen; pada tahun 2007 sebesar 16,58 persen; tahun 2008 sebesar 15,42 persen; tahun 2009 sebesar 14,15 persen; tahun 2010 sebesar 13,33 persen; tahun 2011 sebesar 12,49 persen; tahun 2012 sebesar 11,96 persen, dan pada tahun 2013 sebesar 11,37 persen. Terjadi penurunan persentase penduduk miskin nasional dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 sebesar 4,6 persen. 5
Persentase penduduk miskin Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penduduk miskin nasional. Berturut turut, pada tahun 2005 penduduk miskin di Sulawesi Barat sebesar 25,33 persen; tahun 2006 sebesar 20,74 persen; tahun 2007 sebesar 19,03 persen; tahun 2008 sebesar 16,73 persen; tahun 2009 sebesar 15,29 persen; tahun 2010 sebesar 13,58 persen; tahun 2011 sebesar 13,89 persen; tahun 2012 sebesar 13,24 persen, dan pada tahun 2013 sebesar 12,30 persen. Tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat menurun. Masalah yang dihadapi sekarang oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Barat adalah tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemiskinan Nasional. 1.2 Keaslian Penelitian Berbagai literatur penelitian mengenai tingkat kemiskinan dan beberapa faktor yang mempengaruhinya telah dilakukan dibeberapa wilayah yang berbedabeda, juga waktu dan alat analisisnya pun berbeda-beda. Adapun penelitian terdahulu adalah sebagai mana ditunjukkan Tabel 1.2 berikut. Tabel 1.2 Hasil Penelitian Terdahulu Terkait dengan Kemiskinan No Peneliti/ Tahun 1. Mehmood dan Sadiq (2010) 2. Apergis dkk. (2011) Lokasi Periode Pakistan 1976 2010 Amerika Serikat 1980 2004 Alat Analisis ECM Model and Johnson Test Respectively Regresi Hasil Hasil menunjukkan hubungan negatif antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan. Adanya hubungan dua arah antara kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan pada jangka pendek maupun jangka panjang. Kesenjangan dan tingkat pengangguran 6
Tabel 1.2 lanjutan 3. Singh (2012) 15 negara bagian di India dan beberapa negara di Asia yang dipilih 4. Tukoboya Maluku (2012) Utara 5. Susiati (2012) Provinsi DIY 6. Rusdarti dan Sebayang (2013) 7. Akwara, dkk. (2013) Provinsi Jawa Tengah Nigeria 8. Samarta (2014) Provinsi Kepulauan Riau berpengaruh positif terhadap kemiskinan, berpengaruh negatif terhadap pendapatan perkapita riil di 50 negara di Amerika Serikat. 2011 Regresi Human Development Index (HDI) dan Per Capita Income (CPI) memiliki pengaruh yang signifikan dalam penurunan kemiskinan. 2006 2011 2004 2010 2006 2007 2008 2012 Analysis Regresi Data Panel dengan teknik estimasi fixed effect model Regresi Data Panel Ordinary Least Square (OLS) Sejarah dan Analisis statistik deskriptif Regresi Linear Berganda, Laju pertumbuhan ekonomi dan realisasi pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan variabel angka partisipasi sekolah memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Variabel jumlah pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), belanja publik dan akses terhadap air bersih berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan sedangkan variabel PDRB per kapita tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan Penurunan tingkat pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, PDRB dan variabel lainnya seperti pengeluaran publik berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Pengangguran menciptakan kemiskinan, dan kemiskinan mendorong ke arah kegelisahan Secara Simultan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) akan dapat 7
Tabel 1.2 lanjutan 9. Pervez (2014) Pakistan 1972 2006 10. Sitorus (2014) Provinsi Jawa Tengah 2005 2012 REM mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau dengan probabilitas signifikan. Secara parsial kenaikan angka pengangguran akan dapat menambah tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau dengan probabilitas signifikan. Pertumbuhan ekonomi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan Augmented Dickey- Fuller, causality and Johansen co integaration Regresi Fixed Effect Cross Section Weights di Provinsi Kepulauan Riau Tingkat pendidikan dan penerimaan kotor memiliki hubungan negatif dan signifikan pada efek kemiskinan jangka panjang tetapi harapan hidup memiliki dampak positif terhadap kemiskinan Variabel yang mempengaruhi persentase penduduk miskin adalah variabel PDRB per kapita harga konstan 2000, variabel angka melek huruf, dan variabel angka harapan hidup berpengaruh secara signifikan sedangkan pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan tidak signifikan. Dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaan dari penelitian ini adalah variabel independen yang digunakan seperti PDRB riil per kapita, angka melek huruf dan alat analisis yang digunakan, yaitu regresi data panel. Perbedaan pada penelitian ini adalah penggunaan variabel independen yaitu angka penyerapan angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan upah minimum kabupaten, serta periode penelitian yaitu dari tahun 2005 sampai dengan 8
tahun 2013. Perbedaan lain adalah lokasi penelitian yaitu di Provinsi Sulawesi Barat yang terdiri dari 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Mamuju, dan Kabupaten Mamuju Utara. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian dibuat rumusan masalah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan dan rumusan masalah, disusun pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian ini adalah: faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat, 2005 2013? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat, 2005 2013. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju Utara, dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dalam mengambil kebijakan. 9
2. Sebagai bahan masukan untuk pihak yang memerlukan kajian lebih dalam tentang kemiskinan di masa akan datang. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari 5 bab, yang disajikan dengan sistematika berikut. Bab I Pendahuluan berisi uraian tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori berisi uraian tentang teori, kajian terhadap peneliti terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. Bab III Metode Penelitian berisi uraian tentang desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional, instrument penelitian, dan metode analisis data. Bab IV Analisis Data berisi uraian tentang deskripsi data yang telah dikumpulkan, deskripsi perkembangan variabel-variabel yang di amati, hubungan antarvariabel dan analisis data yang telah dikumpulkan untuk menjawab tujuan penelitian. Bab V Simpulan dan Saran berisi simpulan yang didapat dari hasil analisis penelitian, implikasi, keterbatasan penelitian, dan saran. 10