IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODOLOGI PENELITIAN

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

ANALISIS KONFIGURASI LUBANG OBSTACLE TERHADAP LAJU REAKSI PEMBENTUKAN BIODIESEL PADA BUBBLE COLUMN REACTOR YAYAN FITRIYAN

BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS

BAB 3 PEMODELAN 3.1 PEMODELAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

BAB III PEMODELAN ALIRAN DAN ANALISIS

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

ANALISIS PROFIL ALIRAN FLUIDA MELEWATI SUSUNAN SILINDER SEJAJAR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA PENGARUH POSISI KELUARAN NOSEL PRIMER TERHADAP PERFORMA STEAM EJECTOR MENGGUNAKAN CFD

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PROSES SIMULASI

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

SIMULASI PENGARUH VARIASI KECEPATAN INLET TERHADAP PERSENTASE PEMISAHAN PARTIKEL PADA CYCLONE SEPARATOR DENGAN MENGGUNAKAN CFD ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

ANALISA PENGARUH LAJU ALIRAN PARTIKEL PADAT TERHADAP SUDU-SUDU TURBIN REAKSI PADA SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP MENGGUNAKAN CFD

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI

BAB III RANCANG BANGUN REAKTOR SPRAY DRYING DAN SPRAY PYROLYSIS

Boundary condition yang digunakan untuk proses simulasi adalah sebagai berikut :

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG.

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh:

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium

METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENGUJIAN KADAR AIR DAN KADAR FRAKSI RINGAN DALAM CAMPURAN PERKERASAN BERASPAL

SIMULASI CFD ALIRAN ANNULAR

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

TAKARIR. Computational Fluid Dynamic : Komputasi Aliran Fluida Dinamik. : Kerapatan udara : Padat atau pejal. : Memiliki jumlah sel tak terhingga

Bab III Metodologi Penelitian

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

KAJIAN HIDRODINAMIKA DAN TRANSFER MASSA PROSES ABSORBSI PADA VALVE TRAY DENGAN MENINJAU PENGARUH VISKOSITAS CAIRAN

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2)

LAMPIRAN PEMBUATAN SIMULASI RUMAH TURBIN VORTEX. 1. Pembuatan model CAD digambar pada Software SolidWorks 2010.

PRESENTASI TUGAS AKHIR. Oleh: Zulfa Hamdani. PowerPoint Template NRP :

Edy Sriyono. Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya

BAB 4 HASIL & ANALISIS

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Totok Soehartanto, DEA NIP

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM FLUENT

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

BAB II LANDASAN TEORI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) B-26

BAB 4 MODELISASI KOMPUTASI dan PEMBAHASAN

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 6 Steady explosive eruptions

METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F

Simulasi Pola Aliran dalam Tangki Berpengaduk menggunakan Side-Entering Impeller untuk Suspensi Padat-Cair

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi di dalam reaktor kolom gelembung menyebabkan terjadinya penurunan residence time yang terjadi di dalam reaktor, pola kecepatan aliran di dalam reaktor dapat dilihat pada Gambar 6. Small scale eddy Gambar 6. Vektor kecepatan aliran fluida di dalam reaktor kolom gelembung Gambar 6 menunjukkan bahwa pada bagian tengah reaktor kolom gelembung kecepatan fluida (gelembung metanol) lebih tinggi dibandingkan dengan bagian yang dekat dengan dinding reaktor. Untuk meningkatkan efektifitas reaksi yang terjadi maka perlu dilakukan penurunan kecepatan pada bagian tengah reaktor tersebut, sehingga residence time dan luas permukaan kontak akan meningkat. Selain menurunkan kecepatan aliran juga perlu dilakukan peningkatan turbulensi aliran, karena aliran turbulen memiliki sifat yang cenderung menyebar (dispersif). Sifat ini menyebabkan aliran turbulen memiliki kemampuan yang tinggi dalam proses pencampuran (mixing), perpindahan massa, perpindahan panas, dan perpindahan momentum. Pada Gambar 6 pusaran aliran turbulen masih relatif kecil (small scale eddy), diperlukan suatu mekanisme yang dapat meningkatkan pusaran (large scale eddy) sehingga proses pencampuran, perpindahan massa, dan perpindahan momentum yang terjadi 15

dapat memperbesar laju reaksi yang terjadi. Pemasangan obstacle merupakan salah satu cara yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Rancangan pertama yang dibuat adalah obstacle N1 dan N2. Obstacle N1 dibuat berbentuk nozzle dengan ukuran diameter kepala 20 mm dan tinggi kepala 20 mm, sedangkan obstacle N2 diameter kepala obstacle adalah 20 mm dan tinggi kepala 15 mm, hal ini dimaksudkan untuk memperlambat laju naiknya gelembung dari tengah nozzle ke permukaan minyak. Menurut Michele (2002), cepatnya kenaikan gelembung disebabkan oleh central nozzle bahkan pada kecepatan gas rendah. Dengan adanya obstacle berbentuk nozzle yang terpasang pada central nozzle, diharapkan laju gelembung yang naik ke permukaan minyak menjadi terhambat oleh obstacle, sehingga residence time gelembung di dalam minyak menjadi lebih lama. Diameter lubang pada obstacle N1 dan N2 adalah 4 mm dengan jarak antar lubang kurang lebih 7 mm karena pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wulandani (2010) diameter lubang 4 mm dan 7 mm antar lubang mempunyai hasil yang paling bagus dari semua simulasi yang telah dilakukannya. Obstacle berbentuk N1 dan N2 yang dirancang dapat dilihat pada Gambar 7. Kepala obstacle N1 N2 Gambar 7. Rancangan obstacle N1 dan N2 Gelembung yang dihasilkan oleh obstacle N1 dan N2 menyebar ke pinggir dan menempel pada dinding reaktor sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas permukaan kontak, hasil simulasi N1 dan N2 dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15. Untuk mengantisipasi penurunan luas permukaan kontak dibuat obstacle N3 dengan penambahan lubang pada bagian atas kepala obstacle. Rancangan obstacle N3 dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Rancangan obstacle N3 Hasil simulasi dengan menggunakan obstacle N3 menunjukkan bahwa sudah tidak terdapat gelembung metanol yang menempel pada dinding reaktor, tetapi gelembung yang dihasilkan memiliki ukuran yang sangat besar seperti yang terlihat pada Lampiran 16. N3 16

Setelah dilakukan pembandingan luas permukaan kontak antara N1, N2 dan N3 dengan dengan simulasi reaktor kosong (S) dan DO7, luas permukaan kontak N1, N2, dan N3 lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor kosong akan tetapi tidak lebih tinggi bila dibandingkan dengan DO7. Kemudian dilakukan perancangan obstacle lain yang diharapkan memiliki luas permukaan kontak yang lebih tinggi daripada DO7. Obstacle yang dirancang adalah obstacle tipe A yang terdiri dari 3 rancangan, yaitu A1, A2, dan A3. Pada bagian tengah obstacle A1, A2, dan A3, digunakan poros berdiameter 5 mm untuk menyusun obstacle. Poros berukuran kecil ini digunakan agar kemungkinan kontak antara bahan (minyak atau metanol) dengan dinding obstacle dan dinding dalam reaktor semakin kecil bila dibandingkan dengan menggunakan obstacle berupa silinder dalam (tipe DO7). Poros juga berfungsi untuk memecah gelembung metanol ketika keluar dari nozzle, diharapkan banyak terbentuk gelembung kecil yang akhirnya dapat memperluas kontak antara gelembung metanol dan minyak. Konsep obstacle A1 dan A2 hampir mirip satu sama lain dengan jarak pasang antar plat (obstacle) adalah 60 mm, yang membedakan rancangan ini adalah jumlah plat yang digunakan, pada bagian atas obstacle A1 terdapat plat tambahan berdiameter lebih kecil daripada obstacle yang berfungsi untuk menghambat laju gelembung. Selain itu, diduga jarak pasang antar plat juga akan berpengaruh terhadap luas permukaan kontak yang dihasilkan, maka dirancang obstacle A3 dengan jarak antar obstacle adalah 50 mm. Rancangan obstacle tipe A dapat dilihat pada Gambar 9. A1 A2 A3 Gambar 9. Rancangan obstacle tipe A 17

4.2 HASIL SIMULASI CFD Model yang digunakan dalam simulasi adalah model 3 dimensi, hal ini dilakukan agar hasil simulasi yang diperoleh lebih sesuai dengan kondisi nyata dalam reaktor kolom gelembung. Adapun solver yang dipakai untuk memecahkan kasus dalam simulasi ini adalah solver single precision, karena secara umum solver single precision sudah cukup akurat untuk digunakan dalam berbagai kasus. Selain solver single precision juga bisa digunakan solver double precision dimana hasil yang diperoleh lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan solver single precision, akan tetapi waktu yang dibutuhkan untuk komputasi jauh lebih lama. Solver double precision digunakan untuk memecahkan kasus khusus yang tidak cukup diselesaikan hanya dengan solver single precision seperti untuk mensimulasikan bentuk geometri yang panjang dan sangat tipis. Geometri yang dibuat dengan menggunakan GAMBIT menggunakan satuan milimeter, sedangkan FLUENT menganggap semua dimensi geometri dibangun dengan menggunakan satuan meter, sehingga perlu dilakukan proses penyekalaan dimensi terlebih dahulu ke dalam satuan milimeter pada FLUENT. Tipe aliran dalam simulasi adalah transien (unsteady) karena dipengaruhi oleh faktor waktu. Simulasi dipengaruhi oleh percepatan gravitasi yaitu -9.81 m/s 2 terhadap sumbu Y. Dalam simulasi diasumsikan tidak terjadi reaksi kimia antara minyak dan metanol, minyak dan metanol tidak saling larut satu sama lain, dan gas metanol super-terpanaskan dianggap sebagai gas ideal. Hal ini dilakukan karena yang ingin diketahui dari hasil simulasi hanya pengaruh penggunaan obstacle terhadap luas permukaan kontak dan gas holdup yang terjadi di dalam reaktor. Model dan persamaan dasar yang digunakan dalam simulasi reaktor kolom gelembung adalah model multifasa dan model viskos. Untuk mendefinisikan dua jenis material (fasa) yang berbeda (minyak dan metanol), maka digunakan jenis aliran multifasa. Pada FLUENT disediakan beberapa model untuk aliran multifasa yaitu, volume of fluid (VOF), mixture, dan eulerian. Output yang diharapkan dari simulasi adalah untuk mengetahui luas permukaan kontak antara minyak dengan metanol maka lebih tepat digunakan model volume of fluid (VOF). Pada model viskos yang digunakan adalah model k-epsilon, karena jenis aliran yang disimulasikan adalah aliran turbulen. Model k-epsilon merupakan model yang cukup lengkap untuk menganalisis aliran turbulen. Selain itu model k-epsilon sangat stabil dalam menganalisis aliran turbulen dan waktu komputasinya juga relatif lebih singkat, untuk lebih jelas mengenai model yang digunakan dalam simulasi dapat dilihat pada Lampiran 7. 18

4.2.1 Pemodelan CFD Simulasi CFD yang dilakukan menggunakan 9 tipe rancangan obstacle yaitu N1, N2, N3, N2+DO7, A1, A2, A3 dengan S dan DO7 sebagai pembanding. Masing-masing rancangan dijelaskan pada Tabel 3. Gambar dan ukuran masing-masing tipe obstacle dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 3. Deskripsi rancangan obstacle dalam reaktor kolom gelembung yang disimulasikan dengan metode CFD Obstacle Deskripsi Simulasi CFD Percobaan reaksi biodiesel S Tanpa obstacle pada T =290 o C X DO7 Dua obstacle yang disusun pada silinder dalam (pitch 7 mm, 24 lubang, dan diameter 4 mm), T = 290 0 C N1 Obstacle berbentuk nozzle berdiameter 20 mm, X tinggi 20 mm dan 9 lubang berdiameter 4 mm, T = 290 0 C N2 Obstacle berbentuk nozzle berdiameter 20 mm, X tinggi 10 mm dan 9 lubang berdiameter 4 mm, T = 290 0 C N3 Obstacle berbentuk nozzle berdiameter 20 mm, X tinggi 10 mm dan 9 lubang berdiameter 4 mm, T = 290 0 C N2+DO7 Kombinasi antara DO7 dan N2 dengan T = 290 0 C X A1 Terdiri dari 4 obstacle berdiameter 55 mm dengan X jarak antar obstacle 60 mm, diameter poros 5 mm. Obstacle bawah 24 lubang, tengah 5 lubang, dan atas 12 lubang dengan diameter lubang 4 mm, dan pada bagian paling atas terdapat plat tanpa lubang dengan diameter 40 mm, T = 290 0 C A2 Terdiri dari 3 obstacle berdiameter 55 mm dengan X jarak antar obstacle 60 mm, diameter poros 5 mm. Obstacle bawah 24 lubang, tengah 5 lubang, dan atas 12 lubang, dengan diameter lubang 4 mm, T = 290 0 C A3 Terdiri dari 3 obstacle berdiameter 55 mm dengan jarak antar obstacle 50 mm, diameter poros 5 mm. Obstacle bawah 24 lubang, tengah 5 lubang, dan atas 12 lubang, dengan diameter lubang 4 mm, T = 290 0 C Simulasi CFD memerlukan kualitas mesh yang bagus agar proses simulasi tidak mengalami kegagalan dan waktu simulasi menjadi lebih singkat. Kualitas mesh terburuk (worst element) yang digunakan untuk simulasi CFD adalah 0.847. Mesh yang digunakan adalah mesh volume tipe elemen Hex/Wedge Cooper dan Tet/Hybrid Tgrid. Bagian reaktor yang memiliki bentuk sederhana dan berukuran besar seperti tabung reaktor bagian atas, digunakan mesh volume tipe elemen Hex/Wedge Cooper dengan ukuran 3 mm sedangkan pada bagian reaktor yang rumit dan berukuran kecil seperti bagian bawah reaktor yang berbentuk setengah bola dan lubang obstacle yang memiliki ukuran relatif kecil maka digunakan mesh volume tipe elemen Tet/Hybrid Tgrid dengan ukuran 2 mm. Kualitas dan jumlah elemen mesh pada masing-masing model dapat dilihat pada Tabel 4. 19

Tabel 4. Kualitas dan jumlah elemen mesh pada masing-masing model CFD Obstacle Worst Element Total Element S 0.809 55213 DO7 0.806 53415 N1 0.847 89443 N2 0.834 62786 N3 0.786 93678 N2+DO7 0.821 102416 A1 0.758 154322 A2 0.823 128958 A3 0.823 130143 S DO7 N1 N2 N3 N2+DO7 A1 A2 A3 Gambar 10. Mesh dan konfigurasi obstacle dalam reaktor kolom gelembung yang disimulasikan 20

Waktu yang dibutuhkan untuk mensimulasikan 1.5 detik proses pembentukan gelembung di dalam reaktor kolom gelembung dengan menggunakan CFD memerlukan waktu 3-4 hari. Lamanya waktu komputasi dipengaruhi oleh ukuran mesh yang digunakan, semakin kecil ukuran mesh maka hasil yang diperoleh semakin teliti, akan tetapi waktu komputasi yang diperlukan akan semakin lama. Ukuran mesh harus diatur sedemikian rupa supaya hasil simulasi yang diperoleh cukup teliti dan waktu komputasi tidak terlalu lama. Mesh yang digunakan untuk simulasi dapat dilihat pada Gambar 10. Proses meshing hanya dilakukan pada bidang yang berbentuk fluida sedangkan pada bidang solid tidak dilakukan meshing karena pada bidang padatan tidak dilakukan analisis saat simulasi dengan menggunakan FLUENT. Bidang batas yang digunakan untuk inlet adalah tipe velocity inlet sedangkan untuk outlet digunakan tipe pressure outlet. Kondisi batas bahan yang digunakan terdiri dari dua fasa, yaitu oil (minyak) dan vapor (uap metanol). Saat kondisi awal simulasi bagian atas reaktor seharusnya diisi dengan udara, karena simulasi hanya menggunakan dua fasa, yaitu fasa cair (minyak) dan fasa gas (metanol super-terpanaskan), maka bagian tersebut langsung diisi dengan metanol super-terpanaskan, semua udara yang ada di dalam reaktor dianggap sudah keluar dan digantikan oleh uap metanol superterpanaskan. Hal ini tidak berpengaruh terhadap hasil simulasi, karena data simulasi yang diambil adalah pada saat kondisi gelembung yang ada di dalam reaktor sudah konstan. Kondisi awal dari simulasi CFD pada reaktor kolom gelembung dapat dilihat pada Gambar 11. Warna merah pada gambar adalah uap metanol super-terpanaskan dan warna biru adalah minyak (cairan). S DO7 N1 N2 N3 N2+DO7 A1 A2 A3 Gambar 11. Kondisi awal dari simulasi penggunaan obstacle pada reaktor kolom gelembung menggunakan CFD (tampilan pada bidang XY) 4.2.2 Pengaruh Penggunaan Obstacle Terhadap Luas Permukaan Kontak Luas permukaan kontak merupakan luas permukaan gelembung metanol super-terpanaskan yang bersentuhan dengan dengan permukaan minyak. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Wulandani 2010), dibuktikan bahwa semakin tinggi luas permukaan kontak maka laju reaksi dari bahan akan semakin tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yamazaki (2007), bahwa meningkatnya jumlah luas permukaan kontak gas dan cairan akan meningkatkan laju reaksi dan menyebabkan total produksi FAME juga akan ikut meningkat. Luas permukaan kontak diperoleh dengan menghitung luas permukaan yang memiliki nilai fraksi volume 0.5 pada simulasi CFD. Pada nilai fraksi volume 0.5, berarti pada permukaan tersebut metanol bersentuhan dengan minyak dimana 0.5 bagian adalah permukaan minyak dan 0.5 bagian 21

adalah permukaan metanol. Dari hasil simulasi reaktor kolom gelembung yang diperoleh, luas permukaan kontak reaktor yang menggunakan obstacle (N1, N2, N3, DO7, N2+DO7, A1, A2, dan A3) selama 1.5 detik jauh lebih tinggi daripada reaktor tanpa obstacle (S), seperti yang terlihat pada Gambar 12. Data luas permukaan kontak hasil simulasi juga dapat dilihat pada Lampiran 9. 0.030 Luas permukaan kontak (m 2 ) 0.025 0.020 0.015 0.010 0.005 A1 A2 A3 N1 N2 N3 0.000 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 Waktu (detik) Gambar 12. Pengaruh penggunaan obstacle terhadap luas permukaan kontak Rata-rata luas permukaan kontak pada reaktor kosong (S) adalah sebesar 0.0081 m 2, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan reaktor kolom gelembung yang menggunakan obstacle. Pada reaktor kolom gelembung yang menggunakan obstacle DO7, rata-rata luas permukaan kontak metanol dan minyak adalah sebesar 0.0200 m 2. Luas permukaan kontak pada reaktor kolom gelembung yang menggunakan obstacle DO7 sedikit lebih besar daripada reaktor yang menggunakan obstacle N1, N2, N3, dan DO7+N2 yaitu rata-rata luas permukaan kontak yang diperoleh adalah sebesar 0.0132, 0.0131, 0.0108, dan 0.0189 m 2. Luas permukaan kontak pada reaktor kolom gelembung yang menggunakan obstacle A1, A2, dan A3, jauh lebih tinggi daripada reaktor yang menggunakan obstacle lain (DO7 dan N), yaitu sebesar 0.0250, 0.0254, dan 0.0257 m 2. Ini membuktikan penggunaan obstacle sangat berpengaruh terhadap luas permukaan kontak metanol dan minyak. Pada reaktor tanpa obstacle (S), terjadi penurunan luas permukaan kontak secara drastis ketika melewati puncaknya, tetapi tidak demikian halnya dengan reaktor yang menggunakan obstacle seperti A1, A2, A3 dan DO7, pada reaktor ini setelah mencapai nilai luas permukaan kontak tertentu, kemudian konstan tanpa mengalami penurunan, sehingga luas permukaan kontak pada reaktor yang menggunakan obstacle tetap tinggi. Luas permukaan kontak akan terus naik hingga mencapai titik puncak, yaitu pada saat gelembung pertama dari metanol mencapai permukaan minyak dan kemudian pecah. Setelah mencapai titik puncak maka luas permukaan kontak akan turun sampai diperoleh luas permukaan kontak yang konstan. Keberadaan obstacle di dalam reaktor dapat menahan gelembung metanol sehingga luas permukaan kontak di dalam reaktor tidak turun drastis setelah mencapai puncak, seperti yang terlihat pada Gambar 13. 22

0.030 Luas permukaan kontak (m 2 ) 0.025 0.020 0.015 0.010 0.005 0.000 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 Waktu (detik) A1 A2 A3 DO7 Gambar 13. Pengaruh penggunaan obstacle terhadap penurunan luas permukaan kontak Pada reaktor N (N1, N2, dan N3), luas permukaan kontak yang diperoleh lebih kecil bila dibandingkan dengan reaktor lain yang menggunakan obstacle (DO7 dan A). Hal ini disebabkan oleh fungsi obstacle pada reaktor N untuk memperkecil ukuran gelembung tidak bekerja optimal, gelembung metanol yang sudah dipecah oleh obstacle setelah melewati lubang akan bersatu kembali menjadi gelembung besar. Sehingga obstacle hanya berfungsi untuk menghambat laju aliran gelembung tetapi tidak memperkecil ukurannya, Ini dapat dilihat pada Gambar 14. Gelembung metanol yang kembali bergabung dan membentuk gelembung besar Gelembung metanol yang dipecah menjadi gelembung kecil oleh obstacle berbentuk nozzle Gambar 14. Distribusi gelembung metanol pada reaktor N3 23

Luas permukaan kontak A1, A2, dan A3 lebih tinggi daripada reaktor yang lain karena gelembung yang dihasilkan oleh obstacle pada reaktor ini memiliki ukuran diameter yang lebih kecil dan jumlah gelembung yang lebih banyak sehingga laju reaksi juga diharapkan akan lebih tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15. Menurut Joelianingsih et al. (2006), laju reaksi dikendalikan oleh perpindahan massa di bidang antarmuka (permukaan kontak), Hal ini dapat diperbaiki dengan memperbesar luas antarmuka minyak dan metanol dengan cara memperbanyak jumlah gelembung dan memperkecil diameter gelembung. Semakin luas bidang antarmuka maka perpindahan massa akan semakin baik sehingga waktu reaksinya menjadi lebih pendek. DO7 S N2+DO7 N1 A1 N2 A2 N3 A3 Gambar 15. Ukuran gelembung metanol setiap reaktor pada t = 1 detik Selain dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran dari gelembung, luas permukaan kontak minyak dengan metanol juga dipengaruhi oleh besarnya permukaan kontak antara gelembung metanol dengan dinding alat, semakin tinggi luas permukaan kontak antara gelembung dengan dinding alat maka luas permukaan kontak antara minyak dengan metanol akan menurun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 16. 24

Silinder dalam Gelembung metanol Dinding reaktor Minyak Obstacle Gambar 16. Permukaan kontak metanol dengan minyak pada DO7 Pada obstacle DO7 luas permukaan kontak antara bahan baik minyak maupun metanol dengan permukaan alat terbilang cukup luas, karena pada DO7 terdapat silinder dalam yang menyebabkan kemungkinan terjadinya kontak antara bahan dengan dinding alat semakin besar, sehingga luas permukaan kontak antara metanol dengan minyak menjadi semakin berkurang. Pada A1, A2, dan A3, silinder dalam diganti dengan poros yang juga berfungsi untuk memecah metanol yang disemprotkan oleh nozzel. Luas selimut poros yang jauh lebih kecil dibandingkan silinder dalam menyebabkan kontak antara bahan dengan permukaan alat akan semakin berkurang. Sehingga dari hasil simulasi, luas permukaan kontak pada A1, A2, dan A3 jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan DO7. 4.2.3 Pengaruh Penggunaan Obstacle Terhadap Gas Holdup Gas holdup didefinisikan sebagai fraksi volume gas (V g ) di dalam aerasi penyebaran gascairan (V l ), yang di tuliskan dalam persamaan (1) (Yang et al. 1991). Selain itu Gas holdup juga dapat dihitung dengan mengurangi ketinggian akhir minyak (H akhir ) dengan ketinggian awal minyak (H awal ) sebelum mengandung metanol super-terpanaskan dibagi dengan ketinggian awal minyak seperti yang dituliskan dalam persamaan (2). Ketinggian minyak pada masing-masing reaktor yang disimulasikan dapat dilihat pada Lampiran 10. Contoh perhitungan gas holdup dapat dilihat pada Lampiran 5. ɛ g = V g /(V g +V l )...(1) ɛ g = (H akhir H awal )/ H awal..,..(2) 25

Gas holdup merupakan volume gas yang terkandung di dalam cairan, semakin besar volume metanol super-terpanaskan yang terkandung di dalam minyak maka gas holdup juga akan meningkat. Semakin tinggi gas holdup maka semakin besar pula jumlah metanol yang akan bereaksi dengan minyak sehingga laju reaksi akan meningkat. Dari hasil simulasi secara keseluruhan, diperoleh reaktor yang menggunakan obstacle memiliki gas holdup yang lebih tinggi daripada reaktor kosong (S), seperti yang terlihat pada Gambar 17. Data yang digunakan dalam menghitung gas holdup hasil simulasi juga dapat dilihat pada Lampiran 11. 0.250 Gas holdup (-) 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 Waktu (detik) A1 A2 A3 N1 N2 N3 N2+DO7 DO7 S Gambar 17. Gas holdup pada reaktor kolom gelembung Rata-rata luas gas holdup pada reaktor kolom gelembung kosong (S) adalah sebesar 0.054. Rata-rata gas holdup pada reaktor kolom gelembung yang menggunakan obstacle jauh lebih besar daripada reaktor kosong, yaitu pada reaktor kolom gelembung yang menggunakan obstacle DO7, N1, N2, N3, DO7+N2, A1, A2, dan A3, adalah sebesar 0.161, 0.125, 0.101, 0.080, 0.132, 0.194, 0.205, dan 0.216. Gas holdup pada A1, A2, dan A3 juga jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan dengan DO7. Tingginya gas holdup pada A1, A2, dan A3 dari pada DO7 disebabkan oleh jumlah metanol yang tertahan oleh obstacle A1, A2, dan A3 lebih banyak daripada DO7. Ini terlihat pada Gambar 15, dimana terjadi penumpukan jumlah gas metanol di dalam minyak, sehingga terjadi kenaikan permukaan minyak yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan reaktor lain. Berdasarkan Persamaan (1), semakin tinggi kenaikan volume minyak maka akan semakin tinggi gas holdup. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa gas holdup dan luas permukaan kontak memiliki hubungan positif satu sama lain. Semakin tinggi luas kontak permukaan antar bahan maka akan semakin tinggi pula gas holdup, seperti yang terlihat pada Gambar 19. Dari Gambar 18 terlihat bahwa hubungan gas holdup dan luas permukaan pada obstacle tipe A lebih tinggi daripada obstacle DO7. 26

0.25 Luas permukaan kontak (m 2 ) 0.20 0.15 0.10 0.05 A1 A2 A3 DO7 0.00 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 0.030 Gas holdup (-) Gambar 18. Grafik hubungan luas kontak permukaan dengan gas holdup 4.2.4 Pengaruh Penggunaan Obstacle Terhadap Residence Time Residence time merupakan lamanya waktu diam gelembung di dalam minyak. Semakin lama gelembung berada di dalam minyak maka waktu untuk bereaksi akan semakin panjang. Residence time dianalisis dari gambar hasil simulasi CFD, yaitu dengan menghitung waktu mulai terbentuknya gelembung (dari nozzle) sampai gelembung tersebut pecah, distribusi gelembung dalam reaktor kolom gelembung dapat dilihat pada Lampiran 12 sampai Lampiran 20. Rata-rata residence time gelembung di dalam reaktor kolom gelembung yang menggunakan obstacle jauh lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor kolom gelembung kosong. Obstacle menahan gelembung metanol lebih lama berada di dalam minyak, sehingga memiliki peluang agar kontak antara minyak dan metanol berlangsung lebih lama dan akhirnya dapat menyempurnakan reaksi pembentukan biodiesel. Rata-rata residence time, luas permukaan kontak, dan gas holdup dapat dilihat pada Tabel 5. No Tabel 5. Rata-rata luas permukaan kontak, gas holdup, dan residence time Reaktor kolom gelembung Contact surface area Gas holdup Residence time (m 2 ) (-) (detik) 1 S 0.0081 0.054 0.18 2 DO7 0.0200 0.161 0.34 3 N1 0.0132 0.125 0.18 4 N2 0.0131 0.101 0.19 5 N3 0.0108 0.080 0.16 6 N2+DO7 0.0189 0.132 0.27 7 A1 0.0250 0.194 0.36 8 A2 0.0254 0.205 0.41 9 A3 0.0257 0.216 0.32 27

Selain dipengaruhi oleh distribusi gelembung di dalam reaktor, residence time juga dipengaruhi oleh kecepatan naiknya gelembung ke permukaan minyak, semakin tinggi kecepatan gelembung maka residence time akan semakin rendah. Pada Tabel 5 terlihat bahwa reaktor kosong memiliki residence time yang lebih rendah dibandingkan dengan DO7 dan A3. Hal ini disebabkan oleh kecepatan gelembung pada reaktor kosong yang lebih tinggi daripada DO7 dan A3. Vektor kecepatan reaktor kosong dapat dilihat pada Gambar 19, untuk lebih jelas vektor kecepatan aliran S, DO7 dan A3 dapat dilihat pada Lampiran 21 sampai Lampiran 23. Gambar 19. Vektor kecepatan simulasi reaktor kosong (S) Secara umum pada saat simulasi dengan menggunakan mass flow rate metanol 6.67x10-5 kg/detik atau sekitar 4 g/menit, reaktor dengan obstacle tipe A mempunyai rata-rata luas permukaan kontak, gas holdup, dan residence time yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan obstacle DO7 maupun obstacle tipe N seperti yang terlihat pada Tabel 5. Joelianigsih et al. (2006), interface (bidang antar muka antara gelembung metanol dan cairan (minyak) disekitarnya sangat berpengaruh terhadap hasil reaksi. Semakin besar interface area dan semakin lama waktu tinggal gelembung dalam fasa cair (minyak) akan memperbesar laju reaksi. Bentuk dari obstacle sangat berpengaruh terhadap luas permukaan kontak, gas holdup, dan residence time, seperti yang terlihat pada hasil simulasi reaktor kolom gelembung yang menggunakan obstacle tipe DO7, N, dan A pada Tabel 4, dimana perbedaan luas permukaan kontak, gas holdup, dan residence time yang dihasilkan cukup jauh, sedagkan pengaruh jumlah lubang obstacle dan ukuran obstacle (ketinggian) terhadap luas permukaan kontak, gas holdup, dan residence time tidak terlalu besar. Hal ini terlihat dari hasil simulasi reaktor yang menggunakan obstacle tipe N pada Tabel 4, dimana perbedaan luas permukaan kontak, gas holdup, dan residence time yang dihasilkan tidak terlalu signifikan. Kombinasi antara obstacle DO7 dengan obstacle N2 juga tidak terlalu mempengaruhi hasil simulasi. Demikian pula dengan jarak pasang antar plat berlubang pada obstalce tipe A, perbedaan luas permukaan kontak, gas holdup, dan residence time yang dihasilkan tidak terlalu besar. 28

4.3 VERIFIKASI MODEL CFD DENGAN HASIL PERCOBAAN Hasil simulasi reaktor diperoleh bahwa penggunaan obstacle A3 dapat meningkatkan luas permukaan kontak yang lebih tinggi daripada yang lain. Oleh karena itu, maka dipilih obstacle A3 untuk selanjutnya dibuat dengan menggunakan bahan steinless steel S316 yang tahan terhadap reaksi kimia pada suhu tinggi. Desain obstacle ini diperlihatkan pada Lampiran 5. Obstacle DO7 digunakan sebagai pembanding pada saat pengujian obstacle A3 karena Wulandani (2010) telah membuktikan penggunaan obstcle DO7 dapat meningkatkan produksi biodesel sebesar 2.8 kali. Obstacle A3 yang digunakan dalam verifikasi hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Obstacle A3 yang digunakan untuk verifikasi hasil simulasi Hasil perbandingkan produksi biodiesel menggunakan obstacle A3 dan DO7 diperoleh bahwa secara kuantitas penggunaan obstacle A3 dapat meningkatkan produksi biodiesel, walaupun peningkatan tersebut masih belum signifikan. Laju produksi biodiesel ketika menggunakan obstacle DO7 adalah 0.0244 g/menit pada ulangan pertama dan 0.0247 g/menit pada ulangan kedua, sedangkan laju produksi biodiesel dengan menggunakan obstacle A3 pada ulangan pertama adalah 0.0258 g/menit dan 0.0290 g/menit pada ulangan kedua. Jumlah produksi biodiesel dapat dilihat dari Tabel 6 dan gambar biodiesel yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 24. 29

Tabel 6. Produksi biodiesel secara non-katalitik hasil percobaan laboratorium Waktu Produksi biodiesel (g) No (menit) DO7 A3 Ulangan I Ulangan II Ulangan I Ulangan II 1 60 1.48 1.69 1.22 1.81 2 120 1.24 1.75 1.79 1.79 3 180 1.67 1.16 1.67 1.97 4 240 1.44 1.37 1.51 1.59 5 300 1.49 1.44 1.55 1.54 Total 7.32 7.41 7.74 8.7 Dari hasil produksi biodiesel juga diketahui bahwa dengan meningkatnya luas permukaan kontak, total produksi biodiesel juga terjadi peningkatan. Hal ini membuktikan bahwa luas permukaan kontak hasil simulasi berpengaruh terhadap produksi biodiesel, seperti yang terlihat pada Gambar 21. 8.3 8.2 Total produksi biodiesel (g) 8.1 8.0 7.9 7.8 7.7 7.6 7.5 7.4 7.3 0.0190 0.0210 0.0230 0.0250 0.0270 Luas permukaan kontak (m 2 ) DO7 A3 Gambar 21. Pengaruh luas permukaan kontak terhadap total produksi biodiesel Hasil produksi biodiesel baik yang menggunakan obstacle A3 maupun obstacle DO7 masih jauh dari hasil yang diharapkan. Total produksi biodiesel selama 5 jam masih terbilang kecil dan produksi pada setiap sampel tidak selalu mengalami kenaikan, seperti yang terlihat pada Tabel 5. Pada pengujian obstacle DO7 ulangan I, produksi pada 60 menit pertama adalah 1.48 g dan pada 60 menit kedua produksi biodiesel mengalami penurun menjadi 1.24 g, kemudian pada 60 menit ketiga terjadi kenaikan produksi menjadi 1.67 g. Produksi biodiesel yang tidak stabil ini diduga terjadi karena volume sampel sebelum dievaporasi juga naik turun seperti yang terlihat pada Gambar 22. 30

Produksi biodiesel + metanol (gram) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 100 200 300 400 Waktu (menit) DO7 ulangan I DO7 ulangan II A3 ulangan I A3 ulangan II Gambar 22. Sampel biodiesel sebelum dievaporasi Permasalahan ini disebabkan oleh pada saat dilakukan pengujian dengan menggunakan laju aliran massa metanol sebesar 4 g/menit, penukar panas pada alat produksi biodiesel secara nonkatalitik yang digunakan tidak sanggup untuk mengkondensasikan campuran biodiesel dan metanol yang dihasilkan. Sebagian besar hasil reaksi yang sudah tertampung ke dalam wadah sampel lepas ke lingkungan, karena masih dalam bentuk uap. Kemudian pengujian dilakukan dengan menggunakan laju aliran massa metanol 2.8 g/menit, karena menurut Joelianingsih (2008) laju metanol yang optimum untuk produksi biodiesel secara non-katalitik dengan menggunakan reaktor kolom gelembung adalah 2.5-3.0 ml/menit pada suhu reaksi 290 o C. Penurunan laju aliran massa metanol dari 4 g/menit menjadi 2.8 g/menit menyebabkan terjadinya penurunan luas permukaan kontak metanol dan gas holdup yang diperoleh dari simulasi, seperti yang terlihat pada Gambar 23. 0.03 Luas permukaan kontak (m 2 ) 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 A3 (4 g/menit) DO7 (4 g/menit) A3 (2.8 g/menit) DO7 (2.8 g/menit) 0 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 Waktu (detik) Gambar 23. Perbandingan luas permukaan kontak antara laju aliran massa 2.8 g/menit dan 4 g/menit menggunakan simulasi CFD 31

Seperti yang terlihat pada Gambar 24, terjadi penurunan luas permukaan kontak pada obstacle DO7 dan A3, dimana DO7 I dan A3 I simulasi dengan laju aliran massa metanol 4 g/menit sedangkan DO7 II dan A3 II merupakan simulasi dengan menggunakan laju aliran massa 2.8 g/menit. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan produksi biodiesel pada saat dilakukan pengujian. Setelah dilakukan pengukuran suhu alat penukar panas maka diperoleh suhu pada alat penukar panas berkisar antara 53-66.2 o C, seperti yang terlihat pada Gambar 24. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Furqon (2011) suhu alat penukar panas yang digunakan tersebut berkisar antara 53-56 o C. Untuk lebih jelas, suhu alat penukar panas dapat dilihat pada lihat Lampiran 25. 59.3 o C 55.1 o C 53 o C 66.2 o C Gambar 24. Suhu alat penukar panas Suhu yang tinggi pada alat penukar panas yang sekaligus berfungsi sebagai kondensor tidak sanggup untuk mengkondensasikan uap biodiesel dan metanol sehingga campuran biodiesel dan metanol ketika masuk ke dalam wadah penampung sampel masih berbentuk uap. Titik didih metanol berkisar antara 64-65 o C sedangkan metanol yang berada di dalam wadah penampung adalah 66.2 o C. Menurut Furqon (2011), semakin bertambahnya laju alir metanol maka efektifitas alat penukar panas semakin menurun. Pada laju alir metanol 1.5 ml menit -1, alat penukar panas mampu mendinginkan seluruh uap hasil reaksi karena perlakuan masih dibawah nilai rancangan sehingga nilai efektifitas masih tinggi. Sedangkan pada laju alir 3.0 dan 4.5 ml menit-1 alat penukar panas tidak mampu mendinginkan seluruh uap hasil reaksi. Campuran biodiesel dan metanol yang masih berbentuk uap inilah yang sebagian lepas ke lingkungan (Gambar 25), sehingga tidak semua hasil reaksi metanol dan biodiesel yang tertampung ke dalam wadah. Di duga hal inilah yang menyebabkan produksi biodiesel naik turun. 32

Gambar 25. Hasil produksi biodiesel secara non-katalitik 33