OPTIMASI PENGELOLAAN RANTAI PASOK DAGING SAPI DARI NUSA TENGGARA TIMUR KE DKI JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
Agriekonomika, ISSN Volume 3, Nomor 2 Oktober, 2014

AGRIEKONOMIKA JURNAL SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN ISSN

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan

MODEL DINAMIS SUPPLY CHAIN BERAS BERKELANJUTAN DALAM UPAYA KETAHANAN PANGAN NASIONAL. Akhmad Mahbubi *) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

7.2. PENDEKATAN MASALAH

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

MUNGKINKAH SWASEMBADA DAGING TERWUJUD?

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Sapi di Sulawesi Selatan

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

Bab 4 P E T E R N A K A N

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2)

SISTEM PRODUKSI PAKAN DAN

Analisis Kebijakan Persediaan Beras Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN STRATEGIS DI KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan taraf

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns. meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

Agriekonomika, ISSN SISTEM DINAMIS RANTAI PASOK INDUSTRIALISASI GULA BERKELANJUTAN DI PULAU MADURA

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR

Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Lembar Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

BAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

Transkripsi:

OPTIMASI PENGELOLAAN RANTAI PASOK DAGING SAPI DARI NUSA TENGGARA TIMUR KE DKI JAKARTA (Optimization Of Beef Supply Chain Management From NTT To Jakarta) Akhmad Mahbubi Prodi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta email : akhmad.mahbubi@uinjkt.ac.id& amm_boby@yahoo.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sistem dasar rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta, menyusun model sistem dinamis rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta dan menghasilkan skenario optimal pengelolaan rantai pasok daging sapi berkelanjutan dari NTT ke DKI Jakarta. Jenis data adalah data sekunder dan sumber data dari BPS, Kementerian Pertanian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi NTT. Analisis data menggunakan model dinamis. 4 skenario kebijakan pengelolaan rantai pasok daging sapi berkelanjutan berdasar aspek sosial, pendapatan ekonomi dan lingkungan. Hasil penelitian ini adalah skenario optimal pengelolaan rantai pasok daging sapi berkelanjutan di DKI Jakarta adalah skenario kebijakan dengan indikator keberhasilan peningkatan produktivitas karkas menjadi 200 kg per ekor. Kata Kunci : model dinamis, rantai pasok, daging sapi, berkelanjutan, DKI Jakarta PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Pemenuhan kebutuhan pangan berasal dari sumber nabati maupun hewani. Produk utama asal ternak yang sangat penting dalam memenuhi gizi masyarakat serta menjadi komoditas ekonomi yang strategis adalah daging, telur dan susu. Dari ketiga produk pangan tersebut, komoditas daging khususnya daging sapi merupakan salah satu dari lima komoditas strategis yang diharapkan akan mencapai swasembada pada tahun 2014 ini. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (2010) memprediksi kebutuhan daging sapi tahun 2014 ini mencapai 549.700 ton meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 525.000 ton. Meningkatnya kebutuhan daging sapi ini disebabkan bertambahnya populasi masyarakat Indonesia kelas menengah. Permintaan konsumsi daging sapi yang cukup besar ini membuktikan bahwa daging sapi merupakan salah satu produk yang memiliki nilai perekonomian serta permintaan pasar yang tinggi. Pola konsumsi suatu daerah dengan daerah yang lain tidak sama, perbedaan pola konsumsi antar daerah bisa disebabkan oleh perbedaan tingkat pendapatan, jumlah penduduk, harga barang-barang substitusi, komplementer, selera dan budaya. Konsumsi komoditi daging di DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan jumlah konsumsi 9,11 gram protein per kapita per hari, diikuti komoditi telur dengan jumlah konsumsi 6,26 gram protein per kapita perhari, dan yang terakhir adalah komoditi 239

susu dengan jumlah konsumsi 1,79 gram protein per kapita per hari (Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, 2012). Konsumsi daging di DKI Jakarta didominasi oleh daging ayam dan daging sapi yang diperkirakan akan terus meningkat kedepan seiring bertambahnya penduduk, terjadinya pergeseran pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan sumber protein nabati ke bahan pangan sumber protein hewani karena adanya kesadaran masyarakat mengenai pemenuhan gizi yang berimbang dan meningkatnya pendapatan per kapita penduduk DKI Jakarta. Tinggginya konsumsi daging di DKI Jakarta merupakan tantangan bagi pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menyediakan daging sapi yang berkualitas, walaupun disisi lain DKI Jakarta tidak memiliki potensi pertanian dan peternakan yang memadai. Oleh karena itu, peningkatan koordinasi dengan daerah sentra hasil pertanian, pembinaan dan pengawasan produk-produk hasil pertanian yang dipasarkan di DKI Jakarta sangat dibutuhkan dengan harapan kegiatan tersebut mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat DKI Jakarta baik secara kuantitas maupun kualitas, meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Peningkatan koordinasi dengan daerah atau propinsi penghasil tanaman pangan yaitu Lampung telah dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Bahkan untuk menjamin ketersediaan daging sapi di Jakarta pada masa mendatang, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada akhir April 2014 lalu telah menandatangani kerjasama dengan Gubernur NTT Frans Lebu Raya untuk mengembangkan peternakan sapi di NTT yang akan dipasok untuk memenuhi kebutuhan masyarakat DKI Jakarta. Program kerjasama ini akan berjalan sukses bila melalui serangkaian pendekatan yang terintegrasi pada setiap komponen sepanjang rantai pasok dari NTT ke Jakarta, mulai dari breeder, peternak, pedagang atau distributor, rumah potong hewan, industri daging sapi dan olahannya serta konsumen akhir baik rumah tangga maupun industri dengan memperhatikan keberlanjutan baik dari aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan sehingga perlu dikaji melalui pendekatan model sistem dinamis dengan berbagai skenario optimasi pengelolaan rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta. Perumusan masalah penelitian ini adalah (1) bagaimana sistem rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta, (2) bagaimana model sistem dinamis rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta dan (3) Bagaimana skenario optimal pengelolaan rantai pasok daging sapi berkelanjutan dari NTT ke DKI Jakarta. Perumusan penelitian ini menghasilkan tujuan penelitian sebagai berikut (1) mengetahui sistem dasar rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta, (2) menyusun model sistem dinamis rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta dan (3) menghasilkan skenario optimal pengelolaan rantai pasok daging sapi berkelanjutan (mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan) dari NTT ke DKI Jakarta. Ruang lingkup penelitian ini adalah pasokan daging sapi di DKI Jakarta yang berasal dari NTT hasil kerjasama Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan NTT. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan kombinasi antara riset eksplanatori dan riset kausal yaitu kombinasi analisis data skunder dan eksperimen. Riset eksplatori dengan analisis data skunder untuk mengetahui perkembangan daging sapi, sedangkan riset kausal dengan eksperimen untuk mengetahui hubungan antar fenomena dengan 240

rmenerapkan simulasi sistem dinamik rantai pasok untuk menghasilkan skenario optimal pengelolaan rantai pasok daging sapi di DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder berupa data time series beberapa dekade terakhir. Sumber data penelitian ini adalah Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian dan Pemerintah Provinsi NTT dan DKI Jakarta. Analisis data menggunakan simulasi sistem dinamis dengan uji validasi menggunakan MAPE (Mean Absolute Percentage Error). HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem dasar rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta Sistem rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta, secara umum terdiri dari beberapa sub-sistem sebagaimana gambar 1, antara lain sub sistem peternak sapi, produsen daging dan konsumen sebagai sub-sistem primer. Aliran rantai pasok dari hulu berupa sapi peternak ke hilir berupa daging sapi dan olahannya didistribusikan melalui pedagang sebagai sub-sistem sekunder. Aliran sapi potong ke produsen daging sapi melalui beberapa jenis pedagang yaitu pedagang pengumpul, blantik dan pasar hewan. Sedangkan aliran daging sapi ke konsumen melalui pengecer, pedagang daging skala besar, gerai daging sapi dan industri olahan serta horeka (hotel, restoran dan kantin). Masing-masing sub-sistem terdiri dari unsur-unsur atau elemen-elemen yang lebih spesifik dan sangat dipengaruhi oleh perkembangan waktu, sehingga sistem rantai pasok daging sapi bersifat dinamis. Sistem rantai pasok daging sapi juga lintas sektoral karena meliputi berbagai institusi yang terkait, seperti sub sistem konsumsi daging sapi terkait dengan masalah kependudukan dan pendapatan masyarakat DKI Jakarta. Secara lengkap diilustrasikan dalam Gambar 1 Sub sistem peternak berada di NTT terdiri dari pembibitan, pembesaran dan penggemukan. Sub sistem peternak terkait dengan masalah populasi sapi baik pedet maupun dewasa dan pengelolaan ternak individu atau korporasi. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), populasi sapi di NTT 803.450 ekor mengalami kenaikan sebesar 3,25% dibanding dengan tahun 2011 yang populasinya sebanyak 778.633 ekor. Rendahnya pertumbuhan populasi daging sapi diberbagai propinsi termasuk di NTT antara lain disebabkan kematian sapi masih cukup tinggi dengan laju kematian pedet berkisar 20% 40% dan induk berkisar 10% 20%, pemotongan sapi betina produktif dan pemotongan sapi yang tidak menunggu bobot optimal. Produsen daging sapi berada di NTT ataupun di DKI Jakarta antara lain Rumah Pemotongan Hewan atau jagal baik skala rumah tangga maupun korporasi. RPH atau jagal ini melakukan pemotongan sapi, memilah dan mengelompokkan potongan setiap ekor daging sapi yang dipotong dengan berat badan 400 kg dan karkas 165 kg. Daging sapi dipasok ke berbagai daerah di Indonesia. RPH atau jagal selain berada didaerah sentra ternak NTT, juga banyak berada di sentra konsumen daging yaitu DKI Jakarta. Kelemahan RPH atau jagal di daerah sentra produsen, adalah minimnya fasilitas dan umumnya belum terstandarisasi. Sedangkan kelemahan RPH atau jagal di daerah konsumen atau DKI Jakarta, umumnya sapi yang dipotong adalah sapi impor terutama dari Australia dan Selandia Baru dan sapi lokal sudah turun bobotnya dari bobot awal akibat perjalanan yang cukup lama dari daerah sentra sapi. 241

Peternak NTT Belantik Pasar Hewan Pedagang Antar Propinsi Jagal RPH Pengecer Konsumen Produsen daging sapi Feedlooter di Jabotabek DKI JAKARTA Pengumpul Besar Jagal RPH Produsen daging sapi Pengecer/ Gerai Besar Individu / rumah tangga Konsumen Industri Gambar 1. Sistem dasar rantai pasok daging sapi Konsumen daging sapi merupakan konsumen individu dan industri olahan di DKI Jakarta. Besarnya konsumsi daging individu bergantung pada tingkat konsumsi per kapita per tahun dan perkembangan populasi penduduk DKI Jakarta. Perkembangan penduduk DKI Jakarta tergantung pada laju kelahiran dan kematian penduduknya. Sedangkan konsumsi industri olahan adalah banyaknya industri olahan berbasis daging sapi seperti industri sosis, hotel, restoran dan kantin. Konsumsi industri adalah konsumsi daging sapi oleh penduduk DKI Jakarta berupa produk olahan berbahan baku daging sapi atau tidak langsung dikonsumsi berupa daging sapi. Model sistem dinamis rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta Selanjutnya model sistem dinamis dikembangkan mengacu pada tiga sub sistem dasar rantai pasok daging sapi diatas. Model ini dibuat berdasar identifikasi permasalahan yang dituangkan ke dalam diagram sebab akibat (causal loop), 242

diformulasikan dalam diagram alir (stock dan flow) dan disimulasikan dengan menggunakan software Powersim. Selanjutnya, formulasi model dirumuskan ke dalam bentuk matematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan variabel-variabel yang telah diidentifikasi dalam model konseptual dengan bahasa simbolik. Formulasi model rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta sebagaimana gambar 2 berikut. Populasi SP induk Penambahan SP induk Kematian SP induk Laju kematian SP induk pasokan daging sapi Total Produksi daging Konsumsi RT sapi Tingkat penambahan SP induk Keuntungan SP Per Ekor TK per RT RT Peternak Pendapatan ternak Sapi produktif dipotong Pemotongan Populasi Sapi Tingkat Konsumsi RT Produktivitas Konsumsi Industri Total Konsumsi Daging sapi Tingkat Konsumsi Industri Pendapatan RPH wkt dly Sapi dipotong Penambahan TK Populasi SP pedet Penambahan pedet kematian pedet Harga per Kg TK per ton di RPH Kematian Populasi Penduduk Kelahiran Laju kelahiran pedet A Laju kematian pedet B Mortalitas C Fertilitas Gambar 2. Model sistem dinamis rantai pasok daging sapi Dimana A adalah Peternak di NTT, B adalah produsen di NTT atau DKI Jakarta dan C adalah Konsumen di DKI Jakarta. Model sistem dinamis rantai pasok daging sapi tersebut sangat valid karena berdasar uji validasi nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error) sebesar 3,5%. Ini berarti bahwa terdapat penyimpangan sebesar 3,5% antara hasil simulasi dengan data aktual. Validasi model dilakukan dengan membandingkan keluaran model (hasil simulasi) dengan data aktual yang diperoleh dari sistem nyata (quantitative behaviour pattern comparison). Validasi model dilakukan terhadap data aktual yaitu data populasi dan produksi daging sapi selama satu dekade terakhir. Validasi model bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu model yang dibangun, apakah sudah merupakan perwakilan dari relitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan Skenario pengelolaan rantai pasok daging sapi berkelanjutan di DKI Jakarta Beberapa skenario kebijakan yang akan digunakan dalam analisis perilaku sistem rantai pasok daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta sampai tahun 2025 berdasar aspek ekonomi, sosial dan lingkungan diilustrasikan pada gambar 3 berikut : a. Skenario tanpa perubahan kebijakan Skenario ini diasumsikan pada program kerjasama pemprov DKI Jakarta dan NTT tidak terdapat kebijakan atau kegiatan yang mampu menekan kematian pedet, menekan kematian induk, mencegah pemotongan sapi betina produktif dan pemotongan tidak mencapai bobot optimal serta bobot karkas. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa melalui program kerjasama ini, pemerintah provinsi DKI Jakarta mampu menyediakan pasokan daging sapi dari NTT sebesar 13,8 ribu ton. 243

Pasokan daging sapi ke DKI Jakarta dari NTT diproyeksikan terus bertambah hingga 2025 mencapai 29,6 ribu ton. 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000-2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Skenario A Skenario B Skenario C Skenario D Gambar 3. Skenario kebijakan pengelolaan pasokan daging sapi dari NTT ke DKI Jakarta dengan berbagai indicator keberhasilan b. Skenario kebijakan dengan indikator keberhasilan tingkat kematian sapi dewasa menjadi 10% Skenario ini diasumsikan program kerjasama pemprov DKI Jakarta dengan NTT menghasilkan kebijakan atau kegiatan yang mampu menekan kematian sapi dewasa menjadi 10% per tahun. Situasi ini menggambarkan fokus kegiatan operasional program kerjasama bisa menekan kematian sapi dewasa. Berdasarkan hasil simulasi ini, pemerintah provinsi DKI Jakarta mampu menyediakan pasokan daging sapi dari NTT sebesar 12,3 ribu ton. Pasokan daging sapi ke DKI Jakarta dari NTT diproyeksikan terus bertambah hingga 2025 mencapai 48 ribu ton. c. Skenario kebijakan dengan indikator keberhasilan tingkat pemotongan betina produktif menjadi 2 % Skenario ini diasumsikan program kerjasama pemprov DKI Jakarta dengan NTT menghasilkan kebijakan atau kegiatan yang mampu menekan tingkat pemotongan betina produktif menjadi 2% per tahun. Situasi ini menggambarkan fokus kegiatan operasional program kerjasama bisa menekan tingkat pemotongan betina produktif. Berdasarkan hasil simulasi ini, pemerintah provinsi DKI Jakarta mampu menyediakan pasokan daging sapi dari NTT sebesar 16,3 ribu ton. Pasokan daging sapi ke DKI Jakarta dari NTT diproyeksikan terus bertambah hingga 2025 mencapai 27 ribu ton. d. Skenario kebijakan dengan indikator keberhasilan produktivitas karkas menjadi 200 kg per ekor Skenario ini diasumsikan program kerjasama pemprov DKI Jakarta dengan NTT menghasilkan kebijakan atau kegiatan yang mampu meningkatkan produktivitas karkas menjadi 200 kg per ekor. Situasi ini menggambarkan fokus kegiatan operasional 244

program kerjasama bisa meningkatkan produktiftivitas karkas. Berdasarkan hasil simulasi ini, pemerintah provinsi DKI Jakarta mampu menyediakan pasokan daging sapi dari NTT sebesar 21,2 ribu ton. Pasokan daging sapi ke DKI Jakarta dari NTT diproyeksikan terus bertambah hingga 2025 mencapai 37 ribu ton. Implikasi berkelanjutan dari berbagai skenario tersebut dikaji dengan mempertimbangkan aspek ekonomi (pendapatan RPH), aspek sosial (serapan tenaga kerja) dan aspek lingkungan (mencegah pemotongan sapi betina produktif) sebagaimana berikut : 1. Aspek ekonomi Berdasarkan aspek ekonomi, kerjasama ini selain mampu menyediakan daging sapi dari NTT juga akan berdampak pada peningkatan pendapatan industri pemotongan hewan. - Skenario 1, pendapatan rumah pemotongan hewan atau jagal di DKI Jakarta secara keseluruhan mencapai 1,04 triliun rupiah pada tahun 2014 dan diproyeksikan meningkat dua kali lipat hingga 2025 mencapai 2,06 trilun rupiah. - Skenario 2, pendapatan rumah pemotongan hewan atau jagal di DKI Jakarta secara keseluruhan mencapai 0,8 triliun rupiah pada tahun 2014 dan diproyeksikan meningkat tiga kali lipat hingga 2025 mencapai 2,7 trilun rupiah. - Skenario 3, pendapatan rumah pemotongan hewan atau jagal di DKI Jakarta secara keseluruhan mencapai 1,2 triliun rupiah pada tahun 2014 dan diproyeksikan meningkat dua kali lipat hingga 2025 mencapai 2,6 trilun rupiah. - Skenario 4, Pendapatan rumah pemotongan hewan atau jagal di DKI Jakarta secara keseluruhan mencapai 1,6 triliun rupiah pada tahun 2014 dan diproyeksikan meningkat tiga kali lipat hingga 2025 mencapai 2,8 trilun rupiah. 2. Aspek sosial Pasokan daging sapi dari NTT akan membuka peluang serapan tenaga kerja baik di NTT maupun di DKI Jakarta. Terjaminnya pasokan daging sapi, berdampak keberlanjutan tenaga kerja Masing- masing pada skenario 1, 2, 3 dan 4 sebanyak 13.800 tenaga kerja, 11.000 tenaga kerja, 16.300 tenaga kerja dan 21.000 tenaga kerja. 3. Aspek lingkungan Sedangkan dari aspek lingkungan, pemerintah provinsi DKI Jakarta berperan dalam melestarikan plasma nutfah sapi lokal karena mampu mencegah pemotongan sapi betina produktif. - Pada skenario 1, antara tahun 2014 sampai 2025 diproyeksikan berkisar 17.000 ekor 27.000 ekor tiap tahunnya. - Pada skenario 2, antara tahun 2014 sampai 2025 diproyeksikan berkisar 18.000 ekor 42.000 ekor tiap tahunnya. - Pada skenario 3, antara tahun 2014 sampai 2025 diproyeksikan berkisar 9.000 ekor 16.000 ekor tiap tahunnya. - Pada Skenario 4, antara tahun 2014 sampai 2025 diproyeksikan berkisar 16.000 ekor 28.000 ekor tiap tahunnya. 245

PENUTUP Kesimpulan penelitian ini adalah (1) sistem dasar rantai pasok daging sapi terdiri dari sub sistem primer yaitu peternak, produsen, konsumen daging sapi dan sub sistem sekunder yaitu pedagang (2) model sistem dinamis dikembangkan mengacu pada tiga sub sistem primer rantai pasok daging sapi (3) Skenario pengelolaan rantai pasok daging sapi berkelanjutan yang paling optimal adalah skenario kebijakan dengan indikator keberhasilan meningkatkan produktivitas karkas menjadi 200 kg per ekor. Saran penelitian ini adalah hendaknya pemerintah provinsi DKI Jakarta melalui perusahaan daerah fokus pada kebijakan atau kegiatan operasional yang mampu meningkatkan produktivitas karkas sapi di NTT melalui asupan pakan hijauan yang berkualitas dan pengelolaan ketersediaan pakan hijauan agar dimusim kemarau senantiasa tersedia. DAFTAR PUSTAKA Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. 2012. Road Map Diversifikasi Pangan 2011 2015. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013 (Pencacahan Lengkap). Badan Pusat Statistik. Jakarta De Lara, M dan Martinet, V. 2009. Multi-criteria Dynamic Decision Under Uncertainty : a stochastic Viability Analysis and an Application to Sustainable Fishery Management. Journal Mathematical Bioscience 217 : 118 124. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. 2010. Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Jakarta Fritz, M dan Scheifer, G. 2008. Sustainability in Food Networks. Proceding Gewisola. Bonn, 24 26 September 2008. Linton, J.D., Klassen, R. dan Jayaraman, V. 2007. Sustainability Bio Product Supply Chain : An Introduction. Journal of Operations Management 25 : 1079 1082. Ortiz, O., Francese, C. dan Sonneman G. 2009. Sustainability in the Construction Industry, a Review of Recent Developments based on LCA. Journal of Construction and Building Materials 23 : 28 39. Wijono, D.B dan Setiadi, B. 2004. Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Daging sapi. Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004: 42 52. 246