BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. Demikian, semoga bermanfaat. Bandung, Nopember PT. Metro Network Solutions

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

7.1. TAHAPAN PENCAPAIAN PROGRAM PEMBANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Pada awalnya seperti diketahui, kegiatan perekonomian hanya

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

Industri Kreatif Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas.industri kreatif tidak hanya menciptakan transaksi ekonomi, tetapi juga transaksi sosial budaya antar negara.

5.1. PELUANG PENYEDIAAN BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNGAN INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP INDUSTRI KREATIF DI KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM TRIPLE HELIX SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF. Dewi Eka Murniati Jurusan PTBB FT UNY ABSTRAK

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN BANDUNG

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 18 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan globalisasi ditandai dengan semakin tingginya intensitas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I : Pendahuluan Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1)

Pengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Misi Misi pengembangan Produk Unggulan Daerah Kab.

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber:

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian) serta sikap dari output itu sendiri. (Irawan, 1992: 5).

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 57

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS

BAB I PENDAHULUAN. Perindustrian saat ini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelesaikan masalah kesenjangan sosial ekonomi dimasyarakat. Sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kebutuhan Kantor

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB VII PENUTUP GUBERNUR JAMBI, H. HASAN BASRI AGUS

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan rencana..., Rabiah Amalia, FE UI, 2008.

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, usaha kecil selalu. sector ini mampu menunjang upaya pemerataan sebagai salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN SISTEM INOVASI DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 72 TAHUN 2013 TENTANG PENGUATAN SISTEM INOVASI DAERAH KABUPATEN CILACAP

ABSTRAK. Kata kunci : Produk unggulan, strategi pengembangan

2014 EKSISTENSI INDUSTRI KERIPIK PISANG DI PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif,

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

WALIKOTA PEKALONGAN, PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 19 TAHUN 2013

Transkripsi:

BAB 1 Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG Penduduk dalam menjalankan aktivitas dan usaha ekonomi telah mengalami transformasi, hal ini sesuai dengan perkembangan daerahnya dan wilayahnya. Pada tahun 50 70-an dominasi perekonomian nasional digerakan oleh sektor pertanian, bahkan hampir seluruh penduduk di Indonesia memiliki anggota keluarga yang berada di sektor pertanian. Kemajuan zaman dan teknlogi yang pesat telah menggantikan peranan sektor pertanian, di mana pada era 80 90an, industri menjadi andalan nasional dalam menggerakan roda perekonomian nasional. Krisis ekonomi tahun 1997/1998 telah merubah haluan fostur ekonomi nasional, dimana jasa menjadi salah satu cikal bakal sektor yang dominan. Sektor pertanian dan industri memiliki share yang cenderung menurun dan diikuti oleh share sektor perdagangan dan jasa yang meningkat. Perkembangan sektor jasa yang diikuti oleh perkembangan daerah, memiliki kota-kota dengan tingkat perkembangan yang pesat yang diikuti oleh lahirnya generasi kreatif telah mengalir begitu saja. Diperkirakan trend perkembangan pelaku ekonomi kreatif akan terus berlangsung di berbagai daerah, terutama kota-kota khusus yang memiliki sejarah, kebudayaan, dan isiatif yang tinggi, menuju pada efisiensi ekonomi dan skala ekonomi. Kabupaten Bandung memiliki potensi insan kreatif yang melimpah yang didukung oleh bahan baku yang cukup besar. Selain itu kesatuan daerah dengan kota Bandung dan Kota Bekasi, dan Kabupaten Sumedang dalam Metropolitan Bandung menempatkan Kabupaten Bandung sebagai daerah dengan basis dan ekonomi kreatif terbesar di Indonesia. Tumbuhnya insan kreatif di Kabupaten Bandung juga memiliki dukungan 1 1

istimewa, karena banyaknya kawasan-kawasan pariwisata yang potensial sebagai wadah perkembangan Industri kreatif di masa mendatang di Kabupaten Bandung. Tingkat berkembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Bandung yang diharapkan adalah mencapai kemapanan, sehingga ekonomi kreatif menjadi penggerak perekonomian Kabupaten Bandung, terutama di kota-kota yang mengemban fungsi Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan daerah pinggiran yang berfungsi menyuplai PKN dan PKW serta daerah-daerah dengan potensi pariwisata. Tahap perkembangan ekonomi kreatif dapat dikelompokan pada empat tahap besar, diantaranya adalah tahap akan berkembang, tahap berkembang, tahap lepas landas dan tahap mapan. Tingkat kemapan ekonomi kreatif memerlukan waktu yang cukup panjang dan melibatkan berbagai unsur seperti nilai-nilai budaya, komunitas, keahlian, pengetahuan, inovasi, teknologi dan lain-lain. Akan tetapi Kabupaten Bandung telah memiliki seluruh unsur yang diperlukan, untuk mencapai tahap mapan, namun perlu adanya pembenahan sejak dini. Mencapai tahap kemapanan ekonomi kreatif memerlukan visi dan strategi yang diikuti oleh langkah-langkah nyata oleh semua pihak yang terkait. Percepatan pencapaian tahap kemapanan ekonomi kreatif dapat dilakukan dengan mempersiapkan seluruh kebutuhan dan merangsang bekerjanya sistem dan jalur perkembangan ekonomi kreatif. Kondisi capaian tingkat perkembangan ekonomi kreatif saat ini menerupakan tolok ukur, upaya (effort) pendekatan pembangunan dan persiapana yang akan dilakukan. Tingkat capaian ekonomi kreatif pada posisi akan berkembang akan memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar untuk mencapai kemapanan, namun tingkat capaian yang telah mencapai lepas landas mendekati tingkat kemapanan sehingga upaya yang diperlukan dan waktu yang dibutuhkan tidak terlau besar. Menggeser posisi ekonomi kreatif Kabupaten Bandung dari posisi saat ini, memerlukan sistem perencanaan yang baik, yang berlandaskan pada perencanaan yang strategis dan mengenai masalah yang ada, serta dapat diukur dengan baik capaian-capaian pembangunan yang telah dilakukan. Perencanaan jangka menengah lima tahun, mungkin saja tida cukup untuk mengantarkan seluruh komoditas ekonomi kreatif yang ada untuk mencapai tahap mapan, sehingga akan ada prioritas komoditas yang harus mencapai kemapanan pada lima tahun perencanaan. Oleh karena itu, perlu adanya penyusunan perencanaan ekonomi kreatif Kabupatn Bandung sebagai pedoman pelaksanaan dan pembangunan ekonomi kreatif di Kabupaten Bandung. Selain itu, tindaklanjut dari adanya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif serta dengan telah adanya Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015 maka Pemerintah Kabupaten Bandung dalam hal ini Bagian Perekonomian Setda telah melakukan kajian awal untuk memetakan kegiatan ekonomi kreatif di Kabupaten Bandung pada tahun 2013. Hal ini kemudian yang akan ditindaklanjuti oleh Bappeda Kabupaten Bandung pada Tahun 2014 dengan pembuatan Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bandung Tahun 2014-2019 yang didalamnya terdapat Road Map dan Rencana Aksi dan kemudian bersama dengan Bagian Perekonomian Setda pada tahun 2014 juga akan melaksanakan sosialisasi Ekonomi Kreatif di Kabupaten Bandung, akhirnya diharapkan setiap SKPD teknis yang terkait akan membuat rencana kerja berupa program dan kegiatan nyata yang akan dilakukan untuk pengembangan sektor ekonomi kreatif ini. 1 2

1.2. LANDASAN HUKUM Hingga saat ini, beberapa inisiatif yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menumbuhkembangkan industri kreatif antara lain: 1. Undang Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian; 2. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri dalam Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual 3. Undang Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 4. Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 5. Undang Undang No. 17 Tahun 2007 tenang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025; 6. Undang Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanam Modal; 7. Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 8. Undang Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; 9. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 10. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional; 11. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri; 12. Peraturan Presiden No. 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); 13. Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; 14. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 2014; 15. Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri; 16. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif 17. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 20/MPP/Kep/I/2001 tentang pembentukan Dewan Desain Nasional/Pusat Desain Nasional (PDN) 18. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung; 1.3. MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN 1.3.1. Maksud dan Tujuan Maksud diselenggarakan kegiatan ini adalah menyusun rencana pengembangan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Bandung pada tahun 2014-2019, sedangkan tujuannya adalah 1 3

menyusun rencana pengembangan yang didalamnya terdapat road map serta rencana aksi pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Bandung sebagai pedoman operasional untuk kemudahan dan keterpaduan dalam pengembangan Ekonomi Kreatif serta menjadi rujukan bagi bagi seluruh stakeholder yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Bandung mulai dari SKPD, Dunia Usaha serta masyarakat Kabupaten Bandung. 1.3.2 Sasaran Sasaran yang diharapkan dalam kegiatan penyusunan Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif, antara lain: a. Teridentifikasinya sektor ekonomi kreatif unggulan dan berpotensi untuk ditetapkan sebagai fokus pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Bandung dari 15 kategori (periklanan, arsitektur, pasar seni/barang antik, kerajinan, komputer/piranti lunak, desain, fashion, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, riset dan pengembangan, radio dan televisi, film/video/fotografi dan kuliner). b. Terumuskannya pedoman operasional serta pedoman pembuatan kebijakan bagi pemerintah Kabupaten Bandung dalam pengembangan ekonomi kreatif. c. Terumuskannya rencana tindak arahan dan rujukan bagi pelaku industri, baik pengusaha, dan institusi lainnya yang bergerak di bidang industri kreatif ataupun bidang lain yang berkaitan dalam kegiatan pengembangan ekonomi kreatif. 1.4. METODOLOGI Industri kreatif merupakan pendekatan pengembangan ekonomi yang berbasis pada budaya dan kebudyaan daerah. Oleh karena itu, dasar dari pengembangan industri kreatif adalah daya cipta, kreasi dan jatidiri bangsa, sehingga pengembangan industri kreatif akan sangat tergantung dari pencapaian perkembangan budaya yang ada saat ini, karena pengembangan industri kreatif tidak dapat dipaksanakan seperti pengembangan dan pembangunan industri mainstream. Industri kreatif pada umumnya berkembang mulai dari budaya asli, perubahan budaya, pembaharuan budaya, cikal bakal budaya baru, kreasi dan daya cipta baru, oleh karena itu perkembangannya dapat disederhanakan menjadi menuju berkembang, berkembang, lepas landas dan mapan. Tidak seluruh bidang industri keatif yang diarahkan pengembagannya oleh pemerintah dapat dipaksakan akan berkembang pada suatu daerah, kebudayaan akan memunculkan jenis industri kreatif yang mampu bertahan dan akan mencapai kemapanan. Percepatan pencapaian kemapanan akan dapat dilakukan dengan perencanaan yang baik yang nantinya menghasilkan langkah-langkah strategis dan program yang akan dijalankan. 1 4

Gambar 1.1 Kerangka Kerja Rencana Pengembangan Industri Kreatif 1 5

1.5. RUANG LINGKUP PEKERJAAN Ruang lingkup kegiatan Penyusunan Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bandung Tahun 2014-2019, antara lain: 1. Kebijakan Perencanaan yang dilakukan secara sektoral dan lokal memerlukan integrasi dengan perencanaan pada jenjang diatas baik secara sektoral maupun secara regional. Perencanaan sektoral dan atau lokal pada tingkat Kabupaten akan memerlukan acuan pada perencanaan provinsi dan nasional dan integrasi dengan perencanaan bidang lainnya. 2. Referensi Normatif Industri Kreatif (bencmarking) Level industri kreatif yang telah dirumuskan oleh pemerintah menjadi acuan utama dalam menilai apakah suatu industri telah masuk pada level industri kreatif. Level 100% merupakan level yang menjadi acuan suatu industri dapat dikatakan sebagai industri kreatif. Dalam menentukan level 100% industri kreatif melibatkan berbagai faktor dan variabel serta tolok ukur dan pra syarat yang harus dimiliki oleh suatu industri akan berada pada level 100% industri kreatif. 3. Fenomena Industri Kreatif actual komuditas kreatif yang ada pada saat ini memiliki peluang untuk menjadi industri kreatif, oleh karena itu penilaian dan pengamatan dari proses produk kreatif akan diamati dengan seksama. Pengamatan mulai dari bahan baku yang digunakan proses produksi hingga pada logistik dan pemasaran yang dilakukan. Semua proses yang dilakukan memiliki peluang untuk mencapai tingkat industri kreatif, dimana pelaku usaha komoditas kreatif actual akan memerlukan berbagai perubahan pada sistem yang dijalankannya. Faktor-fakor yang menjadi kendala perlu diamati dan dikaji untuk merumuskan langkah percepatan dan langkah yang bijak dari keinginan untuk menyelenggarakan industri kreatif. 4. Faktor kesenjangan Industri Kreatif actual dan industri kreatif normatif (Big effort, midle effort, low effort) Bagian yang mana yang menyebabkan industri kreatif tidak berada pada level industri kreatif. Permasalah akan dapat diidentifikasi dengan baik dan benar dengan menggunakan simulasi untuk mencari penyebab tidak dapat tercapinya 100% industri kreatif. Berapa peluang industri kreatif berada pada level industri kreatif akan memberikan gambaran terhadap upaya yang akan dilakukan. Upaya yang besar akan memerlukan dana yang cukup besar dan waktu yang cukup lama. Upaya yang kecil akan memerlukan waktu yang sedikit dan lebih mudah dalam penyelenggaraan industri kreatif. Target yang ditetapkan secara berjenjang akan mempengaruhi besarnya 1 6

upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan industri kreatif, keterbatasan dana dan jenjang waktu perencanaan akan mempengaruhi effort yang akan dilakukan. 5. Konsep: Upaya dan Pilihan yang dapat dilakukan Pilihan pada upaya dan cara mewujudkan industri kreatif pada level 100% dipengaruhi faktor pembiayaan, waktu pencapaian, kebijakan yang ada, kesiapan kelembagaan dan lain-lain. Oleh karena itu, pilihan yang akan dilakukan untuk mewujudkan level 100% industri kreatif diperlukan perbandingan antara manfaat dan risiko dari faktor yang mempengaruhinya. 6. Langkah Strategis : Kebijakan dan jenjang perencanaan dan program Keterbatasan sumberdaya menyebabkan adanya langkah yang strategis, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan program akan dirumuskan untuk mencapai dan mewujudkan level 100% industri kreatif dengan efisien dan efektif. 7. Kelembagaan dan Evaluasi Kelembagaan sebagai faktor yang akan memiliki andil terbesar pada keberhasilan penyelenggaraan industri kreatif di Kabupaten Bandung. Pembagaian tugas dan pernan serta upaya kerjasama akan mempermudah pencapaian industri kreatif di masa depan. 1.6. OUTPUT PEKERJAAN Output Penyusunan Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bandung Tahun 2014-2019, antara lain: Matrix Program dan rencana Aksi yang dilengkapi dengan indikator kinerja, serta tata kelola Ekonomi Kreatif Kabupaten Bandung. 1.7. SISTEMATIKA PENYAJIAN Sistematik Penyusunan Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bandung Tahun 2014-2019, antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN BAB 2 KEBIJAKAN TERKAIT BAB 3 GAMBARAN UMUM BAB 4 PROFIL INDUSTRI KREATIF KABUPATEN BANDUNG BAB 5 ANALISIS EKONOMI KREATIF BAB 6 ROAD MAP EKONOMI KREATIF BAB 7 RENCANA AKSI BAB 8 TATA KELOLA 1 7

1 8