Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

dokumen-dokumen yang mirip
ARGEN PURNAREZKA EA01

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. pengolahan data yang telah dilakukan. Sebagai alat bantu analisis digunakan software

KEBIJAKAN PEMBERIAN KREDIT DAN PENGARUH LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) TERHADAP NON PERFORMING LOAN (NPL) PADA KOPERASI PEMBATIKAN NASIONAL (KPN) SOLO

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non Performing Financing (NPF) dapat dilihat

Dari tabel di atas, diperoleh nilai dari Durbin-Watson sebesar 2.284, di. mana angka tersebut bernilai lebih besar dari 2, yang berarti terdapat

minimum, nilai rata-rata (mean) serta standar deviasi (α) dari masing-masing variabel.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Analisis Descriptive Statistics. N Minimum Maximum Mean LDR 45 40,22 108,42 75, ,76969

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT BERMASALAH KOPERASI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. variabel independen dengan dependen, apakah masing-masing variabel

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Cabang Majapahit Semarang)

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Suku Bunga terhadap Return bagi hasil deposito mudharabah pada Bank

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Person Terhadap Peningkatan Sales Volume Merchant Pada Bagian Pengembangan

Ekonomi moneter ( PROFIT, CAR, NPR dan CREDIT MACET)

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perolehan sampel dan data tentang Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. yang telah diperoleh dan dapat dilihat dalam tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Descriptive Statistics

Universitas Sumatera Utara

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berilah tanda silang (X) pada jawaban tentang karakteristik responden di bawah ini :

BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN

PENGARUH CAR, DPK, NPL, DAN ROA TERHADAP LDR. (Studi Kasus Pada Bank LQ 45 Periode Tahun )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah Uang Beredar (JUB) dalam arti luas (M 2 ) dan BI Rate dari tahun

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Statistik Deskriptif

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan nasional. Dalam kerangka perbankan nasional,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. perbankan terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. digunakan dalam penelitian ini serta dapat menunjukkan nilai maksimum, nilai

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan analisis regresi terhadap data penelitian, perlu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dari tiga variabel independen yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

Pengaruh Pendapatan Bunga Bersih Terhadap Tingkat Laba Bersih Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015.

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN. buah. Dari 105 kuesioner yang dikirimkan kepada seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Responden dari penelitian ini adalah mahasiswa STAIN Pekalongan

BAB IV. Statistik Parametrik. Korelasi Product Moment. Regresi Linear Sederhana Regresi Linear Ganda Regresi Logistik

BAB IV. STATISTIK PARAMETRIK. KORELASI PRODUCT MOMENT. REGRESI LINEAR SEDERHANA REGRESI LINEAR GANDA REGRESI LOGISTIK

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. BUMN di Indonesia yang berupa jumlah penyaluran kredit UMKM dan Non-

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. nasabah pembiayaan dengan akad murabahah pada BTM Ulujami pada

Kerahasiaan identitas dan data Bapak/Ibu dari hasil penelitian ini dijamin dan hanya dipergunakan untuk kepentingan akademis.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Descriptive Statistics. N Minimum Maximum Mean Std. Deviation. Tingkat Suku Bunga Kredit

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan data-data

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. bunga dan inflasi selama kurun waktu Februari sampai dengan Desember 2009.

BAB IV PEMBAHASAN Pengumpulan Data. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. deviasi dari setiap variabel dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini : Tabel 4.1

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengujian yang telah dilakukan yaitu terdiri dari analisis deskriptif, dan beberapa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan usaha-usaha pembangunan daerah

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Peneliti Halimah. Karakteristik Responden 4. Nama nasabah : 5. Apa jenis usaha yang anda kembangkan: 6. Jenis kelamin anda :

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS KEPATUHAN DOKTER DALAM MENGISI REKAM MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Definisi Perusahaan Bank BUMN

ANALISIS PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, BI RATE DAN RETURN ON ASSETS (ROA) TERHADAP PEMBERIAN KREDIT PADA BANK BUMN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data. Tabel 4.1. Hasil Perolehan Data Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2011

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dengan rasio aktivitas, kita dapat mengetahui tingkat persediaan,

: Sri Hidayati NPM : Dosen Pembimbing : Dr. Sigit Sukmono, SE., MMSI

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang

PENGARUH PERUBAHAN INFLASI, DANA PIHAK KETIGA, DAN TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT MODAL KERJA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. sembako. Adapun pertanyaan yang termuat dalam kuesioner terdiri dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Statistik deskriptif menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. analisis regresi berganda dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh Kesempatan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

BAB IV PENGUJIAN. Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat tingkat kevalidan atau

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL

KUESIONER PENELITIAN. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama saudara/i. Petunjuk pengisian bagian A lingkari jawaban yang anda inginkan.

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

Laporan Penelitian Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Diserahkan kepada: GTZ dan BANK INDONESIA Disiapkan oleh: Bramantyo Djohanputro & Ronny Kountur Juli 2007

RINGKASAN EKSEKUTIF Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya NPL Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, perumusan ketentuan Bank Indonesia akan lebih efektif dalam mengarahkan BPR dalam menekan NPL yang saat ini cukup tinggi. Penelitian ini mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab NPL ke dalam tiga kategori, yaitu faktor internal BPR, faktor debitur, dan faktor eksternal selain debitur. Data terkait dengan faktor-faktor tersebut dikumpulkan dari tiga sumber, yaitu para pemeriksa Bank Indonesia, pengurus BPR, dan nasabah BPR. Metode kuantitatif dan kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Metode kuantitatif multiple regression dengan dummy variables dan logistic regression. Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 223 BPR dan 917 nasabah sampel yang tersebar di 7 wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Dummy variables digunakan untuk variabel-variabel kualitatif yang perlu diuji dan variabel tersebut dapat dikategorikan ke dalam nilai 1 dan 0. Dalam analisis kuantitatif, terdapat dua model yang digunakan. Model pertama menggunakan NPL sebagai variabel dependen dan 30 variabel independen yang diturunkan dari kondisi internal BPR. Model kedua menggunakan tingkat kolektibilitas sebagai variabel dependen dan 32 variabel independen yang diturunkan dari kondisi debitur maupun kondisi eksternal selain debitur. Kedua model tersebut menghasilkan 12 variabel independen yang signifikan mempengaruhi NPL atau tingkat kolektibilitas kredit BPR dengan tingkat signifikansi maksimum 10%. Untuk mengkonfirmasi hasil analisa regresi dan mendapatkan variabel lain yang belum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, serta untuk mengkonfirmasi keterkaitan antar variabel tersebut, penelitian ini menggunakan i

metode in-depth interview melalui focus group discussion dengan peserta para Pengawas BPR dari Bank Indonesia. Sampel penelitian dengan metode ini berasal dari 5 wilayah yang tersebar di Indonesia, yaitu Jabotabek, Bandung, Semarang, Medan, dan Palembang. Berdasarkan kedua metode analisis tersebut ditemukan 12 penyebab terjadinya NPL Keduabelas variabel tersebut adalah sebagai berikut: Integritas pemilik, pengurus dan pegawai BPR berupa intervensi yang bersumber pada tiga hal: ketidakjelasan prosedur, ketidakdisiplinan pencatatan, dan kurangnya perhatian dan pengawasan pemilik. Kompetensi pemilik dan pengurus, baik terhadap ketentuan Bank Indonesia maupun dalam menjalankan proses bisnis BPR. Pergantian direksi BPR yang dapat menyebabkan perpindahan nasabah dengan kolektibilitas yang lancar. Kompetensi pegawai BPR dalam menerapkan prosedur, penerapan 5C, pengawasan dan penanganan kredit bermasalah, dan administrasi. Pembayaran dengan pemotongan gaji dari tabungan, sekalipun efektif tetapi menimbulkan potensi penyimpangan. Pembayaran kredit dengan jemputan dapat berdampak negatif. Strategi pemasaran BPR yang masih lemah dan perlu mendapat perhatian. Perlunya peningkatan penggunaan analisis pemberian kredit yang lebih baik dan konsisten. Pengikatan agunan yang tidak hati-hati. Tidak mempertimbangkan kondisi nasabah Kerjasama pemberian kredit dengan pihak luar. Sistem dan mekanisme pengawasan dan program recovery kredit. Berdasarkan keduabelas sumber pemasalahan tersebut, rekomendasi yang dapat kami berikan kepada BI adalah sebagai berikut: - Perlunya program sertifikasi dan pendidikan reguler baik untuk pengurus maupun karyawan BPR. - Perlunya pembinaan dan pengawasan terhadap ketersediaan kelengkapan sistem dan prosedur di BPR. ii

- Perlunya pedoman mengenai agunan dan membantu ketersediaan lembaga fiducia atau sejenisnya. - Perlunya penelitian lanjutan untuk menguji beberapa faktor yang diduga mempengaruhi NPL tidak termasuk dalam ruang lingkup penelitian ini, yaitu asal daerah, usia, dan lainnya. iii

DAFTAR ISI Hal. Ringkasan Eksekutif i Daftar Isi iv Pendahuluan 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Lingkup Penelitian 2 Kerangka Konsep 3 Metodologi 8 Metode Penelitian 8 Penentuan Sampel 9 Instrumen Penelitian 9 Prosedure Pengumpulan Data 10 Teknik Analisa Data 10 Diskripsi Model Prediksi 12 Gambaran Umum BPR dan Debitur yang Diteliti 12 Model Prediksi NPL BPR 18 Interpretasi Model Prediksi NPL BPR 23 Model Prediksi Kolektibilitas Kredit 26 Interpretasi Model Prediksi Kolektibilitas Kredit 30 Analisa Data In-Depth Interview 34 Penyebab NPL dari Kondisi Internal 34 Penyebab NPL dari Kondisi Eksternal 44 Hasil Temuan Penyebab NPL 48 Kesimpulan dan Saran 63 Kesimpulan 63 Rekomendasi 65 Lampiran 1: Kuesioner 69 Lampiran 2: Faktor-Faktor Kondisi Internal BPR 84 Lampiran 3: Hasil Pengolahan Data Kondisi Internal BPR dan Rasio NPL 87 Lampiran 4: Faktor-Faktor Kondisi Debitur dan Kondisi Eksternal 92 iv

Lampiran 5: Hasil Pengolahan Data Kondisi Debitur dan Kondisi Eksternal 95 Lampiran 6: Profil BPR 99 v

PENDAHULUAN Latar Belakang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu tulang punggung penting dalam pembangunan nasional. Di dalam kerangka perbankan nasional, seperti tertuang di dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan cetak biru Pengembangan BPR, BPR diharapkan untuk berperan serta dalam mendorong pembangunan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan memberikan akses finansial kepada mereka. Peran BPR juga menjadi semakin penting sejalan dengan program Pemerintah untuk mendukung dan mengembangkan UMKM sebagai salah satu tulang punggung perekonomian. Oleh karena itu, kinerja dan kesehatan BPR menjadi sangat penting untuk menjaga kesehatan sektor perbankan, yang berpengaruh pada pertumbuhan sektor UMKM. Dalam arahan Gubernur Bank Indonesia pada acara Bankers Dinner disampaikan bahwa sudah saatnya untuk menempatkan sektor informal (seperti petani kecil di pedesaan, pedagang di pasar-pasar tradisional, penjual rokok dan pedagang warung kelontong) di barisan terdepan dalam penetapan kebijakan Bank Indonesia (Putting the Last First). Terkait dengan hal tersebut, serta dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan sektor informal, peran dan kontribusi BPR sebagai ujung tombak lembaga keuangan daerah dalam pembiayaan sektor informal tentunya menjadi sangat penting. BPR dianggap yang paling dekat dan paling mengetahui nasabahnya dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya. Kinerja BPR secara nasional pada kurun waktu akhir tahun 2004 hingga 2006 menunjukkan peningkatan baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Namun demikian, hal tersebut diikuti dengan memburuknya rasio NPL BPR dari tahun ke tahun masingmasing sebesar 7,59%; 7,98% dan 9,73%. Berdasarkan review terhadap data NPL diketahui bahwa kredit dengan skala usaha mikro memiliki rasio NPL tertinggi dibandingkan skala usaha kecil dan menengah, dan apabila dirinci lebih lanjut rasio NPL terbesar disumbangkan oleh kredit mikro dengan plafon di bawah Rp. 5 juta. Selain itu, kredit dengan agunan memiliki NPL yang lebih tinggi (11,51%) dibandingkan dengan kredit tanpa agunan yang memiliki NPL (6,15%). 1

Buruknya rasio NPL tersebut tentunya cukup memprihatinkan mengingat berbagai upaya telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan peran dan kontribusi BPR dalam melayani UMKM seperti beberapa kebijakan Bank Indonesia yaitu pelaksanaan Linkage Program, penyelenggaraan workshop/seminar pembiayaan sektor produktif dan relaksasi ketentuan dalam Paket Oktober-November 2006. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tingginya dan terus meningkatnya rasio NPL BPR di beberapa wilayah di Indonesia. 2. Agar Bank Indonesia dapat menyusun rumusan ketentuan dan kebijakan yang dapat mendorong terciptanya industri BPR yang sehat dan kuat yang tercermin dari rendahnya rasio NPL. Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini mencakup seluruh BPR di Indonesia, namun tidak dilakukan terhadap seluruh populasi tetapi berdasarkan sampel. Penelitian ini mengambil sampel BPR dari 7 wilayah, yaitu Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi), Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Ketujuh wilayah tersebut dipilih dengan pertimbangan sebaran BPR terbanyak di Indonesia berada di ketujuh wilayah dengan rasio NPL yang cenderung meningkat sehingga dianggap sudah dapat merepresentasikan BPR di seluruh wilayah Indonesia. Dalam penelitian ini, faktor-faktor penyebab NPL dikelompokkan menjadi 3, yaitu: (1) kondisi internal BPR, (2) kondisi debitur, dan (3) faktor eksternal yang berhubungan dengan persaingan dan kondisi usaha. Faktor-faktor lain seperti budaya, latar belakang asal-usul suku dan agama pemilik/pengelola BPR, latar belakang asal-usul suku dan agama debitur dan peran Bank Indonesia tidak termasuk dalam lingkup penelitian ini. 2

Kerangka Konsep Non Performing Loan (NPL) adalah kredit yang masuk ke dalam kategori kredit Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Status NPL pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat menekan NPL sekecil mungkin. Dengan kata lain, tingginya NPL sangat dipengaruhi oleh kemampuan BPR dalam menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun indikasi gagal bayar. Faktor-faktor utama penyebab NPL dapat dikategorikan dalam 3 kelompok yaitu: faktor internal BPR, faktor kondisi debitur (termasuk calon debitur), dan faktor eksternal. Kerangka konsep penyebab NPL ditunjukkan dalam Gambar 1. Faktor internal BPR adalah hal-hal berkaitan dengan kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) BPR itu sendiri, kualitas proses bisnis BPR, dan keterlibatan pihak lain dalam bisnis. Kondisi SDM menyangkut seberapa jauh integritas, kelalaian, kesengajaan, dan kemungkinan melakukan moral hazard dari komisaris, direksi, dan karyawan untuk memenuhi kebutuhan BPR dalam menjalankan bisnisnya. Kualitas proses bisnis BPR berkaitan dengan strategi pemasaran yang diterapkan, kualitas proses persetujuan kredit, syarat pemberian kredit, kualitas proses penagihan, dan proses pengawasan dan pengendalian. Sedangkan keterlibatan pihak lain dalam bisnis BPR terutama terkait dengan penerapan linkage program dalam pengembangan usaha BPR melalui kerjasama dengan pihak lain seperti bank umum. 3

Gambar 1 KERANGKA KONSEP PENYEBAB NPL BPR KONDISI INTERNAL BPR Proses Persetujuan Kredit Syarat Pemberian Kredit Proses Penagihan Strategi Pemasaran Peran Pemilik/Pengelola Kapasitas AO Proses Pengendalian Linkage Program KONDISI EKSTERNAL BPR DEBITUR Integritas Debitur Keadaan Debitur Profil Kredit Kategori Kredit Pemanfaatan Kredit Pengelolaan Administrasi Kredit LINGKUNGAN Persaingan Kondisi Usaha 4

Faktor kondisi debitur umumnya dikategorikan berdasarkan 5C (character, capacity, capital, collateral, dan condition). Pada prakteknya kelima komponen C tersebut diterjemahkan ke dalam credit rating atau credit scoring sehingga BPR dapat menilai risiko yang akan ditanggungnya pada saat menyalurkan kredit kepada nasabah-nasabahnya. Dengan demikian, BPR dapat memutuskan pemberian kredit ke nasabah yang bersangkutan, mengenai jumlah pinjaman, suku bunga, dan jatuh tempo, berdasarkan rating atau scoring tersebut. Penerapan 5C bagi nasabah besar (biasanya oleh bank umum) bisa berbeda dengan penerapannya bagi nasabah mikro, kecil, dan menengah karena masalah teknis. Misalnya, ketidaktersediaan laporan keuangan, dan pengelolaan keuangan yang tidak terpisah antara keuangan usaha dan keuangan rumah tangga. Dalam penelitian ini, faktor kondisi debitur adalah integritas debitur, keadaan debitur, profil kredit, kategori kredit, pemanfaatan kredit, dan pengelolaan administrasi kredit. Faktor eksternal pada dasarnya dapat dimasukkan ke dalam komponen condition. Termasuk ke dalam faktor eksternal ini adalah persaingan usaha, kondisi usaha, dan faktor alam. Istilah-istilah yang digunakan pada kerangka konsep diatas diartikan sebagai berikut: Proses Persetujuan Kredit. Proses persetujuan kredit adalah cara BPR melakukan penilaian terhadap usulan kredit. Dalam proses persetujuan kredit yang ingin diketahui adalah jenjang persetujuan kredit, waktu persetujuan kredit dalam hari, intervensi pemilik, dan intervensi komisaris. Syarat Pemberian Kredit. Dalam memberikan kredit, BPR menilai syarat utama yang harus dipenuhi debitur. Beberapa syarat yang ingin dilihat antara lain nilai agunan, kesanggupan debitur memperoleh pendapatan, riwayat debitur, keabsahan/legalitas usaha, karakter calon debitur, dan hubungan antara pengurus/pemilik BPR dengan calon debitur. Proses Penagihan. Proses penagihan adalah cara BPR menagih kredit dari debitur. Hal-hal yang dilihat dalam proses penagihan adalah cara pembayaran angsuran, adanya kunjungan rutin account officer (AO) dalam mengamati kemampuan debitur membayar, sistem insentif bagi AO yang berhasil menagih, serta adanya petugas khusus untuk menagih angsuran. 5

Strategi Pemasaran. Strategi pemasaran adalah cara yang digunakan BPR dalam menjaring debitur. Strategi pemasaran menyangkut target market keterlibatan direksi dalam pemasaran dan penyebaran lokasi target market. Peran Pemilik/Pengelola. Peran pemilik/pengelola mencakup keterlibatan pemilik/pengelola dalam operasional BPR dan bisnis lain yang dimiliki oleh pemilik atau komisaris selain bisnis BPR, pemenuhan sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Profesi oleh Direksi BPR serta perputaran direksi selama tiga tahun terakhir. Kapasitas Account Officer (AO). Kapasitas AO mencakup tingkat pendidikan AO, pelatihan kepada AO, rasio antara AO dan nasabahnya, tingkat perputaran AO selama satu tahun serta masa kerja AO (dalam tahun). Proses Pengendalian. Proses pengendalian mencakup pengendalian BPR atas kegiatan operasionalnya serta pemeriksaan terhadap pekerjaan AO. Linkage Program. Keikutsertaan BPR dalam kerjasama Linkage Program dengan Bank Umum. Integritas Debitur. Itikad debitur dan tanggung jawab debitur untuk mengembalikan kreditnya. Keadaan Debitur. Keadaan debitur mencakup jangka waktu debitur menjadi nasabah BPR, hubungan antar debitur dan pemilik/pengelola BPR, status kepemilikan tempat usaha dan tempat tinggal debitur serta kondisi debitur. Profil Kredit. Profil kredit menyangkut besarnya plafon kredit, besarnya baki debit, besarnya suku bunga yang diberikan, besarnya biaya tambahan yang dibebankan, dan jangka waktu pelunasan kredit (dalam bulan). Kategori Kredit. Kategori kredit mencakup pola pemberian kredit (kelompok atau individu), kepemilikan agunan, nilai agunan, asuransi kredit dan status kredit (baru atau pengulangan). Pemanfaatan Kredit. Pemanfaatan kredit mencakup tujuan penggunaan kredit (konsumsi, modal kerja, investasi) dan sektor pembiayaan kredit (pertanian, perindustrian, perdagangan, jasa, lainnya). 6

Pengelolaan Administrasi Kredit. Pengelolaan keuangan debitur untuk pembayaran angsurannya (terpisah dari keuangan keluarga atau menyatu). Persaingan. Persaingan mencakup pesaing utama dan tingkat persaingan. Kondisi Usaha. Kondisi usaha yang dialami debitur pada saat dia menunggak. 7

METODOLOGI Metodologi menyangkut metode penelitian yang digunakan, teknik menentukan sampel dan besar sampel, instrumen yang digunakan, prosedur pengumpulan data, serta teknik analisa data yang digunakan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Tujuan penggunaan kedua pendekatan tersebut adalah untuk saling melengkapi informasi dan analisis. Dalam pendekatan kualitatif, penelitian ini menerapkan in-depth group interview melalui Focus Group Discussion (FGD) kepada para pengawas BPR di 5 wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Metode ini digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang dapat mempengaruhi NPL BPR. Dalam FGD ini, pengawas BPR dipilih karena memiliki akumulasi informasi, pengetahuan, dan pengalaman mengenai bisnis BPR dan hal-hal yang terkait dengan kinerja BPR, khususnya dalam aspek NPL. Melalui pendekatan kualitatif dapat diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya NPL, baik faktor yang sulit dikuantifikasi maupun faktor yang dapat dikuantifikasi. Dalam hal faktor yang dapat dikuantifikasi, temuan faktor penyebab NPL dengan pendekatan kualitatif dapat memperkuat kesimpulan mengenai pengaruh faktor tersebut terhadap NPL. Pendekatan kuantitatif diterapkan dengan mengunakan model multiple regression dan logistic regression. Variabel-variabel yang bersifat kualitatif dikonversi menjadi variabel kuantitatif dengan menggunakan dummy variable. Dengan pendekatan kuantitatif diharapkan dapat ditemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab NPL, dan faktor-faktor tersebut dapat digeneralisasi atau diberlakukan secara umum. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi Bank Indonesia dalam membuat ketentuan atau kebijakan bagi BPR. 8

Penentuan Sampel Pengawas-pengawas Bank Indonesia di 5 wilayah yaitu Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan dipilih untuk dijadikan responden dalam in-depth group interveiw. Pengalaman dan fakta-fakta yang mereka temukan di lapangan ketika memeriksa BPR digali secara berkelompok dalam FGD. Beberapa variabel yang dianggap berpengaruh pada NPL kemudian diuji pada sampel yang diambil dari 7 wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada ketujuh wilayah tersebut, terdapat kecenderungan bahwa rasio NPL terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir dengan jumlah BPR yang cukup besar di wilayah dimaksud. Dengan demikian, pemilihan sampel di ketujuh wilayah tersebut diharapkan dapat menggali faktor-faktor penyebab NPL secara komprehensif. Sampel yang terpilih terdiri dari 223 BPR dan 915 debitur yang tersebar di 7 wilayah tersebut. Gambaran umum tentang sampel dapat dilihat pada Lampiran 6. Profil yang digambarkan menyangkut bentuk organisasi BPR, jumlah kreditnya, rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyetujui kredit, cara pembayaran angsuran kredit, sertifikasi direksi, karakteristik debitur utama, kolektibilitas kredit, dan linkage program. Selain itu, juga disajikan gambaran tentang jenis usaha debitur, suku bunga yang dikenakan kepada debitur, persentase tambahan biaya-biaya pinjaman selain bunga, tujuan penggunaan kredit, dan sektor ekonomi yang dibiayai oleh pinjaman. Sedangkan keterangan lebih terperienci tentang profil BPR di masing-masing wilayah yang diambil sebagai sampel dari penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner merupakan hasil dari FGD yang dilakukan kepada para direksi dan komisaris BPR. Dari hasil FGD diperoleh beberapa pertanyaan yang dikelompokkan kedalam 3 kelompok pertanyaan yaitu (1) pertanyaan-pertanyaan tentang Proses Pemberian Kredit, (2) pertanyaan-pertanyaan tentang Status Kredit Debitur, dan (3) pertanyaan-pertanyaan tentang Nasabah BPR. Masing-masing kelompok pertanyaan ini kemudian menjadi kuesioner sehingga 9

terdapat 3 kuesioner. Validitas dari kuesioner diuji melalui pilot testing kepada beberapa direksi dan komisaris BPR yang berada di Jakarta dan sekitarnya. Maksud dari pilot testing ini adalah untuk mengetahui apakah pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner sudah baik secara format dan benar secara content. Masukan dari pilot testing ini kemudian digunakan untuk memperbaiki kuesioner yang telah dibuat. Kuesioner akhir dihasilkan dan terdiri dari tiga jenis, masing-masing menyangkut (1) Proses Pemberian Kredit, (2) Status Kredit Debitur, dan (3) Nasabah BPR. Kuesioner pertama dan kedua ditujukan kepada BPR untuk diisi sedangkan kuesioner ketiga ditujukan kepada. Contoh kuesioner disajikan di Lampiran 2. Prosedur Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui in-depth interview dan melalui kuesioner. In-depth interview dengan cara Focus Group Discussion (FGD) dilakukan terhadap para pengawas BPR di 7 wilayah. FGD menghasilkan sejumlah faktor atau variabel yang menjadi penyebab NPL berdasarkan pengalaman pemeriksa BPR. Faktor-faktor atau variabel tersebut diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi faktor yang dituangkan ke dalam kuesioner supaya hasil FGD dapat dipadukan dengan hasil dari kuesioner. Pengisian kuesioner dilakukan oleh peneliti yang secara langsung melakukan wawancara kepada responden sekaligus melakukan pengisian kuesioner berdasarkan hasil wawancara tersebut. Teknik ini dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan dalam menginterpretasikan pertanyaan serta mendapatkan hasil yang akurat. Sebelumnya diadakan pembekalan kepada para pewawancara mengenai panduan pengisian kuesioner, cara input data serta input data pada worksheet. Teknik Analisa Data Data dianalisa dengan dua pendekatan yaitu pendekatan (1) kuantitatif dan (2) pendekatan kualitatif. Pada pendekatan kualitatif, analisa data dilakukan dengan mengumpulkan temuantemuan berupa pernyataan-pernyataan pemeriksa Bank Indonesia yang mengindikasikan 10

penyebab NPL yang dicatat dari beberapa kali in-depth interview yang dilakukan dalam bentuk FGD. Hasil temuan pada catatan-catatan yang dikumpulkan tersebut kemudian disusun sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan, yaitu faktor internal BPR, faktor eksternal BPR yang yang berkaitan dengan debitur dan lingkungan. Catatan yang telah dikumpulkan kemudian disusun sesuai dengan coding tertentu. Cara ini dilakukan untuk menjamin bahwa penelitian ini objective, auditable, dan credible sebagai syarat dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif sangat rentan terhadap subyektifitas, itu sebabnya diperlukan suatu pendekatan yang dapat meminimalisasi subjektifitas ini sehingga hasil yang diperoleh dapat dianggap obyektif. Obyektifitas penelitian kualitatif harus dapat dibuktikan sehingga dapat diperiksa kebenarannya atau dikenal dengan istilah auditable (dapat diperiksa kebenarannya). Penggunaan coding dan kategorisasi adalah salah satu cara untuk menjamin objectivity dan auditability penelitian kualitatif. Oleh karena penelitian kualitatif sangat rentan terhadap subyektifitas, penelitian kualitatif harus dilakukan oleh orang yang berpengalaman dan telah dilatih dalam melakukan penelitian kualitatif sehingga kredibilitas hasil penelitian dapat dijamin. Pada pendekatan kuantitatif, data dianalisa dengan menggunakan teknik statistik yang diuji pada tingkat signifikansi (level of significant) 10% atau pada tingkat keyakinan (confidence level) 90%. Teknik statistik yang digunakan adalah: 1. Multiple regression with dummy variables, dan 2. Logistic regression. Untuk mempermudah pengolahan data kuantitatif, piranti lunak SPSS (statistical program for social sciences) digunakan. 11

DESKRIPSI MODEL PREDIKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor berpengaruh terhadap NPL BPR di Indonesia. Faktor-faktor ini dikelompokkan ke dalam 2 kelompok besar yaitu faktor-faktor internal BPR dan faktor-faktor eksternal BPR. Faktor eksternal terdiri dari 2 aspek yaitu debitur dan lingkungan sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1 di bab pendahuluan. Variabel-variabel yang berhubungan dengan kondisi internal BPR digunakan untuk menentukan Rasio NPL. Sedangkan variabel-variabel yang berhubungan dengan kondisi eksternal BPR (debitur dan lingkungan) digunakan untuk menentukan Kolektibilitas Kredit. Rasio NPL adalah variabel dependen yang digunakan untuk BPR sedangkan Kolektibilitas Kredit adalah variabel dependen yang digunakan untuk nasabah sebagai pihak eksternal. Namun sebelum melihat pengaruh kondisi internal dan eksternal BPR terhadap NPL dan kolektibilitas kredit, akan diberikan gambaran umum tentang BPR dan debitur yang diteliti. Gambaran Umum BPR dan Debitur yang Diteliti Penelitian tentang penyebab tingginya rasio NPL di Indonesia dilakukan dengan memperoleh data dari tujuh wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Responden terdiri dari direksi BPR dan debitur BPR. Masing-masing wilayah memiliki profil BPRnya sendiri-sendiri sebagaimana yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Masing-masing wilayah mungkin saja memiliki keunikannya sendiri-sendiri atau bisa saja malah tidak ada perbedaan. Untuk mengetahui hal ini maka dilakukan analisa apakah memang ada perbedaan yang menyolok untuk beberapa aspek. Setelah dianalisa didapati bahwa: Sebagian besar BPR yang diteliti berbentuk perseroan terbatas (PT), bahkan dibeberapa wilayah seperti di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan seluruh BPR yang ditieliti berbentuk PT. Kecuali didaerah NTB, sebagian besar BPR berbentuk perusahaan daerah (PD). 12

Dibeberapa wilayah, rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyetujui kredit berkisar antara 1 s/d 3 hari seperti didaerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Namun didaerah lain, rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyetujui kredit antara 4 s/d 7 hari seperti didaerah Jabotabek, Sumatera Utara, dan NTB. Sebagian besar BPR menerapkan cara pembayaran angsuran dengan meminta debitur menyetor langsung ke BPR. Ini berlaku diseluruh wilayah. Cara lain yang dilakukan adalah dengan mengambil ke debitur, sedangkan yang dipotong langsung pada gaji atau tabungan hanya sedikit. Khusus daerah Jabotabek dan Jawa Barat, ada beberapa BPR yang pembayaran cicilan kreditnya dilakukan dengan mentransfer ke rekening BPR. Masyarakat umum (mereka yang tidak punya hubungan istimewa dengan BPR seperti non karyawan/kerabat) adalah debitur utama BPR. Rata-rata 85% debitur BPR adalah masyarakat umum. Ini berlaku diseluruh wilayah yang diteliti. BPR yang tidak mengikuti linkage program lebih banyak dari pada yang mengikuti linkage program, bahkan dibeberapa daerah seperti Sulawesi Selatan dan NTB perbedaannya sangat menyolok yaitu 2 : 8. Sebagian besar (54 s/d 83 persen) BPR di ketujuh wilayah yang diteliti memiliki debitur yang berusaha pada bidang perdagangan. Hanya sedikit yang bergerak dalam bidang pertanian, industri, dan jasa. Yang bergerak dalam bidang ini hanya berkisar antara 2 s/d 16 persen. Suku bunga per bulan yang dikenakan berkisar antara 1 s/d 4 persen walaupun ada sebagian kecil yang mengenakan diatas 4 persen. Sebagian besar BPR mengenakan biaya bunga antara 2 s/d 3 persen flat perbulan. Kecuali wilayah Jawa Tengah dan Sumatera Utara sebagian besar BPRnya mengenakan biaya bunga antara 1 s/d 2 persen flat per bulan. 13

Pada umumnya BPR mengenakan biaya tambahan diluar biaya bunga berkisar antara 1 s/d 3 persen dari nilai pinjaman yang dibayarkan sekali saja (bukan per bulan). Namun ada juga yang tidak mengenakan biaya tambahan. Khusus wilayah Jabotabek, Jawa Barat dan Sumatera Selatan cukup banyak (18 s/d 23 persen) BPR yang mengenakan biaya tambahan lebih besar dari 4 persen. Tujuan penggunaan kredit pada umumnya untuk modal kerja. 64 s/d 89 persen debitur diseluruh wilayah menggunakan kredit untuk modal kerja. Sedangkan untuk konsumsi rata-rata hanya 11 persen. Investasi rata-rata hanya 4 persen. Sektor ekonomi debitur pada umumnya perdagangan. Itu berarti pinjaman terbesar adalah untuk modal kerja pada sektor ekonomi perdangangan dan ini berlaku diseluruh wilayah yang diteliti. Menyangkut sebaran rasio NPL yang rendah dan tinggi, dapat dilihat pada Gambar 2. Wilayah Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan NTB jumlah BPR memiliki rasio NPL yang tinggi/high (lebih besar atau sama dengan 10%) lebih banyak dibandingkan BPR dengan NPL yang rendah (lebih kecil dari 10%). Sedangkan sebaran debitur di ketujuh wilayah yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 3. Pemilihan debitur sampel didasarkan atas populasi debitur yang berada di setiap wilayah dan karena jumlah debitur di Jateng, Jabar dan Jabotabek lebih banyak maka nampak bahwa jumlah debitur terbesar berasal dari wilayah-wilayah tersebut. Sedangkan Sumatera Utara dan Sumatera Selatan hanya terpilih sedikit debitur. 14

Gambar 2 SEBARAN RASIO NPL RENDAH DAN TINGGI 35 30 25 BPR 20 15 Low High 10 5 0 Jabotabek Jabar Jateng Sumut Sumsel Sulsel NTB Wilayah Gambar 3 SEBARAN DEBITUR 250 200 Debitur 150 100 50 0 Jabotabek Jabar Jateng Sumut Sumsel Sulsel NTB Wilayah Dari segi plafon kredit yang diberikan kepada debitur, dapat dilihat pada Gambar 4, dari 917 nasabah yang diteliti sebagian besar pinjaman berada pada plafon Rp 5 juta s/d Rp 25 juta dan pinjaman Rp 1 juta s/d Rp 5 juta. Proporsi kredit yang lancar dan tidak lancar hampir sama pada semua plafon dimana yang lancar lebih sedikit. Kecuali pada plafon Rp 50 s/d Rp 500 juta kredit yang lancar sama 15

dengan yang tidak lancar. Dari segi proporsi kredit yang lancar dan tidak lancar nampaknya tidak ada perbedaan yang berarti pada setiap plafon. Gambar 4 PLAFON KREDIT 350 300 250 Nasabah 200 150 100 Lancar Tidak Lancar 50 0 < 1jt 1jt - 5jt 5jt - 25jt 25jt - 50jt 50jt - 500jt > 500jt Plafon Menyangkut jawaban yang diberikan oleh BPR maupun debitur, ada beberapa pertanyaan yang sama tentang debitur yang diberikan baik kepada BPR maupun kepada debitur. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan pengecekan silang (crosscheck). Gambar 5 menunjukkan jawaban yang diberikan BPR dan yang diberikan debitur untuk pertanyaan tentang kondisi usaha yang sedang dijalankan. Dari Gambar 5 tersebut dapat dilihat bahwa jawaban yang diberikan relatif hampir sama. Kecuali pada jawaban kategori A dan D (lihat Lampiran 1 tentang kuesioner) yang kelihatannya ada perbedaan namun tidak signifikan. Jika terjadi perbedaan maka jawaban yang dianggap lebih akurat adalah yang diberikan oleh debitur mengingat yang paling memahami kondisi usaha yang sedang dijalankan adalah debitur itu sendiri. 16

Gambar 5 PERBANDINGAN JAWABAN BPR DAN DEBITUR 400 350 300 Responden 250 200 150 100 50 0 A B C D E Kategori Pertanyaan BPR Debitur Dari segi jenis kelamin dan kolektibilitas kredit, didapati bahwa proporsi kredit yang lancar pada pria dan wanita sama saja. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa ada 209 debitur pria yang kreditnya lancar dibandingkan dengan 388 debitur pria yang kreditnya tidak lancar atau dengan proporsi 1 : 1,85. Sedangkan pada wanita, ada 112 debitur wanita yang lancar dibandingkan dengan 208 yang tidak lancar atau dengan proporsi yang sama yaitu 1 : 1,85. 17

Gambar 6 Jenis Kelamin dan Kolektibilitas Jumlah Debitur 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Pria Jenis Kelamin Wanita Lancar Tidak Lancar Model Prediksi NPL BPR Besarnya rasio NPL suatu BPR ditentukan oleh kolektibilitas kreditnya karena rasio NPL adalah perbandingan antara kredit yang tidak lancar dengan jumlah kredit yang diberikan. Namun, ada beberapa variabel internal BPR yang bisa secara langsung dan tidak langsung berpengaruh pada rasio NPL sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1 di bab pendahuluan. Disini akan diketahui apakah variabel-variabel internal BPR dari hasil in-depth interview dapat digunakan untuk menentukan rasio NPL? Hipotesa penelitian (H 1) adalah variabel-variabel internal BPR dapat digunakan menentukan rasio NPL. Kuesioner tentang kondisi internal BPR diberikan kepada 223 BPR untuk diisi oleh direksi. Data yang diperoleh dari kuesioner diuji dengan teknik statistik multiple linear regression. Teknik ini dipilih oleh karena variabel dependen terukur dengan skala interval yang merupakan syarat menggunakan multiple regression. Predictors (independent variables) pada umumnya dalam bentuk nominal dan interval, oleh karena itu maka teknik regresi yang digunakan adalah multiple linear regression with dummy variable. 18

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa dari 26 variabel yang berhubungan dengan kondisi internal BPR yang diteliti (sebagaimana yang dapat dilihat pada Lampiran 2), 22 faktor ternyata tidak signifikan untuk digunakan dalam menentukan rasio NPL. Pengujian ini dilakukan dengan tingkat signifikansi 10% atau pada tingkat keyakinan 90% (lihat Lampiran 3). Hanya 4 variabel yang signifikan dimana satu variabel terdiri dari 2 variabel dummy sehingga seluruhnya ada 5 variabel yaitu (1) pembayaran kredit dengan jemputan, (2) cara pembayaran dengan potongan, (3) insentif kepada Account Officer (AO), (4) perputaran direksi, dan (5) program linkage. Oleh karena ada variabel-variabel yang signifikan analisa data diulang dengan hanya memasukkan variabel-variabel yang signifikan ini saja. Setelah variabelvariabel yang signifikan ini dimasukkan, uji ANOVA (uji F) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1 menunjukkan nilai yang signifikan yaitu 0,000 lebih kecil dari 0,10 tingkat signfikansi yang disyaratkan. Itu berarti bahwa predictors (cara pembayaran dengan menjemput, cara pembayaran dengan potongan, insentif yang diberikan kepada AO, perputaran direksi, dan program linkage) dapat digunakan untuk menentukan rasio NPL. Tabel 1 ANOVA(b) Mo del Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression,997 5,199 8,624,000(a) Residual 4,924 213,023 Total 5,921 218 a Predictors: (Constant), LINKAGE, TURNOVER, BAYARC, INSENTIF, BAYARB b Dependent Variable: RASIONPL Hasil pengolahan data dengan SPSS seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2, selanjutnya menunjukkan nilai Adjusted R Square = 0,149 yang berarti bahwa 14,9% variasi pada rasio NPL bisa dijelaskan oleh variasi dari cara pembayaran dengan menjemput, cara pembayaran dengan potongan, pemberian insentif kepada AO, perputaran direksi, dan program linkage. Walaupun angka ini kelihatan kecil namun perlu diketahui bahwa variabel yang terbesar mempengaruhi rasio NPL adalah kolektibilitas kredit yang akan dianalisa 19

kemudian pada model penentu kolektibilitas kredit. Faktor lain diluar kolektibilitas kredit memang diharapkan tidak sebesar kolektibilitas kredit. 20

Tabel 2 Model Summary(b) Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin- Watson 1,410(a),168,149,15204 1,896 a Predictors: (Constant), LINKAGE, TURNOVER, BAYARC, INSENTIF, BAYARB b Dependent Variable: RASIONPL Hasil uji t seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kelima predictors yaitu cara pembayaran dengan menjemput (BAYARB), cara pembayaran dengan potongan (BAYARC), pemberian insentif kepada AO (INSENTIF), perputaran direksi (TURNDIR), dan program linkage (LINKAGE) signifikan dengan nilai dibawah tingkat signifikansi yang disyaratkan yaitu 0,10. Signifikan disini berarti bahwa variabel independen (predictors) yaitu kelima variabel diatas berpengaruh pada variabel dependen yaitu Rasio NPL. Tabel 3 Coefficients(a) Standar Mo del Unstandardiz ed Coefficients dized Coeffici ents t Sig. Collinearity Statistics Std. Toleran B Error Beta ce VIF 1 (Constant),191,019 9,802,000 BAYARB,057,025,148 2,309,022,954 1,049 BAYARC -,071,032 -,142-2,223,027,955 1,047 INSENTIF -,037,021 -,113-1,781,076,973 1,028 TURNOVE R,031,014,141 2,253,025,995 1,005 LINKAGE -,090,022 -,262-4,146,000,975 1,025 a Dependent Variable: RASIONPL Model regresi yang baik adalah predictors (independen variables) tidak saling berkorelasi atau dengan istilah statistik yang dikenal dengan multicollinearity. Angka VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance pada Tabel 3 menunjukkan nilai VIF yang berada pada sekitar angka 1, dan nilai TOLERANCE mendekati 1. Ini berarti bahwa model regresi ini bebas collinearity. Dengan kata lain, tidak terdapat multicolinearity. Begitu juga dengan uji scedasticity sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 2. Sebaran pada Gambar 2 tidak menunjukkan suatu pola tertentu yang teratur. Tidak ada pola tertentu pada titik-titik yang menyebar 21

diatas dan dibawah angka 0 dari sumbu Y. Ini berarti bahwa tidak terdapat heteroscedasticity. Model regressi yang baik adalah jika tidak terdapat heteroscedasticity yaitu error variance dari variabel-variabel independen maupun dependen sama. Jika error variance berbeda, model regresi tidak dapat memberikan hasil yang baik. Scatterplot Gambar 7 6 Dependent Variable: RASIONPL Regression Studentized Residual 5 4 3 2 1 0-1 -2-3 -2-1 0 1 2 3 Regression Standardized Predicted Value Setelah yakin bahwa model ini baik, maka model ini dapat digunakan untuk menentukan rasio NPL BPR sehingga model ini disebut MODEL PENENTU NPL, dengan persamaan sebagai berikut: Y NPL = 0,191 + 0,057X 1 0,071X 2 0,037X 3 + 0,031X 4 0,09X 5 Dimana: Y NPL = rasio NPL X 1 X 2 = Pembayaran kredit dengan jemputan. Jika ada, diberikan nilai 1 dan jika tidak ada diberikan nilai 0. = Pembayaran kredit dengan potongan. Jika BPR melakukan pembayaran kredit dengan memotong dari gaji atau tabungan debitur, maka nilai yang diberikan adalah 1 jika 22

X 3 X 4 tidak 0. Seandainya BPR memberlakukan cara lain selain pemotongan gaji/tabungan bersama-sama, maka yang dilihat adalah mana jumlah kredit yang paling besar. Jika kredit yang paling besar dilakukan dengan memotong gaji/tabungan maka nilai yang diberikan 1 jika tidak 0. = Pemberian insentif kepada account officer atas kredit yang ditagih. Jika BPR memberikan insentif atas kredit yang ditagih kepada account officer maka nilai yang diberikan 1 jika tidak 0. = Perputaran direksi. Berapa kali direksi keluar dalam tiga tahun terakhir. X 5 = Program linkage. Apabila BPR menjalankan program linkage maka nilai yang diberikan adalah 1 jika tidak 0. Interpretasi Model Penentu NPL: Pembayaran Angsuran dengan Jemputan (X 1) BPR yang menerapkan pembayaran angsuran kredit dengan menjemput cenderung meningkatkan rasio NPL. Rasio NPL akan meningkat 0,284 atau 28,4% (diperoleh dari 0,191 + 0,057) jika BPR menerapkan pembayaran angsuran dengan jemputan. Asumsi, variabel-variabel lain yang berpengaruh pada rasio NPL tetap. Pembayaran angsuran kredit yang dilakukan dengan menjemput hanya akan efektif apabila: (1) Ada pengawasan yang ketat oleh BPR pada petugas yang menjemput angsuran, (2) petugas yang menjemput angsuran perlu dirotasi pada waktu-waktu tertentu, dan (3) petugas penagih secara rutin dan konsisten menjemput angsuran. Jika ketiga syarat ini tidak dipenuhi, pembayaran angsuran kredit dengan menjemput justru cenderung meningkatkan rasio NPL. Pengawasan BPR yang lemah dan petugas tetap melayani debitur tanpa rotasi membuat peluang bagi petugas penagih untuk melakukan fraud dan ini justru akan memperbesar rasio NPL. Demikian pula kunjungan petugas penagih yang tidak rutin membuat kolektibilitas kredit tidak lancar. Debitur mengharapkan 23

angsuran dijemput dan jika tidak dijemput debitur cenderung tidak akan membayar dan terkesan seolah-olah tidak mau membayar padahal karena angsuran tidak dijemput sehingga rasio NPL justru meningkat. Selain itu, dari hasil in-depth interview diketahui pula kalau sebagian BPR memiliki sistem pengendalian yang lemah, satu orang petugas per lokasi yang tidak berubah-ubah; dan sebagian BPR tidak melakukan pembinaan dan pemantauan penggunaan kredit secara rutin. Hasil in-depth interview ini dapat menjelaskan mengapa justru angsuran yang dijemput cenderung meningkatkan rasio NPL. Namun apabila ketiga persyaratan tersebut dipenuhi, menjemput angsuran dapat menurunkan rasio NPL. Dari in-depth interview diketahui pula kalau ada beberapa BPR yang menjemput angsuran memiliki rasio NPL yang lebih baik. Pembayaran Angsuran dengan Potongan (X 2) BPR yang melakukan pembayaran angsuran kredit dengan potongan akan menurunkan rasio NPL sebesar 0,116 atau 11,6% (diperoleh dari 0,191-0,071). Asumsi, variabel-variabel lain yang berpengaruh pada rasio NPL tetap. Dengan memotong langsung pada tabungan atau gaji, permasalahan keengganan debitur untuk membayar langsung ke BPR karena lokasi yang jauh menjadi tersolusi. Demikian pula kemungkinan fraud yang bisa dilakukan oleh petugas penagih menjadi tidak ada. Bagi debitur dengan plafon kredit yang besar dapat disyaratkan untuk memiliki tabungan dengan minimal sejumlah uang sehingga BPR dapat langsung memotong angsurannya dari tabungan tersebut. Dengan cara seperti ini diharapkan rasio NPL akan lebih baik. Pemberian Insentif kepada AO (X 3) BPR yang memberikan insentif kepada AO atas kredit yang tertagih cenderung menurunkan rasio NPL sebesar 0,154 atau 15,4% (diperoleh dari 0,191 0,037) dengan asumsi bahwa semua variabel-variabel lainnya yang berpengaruh pada rasio NPL tetap. 24

Dari in-depth interview diketahui kalau kunjungan rutin AO kepada debitur untuk memantau penggunaan kredit dapat memperkecil rasio NPL BPR. Pembinaan harus sudah dilakukan sebelum kredit menjadi tidak lancar agar kredit tersebut bisa tetap lancar. Demikian pula komunikasi yang baik antara BPR dan debitur yang dilakukan oleh AO berdampak pada rasio NPL yang lebih kecil. Kunjungan rutin AO dalam memantau penggunaan kredit hanya dapat dilakukan dengan baik jika AO tersebut termotivasi. Itu sebabnya BPR yang memberikan insentif kepada AO atas kredit yang tertagih dapat memotivasi AO untuk melaksanakan tugas pembinaan dan penagihan yang lebih baik sehingga rasio NPL dapat ditekan untuk semakin kecil. Perputaran Direksi (X 4) BPR yang dalam tiga tahun terakhir mengalami perputaran direksi cenderung meningkatkan rasio NPL sebesar 0,16 atau 16% (diperoleh dari 0,191 0,031) untuk setiap kali perputaran. Ini menunjukkan kalau peran direktur dalam mengelola debiturnya cukup signifikan mengingat BPR dengan tingkat perputaran direksi yang cukup besar berdampak pada peningkatan rasio NPL. Semakin tinggi perputaran direksi cenderung semakin tinggi pula rasio NPL dari BPR tersebut. Program Linkage (X 5) BPR yang menjalankan linkage program cenderung mempunyai rasio NPL yang lebih kecil. BPR yang menjalankan linkage program nampaknya dapat mengecilkan rasio NPL sebesar 0,11 atau 11% (diperoleh dari 0,191 0,09) dengan asumsi variabel-variabel lain yang mempengaruhi rasio NPL tetap. Namun, perlu diketahui pula bahwa bisa saja terjadi bank umum hanya mau bekerja sama untuk linkage program pada BPR dengan NPL yang kecil sehingga cenderung mereka yang mendapatkan linkage program adalah BPR yang rasio NPLnya kecil. Walaupun demikian, linkage program dapat dijadikan salah satu indikator yang menunjukkan penurunan rasio NPL. 25

Model Prediksi Kolektibilitas Kredit Rasio NPL adalah juga kolektibilitas kredit oleh karena rasio NPL adalah perbandingan antara kredit yang tidak lancar dan jumlah kredit yang diberikan. Semakin lancar kolektibilitas kredit semakin baik rasio NPL. Namun dalam penelitian ini, rasio NPL digunakan sebagai dependent variabel untuk BPR dan kolektibilitas kredit digunakan sebagai dependent variabel untuk nasabah. Ada 19 variabel yang berhubungan dengan debitur dan ada 2 variabel yang berhubungan dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi kolektibilitas kredit sebagaimana yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Dengan demikian ada 21 variabel. Data dikumpulkan dari 917 debitur yang tersebar ditujuh wilayah di Indonesia dan dianalisa menggunakan teknik statistik multiple linear regression with dummy variables dengan tingkat signifikansi 10% atau pada tingkat keyakinan 90%. Hasil dari pengujian ini sebagaimana yang dapat dilihat pada Lampiran 4, menunjukkan bahwa hanya 8 variabel yang signifikan sementara ada 13 varibel yang berpengaruh namun tidak signifikan. Agar interpretasi hasil pengolahan data bisa lebih baik, mengingat dependent variable lebih tepat diinterpretasi sebagai variabel dengan skala nominal maka dalam pengolahan data selanjutnya digunakan teknik statistik logistic regression dengan tingkat signifikansi 10%. Dengan demikian kedelapan variabel yang diketahui signifikan kemudian diolah kembali dengan teknik logistic regression. Dengan menggunakan SPSS dan diolah dengan logistic regression diperoleh hasil sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Kelayakan model logistic regression ini diuji dengan Hosmer and Lemeshow Test. Model layak apabila nilai signifikansi Hosmer and Lemeshow diatas 0,10 tingkat signifikansi yang disyaratkan. Dari Tabel 4. diketahui bahwa nilai Hosmer and Lemeshow = 0,599 jauh diatas 0,10 yang disyaratkan. Ini berarti bahwa model regresi ini dapat digunakan. 26

Tabel 4 Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square df Sig. 1 6,434 8,599 Pada Tabel 5 nampak bahwa ada tiga variabel yang tidak signifikan yaitu ASURANSI, TUJUAND, dan USAHAB dengan nilai signifikan lebih besar dari 0,10 tingkat signifikansi yang disyaratkan. 27

Tabel 5 Variables in the Equation Step 1(a) BUNGA B S.E. Wald df Sig. Exp(B),359,164 4,790 1,029 1,432 JNSTB,813,211 14,842 1,000 2,255 NILAIAGC -1,232,300 16,889 1,000,292 ULANG -,288,082 12,343 1,000,750 ASURANSI -,002,198,000 1,990,998 TUJUAND 1,525,985 2,397 1,122 4,593 KONDISB 1,765,565 9,758 1,002 5,841 KONDISC 1,286,479 7,212 1,007 3,619 KONDISD -1,400,310 20,391 1,000,247 ADM,396,199 3,970 1,046 1,486 USAHAB,348,244 2,035 1,154 1,416 USAHAC 2,443,265 84,996 1,000 11,510 Constant,528,545,938 1,333 1,695 a Variable(s) entered on step 1: BUNGA, JNSTB, NILAIAGC, ULANG, ASURANSI, TUJUAND, KONDISB, KONDISC, KONDISD, ADM, USAHAB, USAHAC. Karena ada variabel yang tidak signifikan dan ada yang signifikan maka pengolahan data diulang dengan hanya memasukkan variabel-variabel yang signifikan saja. Setelah pengulangan, hasil uji Hosmer and Lemeshow menunjukkan nilai yang lebih baik dari sebelumnya yaitu 0,952 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6. Ini berarti bahwa model logistic regression ini dapat digunakan. Tabel 6 Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square df Sig. 1 2,704 8,952 Dari Tabel 7 diketahui bahwa variabel-variabel berupa tingkat bunga (BUNGA), jenis agunan (JNSTB), nilai agunan (NILAGC), pengulangan kredit (ULANG), kondisi debtur (KONDB, KONDC, dan KONDD), pengelolaan administrasi kredit (ADM), dan kondisi usaha (USAHAC) signifikan yang berarti dapat digunakan untuk menentukan kolektibilitas kredit. Jika variabel-variabel yang signifikan ini diuji dengan multiple linear regression menghasilkan nilai adjusted R square sebesar 28

41,4%. Artinya 41,4% variance dari kolektibilitas kredit dapat dijelaskan oleh kesembilan variabel predictors ini. Tabel 7 Variables in the Equation Step 1(a) BUNGA B S.E. Wald df Sig. Exp(B),363,163 4,950 1,026 1,438 JNSTB,821,209 15,486 1,000 2,272 NILAIAGC -1,211,296 16,750 1,000,298 ULANG -,295,081 13,137 1,000,745 KONDISB 1,842,563 10,712 1,001 6,310 KONDISC 1,349,476 8,029 1,005 3,855 KONDISD -1,414,308 21,089 1,000,243 ADM,415,198 4,408 1,036 1,514 USAHAC 110,04 2,224,212 6 1,000 9,242 Constant,748,511 2,141 1,143 2,112 a Variable(s) entered on step 1: BUNGA, JNSTB, NILAIAGC, ULANG, KONDISB, KONDISC, KONDISD, ADM, USAHAC. Model regresi logistik yang dihasilkan dari hasil pengolahan data ini disebut sebagai MODEL PENENTU KOLEKTIBILITAS KREDIT dengan persamaan sebagai berikut (nilai constant tidak dimasukkan oleh karena tidak signifikan): Y K = 0,363X 1 + 0,821X 2 1,211X 3 0,295X 4 + 1,842X 5 + 1,349X 6 1,414X 7 + 0,415X 8 + 2,224X 9 Dimana: Y K = Probabilitas kolektibilitas kredit menjadi tidak lancar. X 1 = Tingkat bunga. Besarnya tingkat bunga yang dikenakan pada kredit yang diterima nasabah. Tingkat bunga ini dinyatakan dalam persentasi angka dan bukan dalam desimal. X 2 = Jenis agunan. Jika agunan menggunakan tanah atau tanah dan bangunan, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0. X 3 = Nilai agunan. Jika nilai agunan lebih besar dari nilai kredit, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0. 29

X 4 = Pengulangan kredit. Jika kredit yang diterima merupakan pengulangan, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0. X 5 = Masalah keluarga. Jika debitur memiliki masalah keluarga yang serius, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0. X 6 = Kehilangan pekerjaan (PHK)/bisnis bangkrut. Jika debitur kehilangan pekerjaan atau bisnis debitur bangkrut, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0. X 7 = Integritas debitur. Jika debitur punya etikat untuk mengembalikan kredit, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0. X 8 = Pengelolaan administrasi kredit. Jika debitur menggabungkan administrasi keuangan kredit dengan administrasi keuangan pribadi, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0. X 9 = Persaingan. Jika usaha debitur mengalami persaingan yang serius, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0. Interpretasi Model Prediksi Kolektibilitas Kredit Tingkat Bunga (X 1) Meningkatkan bunga pinjaman akan membuat kredit semakin tidak lancar. Jika tingkat bunga dinaikkan 1% saja ada kemungkinan 36,3% kredit tersebut tidak lancar. Jenis Angsuran (X 2) Kredit yang diagunkan dengan tanah lebih tidak lancar jika dibandingkan dengan kredit yang diagunkan dengan agunan yang lain selain tanah atau bahkan tanpa agunan sama sekali dengan probabilitas 82,1%. Mengapa demikian? Bagi BPR, agunan dengan tanah atau tanah dan bangunan dianggap lebih aman jika dibandingkan dengan agunan yang lain karena jika kredit tidak tertagih agunan dapat dijual untuk menggantikan kredit yang tak tertagih tersebut dengan nilai yang kurang lebih sama atau bahkan lebih besar sehingga pada saat pemberian kredit, selama agunan mencukupi, kredit cenderung diberikan tanpa banyak 30

mempertimbangkan faktor lainnya seperti potensi usaha, kondisi persaingan, dan karakter debitur. Ternyata tidak mudah bagi BPR untuk menyita agunan oleh karena biaya yang dikeluarkan justru sangat besar. Bahkan dari in-depth interview diketahui kalau ada legalitas agunan yang tidak jelas sehingga mempersulit eksekusi jika kredit ternyata macet. Akhirnya pihak bank membiarkan kredit tersebut dan berusaha untuk menagih daripada menyita agunan dan ini yang membuat rasio NPL BPR yang lebih tinggi pada kredit-kredit yang diagunkan dengan tanah atau tanah dan bangunan. Bank ketika memberikan kredit yang tanpa agunan atau dengan agunan lain selain tanah lebih berhati-hati sehingga kreditnya cenderung lebih baik daripada kredit yang diagunkan dengan tanah/tanah dan bangunan. Nilai Agunan (X 3) Kredit yang agunannya lebih besar dari nilai kreditnya memiliki kemungkinan kolektibilitas 1,2 kali lebih lancar dari kredit yang agunannya sama atau lebih kecil dari nilai kreditnya. Ini berlaku untuk bentuk agunan apa saja. Pengulangan Kredit (X 4) Kredit yang diulang lebih lancar dibandingkan dengan kredit perdana. Ada kemungkinan 29,5% kredit yang diulang lebih lancar dari kredit perdana. Kredit yang diulang berarti nasabah telah melunasi kredit sebelumnya, sehingga kemungkinan kredit pengulangan ini lebih lancar dibandingkan dengan kredit yang masih pertama kali (perdana) karena integritas debitur pada umumnya sudah diketahui oleh BPR. Masalah Keluarga (X 5) Kolektibilitas kredit akan lebih buruk pada debitur yang memiliki masalah keluarga yang serius. Kemungkinan kolektibilitas kredit tidak lancar pada debitur yang memiliki masalah keluarga yang serius 1,84 kali dari mereka yang tidak memiliki masalah keluarga yang serius. Dengan demikian penting bagi BPR 31