SISTEM AGROFORESTRY DI PERMUKIMAN TRANSMIGRASI SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN SUMBERDAYA LAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

Ekologi Padang Alang-alang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

Oleh : Sri Wilarso Budi R

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Rakyat dan Agroforestry. maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

TEKNOLOGI PENGELOLAAN & PANEN AIR HUJAN (MK. Manajemen Agroekosistem, smno.jurtnh.fpub.2013)

Secara umum, kerusakan tanah atau perubahan sifat fisik dan kimia tanah dapat disajikan dalam hubungan deskriptif berbagai faktor, yaitu: iklim,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Alang-alang dan Manusia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kemasyarakatan

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi antara produksi pertanian, termasuk pohon, buah-buahan dan atau

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

mencintai, melestarikan dan merawat alam untuk kualitas hidup lebih baik Talaud Lestari

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

TINJAUAN PUSTAKA. yang terkait erat dengan jarak tanam dan mutu benih. Untuk memenuhi populasi

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi Pertanian ~ 1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

BAB V KESIMPULAN. Ngadas, merupakan sebuah desa pertanian yang terletak di Kabupaten

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya tahun 1994, 1997, 1998, antara tahun , 2006 dan yang

cukup tua dan rapat, sedang hutan sekunder pada umumnya diperuntukkan bagi tegakantegakan lebih muda dengan dicirikan pohon-pohonnya lebih kecil.

-- Tanah dingin: pemahaman petani terhadap kesuburan tanah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KHUSUSNYA PETANI MELALUI PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL PERTANIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Agroforestri Istilah agroforestri mulai mendapat perhatian dunia internasional secara global sejak tahun 1970-an (van Maydel

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN MELALUI PENGEMBANGAN TANAMAN BIOFARMAKA UNTUK MENINGKATKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT DI KABUPATEN KARANGANYAR

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

2002 Program Pasca Sarjana IPB Posted 28 March, 2003 Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor March 2003 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng SISTEM AGROFORESTRY DI PERMUKIMAN TRANSMIGRASI SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN SUMBERDAYA LAHAN Oleh : KELOMPOK 2/PSL 1. Lisna Yoeliani Poeloengan 2. Alim 3. Deddy 4. Benar Darius Ginting Soeka 5. Chamidun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Pengertian Agroforestry 1.3. Pola Permukiman Transmigrasi II. TEORI : AGROFORESTRY 2.1. Silviagrikultur

2.1.1. Penanaman Pohon 2.1.2. Larikan Berselang-seling 2.1.3. Jalur Berselang-seling 2.1.4. Campuran Acak 2.1.5. Perladangan berpindah 2.1.6. Tumpangsari 2.1.7. Pekarangan 2.2. Silvipastura 2.3. Silvifiseri 2.4. Silviagripastura 2.5. Silviagrofiseri III. IV. PEMBAHASAN 3.1. Manfaat Terhadap Lingkungan 3.2. Manfaat Sosial dan Ekonomi 3.3. Hambatan Terhadap Lingkungan 3.4. Hambatan Sosial dan Ekonomi KESIMPULAN I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Latar belakang sejarah. Negara-negara di daerah tropika biasanya kaya dengan hutan alam. Namun demikian banyak pula dari hutan-hutan tersebut yang telah ditebang dan dikonversi menjadi areal pertanian tanaman pangan, padang rumput, perkebunan, atau daerah pemukiman. Meningkatnya luasan lahan-lahan pertanian telah diikuti pula dengan menurunnya luas daerah-daerah berhutan. Situasi sekarang di banyak negara tropika menunjukkan bahwa hutan-hutan yang masih tersisa kebanyakan terdapat di daerah perbukitan/pengunungan dengan lereng-lereng yang berat. Permintaan akan hasil hutan yang terus

meningkat, menyebabkan terus berlangsungnya pengurangan luas hutan-hutan alam, petani-petani gurem (subsisten) terus melangsungkan tekanan terhadap daerah hutan di daerah perbukitan/pegunungan, cara-cara bertani di dataran rendah diterapkan pula di daerah curam dan perladangan berpindah masih merupakan masalah terbesar di daerah tersebut. Semua praktek tersebut telah menimbulkan penurunan kesuburan tanah, peningkatan erosi, meningkatkan aliran permukaan dan sedimentasi, yang pada akhirnya menimbulkan gagalnya panen. Dataran rendah terutama yang berdekatan dengan laut atau sungai, hampir selalu digunakan untuk pertanian pangan. Tanaman monokultural, misanya padi, jagung, tebu atau tanaman lainnya, selalu dapat ditemukan di daerah tersebut. Karena cara-cara bertani yang intensif, tersedianya fasilitas irigasi, penggunaan pupuk dan pestisida, kegagalan panen di daerah ini hampir tidak pernah terjadi, walaupun terdapat serangan hama/penyakit. Banyak hutan-hutan alam, tanaman perkebunan dan tanaman hortikultura yang diusahakan di daerah pegunungan/ perbukitan. Aadanya perakaran yang lebih dalam, akumulasi serasah dan tajuk yang berlapis-lapis dari pohon-pohon dapat membantu pengurangan erosi, aliran permukaan dan sedimentasi. Hal tersebut, ditambah oleh kemampuan pohon untuk mengedarkan zat hara pada biomasa, akan dapat mempertahankan kesuburan tanah di daerah pegunungan. Penerapan praktek-praktek pertanian dataran rendah di daerah pegunungan/perbukitan, terutama perladangan, akan menimbulkan degradasi tanah di daerah tersebut. Penebangan hutan yang diikuti oleh pembakaran, pada awalnya akan dapat memberikan hasil panen yang tinggi, karena tanahnya masih relatif subur. Inilah salah satu alas an kenapa perladangan (dengan menggunakan api) telah banyak menarik minat petani di dataran rendah untuk bertani di daerah pegunungan (Vergara, 1982 a). Akan tetapi penanaman yang

terus menerus telah menimbulkan kemerosotan hasil panen, karena danya penurunan kesuburan tanah. Pada akhirnya munculah konsep untuk melakukan kombinasi dari praktek-praktek pertanian murni dengan praktekpraktek kehutanan dan praktek ini oleh para ilmuwan diberi nama Agroforestry. Jadi konsep agroforestry timbul sebagai suatu system untuk mengkombinasikan kebaikan-kebaikan dari pertanian (yaitu hasil tanaman pangan yang tinggi) dan kehutanan (mengurangi erosi dan menjaga kesuburan tanah). Istilah ini relatif baru, walaupun prakteknya telah lama diterapkan oleh para petani. 1.2. Pengertian Agroforestry Secara sederhana agroforestry adalah usaha tanaman campuran antara tumbuhan berkayu (pohon) dengan tanaman pangan/pakan ternak. Definisi yang lebih luas adalah komprehensif telah dikemukakan oleh para ilmuwan, antara lain Maydel (1969), King dan Chandler (1978), McKinnel dan Batini (1978), Sumarwoto et al. (1979), Vergara (1982) dan Nair dan Fernandes (1984). Tampaknya definisi agroforestry ini beragam tergantung pada sudut pandang si pembuat definisi dan latar belakang budaya tempat agroforestry diterapkan. Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan penting tentang agroforestry sebagai berikut : a. Agroforestry adalah suatu system penggunaan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil total secara lestari. b. Pencapaian tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara mengkombinasikan tanaman berkayu (pohon) dengan tanaman pangan atau tanaman pakan ternak. c. Usahanya dilaksanakan pada sebidang lahan yang sama, baik secara bersamaan waktunya atau secara bergantian. d. Pelaksanaan agroforestry (management) harus disesuaikan dengan latar belakang sosial dan budaya setempat, kondisi ekonomi dan kondisi ekologi setempat.

e. Lahan yang diusahakan untuk agroforestry berada dalam satu unit management yang sama. Jadi, agroforestri adalah suatu system penggunaan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil total secara lestari, dengan cara mengkombinasikan tanaman pangan/pakan ternak dengan tanaman pohon pada sebidang lahan yang sama, baik secara bersamaan atau secara bergantian, dengan menggunakan praktek-praktek pengolahan yang sesuai dengan kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya setempat. Suatu cara yang sederhana untuk memahami agroforestry adalah dengan menggunakan kontinum pertanian-kehutanan (Gambar 1). Pada kontinum tersebut terdapat berbagai kemungkinan kombinasi antara tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan, mulai dari pertanian murni pada satu pihak dan kehutanan murni pada pihak lain, dengan pelbagai tingkat kombinasi diantara keduanya. Makin dekat kearah pertanian, maka agroforestry lebih menekankan pada hasil pertanian dan makin dekat kearah kehutanan, agroforestry lebih menekankan pada hasil kehutanan dari pada hasil tanaman pertanian. Perbandingan antara tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan sangat tergantung pada petaninya. Bagi petani gurem (subisten) yang lebih menekankan pada produksi pangan, lahan usaha taninya akan lebih banyak dialokasikan untuk tanaman pangan daripada tanaman kehutanan. Alokasi penggunaan lahan antara tanaman pangan dan tanaman kehutanan dapat berkisar dari 50 : 50 sampai 90 : 10 (Vergara, 1982 b). 1.3. Pola Pemukiman Transmigrasi Pola pemukiman transmigrasi merupakan suatu aturan bagaimana menata lingkungan di areal pemukiman baru bagi transmigran. Pola ini sangat penting guna menunjang keberhasilan transmigran dalam meningkatkan taraf hidup di tempat baru.

Dalam merancang tata pemukiman lokasi lahan pekarangan dan lahan usaha ditata sesuai dengan model (pola) pemukiman yang diusahakan dan usaha yang diterapkan, dengan memperhatikan kondisi fisik lahan serta factor-faktor penunjang lainnya. Lokasi pekarangan dan perumahan adalah sentral didalam menentukan pola pemukiman yang akan dikembangkan. Lahan pekarangan merupakan salah satu modal pokok bagi para transmigran sebagai sumber penghasilan untuk menyambung hidupnya, sebelum lahan usaha yang diolah dapat menghasilkan. Sistim pekarangan dapat dianggap sebagai sistim farming sempurna, mengingat sistim pekarangan tersebut berfungsi antara lain sebagai terugval basis terutama pada musim paceklik, untuk memelihara tanah dan pelestarian lingkungan dan bank plasma nutfah (Haryati, 1986). Guna meningkatkan keberhasilan transmigrasi telah dirancang berbagai pola pemukiman sesuai dengan usaha pokoknya. Misalnya Pola Pemukiman Transmigran dengan Usaha Pokok Budidaya Tambak, konsep tata pemukimannya adalah untuk membentuk masyarakat baru yang sesuai dengan kondisi ruang, yakni berbentuk pola ngumpul dengan kelompok kecil yang tersebar di sekitar pertambakan. Dalam Pedoman Pengaturan Kerjasama Departemen Transmigrasi dan Departemen Kehutanan (1984) disebutkan bahwa unit terkecil dari suatu pemukiman adalah Satuan Pemukiman (SP). Berdasarkan pedoman tersebut, pola pemukiman transmigrasi lebih diarahkan kepada pengaturan tata letak dan pekarangan dalam SP, mengelompok dengan bentuk lahan pekarangan persegi empat, bujur sangkar dengan luas 2.500 m² atau disesuaikan dengan keadaan lapangan. Dalam menata pemukiman di setiap SP, perlu diperhatikan aspek politik, ekonomi, soail budaya dan hankam. Yang penting diperhatikan dalam menata pola pemukiman transmigrasi adalah

bentuk usaha pokok yang akan diusahakan dengan memperhatikan persyaratan-persayaratan setiap kegiatan usaha. II. TEORI : AGROFORESTRY Berdasarkan kombinasi dari jenis tanaman pertanian dan tanaman kehutanan yang diusahakan, agroforestry dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu silviagrikultur, silvipastura, silvifiseri dan silviagripastura (Vergara, 1982 b). 2.1. Silviagrikultur Silviagrikultur adalah suatu bentuk agroforestry yang merupakan usaha campuran antara tanaman pangan (padi, jagung, sayuran dan lain-lain) dengan tanaman kehutanan pada satu lahan yang sama. Kombinasi usaha ini dapat dilaksanakan dengan cara pengaturan ruang, misalnya penanaman pohon tepi, penanaman dalam larikan yang berselang-seling, penanaman dalam jalur (strips) yang berselang seling dan penanaman campuran secara acak, antara tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan (Gambar 2). Cara lain dalam melaksanakan silviagrikultur adalah dengan cara pengaturan tanaman menurut waktu, misalnya perladangan berpindah, penanaman tumpang sari dan sistim pekarangan (penanaman secara terpadu/ serempak) (Gambar 3). 100 % 100 %

A C B A : Tanaman Pertanian Murni AB : Lebih banyak tanaman pertanian daripada tanaman kehutanan B : Campuran yang sama antara tanaman Pertanian dan Kehutanan BC : Lebih banyak tanaman Kehutanan daripada tanaman Pertanian C : Tanaman Kehutanan murni Gambar 1. Kombinasi Tanaman pada Kontinum Pertanian Kehutanan 2.1.1. Penanaman Pohon Tepi Penanaman pohon tepi sering digunakan apabila tanaman pangan yang akan diusahakan tidak atau hanya sedikit memerlukan naungan. Pohon-pohon tepi yang ditanam dapat berperan sebagai tanda batas pemilikan lahan, pagar hidup, sekat bakar, tirai angin dan dapat pula sebagai pelindung atau pengikat tanah jika ditanam pada tanah labil/tepi jurang. Hasil yang dapat diperoleh dari pohoh dapat berupa kayu bakar, kayu bangunan, pupuk hujau, pakan ternak, buah dan lain-lain.

2.1.2. Larikan Berselang-seling Pada bentuk campuran ini, tanaman kehutanan ditanam dalam larikan yang diselang-seling dengan larikan tanaman pangan. Ruang-ruang terbuka diantara pohon-pohon relatif sempit. Bentuk campuran ini digunakan apabila tanaman pangan agak memerlukan naungan (atau agak tanahan naungan) dan agak banyak memerlukan pupuk organik/pupuk hijau yang berasal dari guguran daun pohon (serasah). 2.1.3. Jalur Berselang-seling Pada bentuk campuran ini, tanaman kehutanan ditanam dalam jalur-jalur (dalam 1 jalur terdiri beberapa larik) yang diselang-seling dengan jalur-jalur tanaman pangan. Pada bentuk campuran ini ruang-ruang terbuka antar jalur lebih lebar Penanaman Pohon tepi x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Tanaman Pangan Pohon pada batas pemilikan Larikan tanaman pangan Larikan pohon Larikan berselang- seling

Jalur tanaman pangan Jalur pohon Jalur ber- Selang-seling Campuran acak Gambar Legenda x x x x x 2. Cara Pengaturan Tanam Dalam Sistim Agroforestry X Pohon Tanaman pangan semusim 2.1.4. Campuran Acak Pada bentuk campuran acak, pohon-pohon hutan ditanam secara tidak beraturan (tidak mengikuti larikan atau jalur antara tanaman pangan. Bentuk ini sering ditemukan pada pertanian tradisional, dimana pohon-pohon yang tumbuh berasal dari regenerasi alami (anakan atau trubusan) dan bukan berasal dari suatu penanaman. Dilihat dari sudut pengaturan ruang, pekarangan dapat pula digolongkan kedalam bentuk ini. 2.1.5. Perladangan Berpindah Perladangan berpindah merupakan bentuk kegiatan agroforestry yang paling tua. Hutan alam/belukar ditebang,

dikeringkan, dibakar dan selanjutnya ditanamai dengan tanaman pangan selama 2-3 tahun. Setelah itu lahan ditinggalkan beberapa tahun (8-10 tahun), agar kesuburan meningkat kembali, dan kemudian ditanami kembali dengan tanaman pangan; cara pengerjaan lahannya adalah seperti pembukaan pertama. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan pangan (karena jumlah penduduk yang meningkat), maka masa bera dari bekas lading semakin pendek sehingga tidak cukup waktu untuk mengembalikan kesuburan tanahnya. Perladangan, yang sekarang masih banyak dilakukan di berbagai daerah, akan menyebabkan tanah lebih lama terbuka dan hal ini akan menyebabkan meningkatnya aliran permukaan dan erosi, sehingga tingkat produksi yang tinggi dan lestari tidak akan bias tercapai. 2.1.6. Tumpangsari Bentuk agroforestry ini berasal dari Burma dan dirancang pemerintah untuk menekan biaya penanaman dalam kegiatan reboisasi. Dalam cara ini petani mendapat hak untuk menanam tanaman pangan pada lahan hutan, dengan kewajiban melakukan penanaman dan pemeliharaan pohon hutan melalui suatu surat perjanjian. Selama pohon masih muda dan tajuknya belum saling menutup, petani diijinkan untuk menanam tanaman pangan diantara tanaman kehutanan, biasanya masa tumpang sari ini berkisar antara 2-3 tahun. Apabila usaha penanaman tanaman pangan sudah tidak memungkinkan, karena danya naungan dari pohon hutan, maka petani dipindahkan kelahan lain yang akan direboisasi, untuk mengulangi usaha yang sama. Sementara itu areal yang ditinggalkan akan dibiarkan berkembang menjadi hutan tanam. 2.1.7. Pekarangan Pekarangan merupakan suatu bentuk agroforestry yang banyak terdapat di Pulau Jawa. Pada bentuk ini

kombinasi permanen dari tanaman pangan (semusim dan tahunan) dan tanaman kehutanan, yang ditanam secara campuran sehingga terdapat suatu struktur tajuk seperti hutan. Hal yang menarik dari cara ini adalah peranan ekonomis dan ekologis dari bentuk tersebut, yaitu dapat menghasilkan pangan, pakan ternak, kayu bakar dan kayu bangunan, pupuk hijau dan pada waktu yang bersamaan pekarangan dapat menstabilkan dan mempertahankan kesuburan tanahnya. dibakar bara Hutan Alam Tanaman Pangan tanah Mulai Bara Mulai Tanam lagi Kesuburan tanah Menurun akibat erosi, pencucian dll Hutan ditebang dan Mulai Kesuburan menurun 19 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 TAHUN PERLADANGAN BERPINDAH Tnm Pangan & Hutan Hutan ditebang, tnm hutan & tnm Ditanam secara serempak pgn ditnm kembali scr serempak Tanaman Hutan Tanaman Pangan Kesuburan tanah Menurun akibat erosi, pencucian dll Tajuk hutan phn penutup 19 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 TAHUN SISTIM TUMPANG SARI

diremajakan Tnaman Hutan Hutan ditebang dan kembali Tanaman Pangan Tnm. Pangan dipanen dan ditanami kembali 19 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 TAHUN SISTIM PENANAMAN SECARA SEREMPAK / TERPADU Gambar 3 Pengaturan Tanam Menurut Waktu pada Sistim Agroforestry ( Vergara 1982 ) 2.2. Silvipastura Pada silvipastura dilakukan kombinasi penanaman tanaman pohon dengan tanaman pakan ternak pada suatu unit lahan yang sama. Hal ini berlainan dengan padang rumput yang biasa digunakan untuk pemeliharaan ternak secara tradisional. Pada padang penggembalaan tradisional sering digunakan api untuk memproduksi pakan ternak. Pembakaran ini dapat menurunkan kesuburan tanah karena banyaknya biomasa yang terbakar. Bentuk campuran tanaman pada silvipastura adalah seperti pada silviagrikultur. 2.3. Silvifiseri Pada silvifiseri dilakukan kombinasi penanaman tanaman kehutanan dengan usaha perikanan pada suatu unit lahan yang sama. Tidak banyak keterangan mengenai praktekpraktek dari bentuk ini. Umumnya dilaksanakan di daerah hutan payau atau daerah yang terpotong-terpotong oleh aliran sungai.

Adanya pohon akan membantu pengendalian erosi dan sedimentasi tanah. 2.4. Silviagripastura Dalam silviagripastura dilakukan kombinasi komponen kehutanan, pertanian dan peternakan pada suatu unit lahan yang sama. Hasil yang diperoleh berupa pangan, pakan ternak dan hasil hutan. 2.5. Silviagrifiseri Silviagrifiseri adalah suatu bentuk agroforestry yang merupakan perpaduan usaha kehutanan, pertanian dan perikanan pada suatu unit lahan tertentu. Hasil yang diperoleh berupa pangan, hasil hutan dan ikan. III. PEMBAHASAN Pelaksanaan agroforestry akan memberikan manfaat terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Manfaat tersebut dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang (Vergara, 1982 a). 3.1. Manfaat Terhadap Lingkungan Kombinasi dari tanaman kehutanan dengan tanaman pangan pada sistim agroforestry akan memberikan manfaat terhadap lingkungan, baik manfaat ekologis secara umum maupun manfaat yang khusus di tempat dilaksanakannya sistim agroforestry. Manfaat ekologis yang bersifat umum adalah : 1) Mengurangi tekanan penduduk terhadap hutan sehingga luas hutan akan lebih besar dan berfungsi baik dalam perlindungan lingkungan.

2) Siklus zat hara tanah akan lebih efisien, karena adanya pohonpohon yang berakar dalam. 3) Perlindungan yang lebih baik pada system ekologi di daerah hulu, karena pertanian yang berpindah-pindah (perladangan) dapat dikendalikan dengan lebih baik. Manfaat ekologis secara khusus adalah sebagai berikut : a). Mengurangi laju aliran permukaan, pencucian zat hara tanah dan erosi, karena pohon-pohon akan menghalangi terjadinya proses tersebut. b) Perbaikan kondisi iklim makro, misalnya penurunan suhu permukaan tanah dan laju evaporasi melalui penutupan oleh tajuk pohon dan mulsa. c) Peningkatan kadar unsure hara tanah, karena adanya serasah/humus. d) Perbaikan struktur tanah karena adanya penambahan bahan organic yang terus menerus dari serasah yang membusuk. 3.2. Manfaat Sosial dan Ekonomi Sistim agroforestry pada suatu lahan akan memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi petani, masyarakat dan daerah setempat. Manfaat tersebut berupa : 1) Peningkatan dan penyediaan hasil berupa kayu pertukangan, kayu bakar, pangan, pakan ternak dan pupuk hijau. 2) Mengurangi timbulnya kegagalan panen secara total, yang sering terjadi pada sistim pertanian monokultur 3) Memantapkan dan meningkatkan pendapatan petani karena adanya peningkatan dan jaminan kelestarian produksi. 4) Perbaikan standar hidup petani karena ada pekerjaan yang tetap dan pendapatan yang lebih tinggi. 5) Perbaikan nilai gizi dan tingkat kesehatan petani dan adanya peningkatan jumlah dan keaneka-ragaman hasil pangan yang diperoleh.

6) Perbaikan sikap masyarakat dalam cara bertani : melaui tem penggunaan lahan yang tetap. Walaupun pada umunya sistim agroforestry memberikan pengaruh positif (manfat) namun dalanm pelaksana annya dijumpai hambatan-hambatan, baik secara ekologis/lingkungan maupun hambatan sosial dan ekonomis. Hambatan-hambatan tersebut antara lain sebagai berikut (Vergara, 1982 a). 3.3. Hambatan Terhadap Lingkungan 1) Kemungkinan terjadi persaingan antara tanaman pohon dengan tanaman pangan, dalam hal ruang, cahaya, kelembaban, dan zat hara, sehingga dapat menurunkan hasil tanaman pangan. 2) Terjadi kerusakan tanaman pangan pada waktu dilakukan pemanenan pohon. 3) Pohon-pohon dapat berperan sebagai inang dari serangan hama, yang mungkin membahayakan tanaman pangan. 4) Terjadi permudaan alami yang cepat dari pohon kehutanan sehingga dapat menutup seluruh lahan dan mendesak tanaman pangan. 3.4. Hambatan Sosial dan Ekonomi 1) Memerlukan input tenaga kerja yang lebih banyak, sehingga pada waktu yang bersamaan dapat menimbulkan kelangkaan tenaga kerja pada kegiatan pertanian lainnya. 2) Terjadi kompetisi antara tanaman pangan dan tanaman pohon dapat menyebabkan turunnya hasil total yang diperoleh dari usaha agroforestry, sehingga menjadi lebih rendah dari hasil pertanian monokultur. 3) Diperlukan waktu yang lebih lama bagi pohon dapat dipanen sampai memberikan nilai ekonomis. 4) Terjadinya penolakan dari para petani untuk mengganti atau mencampur tanaman pangan dengan tanaman pohon.

5) Praktek agroforestry adalah lebih komplek, kurang difahami petani dan lebih sukar untuk diterapkan, dibandingkan dengan usahatani tanaman pangan monokultur. Dengan cara pengolahan yang tepat beberapa atau semua hambatan diatas dapat diatasi atau dikurangi. Misalnya, bila pohon-pohon menyaingi tanaman pangan maka dapat dilakukan salah satu strategi sebagai berikut : a. Memilih pohon yang mempunyai tajuk ringan (misalnya leguminosae), sehingga terdapat cukup sinar matahari bagi tanaman pangan di bawahnya. b. Memilih jenis pohon yang mempunyai perakaran yang dalam sehingga pohon-pohon tersebut akan menyerap zat hara dari lapisan tanah yang lebih dalam sedangkan tanaman pangan akan mendapt bagiannya dari lapisan tanah atas. c. Membuat jarak tanam yang lebar untuk mengurangi kompetisi dengan tanaman pangan. III. KESIMPULAN Agroforestry bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan produksi pertanian, tetapi sebagai satu cara penting untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas dari sebidang lahan. Walaupun pembuatan teras, suatu alternatif lain, mampu untuk melestarikan produksi, tetapi pembuatannya memerlukan lebih banyak biaya dan tenaga dibandingkan dengan usaha agroforestry. Disamping itu agroforestry bias dilaksanakan baik di datarang tinggi maupun dataran rendah serta dapat disesuaikan dengan pola usahatani yang akan dilakukan DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1984, Beberapa Permasalahan Pokok Penyelenggaraan Transmigrasi, Departemen Transmigrasi Jakarta Martono, 1981, Panca Matra Transmigrasi Terpadu Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta Nair, P. K. R. and E. Fernandes, 1984, Agroforestry as An Alternative to Shifting Cultivation. FAO Soils Bulletin 53. Rome Nair, F. K. R., E. C. M. Fernandes and P. N. Wambager 1984. Multipurpose Leguminous Trus and Shurbs for Agroforestry. Agroforestry Systems. 2 : 145-163 Vergara, N. T. 1982 a. New Directions in Agroforestry : The Potential of Tropical Legume Trus. Improving Agroforestry in The Asia Pacific Tropies. Envirenment and Policy Institute East West Centre, Honolulu Hawai, 52 pp. Vergara, N. T. 1982 a. New Directions in Agroforestry : The Potential of Tropical Legume Trees. Sustaimed Outputs from Legume tree Based Agroforestry Systems. Environment and Policy Institute East West Centre Honolulu, Hawaii, 36 pp.