Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

dokumen-dokumen yang mirip
Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN UMUM BUDIDAYA RUMPUT LAUT

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

METODE PENELITIAN. Budidaya rumput laut K. alvarezii dilakukan di Desa Ketapang Kecamatan

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut

Produksi ikan patin pasupati (Pangasius sp.) kelas pembesaran di kolam

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

3.3 Teknik Budidaya Rumput Laut (Gracillaria verrucosa) dengan Metode Longline Rumput laut adalah salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 5: Produksi kelas pembesaran di kolam

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

Produksi ikan nila (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas pembesaran di kolam air tenang

3. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan darat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan udara

PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT

II. METODE PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

II. METODE PENELITIAN

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan udara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

II. METODE PENELITIAN

Produksi bibit rumput laut grasilaria (Gracilaria verrucosa) dengan metode sebar di tambak

II. METODE PENELITIAN

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Bagian 3 : Produksi induk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA

Rencana Kegiatan panen

Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Budidaya Makroalga Kappaphycus alvarezii di Perairan Pulau Panjang Serta Analisis Ekonominya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar

Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini

Kuesioner kajian untuk analisis kelayakan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa. Peneliti : Heryati Setyaningsih

Pengemasan benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) pada sarana angkutan udara

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

PENGARUH PERBEDAAN STRAIN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SPESIFIK. Dodi Hermawan 1) ABSTRACT

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

3. METODE PENELITIAN

Pendahuluan Budidaya Rumput Laut A. Pemilihan lokasi

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

III. MATERI DAN METODE

3. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PERIODE PANEN YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii: KAJIAN RENDEMEN DAN ORGANOLEPTIK KARAGINAN

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net)

(Eucheuma cottonii) TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PESISIR (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)

RESPON PERTUMBUHAN PADA BERBAGAI KEDALAMAN BIBIT DAN UMUR PANEN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN TELUK PALU ABSTRAK

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 2: Benih

Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku

METODE PENELITIAN. A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian. 1. Materi. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian

PERTUMBUHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni Dan Gracilaria sp.) DENGAN METODE LONG LINE DI PERAIRAN PANTAI BULU JEPARA

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock)

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan

Pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) yang dibudidaya dalam kantong jaring dengan berat awal berbeda di Teluk Talengen Kepulauan Sangihe

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013

3 METODE PENELITIAN. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Gugus Pulau Nain. Jenis data. Metode. Data & Info. Pengalaman meneliti

MODEL PENERAPAN IPTEK PENGEMBANGAN KEBUN BIBIT RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii, DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

Cara uji fisika Bagian 2: Penentuan bobot tuntas pada produk perikanan

Kondisi Lingkungan Perairan Pada Lahan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Di Desa Jayakarsa Kabupaten Minahasa Utara

I. PENDAHULUAN. Rumput laut merupakan sumber utama penghasil agar-agar, alginat dan karaginan

Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : ISSN

Pertumbuhan Rumput Laut

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai bulan Mei B. Bahan dan Alat Penelitian

5.1 Keadaan Umum Perairan Gugus Pulau Nain

III. BAHAN DAN METODE

PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN TELUK LAIKANG KABUPATEN TAKALAR

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 Juni 2015 di Laboratorium

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Eucheuma cotnnii YANG DIBUDIDAYAKAN PADA JARAK DARI DASAR PERAIRAN YANG BERBEDA Burhanuddin

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014

Alginofit 20 gram. Perendaman KOH 2% selama 30 menit. Dicuci dengan air mengalir. Perendaman NaOH 0,5% selama 30 menit. Dicuci dengan air mengalir

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

III. METODE PENELITIAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

Penanganan bibit Acacia mangium (mangium) dengan perbanyakan generatif (biji)

Benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Produksi benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

Transkripsi:

Standar Nasional Indonesia Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional

Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Persyaratan produksi... 2 4 Cara pengukuran... 5 Bibliografi... 9 Gambar 1 Konstruksi long-line berbingkai ukuran 25 m x 100 m... 6 Gambar 2 Konstruksi long-line berbingkai ukuran 50 m x 100 m... 7 Gambar 3 Konstruksi lajur... 8 Tabel 1 Persyaratan kualitas air... 3 Tabel 2 Ukuran konstruksi dan jumlah pelampung... 3 i

Prakata Standar ini disusun agar dapat digunakan oleh pembudidaya, pelaku usaha dan instansi lainnya yang memerlukan serta digunakan untuk pembinaan mutu dalam rangka sertifikasi. Standar ini disusun sebagai upaya meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan mengingat proses produksi mempunyai pengaruh terhadap mutu rumput laut yang dihasilkan sehingga diperlukan persyaratan teknis tertentu. Standar ini dirumuskan oleh Subpanitia Teknis 65-05-S2 Perikanan Budidaya. Standar ini telah dibahas dalam rapat teknis dan terakhir disepakati dalam rapat konsensus SPT 65-05-S2 Perikanan Budidaya pada tanggal 13 September 2009 di Bandung, dihadiri oleh anggota subpanitia teknis, wakil-wakil dari unsur pemerintah, produsen, konsumen, pembudidaya, lembaga penelitian dan instansi terkait lainnya serta telah memperhatikan: 1. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.01/MEN/2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. 2. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik. Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal 22 Desember 2009 sampai dengan 22 Februari 2010 dengan hasil akhir RASNI. ii

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line 1 Ruang lingkup Standar ini menetapkan persyaratan produksi dan cara pengukuran produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) dengan metode long-line. 2 Istilah dan definisi 2.1 bibit potongan thallus muda berumur 25 hari 30 hari yang diperlukan untuk penanaman rumput laut secara vegetatif 2.2 eupotik kolom air yang masih ditembus oleh penetrasi cahaya matahari 2.3 jangkar pemberat atau pancang tempat mengikat tali berfungsi untuk mempertahankan konstruksi agar tetap pada lokasi budidaya yang diinginkan 2.4 metode long-line cara membudidayakan rumput laut di kolom air (eupotik) dekat permukaan perairan dengan menggunakan tali yang dibentangkan dari satu titik ke titik yang lain dengan panjang 25 m 50 m, dapat dalam bentuk lajur lepas atau terangkai dalam bentuk segi empat dengan bantuan pelampung dan jangkar 2.5 pelampung pembantu bahan apung yang dipasang pada tali jangkar berfungsi mempertahankan posisi konstruksi agar tidak tenggelam dan berada pada kedalaman yang dikehendaki 2.6 pelampung ris bentang bahan apung yang dipasang pada setiap tali ris yang telah ada bibit yang berfungsi mempertahankan posisi tanaman pada kedalaman yang dikehendaki 2.7 pelampung utama bahan apung yang dipasang pada setiap penjuru konstruksi sebelum tali jangkar yang berfungsi untuk menahan konstruksi agar tidak tenggelam pada saat ada arus kencang sekaligus sebagai tanda batas 2.8 produksi rumput laut kotoni 2.8.1 pemanenan kegiatan pengambilan hasil budidaya secara total setelah masa pemeliharaan 1 dari 9

2.8.2 praproduksi rangkaian kegiatan persiapan dalam memproduksi rumput laut kotoni dengan persyaratan yang harus dipenuhi meliputi lokasi, kualitas air, konstruksi dan bibit 2.8.3 proses produksi rangkaian kegiatan untuk memproduksi rumput laut kotoni 2.9 rumput laut kotoni biasa juga disebut Kappaphycus alvarezii adalah jenis tumbuhan laut tingkat rendah yang hidup di dasar perairan dan atau menempel pada substrat, termasuk kelompok karaginofit yang merupakan sumber karaginan 2.10 tali jangkar tali yang berfungsi untuk menambatkan jangkar pada konstruksi 2.11 tali ris bentang tali atau media yang digunakan sebagai tempat untuk menempelnya tali titik dan rumput laut 2.12 tali titik tali yang berfungsi untuk mengikat bibit rumput laut yang diselipkan pada tali ris bentang 2.13 tali utama tali yang disusun hingga berbentuk satu persegi panjang yang berfungsi sebagai kerangka konstruksi 2.14 tali pembantu tali yang dipasang ditengah konstruksi untuk mempertahankan bentuk konstruksi 3 Persyaratan produksi 3.1 Praproduksi 3.1.1 Lokasi a) lokasi budidaya terlindung dari ombak, pergerakan air 20 cm/detik 40 cm/detik dan kedalaman perairan minimal 2 m (pada saat surut terendah); b) relatif jauh dari muara sungai; c) perairan tidak tercemar; d) tidak pada alur transportasi dan bukan daerah penangkapan ikan; e) dasar perairan sebaiknya pasir berbatu karang; f) lokasi secara alami ditumbuhi rumput laut atau jenis tumbuhan lamun; g) peruntukan lokasi diatur oleh Rencana Umum Tata Ruang Daerah/Wilayah; h) fluktuasi tahunan kualitas air seperti pada Tabel 1. 2 dari 9

Tabel 1 Persyaratan kualitas air No Parameter Satuan Kisaran 1 Suhu C 26 32 2 Salinitas mg/l 28 34 3 ph - 7 8,5 3.1.3 Konstruksi 3.1.3.1 Bentuk konstruksi a) Konstruksi berbingkai Konstruksi terbuat dari tali utama yang disusun membentuk segi empat berukuran minimal 25 m x 100 m, maksimal 50 m x 100 m dan pada setiap sudut dipasang pelampung utama. Setiap 25 m pada sisi 100 m diberi tali pembantu dan pelampung pembantu yang berfungsi mempertahankan ukuran konstruksi. Tali ris bentang dengan panjang 25 m 50 m diikatkan pada tali utama berjumlah 99 tali ris bentang dengan jarak 100 cm. Pada setiap tali ris bentang dipasang minimal 125 titik, maksimal 250 titik dengan jarak antar titik minimal 20 cm. Konstruksi tersebut diapungkan di permukaan air dan ditambatkan di lokasi menggunakan pemberat jangkar disetiap ujung sudut dan pelampung pembantu sesuai dengan Gambar 1. Pelampung ris bentang diikat pada tali ris bentang masing-masing 5 buah 10 buah No Ukuran konstruksi (m) Tabel 2 Ukuran konstruksi dan jumlah pelampung Jumlah pelampung utama (buah) Jumlah pelampung pembantu (buah) Jumlah pelampung ris bentang (buah) Jumlah jangkar (buah) 1 25 x 100 4 8 250 16 2 50 x 100 4 10 500 18 b) Konstruksi lajur Konstruksi tali ris bentang dengan panjang 50 m 100 m yang kedua ujungnya diberi pelampung. Konstruksi tersebut diikat dengan tali jangkar atau tali pancang dengan panjang tali jangkar 3 kali kedalaman perairan. Pada tali ris bentang dipasang pelampung berjarak 2 m 3 m sesuai dengan Gambar 2. 3.1.3.2 Kriteria bahan konstruksi a) tali jangkar : polyethylene (PE) diameter minimal 10 mm; b) tali utama : polyethylene (PE) diameter minimal 10 mm; c) tali pembantu : polyethylene (PE) diameter minimal 6 mm; d) tali ris bentang : polyethylene (PE) diameter 4 mm 5 mm; e) tali titik : polyethylene (PE) 1 mm 1,5 mm, tali rafia, 40 cm; f) jangkar : beton, besi, batu, karung pasir dengan berat minimal 50 kg/buah atau pancang (bambu, kayu, besi); g) pelampung utama : jerigen plastik minimal 25 liter atau bahan pelampung lain 3 dari 9

yang tidak mencemari lingkungan; h) pelampung pembantu : jerigen plastik minimal 20 liter atau bahan pelampung lain yang tidak mencemari lingkungan; i) pelampung ris bentang : botol plastik bervolume 600 ml atau bahan pelampung lain yang tidak mencemari lingkungan. 3.1.4 Bibit a) umur antara 25 hari 30 hari; b) bobot 50 g 100 g setiap titik ikat; c) bercabang banyak, rimbun dan runcing; d) tidak terdapat bercak-bercak dan terkelupas; e) warna spesifik (cerah); f) tidak terkena penyakit. 3.1.5 Peralatan a) peralatan : gunting, gergaji, pisau, keranjang, perahu, jukung, terpal, para-para dan timbangan. b) alat kualitas air : termometer, refraktometer atau salinometer, ph meter atau kertas lakmus. 3.2 Proses produksi 3.2.1 Pengikatan bibit a) Bibit diikatkan pada tali titik berjarak 25 cm 30 cm dengan berat 50 g 100 g setiap titik ikat. b) Pengikatan bibit dengan cara simpul pita dan sedikit longgar. c) Pengikatan bibit dilakukan di darat, tempat yang teduh dan bersih. Bibit dijaga dalam keadaan basah atau lembab. 3.2.2 Penanaman bibit a) Bibit yang telah diikat pada tali ris bentang dalam waktu tidak lebih dari 6 jam, kemudian diikatkan pada kedua sisi tali utama. b) Jarak antar tali ris bentang minimal 1 m. c) Bibit berada dibawah permukaan perairan. 3.2.3 Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan minimal 45 hari. Selama masa pemeliharaan dilakukan pengontrolan minimal 3 kali seminggu untuk : a) Mengetahui perkembangan kondisi bibit yang ditanam, hama dan penyakit. b) Mengetahui perlu tidaknya dilakukan penyulaman pada minggu pertama, jika ada bibit yang rontok atau terlepas. c) Penyiangan gulma dan pembersihan sampah yang menempel pada rumput laut. 3.3 Pemanenan a) Tali ris bentang dilepaskan dari tali utama, b) Rumput laut dilepas dari tali ris dengan cara membuka ikatan sebelum atau sesudah dijemur total, c) Ukuran hasil panen minimal 500 g/rumpun. 4 dari 9

3.4 Monitoring rumput laut a) Parameter kualitas air sesuai dengan tabel 1 dan kesehatan minimal satu seminggu sekali. b) Data hasil monitoring dicatat dan disimpan secara baik untuk dianalisis dan digunakan sebagai dasar untuk rencana penanaman selanjutnya. 4 Cara pengukuran 4.1 Suhu Dilakukan dengan menggunakan termometer pada badan air. 4.2 ph Dilakukan dengan menggunakan ph meter atau ph indikator (kertas lakmus). 4.3 Salinitas Dilakukan dengan menggunakan salinometer atau refraktometer. 5 dari 9

1 25 m Keterangan : 1. Tali jangkar 2. Tali utama 3. Tali pembantu 4. Tali ris bentang 5. Jangkar utama 6. Jangkar pembantu 7. Pelampung utama 8. Pelampung pembantu 2 3 100 m Gambar 1 Konstruksi long-line berbingkai ukuran 25 m x 100 m 6 8 4 5 7 6 dari 9

1 Keterangan : 1. Tali jangkar 2. Tali utama 3. Tali pembantu 4. Tali ris bentang 5. Jangkar utama 6. Jangkar pembantu 7. Pelampung utama 8. Pelampung pembantu 50 m 2 3 100 m Gambar 2 Konstruksi long-line berbingkai ukuran 50 m x 100 m 6 8 4 5 7 7 dari 9

1 2 Keterangan : 1. Jangkar 2. Tali jangkar 3. Pelampung utama 4. Pelampung ris bentang 5. Tali ris bentang Tambang panjang 1 meter 3 4 5 Gambar 3 Konstruksi lajur 20 25 cm 8 dari 9

Bibliografi Atmadja, W.S., dkk, 1996, Pengenalan Jenis Jenis Rumput Laut Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI, Jakarta. Runtuboy, N., Sahrun, 2001. Rekayasa Teknologi Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarizii). Laporan Tahunan Balai Budidaya Laut Lampung tahun Anggaran 2000. Sulistijo, 1996. Perkembangan Budidaya Rumput laut di Indonesia, dalam WS. Atmadja. Dkk. Pengenalan Jenis-jenis Rumput laut di Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI Jakarta. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung, (2009). Petunjuk Teknik Budidaya Rumput Laut Kotoni (Kappaphycus alvarezii). 9 dari 9